Sunday, February 7, 2016

Mengapa setiap imlek turun hujan ??

Besok merupakan tahun baru imlek bagi rakyat China. Di seluruh dunia, warga negara China dan keturunannya biasanya merayakannya dengan meriah layaknya perayaan tahun baru Masehi. Di Indonesia kebiasaan ini makin tumbuh subur setelah era reformasi. Saya tidak ingin membahas lebih lanjut tentang hal tersebut namun mencoba menjawab keingintahuan masyarakat mengapa pada saat imlek sering terjadi hujan. Saya katakan "sering" artinya tidak selalu kejadian imlek terjadi hujan. Jawabnya sederhana saja. Bulan-bulan imlek biasanya adalah bulan dimana merupakan musim hujan.
Jadi wajar toh kalau terjadi hujan? Apalagi pada tahun ini jatuh pada tanggal 8 Pebruari yang bertepatan dengan musim hujan khususnya di wilayah bertipe curah hujan monsoon. Pola streamline dengan jelas menunjukkan hal tersebut. Jadi bila kalian tinggal di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya maka besar kemungkinan akan terjadi hujan. Demikian pula bila kalian tinggal di Bandarlampung, Palembang, Banjarmasin, Makasar maka peluang terjadinya hujan besok tentu akan jauh lebih besar dibanding dengan di Singkawang, Malinau, dan Pare-pare serta Biak. Oleh karena itu nikmati saja-lah peristiwa hujan, tidak perlu berpikir aneh-aneh mengapa pada saat imlek terjadi hujan. Toh juga bila terjadi hujan maka merupakan berkah bagi kita semua. Pada kepercayaan orang China atau Tionghoa, hujan merupakan rejeki ... mungkin karena pada masa lalu banyak penduduk China merupakan petani sehingga bila terjadi hujan maka mereka bisa bercocok tanam, artinya rejeki bagi mereka. Selamat merayakan imlek bagi yang merayakan.  Semoga kedamaian dan kesejahteraan merengkuh kita semua. Amin. 

Friday, February 5, 2016

Pergeseran zone ...

Beberapa hari yang lalu, dalam kuliahku ada pertanyaan menarik tentang lokasi turunnya salju di Arab Saudi beberapa waktu yang lalu yang mengingatkanku pada hal yang lebih umum sifatnya. Hal tersebut adalah mengenai pergeseran zone konvergensi dan divergensi dunia. Pada umumnya wilayah ekuator dan kurang lebih lintang 60 derajat baik utara maupun selatan merupakan zone konvergensi sedangkan zone divergensi di permukaan terjadi pada lintang 30 derajat dan kutub. Naik dan turunnya massa udara pada wilayah tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan awan-awan. Pada lokasi naiknya massa udara bila disertai dengan banyaknya uap air yang terkandung akan menyebabkan mudahnya terjadi pembentukan awan-awan. Berbeda halnya bila terjadi subsidensi dimana tekanan udara di permukaan tinggi yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan awan. Wilayah Indonesia merupakan wilayah pertumbuhan awan khususnya awan konvektif karena tingginya radiasi yang sampai di permukaan dan ditambah lagi dengan merupakan wilayah konvergensi yang membentuk awan-awan. Selain itu juga banyaknya pegunungan memberi kemungkinan terbentuknya awan orografis dan efek lokal lainnya seperti angin darat dan laut juga berkontribusi pada pembentukan awan. Sedangkan wilayah di 30 derajat lintang yang merupakan wilayah perbatasan zone tropis dan sub tropis seperti yang terjadi di Arab Saudi merupakan zone divergensi. Perlu diketahui bahwa Arab Saudi terletak antara lintang 15 sampai 32 derajat utara yang menyebabkannya mempunyai kawasan tropis dan sub tropis. Oleh sebab itu wilayah Tarbuk misalnya, biasa mengalami musim dingin yang berbeda dengan Mekkah dan Madinah. Terbentuknya salju di wilayah Tarbuk sudah bukan hal yang luar biasa namun kejadian serupa yang mencapai perbatasan Medinah dan Mekkah merupakan kejadian yang agak luar biasa. Terdapat tiga penyebab yang mungkin menghasilkan kejadian tersebut yakni terbentuknya gelombang dingin, pengaruh gelombang  Rossby, dan perbedaan tekanan yang tinggi antara Arab Saudi dan kutub. Kejadian-kejadian terbentuknya salju di padang pasir tersebut bersamaan kejadiannya dengan keberadaan matahari di selatan ekuator, misalnya bulan Januari. Jadi merupakan hal yang wajar jika di belahan bumi utara sebagian besar mengalami musim dingin. Namun bila kejadiannya bulan Mei seperti tahun lalu, hal ini menjadi luar biasa. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa hal tersebut bisa terjadi? Interaksi ketiga hal yang telah disebut di atas mungkin adalah jawabannya. Tapi bagaimana mekanismenya? Interaksi yang kompleks di antara ketiganya dan bergesernya zone divergensi mungkin menyebabkan terbentuknya awan-awan jenis stratus yang berpotensi menghasilkan hujan salju. Aku duga demikian. Oleh karena itu, kutunggu masukan dan kritikan kalian semua terhadap informasi yang kusampaikan di atas. Terimakasih.

