Thursday, November 19, 2020

Mengapa musim hujan tidak setiap hari hujan

 Sejak beberapa waktu yang lalu kita telah memasuki musim hujan. Musim hujan diartikan sebagai periode dimana hujan banyak terjadi. Ukurannya adalah bila sudah memasuki dasarian yang curah hujannya melebihi 50 mm setelah tiga dasarian berturut-turut masing-masing mempunyai curah hujan lebih dari 50 mm. Pada musim hujan, hujan merupakan fenomena yang sering terjadi sedangkan pada musim kemarau, curah hujan jarang terjadi meskipun bisa saja terjadi hujan dengan besar dalam satu dasariannya kurang dari 50 mm. Bila kita amati dalam beberapa waktu terakhir, pada kadar antara jarang dan sering, curah hujan terjadi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa curah hujan tidak terjadi?? Mari kita lihat peta sinoptik berikut ini.

Peta di atas adalah prakiraan untuk hari ini. Mengamati peta sinoptik beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa angin tenggara - timur begitu dominan di selatan ekuator. Mengingat bahwa umumnya tidak banyak mengandung uap air maka pembentukan perawanan juga kurang mendukung untuk terjadinya hujan. Wajar pula mengapa panas begitu menyengat, tidak lain karena matahari berada di lintang selatan dekat pulau Jawa. Penguapan yang terus menerus dari permukaan bumi khususnya yang dialami di sebagian besar wilayah selatan ekuator menyebabkan panas terasa lebih dari biasanya. Keberadaan uap air dari perawanan ini barangkali dikurangi oleh efek kurangnya aerosol higroskopis yang melayang-layang di atmosfer akibat jauh berkurangnya aktivitas manusia selama pandemi. Angin yang berubah-ubah arah dan keberadaan pusat tekanan rendah di utara Indonesia memberi kontribusi juga pada terbentuknya kondisi "kurangnya" hujan. Tekanan rendah di lepas pantai Sumatera Utara memberi kontribusi pada terjadinya banjir di wilayah tersebut, khususnya di Medan. Sedangkan di Banyumas Jawa Tengah kejadian banjir lebih dipengaruhi oleh efek lokal yakni pegunungan di sekitarnya. 

Friday, November 6, 2020

Percepatan pembangunan bisa terjadi

 Saat-saat semacam ini, alangkah baiknya bagi kita semua untuk merenung dan memikirkan kembali apakah pembangunan sudah memperhatikan dan memperhitungkan cuaca, musim dan iklim dengan seksama. Selama puluhan tahun, masalah cuaca musim dan iklim seolah-olah hanya sekedar sebagai pengisi waktu sela antara satu acara televisi dengan acara televisi yang lain. Orang akan melihat bahwa ramalan cuaca (waktu jaman dulu menggunakan istilah tersebut, namun setelah judi porkas SDSB dll marak maka istilah ramalan diganti dengan prakiraan) merupakan acara yang mungkin bagi sebagian besar orang terasa menjemukan. Ada masa dimana sejak ada televisi swasta, acara prakiraan cuaca menjadi terasa demikian menarik seperti siaran-siaran luar negeri karena kiblat penyiaran ramalan cuaca waktu itu adalah Amerika Serikat. Namun karena dikhawatirkan terjadi perbedaan antara ramalan cuaca di TVRI dan di televisi swasta yang dikhawatirkan akan membingungkan masyarakat maka acara tersebut tidak lagi disiarkan. Setelah beberapa waktu kemudian, siaran ramalan cuaca di televisi swasta disampaikan lagi dengan format yang mirip namun dengan sumber yang sama dengan yang dipakai TVRI. Apalagi kemudian muncul UU Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (MKG) maka sudah merupakan kewajiban untuk menyiarkan hasil ramalan cuaca versi BMKG. Sebenarnya bila saja dimungkinkan swasta menggunakan sumber siarannya sendiri maka bisa menjadi pembanding yang baik bagi perkembangan MKG. Terlepas dari pasang surutnya perkembangan hak siaran MKG, saya ingin menyoroti masalah pembangunan di tanah air yang dikaitkan dengan kondisi cuaca musim dan iklim di Indonesia.

Seperti saya sering sebut sebelumnya, kita mengenal tiga pola curah hujan di Indonesia. Ini perlu berkali kali saya ulangi mengingat parameter curah hujan merupakan parameter paling penting di wilayah tropis seperti negara kita ini. Curah hujan mempunyai pola monsoonal, ekuatorial, dan lokal. Distribusi lokasi dari pola-pola tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Selama puluhan tahun pola ini tidak mengalami banyak perubahan, hanya berubah detail-detailnya saja akibat perubahan iklim atau lingkungan yang berubah. Warna hijau menunjukkan pola ekuatorial dimana terdapat dua puncak curah hujan dalam satu tahun yakni sekitar bulan-bulan MAM dan SON sedangkan bulan-bulan lain masih ada curah hujannya. Pola lokal ditandai dengan warna merah karena pengaruh topografi setempat atau pola angin darat angin laut,  sedangkan warna putih menunjukkan pola monsoonal yang umumnya curah hujan pada bulan JJA jauh berkurang dibanding bulan-bulan lain. 
Gradien temperatur dan tekanan relatif rendah sedangkan angin juga relatif tidak besar, berkisar pada kecepatan 3 meter per detik saja. Oleh karena itu tidak setiap tempat di Indonesia mempunyai potensi tenaga angin yang besar untuk menggerakkan kincir angin. Potensi radiasi matahari lebih menjanjikan sebenarnya mengingat hampir sepanjang tahun wilayah Indonesia dilalui oleh gerak semu matahari dimana panjang harinya mempunyai kisaran waktu sekitar 10-12 jam. Dengan potensi yang besar ini maka energi terbarukan semestinya bisa dibangun lebih banyak di seluruh wilayah tanah air. Di daerah-daerah yang mempunyai kecepatan angin rendahpun bisa dibangun mini atau mikrowind, selain mini atau mikrohidro. Untuk kebutuhan penduduk dalam satu kawasan tertentu hal ini bisa dilakukan, demikian pula dengan tenaga matahari. Bahkan solar panel raksasa seperti yang dibangun China juga bisa diaplikasikan di Indonesia.
Kembali pada hal yang telah disebut di atas. Masalah hujan sangat bermanfaat khususnya pada saat musim kemarau tapi bisa menjadi masalah besar ketika musim hujan yang terus menerus terjadi. Oleh karena itu manajemen air menjadi hal yang sangat penting untuk disikapi. Kemampuan peramalan cuaca dan musim yang akurat akan sangat membantu dalam memenej waktu turunnya anggaran untuk pembangunan. Semestinya dengan teknologi informasi dan komunikasi yang makin modern maka akan makin cepat eksekusi suatu program. Percepatan-percepatan pembangunan yang didukung oleh sistem TIK ini akan banyak terealisasi dengan tingkat kesalahan yang makin kecil. Mari kita upayakan dengan kerja keras dan cerdas melalui langkah-langkah revolusioner dalam bidang realisasi penganggaran tepat waktu.