Tuesday, September 8, 2015

Bencana asap dan kemungkinan pelenyapannya

Sudah beberapa waktu ini, sebagian pulau Sumatera dan Kalimantan diselimuti oleh asap cukup tebal. Berita-berita yang disampaikan melalui harian Kompas menunjukkan bahwa aktivitas penerbangan dan aktivitas masyarakat luas lainnya sangat terganggu. Seorang saudara yang tinggal di Pekanbaru Riau misalnya, mengeluhkan kondisi ini. Sudah sejak hari Rabu kemarin, udara panas sekali, gerah, sesak napas, menjemur selimut cepat kering, dan dikhawatirkan beberapa waktu ke depan sumurnya cepat kering. Jadi lengkaplah sudah penderitaannya, apalagi kadangkala listrik mati secara bergilir. Dia mengatakan bahwa bila orang tidak punya genset maka akan makin merana.
Asap banyak berasal dari pembakaran hutan, semak belukar, lahan yang dilakukan oleh banyak pihak baik pengusaha besar dan kecil maupun oleh masyarakat sendiri. Sadar tidak sadar dampaknya sebenarnya mereka juga rasakan, namun sepertinya hal itu tidak membuat kapok untuk melakukannya. Seolah-olah itu sudah merupakan agenda rutin setiap musim kemarau untuk membuka lahan baru pertanian/perkebunan atau sekedar membersihkan ladang dengan ongkos yang murah. Mungkin juga masyarakat sudah apatis dengan agenda tahunan yang tidak disukai ini. Pemerintah daerah pun sepertinya sudah kehabisan akal bagaimana mencari solusi terbaik, toh nantinya juga akan hilang dengan sendirinya seiring dengan datangnya musim hujan.
Tinjauan meteorologis
Dilihat dari citra satelit Himawari 8 infra merah di bawah ini terlihat bahwa pada hari Sabtu 5 September 2015, wilayah Asia tenggara sebagian diliputi oleh awan. Sebagian Sumatera bagian Utara, Kalimantan bagian Utara (Negara tetangga), dan Papua bagian Utara terdapat area yang diselimuti oleh perawanan yang berpotensi hujan. Namun kita lihat bahwa wilayah Indonesia bagian selatan ekuator, praktis tidak terlihat perawanan yang timbul. Mungkin pula terdapat awan-awan rendah di beberapa tempat meskipun tidak berpeluang terjadinya hujan. Mengingat bahwa di Samudra Pasifik sedang terjadi El Nino pada taraf sedang, maka hal ini bisa dimaklumi karena El Nino berpengaruh pada bergesernya perawanan di wilayah Indonesia menuju ke timur, meskipun pada citra satelit di bawah tidak begitu terlihat. Biasanya bila El Nino terjadi pada taraf lemah sampai sedang, maka terjadi kekeringan di wilayah selatan Sumatera, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi, Maluku dan Papua bagian selatan, serta Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kekeringan makin menguat seiring dengan peningkatan taraf El Nino, seperti yang terjadi saat ini. Karenanyalah maka kekeringan yang terjadi memperbesar peluang terjadinya kebakaran hutan baik di wilayah Sumatera maupun Kalimantan, bahkan juga di Jawa Tengah seperti yang dilaporkan harian ini beberapa waktu yang lalu.
Hujan buatan
Sebagian masyarakat seringkali mempertanyakan kepada pemerintah daerahnya mengapa tidak dilakukan hujan buatan. Ini bisa dimaklumi mengingat persepsi masyarakat bahwa yang namanya hujan buatan ya membuat hujan dengan menaburkan garam di langit, tidak peduli kapanpun waktunya. Pemahaman ini sebenarnya salah besar. Yang namanya hujan buatan itu tidak lalu membuat hujan seperti halnya membuat kue yang semua bahannya bisa disediakan, namun dibutuhkan “bahan-bahan” yang tidak selamanya tersedia di alam. Awan potensial, kelembapan relative udara  yang besar, dan inti kondensasi yang bersifat higroskopis artinya yang mudah menyerap uap air. Awan potensial adalah awan-awan yang mempunyai pertumbuhan vertical cukup besar dan mengandung tetes-tetes awan yang cukup mudah untuk ditingkatkan ukurannya menjadi tetes hujan dengan inti kondensasi. Inti kondensasi yang dipilih biasanya adalah garam dapur dan urea. Dengan menaburkan garam dapur tersebut ke dalam awan potensial (biasanya awan jenis cumulus) maka diharapkan tetes-tetes awan tersebut akan tumbuh menjadi tetes hujan melalui proses tumbukan dan tangkapan. Proses updraft dan gravitasi dalam awan berpeluang untuk memperbesar ukuran tetes sehingga hujan bisa terjadi.

Namun masalahnya dalam kasus kebakaran hutan yang menghasilkan asap di Sumatera dan Kalimantan adalah kelembapan udara yang belum memungkinkan untuk terjadinya proses di atas. Meskipun aerosol banyak dihasilkan dari kebakaran hutan, namun ia tidak bisa bertindak sebagai inti kondensasi yang higroskopis. Dibutuhkan kelembapan relative yang lebih tinggi agar tercapai kejenuhan untuk aerosol-aerosol yang berukuran besar dalam lingkungan atmosfer yang tidak homogen. 
Dilihat dari pola angin yang saat ini bertiup dari Tenggara maka kecil peluang untuk terjadinya hujan di banyak tempat di Indonesia. Ini karena umumnya angin tenggara tidak banyak membawa uap air. Dibanding dengan El Nino, sebenarnya pengaruh monsoon ini jauh lebih besar bagi pembentukan musim di Indonesia. Tetapi El Nino menyebabkan pengaruh monsoon melemah di sebagian besar wilayah berpola curah hujan monsoonal. Curah hujan umumnya berkurang beberapa puluh persen dari nilai normalnya sehingga biasanya sampai timbul kekeringan bila El Nino berlangsung pada musim kemarau. Pada kondisi saat ini, pola angin tenggara yang bertemu dengan angin timur laut terjadi di belahan bumi utara. Hal ini akibat gerak semu matahari yang saat ini berada di belahan bumi utara. Seiring dengan makin mendekatnya matahari menuju ekuator dan kemudian berlanjut ke selatan, maka peluang curah hujan di wilayah kita juga akan meningkat. Oleh karena itu maka mungkin masih butuh sebulan sampai dua bulan (bahkan bisa lebih lama) agar curah hujan sampai di pulau Jawa. Masyarakat wilayah Sumatera dan Kalimantan yang saat ini masih banyak diselimuti asap hendaknya bersabar jika ingin asap hilang dari pandangan. Pemerintah daerah seyogyanya mengupayakan agar pembakaran hutan dan semak belukar oleh oknum pengusaha dan masyarakat bisa dihentikan. Law enforcement harus benar-benar ditegakkan agar tidak ada lagi oknum nakal penyebab asap berkeliaran dan menimbulkan efek jera. Teknologi penindasan atau pelenyapan asap sudah kita miliki (padahal di dunia internasional belum ada) meskipun tingkat keberhasilannya masih harus ditingkatkan. Mungkin dengan kasus yang setiap tahun berulang ini, bisa diciptakan teknologi dengan tingkat keberhasilan yang sama atau bahkan lebih tinggi dibanding operasi hujan buatan.
Ketika tidak ada lagi upaya yang berhasil kita lakukan, mungkin dengan cara berdoa bisa mengurangi dampak yang ditimbulkan asap, setidaknya bisa menentramkan hati. Beberapa waktu yang lalu, di Bogor dilaksanakan sholat istisqa minta hujan untuk mengatasi kekeringan dan entah kebetulan entah tidak, hari itu hujan deras terjadi. Bukankah tidak ada salahnya hal demikian juga dilakukan di wilayah terkena asap agar asap tersapu oleh hujan?? Mungkin pernah dicoba dan tidak berhasil, namun tidak ada salahnya dicoba dan dicoba lagi.