Friday, January 22, 2016

Sesuaikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dengan kondisi cuaca dan musim

Sudah menjadi kebiasaan kita bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tidak sesuai dengan cuaca dan musim pada saat itu. Dana pembangunan biasanya turun pada saat-saat menjelang pertengahan bahkan akhir tahun. Ketika sudah akhir tahun, sibuk dengan berbagai kegiatan yang dipaksakan untuk dilaksanakan agar dana tidak hangus. Itu kalau kita mau jujur. Semua instansi pemerintah melakukan hal tersebut. Ini sebenarnya membuktikan bahwa tidak ada perencanaan yang matang dalam mengelola penggunaan dana pembangunan. Celakanya lagi ketika pembangunan  infrastruktur  dilaksanakan seringkali memasuki musim hujan khususnya bagi daerah-daerah yang bertipe curah hujan monsoonal. Hal ini tidak saja membuat pembangunan tidak efektif dan efisien namun juga membentuk karakter asal jadi sehingga keluarlah ilmu kepepet dimana semua dipercepat pada akhir tahun tidak begitu memperdulikan kualitas hasil.
Negara kita adalah Negara tropis yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote. Merupakan wilayah kepulauan yang indah yang berada di antara samudra Hindia dan Pasifik, antara benua Asia dan Australia. Mengalami pemanasan sepanjang tahun (12 jam/hari) dengan suhu yang cukup tinggi, kelembapan tinggi, dan tekanan yang rendah serta mengalami sirkulasi Hadley, Walker dan lokal. Kombinasi berbagai faktor inilah yang menyebabkan wilayah kita mempunyai perawanan (awan-awan) vertical  yang terbesar di dunia, mengalahkan yang berada di atas Amerika Selatan dan Afrika tropis. Keberadaan transfer panas melalui udara inilah yang turut menyumbang pada pola cuaca di belahan bumi berlintang lebih tinggi. Boleh dikatakan bahwa Indonesia merupakan jantungnya cuaca , musim dan iklim global. Keberadaan wilayah kontinen maritim ini membawa pengaruh pada terbentuknya osilasi dan gelombang di atmosfer yang bisa berdampak global.
Gerak semu matahari di antara lintang 23,5o LU sampai dengan 23,5o LS memberi pengaruh nyata pada pembentukan pola curah hujan di tanah air. Kita mengenal 3 pola curah hujan yakni monsoonal, ekuatorial, dan lokal. Pola monsoonal ditandai dengan tingginya curah hujan selama Desember-Januari-Pebruari  dan rendahnya curah hujan selama bulan Juni-Juli-Agustus. Dengan kata lain, bentuk monsoonal ini bila diplot antara besarnya curah hujan dan waktu (bulan) maka menyerupai bentuk huruf V. Pola ekuatorial ditandai dengan bentuk plot yang menyerupai huruf M dimana bulan Maret-April-Mei dan September-Oktober-November curah hujannya tinggi dibanding bulan-bulan lainnya. Sedangkan tipe curah hujan lokal ditunjukkan dengan pola yang berkebalikan dengan pola monsoonal. Umumnya wilayah Indonesia bertipe curah hujan monsoonal diikuti oleh tipe ekuatorial dan paling sedikit yang bertipe lokal. Area dari tipe curah hujan monsoonal adalah sebagian besar Sumatera khususnya bagian selatan, seluruh Jawa sampai Nusa Tenggara, Kalimantan bagian Selatan, sebagian besar Sulawesi, dan Papua bagian tengah. Pola ekuatorial membentang di sekitar ekuator/katulistiwa dari barat sampai timur sedangkan pola lokal banyak terjadi di wilayah sekitar pegunungan.
Dengan kondisi semacam di atas sudah seharusnya hal tersebut diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Di antara sekian banyak parameter cuaca dan iklim maka curah hujanlah yang paling terlihat dampaknya. Negara-negara di lintang tengah dan tinggi seluruhnya mempertimbangkan cuaca dan musim dalam keseharian aktivitas pembangunan. Pada saat musim dingin praktis semua pembangunan infrastruktur luar ruangan dihentikan sedangkan pada saat musim panas semuanya dipercepat. Kita kurang belajar dari pengalaman Negara-negara lain tersebut. Tidak heran kalau pembangunan infrastruktur sering boros anggaran. Seharusnya dengan 3 tipe hujan tersebut maka ada 3 tipe penganggaran.
