Friday, April 28, 2023

Benarkah lapisan ozone di atas Indonesia menipis??

 Pertanyaan menggelitik itu terus menerus ada di benak saya mengingat beberapa waktu ini terasa lebih gerah dan panas di kulit ketika berada di luar ruangan. Di kelas, saya menyampaikan terkait peluang gelombang panas yang selama beberapa waktu ini ditanyakan oleh masyarakat di ruang publik. Saya sampaikan bahwa gelombang panas ini meskipun barangkali istilahnya kurang tepat dan berbeda dengan yang mungkin terjadi di lintang tengah namun bisa terjadi di wilayah-wilayah di dekat pegunungan. Di sini efek Foehn terjadi sehingga daerah bayang-bayang hujan di balik gunung mengalami angin yang lebih hangat dan suhunya lebih tinggi dibandingkan dengan di arah windward pada ketinggian yang sama dari mean sea level. Di kita beberapa istilah lokal digunakan untuk menandai efek Foehn ini, misalnya angin Bohorok, Gendhing, Wambraw dan sebagainya. Di negara-negara lain muncul dengan nama misalnya Foehn, Zonda, Chinook dan lain-lain. Jika terkena kulit, angin Foehn ini memang terasa hangat dan agak panas serta kering tergantung ketinggian dari gunung yang ada di sekitarnya. Makin tinggi gunung, suhu yang bisa ditimbulkannya bisa menjadi lebih signifikan perbedaannya. 

Kalau dilihat saat ini yang menunjukkan matahari berada di Belahan Bumi Utara (BBU) maka seharusnya angin mulai lebih kuat dari BBS daripada dari BBU khususnya untuk yg terkait dengan monsoon di Asia Tenggara - Australia. Mengingat monsoon tenggara dari wilayah Australia lebih hangat maka wajar juga apabila terasa lebih kering meskipun bulan ini merupakan musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. 

Kemungkinan yang lain adalah tergantung lokasi lokalnya seperti apa. Jika lokasinya seperti Bandung yang dikelilingi oleh gunung dan perbukitan maka pada saat perawanan di atas wilayah Bandung khususnya awan-awan yang pertumbuhannya lateral seperti jenis-jenis stratus maka panas yang ditimbulkan akibat aktivitas manusia akan tertahan dan hanya sedikit yang keluar dari area tersebut. Ini berakibat pada akumulasi panas yang semakin meningkat sehingga udara makin menghangat dan badan banyak berkeringat.

Satu hal lagi yang tampaknya perlu mendapatkan perhatian adalah tentang lapisan ozone. Ketebalan maksimum lapisan ini di stratosfer berada pada ketinggian 20-30 km. Sifat dari ozone adalah menyerap spektrum radiasi matahari gelombang pendek yakni ultraviolet. Ketika spektrum ini tidak terfilter dengan baik karena menipisnya lapisan ozone maka bisa berdampak tidak baik pada kesehatan. Dalam waktu lama bisa berdampak pada kerusakan kulit dan jaringan serta bahkan bisa menimbulkan kematian. Sejumlah langkah bisa ditempuh untuk menguranginya yakni menggunakan sunblock atau memakai baju lengan panjang atau mengurangi aktivitas luar ruangan antara jam 9-14 WIB. Apakah benar bahwa panas yang terasa di kulit beberapa waktu ini akibat menipisnya lapisan ozone ? ... semuanya butuh penelitian yang intensif.


Saturday, April 1, 2023

Peningkatan kualitas informasi cuaca ekstrim di Indonesia

 Perubahan iklim banyak menyebabkan terjadinya cuaca ekstrim di banyak tempat di dunia, termasuk di Indonesia. Wilayah yang demikian banyak variasi cuaca dan iklimnya ini dipengaruhi oleh banyak fenomena seperti monsoon, ENSO, IOD, MJO, seruak dingin dan berbagai gelombang atmosfer. Musim hujan atau musim kemarau berkepanjangan sehingga sering menyebabkan kerugian harta benda dan bahkan nyawa ini puluhan tahun terakhir sering menimpa wilayah Indonesia. Berbagai peristiwa kebencanaan ini banyak masyarakat yang belum memahaminya dengan benar sehingga hal-hal yang mungkin bisa dicegah dengan melibatkan masyarakat bisa makin disadari oleh mereka-mereka yang duduk di pemerintahan. Semakin banyak masyarakat memahami bagaimana hakikat terjadinya bencana dimana salah satunya adalah cuaca ekstrim maka diharapkan akan makin banyak garda depan dalam menangani dan memitigasi bencana alam tersebut. 

Abad 21 merupakan abad teknologi informasi dimana setiap orang dari mulai balita sampai orang-orang jompo terpapar oleh informasi yang disampaikan melalui media masa dan media sosial. Selama 24 jam sehari, pemberitaan dan pertukaran informasi terjadi melalui media elektronik dan media cetak. Oleh karena itu seolah-olah tidak ada batas negara dalam hal informasi. Namun informasi-informasi tersebut bercampur aduk, ada yang benar dan ada pula yang salah/hoaks. Bahkan tidak jarang informasi diselewengkan untuk tujuan-tujuan yang tidak benar dan merusak. Karenanya dibutuhkan filter dan tameng untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak benar dan merusak tersebut dengan meningkatkan kualitas pemahaman yang benar dimana salah satunya menyangkut masalah cuaca ekstrim di Indonesia. Dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat, peroranganpun bisa menjadi penyampai berita yang sangat cepat. Ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat khususnya generasi mudanya dan awak media dalam meningkatkan mutu pemberitaan.

Peningkatan kualitas informasi cuaca ekstrim ini harus makin diarahkan agar masyarakat lebih mudah memahami berbagai macam potensi kebencanaan di Indonesia dan juga agar literasinya tinggi. Penyampaian berita yang mudah dipahami kalangan awam merupakan tantangan tersendiri bagi kalangan akademisi. Kegiatan ini diupayakan dilakukan secara rutin agar literasi masyarakat tersebut makin membaik. Jaringan informasi yang dijalin dengan para peserta kegiatan tahun lalu melalui WAG merupakan salah satu modal dasar dalam menyebarkan informasi sekaligus juga bisa menangkal issue issue yang tidak benar tentang cuaca ekstrim. Diharapkan dengan kegiatan ini kedua tujuan di atas dapat dicapai dengan lebih cepat dan lebih terorganisir.Semakin besar jumlah garda depan informasi cuaca ekstrim akan lebih baik.