Bandung, 5 September 2015
Joko Wiratmo, dosen Prodi Meteorologi ITB dengan bidang keahlian Meteorologi Tropis. 
Bisa dijangkau dengan email: joko.wiratmo@meteo.itb.ac.id

Friday, September 4, 2015

Semoga segera turun hujan di banyak tempat di Indonesia

Mengamati citra satelit Himawari di bawah ini, rasanya kita masih harus bersabar untuk menanti datangnya hujan di banyak tempat di Indonesia. Citra satelit ini menunjukkan bahwa hanya sedikit perawanan yang berpotensi hujan di wilayah kita. Ini ditunjukkan dari tidak adanya banyak awan yang berpotensi hujan. Hari ini (4/9), hanya wilayah Pekanbaru dan sekitarnya (termasuk Singapura) serta di arah barat Jayapura dan dekat daerah Kepala Burung Papua yang berpeluang terjadinya hujan. Awan-awan rendah yang mungkin terbentuk, kecil peluangnya menjadi hujan.
Di sekitar Aceh juga berpeluang terjadinya hujan. Dengan demikian maka mungkin baru sebulan dua bulan lagi mulai makin banyak terjadi hujan, meskipun harus disadari bahwa El Nino di lautan Pasifik juga masih akan sangat berpengaruh pada distribusi perawanan di Indonesia. Biasanya, ketika El Nino berada dalam taraf lemah sampai sedang, sebagian Sumatera khususnya bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi dan Papua bagian selatan serta seluruh Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengalami kekurangan hujan sehingga banyak terjadi kekeringan sekitar Juli dan Agustus. Kekeringan makin meningkat distribusinya pada bulan September dan Oktober apalagi bila El Nino berada dalam tingkat kuat.
Hujan buatan telah dilakukan di pulau Jawa khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah namun kelihatannya masih belum memberikan hasil yang optimal. Harus diingat bahwa hujan buatan bukan berarti kita mengadakan hujan dari sesuatu yang tidak ada sama sekali karena sebenarnya hujan buatan adalah merangsang timbulnya tetes-tetes hujan dari tetes-tetes awan dengan menaburkan inti kondensasi/aerosol (misalnya garam dapur Na Cl) ke dalam awan. Semoga tidak terlalu berharap banyak untuk turunnya hujan pada beberapa waktu ke depan. Kenapa?? Silahkan baca pada postingan sebelumnya.

Sunday, August 30, 2015

Mengenal karakteristik wilayah tropis

Kutulis masalah ini mengingat blok detik yang kumiliki yakni Cuaca dan Iklim Tropis tidak bisa digunakan untuk posting dengan baik. Sudah menulis satu lembar A4 tapi ternyata ketika coba diposting tidak bisa tampil bahkan kemudian terhapus. Baiklah, itu sekelumit cerita di balik mengapa aku tulis tulisan ini di sini ... toh sama saja. Yang penting kalian bisa menikmati tulisan ini.
Mungkin kalian sudah tahu dari tulisanku sebelumnya dan juga video yang sudah aku share dalam blog di atas. Benar bahwa wilayah tropis adalah wilayah yang dibatasi oleh 23,5o LU dan 23,5o LS. Namun sebenarnya tidak hanya itu ... wilayah ini mempunyai beberapa karakteristik yang menonjol, yakni:
1. Mendapatkan energi matahari yang berlimpah sepanjang tahun khususnya yang berada di dekat ekuator. Surplus energi ini banyak manfaatnya dan berperan penting dalam sirkulasi atmosfer dan lautan.
2. Distribusi temperatur relatif tidak besar atau lebih seragam, khususnya dalam arah horizontal. Gradien temperatur dalam arah vertikal lebih besar daripada horizontalnya.
3. Merupakan kawasan dengan tekanan rendah dan gaya Coriolis (gaya pembelok angin dalam skala besar) yang relatif rendah dibanding wilayah lintang tengah dan tinggi.
4. Wilayah dengan gerak vertikal udara yang besar yang ditandai dengan aktivitas perawanan konvektif yang banyak seperti misalnya awan-awan kumulus dan kumulonimbus.


5. Wilayah ini banyak dilalui oleh ITCZ (intertropical convergence zone) yang pergeserannya mengikuti kemana matahari berada. Bila mataharinya berada di selatan ekuator maka ia pun berada di selatan ekuator, dan sebaliknya meskipun secara klimatologis lebih banyak di utara ekuator. Wilayah ITCZ umumnya mempunyai kecepatan angin yang rendah (calm) dan banyak hujan konvergensi terjadi.
6. Pola monsoonal terjadi di wilayah ini dimana dibandingkan wilayah lain, wilayah monsoon Asia Tenggara dan Australia Utara lah yang paling berkembang dengan baik. Monsoon ini ditandai dengan pembalikan arah angin secara musiman minimal sebesar 120 derajat dan kecepatan anginnya minimal 3 m/s.
7. Presipitasi (contohnya hujan) dan evaporasi di wilayah tropis tinggi. Indonesia sebagai salah satu wilayah tropis menunjukkan dengan jelas hal ini. Radiasi matahari yang bersinar sepanjang tahun menyebabkan evaporasi tinggi sehingga perawanan terbentuk dengan baik dan peluang terjadinya hujan tinggi.
8. Angin dominan adalah angin timuran (easterlies).
Itulah beberapa karakteristik wilayah tropis yang kita diami ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wednesday, August 26, 2015

Hujan buatan layak untuk dicoba meskipun ...

Sudah dua hari ini, pemerintah mengupayakan hujan buatan di beberapa tempat dari mulai Jawa Barat dan Jawa Tengah dalam rangka mengatasi kekeringan yang terjadi. Seperti kita ketahui, banyak wilayah khususnya yang berada di selatan ekuator mengalami kekeringan yang mengakibatkan banyak sumber air dan saluran air berkurang jauh debitnya. Bahkan sudah dialami di banyak tempat, air sangat sulit diperoleh entah untuk tujuan pengairan lahan pertanian ataupun untuk air minum, mandi, cuci dan kakus (MCK). Tentu bukan tanpa alasan pemerintah "nekad" untuk melakukan hujan buatan ini. Ini setidaknya untuk meredam agar masyarakat tidak terlalu cemas dengan kondisi kekeringan ini yang diperkirakan akan berlangsung sampai akhir tahun (November). Meskipun saya pikir keberhasilannya mungkin akan kurang menggembirakan.