Sebenarnya pihak yang berwenang untuk mengeluarkan ramalan musim (BMKG) telah jauh-jauh hari mengumumkan ramalannya. Ramalan cuaca bahkan setiap hari disampaikan dalam media masa cetak dan elektronik. Masyarakat pun diberi keleluasaan untuk mendapatkan informasi cuaca gratis melalui situs yang dimilikinya. Namun sayangnya informasi yang diberikan tersebut belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dalam semua kegiatan pembangunan. Hanya beberapa instansi saja yang sudah cukup melek (sadar) akan pentingya informasi cuaca, musim dan iklim (cusiklim) sedangkan yang lain kurang begitu peduli. Barangkali BMKG belum menyuguhkan informasi yang bisa dicerna oleh instansi-instansi tersebut untuk operasional kesehariannya. Bisa pula disebabkan oleh kasarnya resolusi informasi yang diberikan, dengan kata lain keakuratannya masih kasar karena mencakup daerah yang luas sementara yang dibutuhkan adalah yang beresolusi tinggi. Dengan sumber daya manusia yang sudah makin meningkat namun dengan dukungan instrument dan super computer yang belum memadai menyebabkan belum optimalnya ramalan yang diberikan.
Sebenarnya dengan sedikit memodifikasi lembaga semacam BMKG ini maka akan diperoleh hasil yang optimal. Kebijakan-kebijakan yang mengekang dan membatasi terhadap keterbukaan data seharusnya dihilangkan. Negara-negara maju banyak menganut sistem “open data” dimana masyarakat luas dapat mengakses data cuaca dan iklim dengan sangat mudah. Hal ini berbeda dengan di Negara kita dimana kebijakan/peraturan perundang-undangan membatasi masyarakat luas untuk memperoleh data. Bahkan dikeluarkan keppres untuk mengatur harga data. Seharusnya sudah kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan dana bagi “data collecting, processing and analyzing” yang dilakukan oleh BMKG. Masyarakat yang menggunakan data BMKG seharusnya cukup dengan mencantumkan bahwa sumber data adalah dari BMKG, misal dalam makalah-makalah yang ditulisnya. Ini tidak saja merupakan sosialisasi peran BMKG dalam pembangunan namun juga pelibatan masyarakat dalam peningkatan mutu layanan kepada masyarakat melalui kegiatan penelitian. Penelitian-penelitian yang baik akan menunjang pada peningkatan kualitas layanan informasi cuaca, musim dan iklim sehingga akan terjadi proses simbosis mutualisma (saling menguntungkan). Sudah saatnya peraturan/keppres tersebut dicabut.
Kejadian kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 kemarin sudah seharusnya membuka wawasan, cakrawala berpikir pemerintah dan masyarakat akan begitu pentingnya informasi cuaca, musim dan iklim. Bila sejak awal pemerintah menyadari pentingnya informasi cusiklim tersebut maka kejadian kebakaran hutan dan lahan kemarin tidak akan terlalu parah. Usaha yang dilakukan pemerintah seperti water bombing dan hujan buatan oleh UPT hujan buatan BPPT akan lebih efektif dan efisien. LAPAN, BMKG, Departemen LHK, BNPB, dan TNI bisa lebih focus dan tidak saling tunggu komando, apalagi kalau sudah menyangkut anggaran yang cukup riskan pertanggungjawabannya. Pada saat kunjungan kerja ke Sumatera Selatan pada saat itu Bapak Presiden tampaknya juga kurang memperoleh pemahaman yang utuh tentang cusiklim sehingga dengan sangat yakinnya menyatakan dalam satu pekan kebakaran hutan dan lahan akan teratasi. Semoga saja hal ini tidak terjadi lagi.
Selain masalah “open data” di atas, pemerintah harus menambah resolusi spasial dan temporal untuk data cusiklim dengan mempercanggih teknologi pengumpulan data misalnya dengan mengotomatisasikan pengambilan data cuaca, penyimpanannya, dan pengolahannya. Dengan perbanyakan AWS (automatic weather station) di seluruh wilayah tanah air, katakanlah satu kota mempunyai  10  AWS saja maka resolusi spasial bisa ditingkatkan dengan signifikan. Meskipun kita mendapatkan citra satelit namun hasilnya masih harus dikalibrasi dengan data pengamatan permukaan, misal dengan AWS ini. Industri instrument meteorologi dan klimatologi juga akan makin berkembang dengan penerapan alat-alat meteorologi dan AWS di seluruh tanah air, tidak lagi berorientasi impor. Bahkan mungkin akan banyak software-software produk lokal yang mampu memproses data cusiklim dengan akurat, dan banyak dampak positif lainnya.