Kita tahu bahwa hujan buatan bukan berarti kita membuat hujan dimana selalu tersedia bahan-bahannya untuk diturunkan ke bumi. Kegiatan hujan buatan tidak lain adalah merangsang tumbuhnya tetes-tetes hujan dari tetes-tetes awan dengan menyemai atau menebarkan inti kondensasi yang higroskopis ke dalam awan dan sekitarnya. Ini merupakan salah satu bentuk modifikasi cuaca agar cuaca yang diinginkan dapat diperoleh. Bentuk modifikasi cuaca yang lain adalah menekan terjadinya hujan es, menurunkan peluang terjadinya petir, kabut, dan lain-lain. Kembali pada hujan buatan di atas. Tetes-tetes awan yang disemai diharapkan juga berukuran cukup besar agar lekas segera terbentuk tetes hujan ketika disemai. Oleh karena itulah maka perawanan yang disemai adalah jenis perawanan yang pertumbuhan vertikalnya besar atau jenis-jenis awan kumulus. Hasilnya akan jauh berbeda bila penyemaian inti kondensasi (misal garam dapur dan urea) dilakukan pada awan-awan yang pertumbuhannya horizontal semacam stratus. Pada awan jenis stratus, peluang terjadinya proses tumbukan dan tangkapan terjadi dalam waktu yang singkat sehingga kemungkinan besar bila terjadi hujan maka hujannya tidak akan deras/lebat. Pada jenis-jenis awan kumulus, tumbukan dan tangkapan dapat berlangsung lama sehingga tetes hujan yang dihasilkan akan lebih besar. Akibatnya hujan yang ditimbulkannya juga akan deras.
Tiga bulan ini akan dilakukan hujan buatan di beberapa tempat di pulau Jawa. Kalau dilihat dari citra satelit hari ini, misalnya, maka terlihat bahwa sedikit sekali perawanan di atas pulau Jawa. Ini setidaknya bisa digunakan untuk memperkirakan bahwa masih cukup sulit untuk memperoleh awan-awan yang potensial untuk disemai. Namun demikian, di sekitar gunung/pegunungan, masih ada kemungkinan untuk mendapatkan awan yang berpotensi hujan. Namun harus diwaspadai jangan sampai pesawat yang digunakan terkena efek turbulensi sekitar gunung yang sangat membahayakan. Tidak sedikit kecelakaan pesawat terbang di dunia ini terjadi karena efek turbulensi di sekitar gunung.  Dengan demikian, meskipun peluang terjadinya hujan dalam beberapa waktu ke depan adalah kecil, namun upaya ini lebih baik ditempuh daripada hanya sekedar menunggu dan menunggu. Kita doa-kan saja agar proyek ini berhasil seiring dengan makin mendekatnya matahari menuju selatan ekuator  kurang lebih sebulan lagi. Amin.

Monday, August 17, 2015

Perbaiki sarana dan prasarana terkait cuaca dan iklim di Papua

Kembali musibah jatuhnya pesawat di Papua terjadi. Kali ini menimpa salah satu pesawat Trigana Air yang mengangkut kurang lebih 50 orang kemarin. Bukan kali ini saja cuaca di Papua berperan dalam timbulnya kecelakaan pesawat. Pola cuaca yang dengan cepat berubah merupakan penyebab yang tidak mudah diantisipasi dengan baik. Pola monsoon dan sedikit ekuatorial serta sebagian lain sifatnya lokal dimana pengaruh pegunungan cukup dominan adalah pola-pola cuaca dan musim yang terjadi di daratan Papua. Sedikitnya sumber daya manusia yang mumpuni di kawasan tersebut dan diperparah oleh sedikitnya alat-alat observasi lapangan yang terkait cuaca dan iklim menyebabkan sedikitnya informasi yang diperoleh yang secara akurat dan detail dapat menggambarkan kondisi Papua dari waktu ke waktu. Transportasi vital yang selama ini menghubungkan satu daerah dengan daerah lain tidak lain melalui udara yakni pesawat terbang. Namun dengan prasarana bandar udara yang minim terkait informasi cuaca bisa diibaratkan bahwa melakukan penerbangan di wilayah tersebut adalah berjudi dengan maut. Seringkali modal keberanianlah yang diandalkan untuk mengarungi wilayah-wilayah terpencil di daratan Papua tersebut. Sudah sewajarnya bila sumber daya manusia meteorologi dan klimatologi yang terlatih serta dukungan peralatan observasi dan teknologi informasi - komunikasi ditingkatkan dan diperbanyak agar memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization). Dan yang terpenting adalah agar kecelakaan pesawat terbang akibat fenomena meteorologi dan klimatologi yang ditunjang oleh medan pegunungan yang tinggi dapat diminimalisir. Semoga!

Friday, August 14, 2015

Gerakan hemat air harus digalakkan

Di banyak tempat di Indonesia belakangan ini terjadi kekeringan sehingga berdampak pada munculnya krisis air di beberapa wilayah. Hal ini tidak mengherankan mengingat musim kemarau sedang berlangsung yang diperparah dengan munculnya El Nino pada tingkat moderat. Meskipun tidak semua wilayah mengalami kekeringan, namun secara umum boleh dikatakan bahwa Indonesia memasuki tahap krisis air besar-besaran. Di beberapa wilayah bahkan penduduknya harus mencari sumber air yang jauh dari tempat tinggalnya hanya demi beberapa ember air. Di Nusa Tenggara Timur, ada beberapa desa yang memanfaatkan batang tanaman tertentu untuk memperoleh air bersih dan hal ini telah terjadi bertahun-tahun manakala hujan lama tidak turun. Sampai sekarangpun hal ini masih berlangsung ... luar biasa. Ada saudara yang harus menunggu berjam-jam untuk mendapatkan air bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) karena air ledeng tidak mengalir dengan lancar. Bahkan tidak jarang dia harus mandi di kantornya karena sulitnya memperoleh air bersih.
Mengingat bahwa air merupakan kebutuhan utama untuk hidup sehari-hari maka sudah selayaknya jika pemerintah turun tangan langsung. Mengharapkan masyarakat untuk survive dengan sendirinya bukanlah wujud pemerintah yang bertanggungjawab. Pemerintah selayaknya mengupayakan gerakan hemat air oleh masyarakat ketika air banyak tersedia dan mengatur agar kelangsungan siklus hidrologi terjaga dengan baik. Manajemen pengelolaan air harus sangat profesional agar kelangkaan air pada saat musim kemarau bisa diatasi. Bertahun-tahun hal ini terjadi dan berulang namun sepertinya kita tidak pernah belajar dari pengalaman tersebut. Mengharapkan hujan buatan dapat mengatasi hal ini hanya merupakan impian di siang bolong mengingat rendahnya kelembapan relatif udara yang bisa disemai dengan garam dapur, meskipun bisa pula dicoba. Masih beruntung bahwa di beberapa wilayah sudah mulai terjadi hujan meskipun tidak merata dan tidak deras. Ini setidaknya melegakan untuk sementara waktu meskipun kita tidak bisa berharap banyak karena memang belum waktunya. Penelitian menunjukkan bahwa musim hujan akan mundur dan mulai sekitar November di wilayah berpola curah hujan monsoonal. Semoga saja ada keajaiban alam yang menepis dugaan tersebut dimana hujan  terjadi lebih awal. Amin.

Sunday, July 26, 2015

Bagaimana hujan es terbentuk??

Di Medan Sumatera Utara hari ini tadi terjadi hujan es seperti yang diberitakan koran detik. Meskipun durasinya hanya 30 menit namun ini sudah bisa membuktikan bahwa awan-awan tebal yang pertumbuhannya vertikal dapat diduga merupakan sumber terjadinya prespitasi ini. Awan kumulus atau kumulonimbus diduga menjadi penyebabnya. Mengapa demikian? Ini tidak lain karena pertumbuhan es bisa terjadi bila terdapat suhu dalam awan yang nilainya lebih rendah dari 0oC. Bila ini tidak terjadi maka sangat sulit kemungkinan akan terjadinya hujan es. Pada awan yang temperaturnya lebih dari 0oC maka hanya terdapat tetes-tetes air bukan kristal es. Pada awan dingin kristal es bisa terbentuk karena adanya inti es. Akibat adanya updraft maka terjadilah tumbukan antara kristal es dengan kristal es atau antara kristal es dengan tetes air super dingin selain akibat tumbukan karena proses utama Bergeron.Tekanan uap di atas permukaan air cair super dingin lebih tinggi dibanding tekanan uap di atas permukaan kristal es sehingga berakibat air cair menguap dan menempel pada kristal es. Dengan demikian maka air cair akan makin berkurang sedangkan kristal es makin bertambah dan membesar. Karena makin besar ukuran kristal es maka daya apungnya akan lebih kecil daripada gaya tarik gravitasi. Ini berakibat pada makin besarnya kemungkinan jatuhnya kristal es yang bisa berwujud batu es ke permukaan bumi. Pada saat itulah maka di permukaan bumi terjadi hujan es. Ukuran es bisa berkurang akibat gesekan batu es (hail) dengan udara yang hangat. Besarnya batu es terbesar yang pernah jatuh ke  permukaan bumi yang pernah tercatat adalah hampir 1 kg. Ukuran yang sangat besar tersebut sangat berbahaya bagi makhluk hidup yang tertimpanya karena kaca mobilpun bisa berlubang.   