Friday, January 15, 2016

Pertanyaan-pertanyaan tentang El Nino dan La Nina

Sidang pembaca yang budiman ... saya diminta oleh Penerbit ITB untuk memperbarui buku kecil saya "Sudah benarkah pemahaman Anda tentang El Nino dan La Nina?" yang saya tulis tahun 1998. Berkaitan dengan hal tersebut, saya minta bantuan kalian untuk mengajukan berbagai pertanyaan kepada saya terkait dengan El Nino dan La Nina. In sya allah saya akan jawab melalui buku yang akan diterbitkan tahun 2016.
Kunanti ya di: joko.wiratmo@meteo.itb.ac.id
Salam hangat penuh semangat dariku di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

Media masa sangat dibutuhkan untuk ...

Saat sekarang ini peran media masa sangat meningkat tajam. Semua berita baik menyangkut kegiatan politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, pertahanan dan keamanan dan lain-lain sudah merupakan sajian sehari-hari dan tidak mengenal waktu. Dari mulai pagi hari, siang, sore, malam bahkan dini hari kita terpapar oleh segala macam berita baik dari media cetak maupun elektronik. Sayangnya kadangkala (atau bahkan mungkin terlalu sering) sisipan-sisipan pesan dari pemilik media terpampang luas di depan mata. Bukan hal sulit untuk membuktikan adanya pertentangan arus antara pihak media yang pro pemerintah dan yang kontra pemerintah. Di media sosial seperti twitter dan facebook juga banyak bertebaran pendapat atau berita antara pendukung dan yang kontra. Ini semua adalah berkah dari efek globalisasi dan keterbukaan informasi di negara kita. Jarang ada orang yang ditangkap karena pendapat-pendapat pribadinya yang menyudutkan pihak tertentu. Meskipun demikian sudah merupakan hal yang wajar jika media masa tidak malah mengompori suatu kasus tertentu namun harus lebih bertanggungjawab atas segala isi yang disampaikan kepada masyarakat. Masyarakat juga seharusnya kritis terhadap berita yang beredar.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, teknologi dan seni peran media ini juga sangat dibutuhkan. Ilmu dan teknologi kebumian sangat penting perannya dalam memahami tentang kondisi bumi dan perilakunya. Bencana alam yang sering terjadi di bumi Indonesia dan belahan bumi lainnya seringkali tidak diberitakan dengan baik karena keterbatasan sudut pandang para awak media. Dengan latar belakang yang sangat beragam, maka sulit untuk para awak media mampu mengemas berita tentang bencana alam dengan manis dan kaya informasi. Substansi berita jauh lebih sering memberitakan aspek-aspek sosialnya, bukan masalah bencana alam itu sendiri. Tidak salah memang hal seperti disebut di atas, namun bila aspek-aspek bencana alamnya juga turut dikupas maka masyarakat bisa tercerdaskan dan bisa turut berperanserta dalam mitigasi dan adaptasi terhadap kemungkinan bencana alam serupa terjadi. Oleh karena itu maka pendidikan dan pelatihan untuk awak media sangat diperlukan untuk  meningkatkan kemasan berita yang kaya informasi tentang suatu peristiwa bencana alam. Konsultasi dengan para pakar yang didukung oleh pemahaman wartawan yang lebih baik tentang fenomena bencana bisa mengurangi kesalahan dalam pemberitaan.

Saturday, January 9, 2016

Negeri tanggap bencana

Wilayah Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai pulau Rote terletak pada kawasan yang rawan bencana alam, baik dari pengaruh dari dalam bumi maupun dari luar permukaan bumi. Istilah geofisik yang keren untuk itu adalah dalam kawasan "rings of fire". Terletak di wilayah retakan-retakan antara lempeng benua dan lempeng samudra yang sangat aktif. Gempa bumi baik akibat gunung api meletus maupun gempa tektonik merupakan peristiwa yang sudah biasa terjadi dan sering menimbulkan kerusakan hebat. Akhir-akhir ini tsunami juga sering terjadi mengingat sesar turun atau naik yang terjadi di patahan-patahan tersebut pada kedalaman episenter kurang dari 10 km yang mempunyai skala Richter lebih dari 5. Peristiwa di atas permukaan bumi tidak kalah serunya. Imbas dari siklon baik di Australia maupun di Philippina sering menyebabkan ombak besar yang sangat mengganggu aktivitas nelayan dan pelayaran baik di wilayah selatan maupun utara negeri. El Nino di samudra Pasifik juga mempunyai dampak yang kurang baik bagi musim di Indonesia. Kekeringan sering terjadi khususnya untuk wilayah yang berpola curah hujan monsoon. Kebalikan dari El Nino adalah peristiwa La Nina yang sering membawa dampak peningkatan curah hujan di tanah air. Banjir, longsor dan banyaknya petir sering mengiringi kejadian La Nina di samudra Pasifik tropis ini. Kombinasi kejadian El Nino dengan Dipole Mode positif akan lebih memperparah kejadian kekeringan di tanah air yang bisa memicu dan memperparah kejadian kebakaran hutan. Sedangkan bila terjadi La Nina dan Dipole Mode negatif maka peluang peningkatan curah hujan yang besar meningkat tajam. Oleh karena itu sudah sewajarnya bila pemerintah kita tanggap akan bencana-bencana yang sering terjadi ini. Penguatan kelembagaan yang terkait dengan bencana alam ini harus makin ditingkatkan dan sosialisasi serta pendidikan publik terkait dengan hal ini juga harus dilaksanakan sejak usia dini. Kesadaran semacam ini sudah harus dibangun  melalui pendidikan formal dan non formal, melalui semua media yang dapat menjangkau masyarakat luas baik di perkotaan maupun tempat-tempat terpencil. Bila hal ini bisa terwujud maka kerugian harta benda dan jiwa akan bisa diminimalisir. Alat-alat early warning system terjaga dari kerusakan dan dari tangan-tangan jahil sehingga ketika saat digunakan dapat berfungsi dengan baik. Sering tidak begitu disadari bahwa kita mampu mengadakan dan membangun sistem peringatan dini namun tidak mampu merawatnya. Sekali lagi, penyadaran masyarakat akan pentingnya alat-alat ini juga harus dibangun. Tanpa keterlibatan aktif mereka, hampir mustahil tujuan mulia tanggap bencana alam akan tercapai.