Sunday, July 5, 2015

Apa artinya hujan 5 mm ??

Pertanyaan semacam ini sering tidak dimengerti apa artinya. Bahkan seringkali para mahasiswa meteorologi pada sidang-sidang sarjana tidak tahu apa artinya padahal hal semacam ini sangat prinsip. Dalam pencatatan data curah hujan baik secara manual maupun otomatis selalu muncul angka-angka tertentu, entah 0 entah bilangan yang lain. Arti dari bilangan tersebut (misal 5 mm) adalah bahwa ketinggian curah hujan pada suatu permukaan seluas satu meter persegi adalah 5 mm dengan catatan tidak ada infiltrasi, run off, dan evaporasi + transpirasi. Dengan demikian maka bila suatu kota mempunyai luas X kilometer persegi dan menerima curah hujan merata 5 mm maka bisa dihitung berapa volume air hujan yang jatuh di kota tersebut. Aplikasinya adalah bila volume curah hujan tersebut digunakan untuk tujuan pertanian, misal untuk memenuhi kebutuhan irigasi tanaman padi, maka bisa dihitung berapa luas lahan tanaman padi yang bisa diairi. 

Wednesday, July 1, 2015

Pengalaman menumpang pesawat Hercules ABRI

Kecelakaan pesawat yang menimpa Hercules TNI AU mengingatkanku pada saat pertama kali aku naik pesawat Hercules tersebut era tahun 1997an. Saat itu aku mewakili Rektor ITB dalam acara peresmian monumen Latsitarda bersama para pembesar AKABRI dan ABRI di Propinsi Riau. Latsitarda adalah Latihan Integrasi Taruna Dewasa, yakni suatu kegiatan semacam Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang melibatkan para taruna keempat angkatan (Akmil, AAL, AAU, Akpol), STPDN, dan perguruan-perguruan tinggi daerah ditambah dengan beberapa perguruan tinggi seperti UI, ITB, dan UGM, serta ITS. Peresmian monumen dilaksanakan oleh Jendral Feisal Tandjung (almarhum). Ketika berangkat menuju Pekanbaru dilakukan dengan pesawat komersial yang kemudian dilanjutkan jalan darat ke Dumai. Pada saat selesai acara peresmian tersebut, tamu undangan termasuk aku di antaranya, diangkut dengan pesawat Hercules menuju Jakarta (bandara Halim Perdanakusumah). Satu pesawat denganku adalah para gubernur keempat angkatan (pak Djoko Soebroto, pak Soedarsono, pak Chepy Hakim, pak ... (lupa namanya, beliau gubernur Akpol), ketua STPDN (pak IGK Manila), dan PR III ITS. Dan, kemudian setelah menurunkan beliau-beliau, aku diangkut pesawat bersama ketua STPDN ke Bandung. Pengalaman yang aku alami dengan menggunakan pesawat Hercules tersebut adalah bahwa pesawat tersebut nyaman untuk dinaiki, mungkin karena waktu itu musim kemarau dan tidak banyak perawanan serta turbulensi. Tidak ada goncangan yang berarti, meskipun tempat duduknya memang dirancang untuk tujuan militer. Aku pikir mungkin pesawat-pesawat sejenis yang mengalami kecelakaan di Medan kemarin siang. Usia tua, meskipun dirawat dengan baik tidak menjamin bisa beroperasi dengan optimal. Sudah selayaknya pemerintah memperkuat TNI dengan peremajaan alutsista modern. PT Pindad dan PTDI serta industri-industri strategis yang lain harus didorong dan disokong dengan pendanaan yang memadai. Tanpa itu semua, negara kita makin rapuh dan rentan terhadap serangan militer dan gangguan keamanan dari negara lain. Contoh-contoh nyata sudah di pelupuk mata. Jadi tunggu apa lagi??? Mumpung pak Habibie dan generasi penerusnya yang bertebaran di berbagai negara produsen pesawat masih ada dan mempunyai semangat nasionalisme yang tinggi.

Tuesday, June 30, 2015

Kecelakaan pesawat TNI AU di Medan

Kembali bangsa Indonesia diterpa duka yang mendalam setelah 113 orang penumpang pesawat Hercules milik TNI tadi siang (Selasa, 30 Juni 2015)  jatuh di Medan Sumatera Utara. Ini merupakan peristiwa yang kesekian kalinya menimpa angkatan bersenjata kita yang jatuh, entah karena memang pesawat tua entah karena sebab lain. Kalau kita lihat citra satelit  cuaca tadi siang , yang terlihat adalah bahwa kota Medan hanya terselimuti awan-awan rendah yang kelihatannya tidak berpotensi besar pada jatuhnya pesawat. Hanya di sebelah barat kota Medan khususnya di atas kawasan Gunung Leuser National Park yang awannya cukup masif. Awan tebal ini jauh lebih berpotensi pada pesawat daripada awan-awan yang terbentuk di atas Medan. Tapi kita tunggu saja hasil investigasi atas masalah ini dengan doa agar arwah para penumpang pesawat tersebut diterima di sisi Allah swt dan ditempatkan pada sisi terbaik NYA serta keluarga yang ditinggalkannya diberikan ketabahan. Semoga kejadian semacam ini tidak terjadi lagi di tanah air. Amin.

Sunday, June 28, 2015

Kekeringan merupakan bencana alam yang serius

Beberapa waktu ini di banyak wilayah di dunia telah diberitakan adanya kekeringan yang melanda, seperti misalnya di Korea Utara yang bisa mengancam ketahanan pangan di sana. Bahkan disebut-sebut dikhawatirkan bencana alam tersebut menyebabkan banyak penduduk di sana harus makan rumput karena padi gagal panen. Hal ini bisa dipahami karena padi tidak dapat mengeluarkan bulirnya karena proses fotosintesis dimana membutuhkan air tidak terjadi dengan baik. Kita tahu bahwa sebenarnya panen produksi pertanian tidak lain adalah panen hasil fotosintesis.
Kekeringan yang sama juga melanda negara bagian California Amerika Serikat sehingga memaksa otoritas yang berwenang di bidang air memaksa warganya untuk memotong kebutuhan air keluarga sampai 30% lebih bila tidak ingin kena denda.
Di Indonesia beberapa daerah di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur juga sudah banyak yang mengalami kekeringan, baik kekeringan meteorologis, hidrologis maupun agronomis. Kekeringan meteorologis banyak terkait dengan kejadian El Nino yang terjadi di lautan Pasifik yang diprediksi akan sampai pada tahap moderat ditambah dengan normal sedikit positif pada indeks dipole mode yang terjadi di Samudra Hindia dan melemahnya monsoon. Bergesernya pola perawanan yang saat ini banyak terdapat pada sisi utara ekuator Indonesia menyebabkan sisi sebelah selatan kurang atau bahkan tidak mendapatkan pasokan hujan. Dalam jangka waktu yang agak panjang (orde bulanan) hal ini bisa memicu ketiga kekeringan tersebut di atas.  Sebenarnya pola-pola semacam ini sering terjadi sepanjang waktu namun rasanya masih saja kita banyak kecolongan.  Seharusnya setiap instansi pemerintah lebih intensif lagi dalam memperhatikan masalah cuaca, musim dan iklim (cusiklim) dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Jangan sampai terjadi pada saat kondisi cusiklim memungkinkan atau kondusif justru permasalahan administratif (baca: turunnya dana pembangunan) menjadi kendala. Seberapa hebatnya suatu negara, mempunyai persenjataan canggih dan modern, angkatan bersenjata yang kuat, bisa  menjadi tidak berdaya bila mayoritas penduduknya kelaparan yang dipicu oleh cusiklim yang tidak kondusif.

Thursday, June 25, 2015

Peluang memperoleh ikan laut meningkat

Musim kemarau yang sedang dan akan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia seharusnya disambut gembira oleh para nelayan. Angin tenggara sudah terbentuk dengan lebih sempurna yang melanda wilayah sebagian besar Indonesia bagian selatan ekuator. Meskipun kecepatan anginnya relatif agak besar dan cukup kuat (lebih dari 30 km/jam) untuk hari besok (25/6) namun untuk kapal-kapal dengan tonase cukup besar tidak membawa dampak yang berarti. Dalam beberapa waktu mendatang diprakirakan bahwa kecepatan angin ini akan mengecil seiring dengan gangguan yang terjadi di samudra Hindia dan Pasifik yang memperlemah monsoon seperti yang disampaikan peneliti LAPAN. Oleh karena itu untuk kapal-kapal nelayan yang umumnya berukuran kecil agak sedikit lebih sabar untuk menunggu saat yang tepat dalam mencari ikan. Gelombang laut jauh tidak akan sebesar waktu-waktu sebelumnya (Oktober - Desember/Januari) kemarin. Oleh karena itu, persiapkan dan tangkaplah ikan sebanyak-banyaknya mumpung kondisi cuaca dan musim akan membaik. Pembentukan daerah upwelling yang kaya ikan akan banyak terbentuk di pantai selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Kebijakan pemerintah yang mendukung nelayan dan pengusaha ikan menjadi tuan rumah di negeri sendiri sudah seharusnya dimanfaatkan dengan baik. Jadi tunggu apalagi?? Go go go ...

Saturday, June 20, 2015

El Nino modoki dan peluang dampaknya bagi wilayah Indonesia

Akhir-akhir ini diberitakan di media massa akan adanya kemungkinan terjadinya El Nino modoki di samudra Pasifik. El Nino jenis ini berbeda dengan El Nino yang biasa disebut (El Nino konvensional) karena letak anomali pemanasan permukaan laut Pasifik tropis terjadi khususnya di Pasifik tengah ekuator dimana di sisi timur dan baratnya mengalami anomali pendinginan. Ini tentu saja akan menjadi wilayah dimana perawanan di Pasifik tengah ekuator meningkat sementara di sebelah timur dan baratnya akan menjadi wilayah yang kurang aktivitas konvektifnya. Sirkulasi Walker yang berarah zonal akan terpecah menjadi dua yakni bergerak ke barat dan ke timur di troposfer atas. Dampak yang mungkin terjadi dengan kejadian ini khususnya untuk wilayah Indonesia adalah berkurangnya aktivitas hujan. Apalagi hal ini didukung oleh fakta bahwa suhu permukaan laut wilayah perairan Indonesia dan sekitarnya mendingin. Penelitian tentang hal ini seharusnya didorong dan mendapat dukungan dari pemerintah mengingat penelitian-penelitian sejenis seringkali dilakukan oleh para peneliti luar negeri yang pemahaman tentang pola cuaca dan iklim di Indonesia lebih banyak kita kuasai. BMKG, LAPAN, perguruan-perguruan tinggi yang terkait dengan penelitian cuaca, musim dan iklim harus bahu membahu untuk mengungkapkan rahasia alam ini agar masyarakat khususnya Indonesia memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari karunia Illahi ini.

Sunday, June 14, 2015

Penelitian baru tentang perubahan iklim

Penelitian perubahan iklim ini sangat menarik untuk disimak dimana banjir dalam gua  membawa lumpur yang menempel pada stalagmit yang dapat digunakan untuk memperkirakan kejadian perubahan iklim sampai 2 millennium ke belakang. Banjir ini berkaitan dengan aktivitas siklon tropis yang dipengaruhi oleh kejadian El Nino dan La Nina di lautan Pasifik. Selanjutnya silahkan baca di artikel menarik ini.

Saturday, June 13, 2015

Meluruskan pemikiran tentang hujan di musim kemarau

Sejak beberapa waktu ini, sebagian wilayah Indonesia sudah ada yang menginjak musim kemarau. Ini bisa dipahami karena gerak semu matahari sudah hampir sampai pada titik balik utaranya yakni di 23,5o lintang utara. Beberapa daerah sudah mulai mengalami kekeringan meskipun hanya spot-spot tertentu, belum merata. Di banyak wilayah hujan juga masih kadangkala terjadi meskipun tidak sering. Pertanyaan yang sering muncul di kalangan awam adalah: "sudah" musim kemarau, kok masih ada hujan. Ini bisa dimengerti karena pandangan masyarakat umumnya selalu menganggap bahwa kalau sudah musim kemarau maka tidak akan ada hujan. Ini salah! Pada musim kemarau di Indonesia, bukan berarti tidak ada hujan sama sekali. Bisa jadi dalam dasarian (sepuluh harian) tertentu terjadi hujan namun diikuti dengan tidak ada hujan. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menetapkan bahwa awal musim kemarau terjadi bila pada suatu dasa harian tertentu curah hujannya kurang dari 50 milimeter yang diikuti oleh dasa harian - dasa harian selanjutnya yang juga kurang dari 50 milimeter. Dengan demikian maka seharusnya kita bisa menentukan awal musim kemarau setelah kita tahu dari data satu bulan. Namun bukan berarti kita tidak dapat "menduga" bahwa musim kemarau telah terjadi. Ini dilakukan dengan misalnya melihat klimatologinya atau dari streamline massa udaranya pada suatu waktu tertentu.
Yang juga menarik untuk diketahui adalah bahwa ada kejadian dimana mungkin curah hujan suatu dasa harian  sudah kurang dari 50 milimeter yang kemudian diikuti oleh satu dasa harian yang curah hujannya juga kurang dari 50 milimeter namun kemudian curah hujan pada dasa harian berikutnya lebih dari 50 milimeter. Dasa harian (dasarian) yang disebut pertama tersebut belum bisa dikatakan sebagai awal musim kemarau. Kenapa?? Tunggu jawaban saya pada posting berikutnya ya ...

Monday, June 8, 2015

Mungkinkah terjadi gelombang panas di Indonesia???