Wednesday, January 6, 2016

Sudah saatnya ada keterbukaan akses data cusiklim di Indonesia

Menarik mengamati dan memperhatikan jawaban para mahasiswa dalam ujian kuliah Meteorologi Tropis yang saya ajarkan. Salah satu pertanyaan yang saya ujikan adalah tentang apa yang sebaiknya pemerintah lakukan agar informasi cuaca, musim dan iklim (cusiklim) mendapatkan perhatian serius dalam proses pembangunan. Masih disadari bahwa informasi cusiklim ini merupakan informasi yang tidak diperhatikan serius dalam proses pembangunan sehingga banyak terjadi pemborosan anggaran. Ambil contoh misalnya pembangunan infrastruktur luar ruangan seperti jalan raya, jembatan, rel kereta api, bandar udara, pelabuhan dan lain-lain yang sering  tidak mempertimbangkan masalah cusiklim. Keterlambatan pencairan dana sehingga pembangunan infrastruktur terjadi pada saat musim hujan tentu menjadikan kegiatan tersebut tidak efektif dan efisien. Di sisi lain informasi tentang ramalan cuaca juga masih harus ditingkatkan. BMKG sebagai ujung tombak dalam layanan ramalan cuaca memang mesti didorong untuk meningkatkan keakuratan pelayanannya. Negara-negara maju amat sangat menyadari pentingnya informasi cusiklim ini, seperti misalnya Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jerman, Perancis, Inggris dan lain-lain yang memperhitungkan dengan amat sangat serius dalam proses pembangunan. Lembaga cuaca dan iklim di negara-negara tersebut memiliki data yang mereka buka secara luas. Lembaga-lembaga pemerintah memberikan akses yang mudah bagi masyarakat dunia yang membutuhkan informasi cusiklim melalui berbagai website yang mereka luncurkan. Di Indonesia, keterbukaan data ini baru dilakukan beberapa tahun terakhir, misalnya oleh LAPAN yang memungkinkan  para mahasiswa dan peneliti dapat dengan mudah mengakses data. Penelitian-penelitian yang dilakukan akan bisa mendukung pada akurasi ramalan cuaca dengan cukup mencantumkan sumber datanya diperoleh dari mana. Simple!
Di Amerika Serikat ada sebuah program yang mengajak masyarakat untuk ikut menyumbangkan informasi atau data cuaca dari manapun mereka berada. Di kitapun ada, yang diinisiasi oleh para mahasiswa program studi Meteorologi ITB. Sebagai bentuk kepedulian para mahasiswa ITB pun diluncurkan program early warning system untuk banjir di wilayah Bandung bekerjasama dengan pemerintah kota Bandung. Oleh karena itu sudah seharusnya jika setiap lembaga pemerintah yang melayani publik melibatkan masyarakat untuk perbaikan pelayanannya dan tidak sekedar mencari untung dengan menetapkan harga tertentu untuk memperoleh data. Bila itu terjadi maka lembaga-lembaga layanan masyarakat dan penelitian akan makin dicintai masyarakat. Semoga demikian.

Thursday, December 17, 2015

Distribusi global presipitasi

Saat ini sedang masanya musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun tahukah kalian, bagaimana distribusi global presipitasi? Presipitasi adalah endapan dimana bentuknya bermacam-macam, seperti curah hujan, salju, hail, rime ice, dsb. Dengan demikian bila ada anggapan bahwa presipitasi adalah curah hujan maka anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Namun karena di Indonesia bentuk presipitasi umumnya berbentuk hujan maka orang sering menyamakan antara presipitasi dan curah hujan. No problem. Namun sekali lagi harus disadari bahwa presipitasi tidak hanya berbentuk hujan.
Kembali ke pertanyaan di atas. Dibutuhkan pemahaman tentang lokasi tekanan rendah dan tinggi di dunia ini untuk menduga dimana kira-kira secara klimatologis lokasi dari prespitasi yang besar dan yang kurang. Tekanan rendah terdapat pada lintang rendah (sekitar 0 derajat) dan lintang 60 derajat baik lintang utara maupun selatan sedangkan tekanan tinggi terletak pada lintang 30 dan 90 derajat. Pada wilayah bertekanan rendah, massa udara akan bergerak ke arahnya dan bila ia membawa cukup banyak uap air maka awan-awan akan banyak terbentuk. Ini tidak lain adalah proses konvergensi dan lokasinya ditunjukkan oleh intertropical convergence zone (ITCZ) di lintang rendah. Sedangkan di lintang 60 derajat, terbentuk front yang merupakan pertemuan antara dua massa udara yang berbeda. Di wilayah front ini perawanan juga banyak terbentuk yang berpeluang besar menghasilkan hujan seperti halnya di wilayah ITCZ. Sebaliknya wilayah bertekanan tinggi umumnya langit cerah karena adanya proses sinking (massa udara dari atas bergerak vertikal ke bawah) yang disebabkan karena massa udara di permukaan meninggalkan area tersebut. Proses inilah yang menyebabkan wilayah di sekitar lintang 30 derajat banyak terbentuk gurun pasir. 
Kedua proses tersebut yakni konvergensi dan divergensi inilah yang sangat berperan pada terbentuknya awan-awan dan hujan di suatu kawasan tertentu. Moga-moga hal ini sedikit banyak menjawab pertanyaan tentang distribusi global presipitasi (soal no 13).