Beberapa waktu yang lalu, gelombang panas  melanda wilayah India dan menewaskan lebih dari 2000 orang. Gelombang panas ini mengakibatkan suhu udara di sebagian India mencapai lebih dari 40 derajat Celcius, suatu suhu yang menurut ukuran kebanyakan orang Indonesia sangat tinggi dan panas. Di kota-kota besar di Indonesia, suhu tertinggi sekitar 34 derajat celcius. Ini terasa sangat panas, namun karena kelembapan relatif yang cukup tinggi maka dehidrasi dan sunstroke tidak pernah dilaporkan. Pertanyaan yang mungkin menggelitik anda-anda yang asli Indonesia adalah "apakah gelombang panas seperti di India bisa melanda Indonesia??". Boleh dikatakan bahwa peristiwa gelombang panas seperti itu tidak akan dijumpai di wilayah Indonesia. Mengapa demikian?? Tidak lain karena di wilayah kita tidak dijumpai adanya pegunungan yang sangat tinggi, jauh dari padang pasir, dan wilayah Indonesia yang berupa wilayah kepulauan. Pegunungan tertinggi di wilayah kita yakni Jaya Wijaya terdapat di provinsi Papua. Tidak pernah dilaporkan bahwa terjadi gelombang panas di sana selain dari efek Foehn yakni angin Warmbraw. Di beberapa wilayah Indonesia yang lain, efek Foehn juga dilaporkan yakni angin Bohorok di Sumatera Utara, angin Kumbang di Jawa Barat, angin Brubu di Sulawesi Selatan, dan lain-lain.
Padang pasir terdekat yang efeknya sampai di Indonesia adalah padang pasir di Australia yang mempengaruhi pembentukan "heat/warm surge". Penelitian tentang fenomena ini jarang dilakukan karena efeknya di Indonesia tidak sehebat monsoon. Penelitian  saintis Australia hanya marak pada era tahun 1990 an, itupun tidak mendapatkan banyak perhatian para saintis Indonesia.
Wilayah Indonesia yang terdiri banyak pulau yang dihubungkan oleh laut membawa dampak pula pada tingginya penguapan sehingga kelembapan relatif udara di wilayah ini tinggi. Akumulasi dari ketiga faktor tersebut menyebabkan wilayah kita tidak akan mengalami gelombang panas. Jadi, tenanglah!

Friday, April 10, 2015

Struktur vertikal atmosfer (2)

Apa yang sudah disampaikan pada bagian (1) adalah struktur vertikal atmosfer berdasarkan temperatur yang membagi lapisan ke dalam lapisan troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer. Berdasarkan komposisinya, atmosfer dapat dibagi menjadi tiga lapisan yakni lapisan homosfer, heterosfer, dan eksosfer. Lapisan homosfer berada pada ketinggian di bawah 80 km ( ada sebagian buku yang menyebut 100 km). Lapisan ini teraduk dengan baik oleh peristiwa turbulensi sehingga relatif komposisinya homogen. Komposisi atmosfer lapisan homosfer modern antara lain terdiri dari nitrogen (78,084% by volume), oksigen (20,946%), argon (0,934%), karbondioksida (0,037%), metana (0,00014%), ozon (bervariasi). Lapisan ini banyak mengandung atom dan molekul yang berat. Berbeda dengan lapisan di atasnya yakni heterosfer yang berada pada ketinggian 80 - 480 km. Pada lapisan heterosfer, terjadi pemisahan molekul dan atom dimana atom dan molekul yang berat berada pada sisi dalam sedangkan atom dan molekul yang ringan berada pada sisi luar atmosfer bumi. Sebagai contohnya oksigen dan nitrogen berada pada sisi dalam, sedangkan hidrogen dan helium pada sisi luar. Pemisahan molekul dan atom ini terjadi karena tidak ada proses turbulensi seperti halnya di lapisan homosfer. Lapisan ini hanya mempunyai massa kurang dari 0,001% massa atmosfer. Lapisan di atas lapisan heterosfer adalah eksosfer. Di lapisan ini atom helium dan hidrogen kehilangan ikatan dengan gravitasi bumi.
Terakhir adalah pembagian lapisan atmosfer berdasarkan pada fungsinya yakni lapisan ozonosfer dan ionosfer. Sesuai dengan namanya, lapisan ozonosfer mengandung banyak ozon khususnya pada ketinggian antara 20 dan 30 km di atas permukaan bumi. Lapisan ini banyak manfaatnya khususnya karena fungsinya yang menyerap radiasi gelombang pendek ultraviolet yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup di bumi. Oleh karena itulah maka ketika lapisan ini bolong atau berlubang (yang dikenal dengan istilah lubang ozon) dan lubangnya makin membesar maka banyak diributkan orang. Pembahasan lubang ozon ini akan disampaikan pada waktu mendatang. Di atas lapisan ini terdapat lapisan ionosfer yang dulu sangat berguna dalam bidang komunikasi radio. Lapisan ini terdiri dari lapisan D, E dan F. Lapisan D hanya ada pada siang hari dan tidak ada pada malam hari. Lapisan-lapisan tersebut memungkinkan gelombang radio bisa diterima pada tempat lain bahkan benua lain.

Tuesday, March 31, 2015

Struktur vertikal atmosfer (1)

Atmosfer bumi yang terdiri dari beberapa lapisan banyak manfaatnya bagi kehidupan di permukaan bumi. Lapisan-lapisan tersebut bila dimulai dari lapisan yang paling dekat dengan permukaan bumi adalah troposfer, stratosfer, mesosfer dan thermosfer. Setiap lapisan tersebut mempunyai karakteristik tersendiri. Pada lapisan troposfer inilah peristiwa cuaca terjadi. Lapisan ini mengandung paling banyak aerosol dan molekul massa udara. Lapisan ini mempunyai pola lapse rate dimana temperatur menurun terhadap ketinggian, hal yang sama juga terjadi di lapisan mesosfer. Pada lapisan stratosfer dan thermosfer, pola yang berlawanan dengan lapisan troposfer dan mesosfer terjadi. Pada dua lapisan ini, temperatur meningkat terhadap ketinggian atau yang sering disebut dengan istilah inversi.  Tekanan udara menurun terhadap ketinggian dimana polanya berupa eksponensial, sama seperti pola densitas udara terhadap ketinggian. Pola ini dapat dibaca dengan mudah pada diagram aerologi atau diagram thermodinamika. Salah satu jenis diagram aerologi yang paling sering digunakan adalah diagram skew T log p.
Pertanyaan awam mengapa temperatur menurun terhadap ketinggian sering membuat geli bagi saya. Mengapa kok justru menurun, bukan malah meningkat karena makin mendekati matahari. Jawaban yang juga mudah untuk disampaikan adalah bahwa sumber pemanasan di dekat permukaan bumi adalah permukaan bumi itu sendiri. Radiasi gelombang panjang bumi yang sebenarnya juga berasal dari radiasi matahari banyak memanaskan udara di dekat permukaan bumi. Sehingga dengan demikian maka terjadi lapse rate di lapisan troposfer. Ini dengan mudah bisa dipahami oleh mereka-mereka yang suka naik gunung/ hiking. Semakin tinggi gunung yang didaki maka semakin dingin udara yang mereka rasakan.
Mengapa tekanan juga menurun terhadap ketinggian? Hal ini bisa dijelaskan dengan hukum fisika yakni bahwa tekanan sama dengan perbandingan antara gaya berat dan luas permukaan. Pada kasus ini gaya berat merupakan hasil kali antara massa dan gravitasi. Mengingat bahwa gravitasi makin menurun terhadap ketinggian maka tekanan juga akan menurun terhadap ketinggian.
Seperti telah disebut di atas, makin meningkat ketinggiannya maka udara makin renggang. Hal ini bisa dibuktikan ketika mendaki gunung Everest misalnya, napas kita akan makin berat karena makin tipisnya udara. Hal yang sama juga terjadi pada orang yang melakukan jogging pada siang hari yang panas. Paru-paru dipacu sehingga membutuhkan udara dalam jumlah yang banyak. Namun karena udara renggang akibat radiasi matahari dan radiasi bumi maka napas kita akan tersengal-sengal karena kekurangan udara atau oksigen.
Untuk kelanjutan topik ini, nantikan tulisan selanjutnya ... 