Wednesday, December 16, 2015

Cintailah lingkunganmu!

Tentu kita masih ingat beberapa waktu ini El Nino menjadi perbincangan banyak orang apalagi dengan berbagai bencana yang mengiringinya seperti berdampak pada kebakaran hutan dan kekeringan khususnya di wilayah-wilayah bertipe hujan monsoonal di Indonesia. Tidak lain karena bergesernya dan minimnya awan-awan di atas wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan pula kelembapan relatif yang rendah sehingga berdampak pada mudahnya timbulnya  kebakaran. Ketika ramai-ramainya membicarakan El Nino ini, sering kita lupa bahwa setelah El Nino berlalu maka pola monsoonal kembali menguat. Bila ini terjadi maka curah hujan akan kembali normal dan kita harus siap-siap akan datangnya banjir dan tanah longsor. Di beberapa tempat banjir dan longsor telah terjadi. Sering kita tidak siap menghadapi kedua makhluk ini dan terlambat mengantisipasinya sehingga korban harta benda dan nyawa hampir selalu terjadi. Tidak mudah menyadarkan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak menggunduli hutan, memelihara lingkungan agar tetap asri, menjaga agar sungai tetap lancar aliran airnya dan tidak mempersempit lebar sungai dsb. Yang banyak terjadi adalah aktivitas yang berlawanan dengan yang digambarkan di atas. Oleh karena itu, saya mengajak kalian semua untuk makin mencintai lingkungan dan tidak merusak lingkungan karena kita hanya mempunyai satu bumi yang kita tempati bersama.

Wednesday, November 25, 2015

Jangan selalu menyalahkan El Nino

Siapa tidak kenal El Nino dan La Nina? Selama  beberapa puluh tahun kedua makhluk ini  telah menjadi bahan pembicaraan yang menarik bagi para ilmuwan khususnya di bidang oseanografi dan meteorologi. Bahkan kemudian menjadi bahan perbincangan pula di bidang-bidang lain, termasuk di bidang pertanian dan ekonomi. Ribuan penelitian sudah dilakukan menyangkut kedua fenomena yang cukup besar dampaknya bagi kehidupan di muka bumi ini. Seringkali dua fenomena ini dianggap sebagai perusak normalitas cuaca dan iklim. Tidak dapat dipungkiri karena yang selama ini diekspos ke permukaan adalah dampak yang tidak baik yang dibawa oleh kedua fenomena tersebut. Sangat sedikit ilmuwan dan peneliti yang menunjukkan efek positifnya. Yang patut dicatat adalah bahwa kedua hal tersebut tidak berdiri sendiri dalam mempengaruhi cuaca dan iklim suatu tempat. Mereka berinteraksi dengan fenomena lain seperti monsoon, dipole mode, pacific decadal oscillation, north atlantic oscillation, berbagai gelombang dan osilasi yang terdapat di atmosfer dan lain-lain. Oleh karena itu tidak seharusnya kita selalu mempermasalahkan dan menyalahkan El Nino dan La Nina sebagai penyebab kerusakan kesetimbangan cuaca dan musim di muka bumi karena mereka akan selalu hadir di antara fenomena-fenomena lain.

Wednesday, November 18, 2015

Serba serbi El Nino dan La Nina

Sebenarnya saya sudah menulis tentang El Nino dan La Nina hampir dua puluh tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1998 dimana saat itu pemahaman tentang kedua fenomena ini dan dampaknya di Indonesia masih sangat minim. Buku saku "Sudah benarkah pemahaman anda tentang El Nino dan La Nina?" saya tulis karena keprihatinan saya atas berbagai pernyataan yang disampaikan oleh para pejabat pemerintahan dan juga media massa yang tidak benar tentang kedua fenomena ini. Buku saku tersebut setidaknya untuk meluruskan pemahaman mereka. Sampai saat ini buku tersebut masih cukup relevan menjelaskan tentang El Nino dan La Nina meskipun sudah tidak lagi dicetak ulang. Apalagi dengan makin menjamurnya internet maka banyak sumber bisa diakses untuk menjelaskan tentang hal tersebut. Buku saku tersebut sudah banyak tersebar baik di perpustakaan-perpustakaan dalam negeri maupun luar negeri khususnya Australia. Tampilan yang sederhana namun cukup berbobot serta penjelasan yang disampaikan secara ilmiah namun populer menjadi daya tarik buku tersebut. Sudah banyak permintaan dari masyarakat yang disampaikan kepada saya langsung yang meminta saya  untuk melanjutkan tulisan tersebut namun dengan berbagai pertimbangan maka untuk sementara saya belum memenuhi harapan tersebut. Semoga di masa-masa mendatang saya bisa menulis lebih banyak lagi tentang El Nino dan La Nina yang sebenarnya merupakan fenomena yang terjadi di lautan namun berpengaruh banyak pada cuaca dan iklim di banyak tempat di muka bumi ini.

Friday, November 13, 2015

Banjir dan longsor ...itu sudah biasa??

Beberapa waktu ini diperkirakan di banyak tempat sudah memasuki musim hujan. Hujan dan musim hujan yang sangat dirindukan masyarakat setelah sekian lama tidak kunjung datang akibat ulah El Nino. Sekarang ketika sudah memasuki hujan ...tentu hal yang harus menjadi perhatian adalah banjir dan tanah longsor. Berita banjir skala besar memang belum banyak diberitakan oleh media massa, namun bukan berarti bahwa peluang kejadian semacam itu tidak akan terjadi. Bisa jadi akan terjadi walau mungkin tidak dalam jangka pendek (beberapa hari ke depan) mengingat belum merupakan puncak musim hujan. Banjir dalam skala kecil memang sudah beberapa kali terjadi karena aliran sungai meluap atau karena saluran drainase tidak mampu menampung air permukaan yang masuk ke dalamnya. Sedangkan longsor sudah di beberapa tempat diberitakan.
(http://lintas24.com/wp-content/uploads/2015/11/zJdgaOC8mU.jpg)
Sudah waktunya bagi pemerintah daerah untuk menegakkan aturan bagi perusak lingkungan. Pembabatan hutan, perubahan tata ruang yang tidak memasukkan aspek pertimbangan lingkungan di dalamnya, dan buang sampah sembarangan sehingga berdampak pada terganggunya aliran drainase dan sungai-sungai merupakan sedikit contoh yang harus ditertibkan dan diterapkan law enforcement yang masif. Apalagi bila dibangun pemukiman oleh para pengembang di area yang jelas-jelas untuk area konservasi alam maka sudah seharusnya pihak pemerintah daerah berani bersikap tegas. Dengan demikian maka bila ada yang mengatakan bahwa banjir dan longsor itu biasa, itu adalah pernyataan dari orang yang tidak peduli pada lingkungan. Sudah seharusnya bila pernyataannya dibalik menjadi TIDAK banjir dan longsor itu hal yang biasa. Bila terjadi banjir dan longsor maka itu kejadian LUAR BIASA.

Sunday, November 8, 2015

Awal musim hujan telah datang??

Mengamati beberapa citra satelit Himawari 8 akhir-akhir ini yang menunjukkan bahwa di banyak tempat sudah makin banyak awan yang berpotensi hujan menguatkan bahwa memang kelihatannya musim hujan telah tiba. Meskipun hal ini tidak berarti bahwa seluruh wilayah Indonesia mengalami musim hujan saat ini. Hal ini ditunjukkan bahwa, misalnya, di atas wilayah Nusa Tenggara baik Barat maupun Timur tidak banyak awan yang terbentuk yang berpotensi pada turunnya curah hujan. Hari ini (8/11/2015) citra Himawari menunjukkan bahwa pola awan tersebar di atas pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, sedikit Sulawesi, dan Papua meskipun sebagian besar wilayah perairan tertutup Indonesia (laut Jawa sampai Arafura) menunjukkan suhu permukaan laut yang lebih rendah dari pada di sekitarnya. Samudra Hindia menunjukkan suhu permukaan lautnya yang relatif hangat kecuali di sebelah barat daya Sumatera. Meski dipole mode sedikit positif, namun perairan yang hangat di sebelah barat Sumatera memungkinkan untuk banyak terbentuknya awan di kawasan tersebut. Pola streamline masih menunjukkan pola angin timuran yang merupakan transisi dari angin tenggara menuju angin timur laut. Timbulnya vorteks di dekat pulau Kalimantan memungkinkan banyak awan di wilayah tersebut namun diperkirakan menghambat massa udara yang menuju ke selatan seandainya vorteks ini bertahan beberapa hari ke depan. Moga-moga saja dengan makin mendekatnya awal musim hujan yang menunjukkan bahwa monsun lebih perkasa dibanding El Nino seiring dengan makin mendekatnya matahari ke lintang balik selatan akan memenuhi harapan masyarakat akan hujan setelah sekian lama kekeringan melanda Indonesia. Masih menguatnya El Nino di Pasifik ekuator tampaknya akan tidak banyak lagi berpengaruh pada musim di Indonesia di beberapa waktu ke depan meski harus diwaspadai juga perairan di wilayah tertutup Indonesia yang masih mendingin suhu permukaan lautnya dibanding sekitarnya. Untuk skala lokal, pengaruh pegunungan akan meningkatkan peluang terjadinya hujan orografis meskipun mungkin dalam skala yang lebih luas belum memungkinkan terjadinya hujan monsunal. Dengan kata lain, kehadiran pegunungan di suatu wilayah membawa dampak menguntungkan dalam mengurangi pengaruh dari El Nino. Semoga saja begitu!

Friday, October 30, 2015

Sholat istisqo menjelang musim hujan??