Thursday, March 26, 2015

Kecelakaan pesawat Germanwings

Kembali dunia penerbangan berduka. Kali ini menimpa airline berbiaya murah Jerman yang berbasis di Cologne yakni Germanwings. Airline yang dimiliki sepenuhnya oleh Lufthansa ini mengalami kecelakaan di selatan Perancis dekat Digne-les-Bains pegunungan Alpen dan menewaskan 144 penumpang, 2 pilot dan 4 crew pesawat. Airbus A320-211 dengan nomer penerbangan 9525 ini sedang dalam penerbangan dari Barcelona (Spanyol) ke Dusseldorf (Jerman). Kecelakaan ini terjadi pada Selasa 24 Maret 2015 jam 10:47 CET dimana penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Dilaporkan bahwa serpihan pesawat terbesar yang ditemukan sebesar mobil. Black box pesawat dilaporkan sudah ditemukan. Kita tunggu saja kabar selanjutnya.

Thursday, March 12, 2015

Faktor penentu iklim

Terdapat delapan faktor yang menentukan iklim di suatu tempat. Kedelapan faktor tersebut adalah lintang, massa udara, kontinentalitas, arus laut, ketinggian/topografi, sistem tekanan, sirkulasi atmosfer, dan lautan.
Suatu tempat dengan lintang tertentu tentu akan terpengaruh iklimnya misalnya kota di lintang rendah tentu mempunyai iklim tropis yang panas, lebih panas dibandingkan dengan kota yang terletak di lintang 60 derajat. Kota Jakarta dengan kota California tentu mempunyai suhu yang lebih besar di Jakarta dibanding di California meskipun rentang suhunya lebih besar di California. Berdasarkan lintangnya kita mengenal iklim tropis, iklim sedang/temperate dan iklim kutub. Makin tinggi lintang maka makin rendah temperaturnya. Beruntunglah Indonesia terletak di lintang tropis yang sepanjang tahun fluktuasi temperaturnya tidak besar.
Faktor selanjutnya yakni massa udara. Kita mengenal beberapa macam massa udara yakni maritim tropis, kontinental tropis, maritim polar, kontinental polar, maritim arctic dan kontinental arctic. Penamaan maritim dan kontinental didasarkan pada sifat massa udara yang lembap atau kering, sedangkan penamaan tropis dan polar serta arctic tidak lain didasarkan pada suhunya. Oleh karena itu maka maritim tropis, misalnya, merupakan massa udara yang lembap dan suhunya tinggi. Tentang massa udara ini telah saya tulis sebelumnya di blog ini.
Faktor yang lain yakni kontinentalitas, bisa dijelaskan sebagai berikut. Sifat kontinen adalah cepat menyerap dan melepaskan panas sedangkan sifat lautan adalah lambat menyerap dan melepaskan panas. Perbedaan sifat inilah yang menyebabkan adanya gerak udara dari daerah yang bertekanan udara tinggi ke daerah yang bertekanan udara rendah. Perbedaan  sifat dari permukaan yang menerimanya inilah yang juga mendorong sirkulasi udara yang bermanfaat untuk meredistribusi panas di muka bumi. Redistribusi energi panas tidak hanya dilakukan melalui sirkulasi udara namun juga dilakukan melalui sirkulasi arus laut. Oleh sebab itu wajar jika suatu tempat di pinggir pantai akan sangat dipengaruhi iklimnya oleh lautan. Wilayah yang berada dekat lautan umumnya mempunyai jangkauan temperatur yang tidak sebesar wilayah yang jauh di pedalaman.
Pengaruh topografi atau ketinggian akan sangat terlihat ketika kita naik ke puncak gunung dimana biasanya temperaturnya menurun. Iklim pegunungan merupakan kajian yang menarik mengingat wilayah di windward biasanya lebih rendah temperaturnya dan lebih lembab dibanding dengan wilayah leeward. Ini dibuktikan dengan munculnya efek Foehn di banyak daerah di sekitar pegunungan.

Saturday, March 7, 2015

Pembatalan Ramalan musim 2015

Terkait dengan apa yang sudah saya tulis bulan lalu tentang ramalan musim, maka setelah saya buka-buka file lama ternyata peminat ramalan musim sangat sedikit. Oleh karena itu maka saya tidak jadi melakukan ramalan musim untuk tahun 2015. Mohon pembaca yang budiman maklum.

Tuesday, February 3, 2015

Ramalan musim 2015

Dalam beberapa hari mendatang saya akan mencoba meramal  kondisi musim tahun 2015 dari berbagai sumber yang kemudian diramu dan dianalisis menggunakan kacamata meteorologi dan klimatologi. Nantikan ya.

Tuesday, January 20, 2015

Jawaban soal ujian akhir semester Meteorologi Enjinering

Sesuai apa yang telah saya janjikan sebelumnya, berikut ini jawaban soal ujian akhir semester matakuliah Meteorologi Enjinering oleh salah seorang mahasiswa saya. Silahkan memberi nilai.

1.      Peran petugas/ahli meteorology dalam dunia penerbangan, adalah:
-          Melaporkan cuaca terkini di tempat yang akan dituju oleh pesawat;
-          Mengukur berbagai parameter meteorology seperti hujan, angin, visibilitas, perawanan, tekanan dan menyampaikannya ke pilot atau ke bandara-bandara lain yang memiliki koneksi untuk arus bolak balik pesawat dari dan ke tujuan tempat tersebut (pengukuran langsung/ observasi)
-          Melaporkan cuaca per satu jam untuk data dan prediksi di tempat tersebut dengan tepat;
-          Membuat data dan peta sinoptik di bandara tersebut guna untuk arsip data dan evaluasi kejadian-kejadian yang terjadi yang bisa digunakan untuk prediksi cuaca atau kejadian selanjutnya;
-          Menjaga dan mengawasi alat-alat yang digunakan untuk observasi agar tetap layak untuk digunakan.
2.      Hal-hal yang harus disampaikan kepada pilot pesawat untuk menerbangkan adalah:
-          Visibilitas. Ketika visibilitas rendah maka pilot tidak boleh menerbangkan pesawat. Minimal visibilitas adalah kurang lebih 2 km. Visibilitas berguna agar jarak pilot saat landing/take off dapat melihat dengan jelas daerah sekitar.
-          Informasi cuaca yang meliputi (tekanan, temperature, hujan asam) yang terjadi di daerah tempat yang akan dituju;
-          Informasi perawanan di sekitar bandara yang akan dituju, dimana jika tidak diberikan informasi maka pilot tidak tahu dimana tempat awan cumulonimbus yang mengandung petir. Jika tidak diberitahu, maka pesawat akan mengalami turbulensi di sekitar awan, dan akan jatuh.
-          Kondisi landasan bandara, apakah licin/tidak agar pesawat dapat berjalan dengan baik;
-          Jika kondisi cuaca di tempat yang dituju buruk, sebaiknya penerbangan ditunda;
-          Selain itu pilotjuga harus mengetahui informasi pesawat yang sedang berada di jalur yang sama dengan pesawat agar tidak terjadi tabrakan;
-          Pilot juga harus mengetahui jumlah penumpang agar dapat mengestimasi berat pesawat dengan kondisi kecepatan.
3.      Yang perlu diperbaiki dalam layanan informasi cuaca di bandara, adalah:
-          Alat-alat yang digunakan sebaiknya alat yang up to date (terkini), semakin canggih alatnya, maka akan semakin bagus laporan cuaca yang dihasilkan;
-          Alat yang adapun sebaiknya dikalibrasi dengan baik agar data yang terukur tidak salah dan teliti;
-          Kelengkapan alat meteorology juga perlu seperti radar. Saat berkunjung ke bandara kemarin, tidak terlihat adanya radar. Padahal radar penting untuk melakukan observasi;
-          Perlu adanya pengetahuan baru yang didapatkan oleh para pengamat cuaca di bandara, agar semakin mengerti tentang cuaca, maupun kondisi yang sedang terjadi;
-          Kemudian pengiriman data ke tower juga harusnya lebih tepat, jangan terlambat agar informasi cuaca yang didapat pilot sebelum terbang atau saat terbang tersampaikan dengan baik;
-          Pengamatan juga harusnya dilakukan dengan teliti, tidak asal-asalan, dan sesuai kaedah yang berlaku;
-          Hasil data juga sebaiknya dikirim ke BMKG/Pusat penerima informasi agar dapat diarsipkan, dan dapat dilihat kondisi cuaca yang terjadi;
-          Segala data yang diperoleh diarsipkan dengan baik.
4.      Jika terjadi kecelakaan pesawat yang mesti dilakukan adalah:
-          Memeriksa kondisi pesawat, kerusakan yang terjadi, serta mengetahui bagaimana kondisi saat sebelum take off. Hal ini ditanyakan kepada ahli mesin yang berada di bandara;
-          Mengumpulkan informasi dari para saksi. Baik itu saksi yang ada di sekitar bandara, maupun saksi yang berada di dalam pesawat (jika masih ada yang selamat) tentang apa yang terjadi di dalam pesawat;
-          Memeriksa kelayakan mesin pesawat, apakah layak digunakan/tidak;
-          Mengetahui/mencari informasi tentang kondisi cuaca saat itu. Apakah cerah/terjadi hujan, cuaca ekstrim dsb yang bisa membahayakan jika dilakukan penerbangan, hal ini ditanyakan kepada ahli meteorology di bandara;
-          Memeriksa kesehatan dari pilot pesawat. Apakah dalam keadaan sehat, mabuk, atau apakah dalam kondisi layak menerbangkan pesawat/tidak, jika pilot masih selamat;
-          Menanyakan kepada petugas meteorology sejauh mana informasi cuaca disampaikan kepada pilot;
-          Menanyakan kepada saksi di sekitar bandara, bagaimana pesawat jatuh/kejadian terjadi;
-          Menanyakan kepada petugas di bandara apakah kondisi landasan bagus/layak atau tidak untuk pesawat landing (jika kecelakaan pesawat terjadi di luar bandara);