Beberapa hari ini di banyak tempat banyak dilakukan sholat istisqo untuk memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk menurunkan hujan di tanah air. Bisa dimaklumi karena setelah sekian lama kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, dan kabut asap melanda wilayah Indonesia dan setelah sekian banyak usaha tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, tiada kata lain lagi selain berserah diri kepada Tuhan dan memohon keridhloanNYA agar diturunkan hujan. Tiada yang salah dengan upaya tersebut, namun sedikit yang menggelitik hati saya adalah "mengapa baru dilakukan sekarang ??". Mengapa tidak dilakukan ketika saat-saat kejadian ekstrim?? Bisa dimaklumi karena kita kurang yakin akan keberhasilannya. Mengapa?? Karena alam sulit sekali atau bahkan tidak mungkin menurunkan hujan saat itu atau peluang turunnya hujan amat sangat kecil. Awan-awan potensial tidak banyak terjadi ditambah faktor-faktor lain seperti kelembapan relatif yang rendah dan sedikitnya inti kondensasi yang higroskopis tidak mendukung terjadinya hujan. Saat ini ketika streamline menunjukkan dominasi pola angin timuran dan bergerak menjadi angin timur laut menyebabkan peluang curah hujan meningkat. Apalagi saat ini matahari sudah bergerak cukup jauh ke selatan yang menguatkan monsoon meskipun diperlemah oleh kejadian El Nino yang makin menguat. Di lepas pantai barat Sumatera di sekitar ekuator banyak terdapat perawanan karena diuntungkan oleh cukup hangatnya perairan di wilayah tersebut dan pola angin tenggara yang menyusur lepas pantai barat Sumatera yang banyak membawa uap air. Dengan demikian jika sekarang-sekarang ini dilakukan banyak sholat istisqo, tingkat keberhasilan menurunkan hujan akan jauh lebih besar ...hehehe. Tak lupa sayapun berdoa semoga upaya-upaya yang selama ini dilakukan untuk mengatasi kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kabut asap dan lain-lain membawa hasil yang optimal. Amin.

Friday, October 23, 2015

Menyerah melawan bencana kabut asap??

Tentu tidak!! Segala upaya harus disinergikan untuk mengatasi kabut asap yang melanda banyak tempat di Indonesia dimana kali ini sejak beberapa hari yang lalu kebakaran dan lahan (karhutla) juga melanda pulau-pulau lain selain Sumatera dan Kalimantan. Sepertinya melihat ketidaktegasan dan ketidaknegarawanan pemerintah dalam memerangi pihak-pihak yang melakukan pembakaran hutan dan semak-semak serta lahan untuk persiapan pertanian dan perkebunan maka semakin banyak tempat-tempat lain yang juga dibakar. Boleh dikata perbuatan tersebut memancing di air keruh. Masyarakat terdampak juga sudah apatis dan pasrah terhadap bencana lingkungan yang disengaja ini meskipun sebagian aktivis lingkungan pantang menyerah menghadapi suasana ini. Tidak ada kata lain selain siap tempur melawan api dan asap. Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah beberapa minggu yang lalu secara bergiliran diterjunkan ke wilayah terdampak untuk mengatasi kabut asap ini. Pembuatan saluran-saluran air yang dibendung untuk menyediakan air jika tempat di sekitarnya terbakar sudah dilakukan meskipun belum merupakan cara jitu dalam mengatasi asap. Hujan buatan juga belum membuahkan hasil optimal karena sedikitnya awan-awan berpotensi hujan. Water bombing terkendala karena sedikitnya armada yang diterjunkan meskipun sudah mendapat bantuan negara-negara sahabat. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa kebakaran hutan dan timbulnya kabut asap ini jauh lebih dahsyat dibanding di negaranya. Bahkan dari beberapa sumber saya peroleh informasi ada armada pesawat yang sudah ditarik kembali ke negaranya.
Yang lebih menyedihkan lagi ada peraturan daerah di propinsi Kalimantan Tengah yang mengijinkan pelaku individu atau perusahaan untuk melakukan pembakaran hutan dan lahan dimana untuk ukuran satu hektar cukup hanya minta ijin ketua rukun tetangga (RT), struktur paling rendah di tingkat desa. Benar-benar menyedihkan dan gila! Hanya orang gila yang bisa membuat aturan semacam itu! Oleh sebab itu sudah seharusnya orang-orang semacam ini diseret ke pengadilan dan hukuman yang setimpal adalah dengan diasapi terus menerus sampai mati.
Kalau kondisinya sudah seperti sekarang ini dimana kabut asap tidak lagi berwarna putih tapi sudah berwarna kuning, lalu apa lagi yang bisa dilakukan? Dengan jumlah penduduk Indonesia yang ratusan juta jiwa dan kebanyakan bisa berpikir, moga-moga banyak solusi yang bisa ditawarkan. Bila semua sumber daya manusia tersebut diberdayakan demikian juga dengan institusi pemerintahnya maka diharapkan muncul solusi-solusi segar dan menjanjikan. Pejabat-pejabat juga harus makin menggunakan rasio dan empatinya dalam mengatasi kabut asap ini. Ini permasalahan bersama, bukan hanya persoalan pemerintah dan partai politik. Saya yakin rakyat tidak peduli dan tidak membeda-bedakan apakah warna baju kalian merah, kuning, hijau, biru dll namun yang pasti mereka mengharapkan bantuan kalian untuk lepas dari masalah tahunan yang makin kompleks ini. Masyarakat juga harus dididik agar menjadi lebih cerdas, bukan masalah dukung mendukung, suka dan tidak suka namun kabut asap ini adalah masalah bersama yang harus dipecahkan. Maka saya menyarankan, kalau tidak mampu menjadi problem solver lebih baik tidak menjadi trouble maker!!