-          Menanyakan kepada petugas meteorology apakah sudah dilakukan peringatan/belum jika di sana terjadi cuaca ekstrim dan seharusnya pesawat tidak boleh landing/terbang. 

Tuesday, January 13, 2015

Coba jawab pertanyaan berikut tentang meteorologi enjinering

Berikut ini saya sampaikan ujian akhir semester mata kuliah meteorologi enjinering yang saya ujikan pada tanggal 17 Desember 2014 yang lalu, beberapa hari sebelum kecelakaan pesawat Air Asia QZ 8501 akhir Desember 2014. Jawaban bisa dikirim melalui email saya: joko.wiratmo@meteo.itb.ac.id. Seminggu mendatang akan saya posting jawaban salah satu mahasiswa saya. Coba anda beri nilai berapa jawaban mahasiswa saya tersebut.


SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER METEOROLOGI ENGINEERING
RABU, 17 DESEMBER 2014;  12.30 sd 13.45 WIB
R. LAB. METEOROLOGI TERAPAN

Setelah anda berkunjung ke tower meteorology Bandara Husein Sastranegara Bandung beberapa waktu yang lalu, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
1.   Jelaskan peran petugas/ahli meteorology dalam dunia penerbangan ! (25)
2.      Hal-hal apa saja yang harus disampaikan kepada pilot pesawat untuk menerbangkan pesawat? Jelaskan! (25)
3.      Apa saja yang perlu diperbaiki dalam layanan informasi cuaca di bandara? Jelaskan! (25)
4.      Jika anda seorang anggota KNKT (Komite Nasional Kecelakaan Transportasi) yang sedang menangani kasus kecelakaan pesawat terbang, apa saja yang mesti saudara tanyakan kepada saksi? Jelaskan! (25)
---------------------selamat mengerjakan, semoga sukses ------------------

Monday, January 5, 2015

Kecelakaan pesawat Air Asia perlu disikapi dengan bijak

Lebih dari seminggu yang lalu, pesawat Air Asia mengalami kecelakaan di atas selat Karimata, antara pulau Sumatera dan Kalimantan. Seratus enam puluh satu penumpang diduga meninggal dunia. Sampai hari ini (5 Januari 2015), 34 orang sudah diketemukan dalam keadaan meninggal dunia, dan beberapa sudah dapat diidentifikasi. Pencarian bangkai pesawat beserta penumpangnya dilakukan dengan sekuat tenaga dan kemampuan terbaik yang dimiliki Basarnas, TNI dan Polri dengan bantuan negara-negara sahabat. Tentu kita apresiasi kerja keras mereka.
Tidak lepas dari usaha yang telah dan sedang dilakukan, ternyata alam menunjukkan kuasanya. Kondisi cuaca dan laut sangat mempengaruhi keberhasilan Basarnas dalam menemukan para korban. Cuaca dalam beberapa hari ini kurang bersahabat ...hujan deras dan angin yang cukup kencang sehingga gelombang cukup tinggi mencapai 2 - 3 meter. Dalam kondisi semacam ini, tidak mudah bagi Basarnas untuk segera menemukan bangkai pesawat dan para penumpang pesawat.
Kembali ke awal kejadian ... diduga pesawat mengalami masalah karena cuaca buruk yang ditandai dengan banyaknya tumbuh awan-awan jenis kumulonimbus (Cb) dalam lintasan penerbangan. Awan ini memang banyak berkembang di wilayah Indonesia yang berupa kepulauan dan sepanjang tahun mengalami pemanasan dari matahari. Wilayah kita dilalui gerak semu matahari dari 23,5o lintang utara dan 23,5o lintang selatan. Pada saat ini matahari sedang berada di belahan bumi selatan dan bergerak menuju utara setelah mencapai 23,5o lintang selatan pada 21 Desember 2014. Wilayah konvergensi antar tropis (ITCZ: intertropical convergence zone) saat ini lebih banyak berada di selatan katulistiwa yang ditandai dengan banyaknya perawanan di selatan ekuator. Angin barat laut yang berhembus kemungkinan besar akan membawa bangkai pesawat menuju ke tenggara dari lokasi kejadian karena adanya arus yang timbul.
Perlu diketahui bahwa awan kumulonimbus timbul karena updraft yang kuat akibat pemanasan oleh matahari. Dalam era pemanasan global seperti sekarang ini, secara teoritis memang akan memicu perkembangan awan-awan Cb menjadi lebih besar. Memang harus ada penelitian yang mendalam mengenai masalah ini. Selama ini, wilayah Indonesia terbukti mempunyai perawanan Cb yang terbesar di dunia, mengalahkan Cb yang terbentuk di benua Afrika dan Amerika Selatan sekitar ekuator. Itulah sebabnya maka wilayah ini berperan sangat besar pada terbentuknya berbagai gelombang dan osilasi udara yang mempengaruhi cuaca dan iklim dunia.
Semoga dengan adanya kecelakaan pesawat Air Asia makin menguatkan perhatian kita tentang peran cuaca, musim dan iklim. Peningkatan sumber daya manusia yang didukung oleh peralatan yang modern harus diupayakan oleh pemerintah agar jasa penerbangan tidak dinodai oleh timbulnya berbagai kecelakaan yang menelan korban jiwa. Harga satu nyawa sekalipun tidak akan pernah terbayar dengan uang berapapun.