Monday, October 21, 2019

Banjir dan penanggulannya melalui pendekatan sistemik

Barangkali anda akan tertawa atau menertawakan mengapa saat ini bicara tentang banjir. Bukankah banyak daerah mengalami kebakaran hutan dan atau lahan? Bukankah waktu menunjukkan bahwa masih musim kemarau? Sejumlah pertanyaan yang menurut penulis wajar-wajar saja. Apa yang penulis sampaikan ini adalah untuk mengingatkan akan potensi datangnya banjir saat musim hujan mendatang sekaligus berkaca diri apakah pembangunan berbasis cuaca, musim dan iklim sudah mulai kita jalankan. Meskipun saat ini masih menginjak musim transisi di banyak wilayah di Indonesia khususnya yang mempunyai curah hujan tipe monsoonal namun di berbagai wilayah khususnya yang berada di Utara ekuator atau khatulistiwa sebagian sudah memasuki musim hujan. Ini bisa kita lihat dari citra satelit Himawari 8 dan pola streamline (garis arus) yang sudah sebagian mengarah timur laut meskipun beberapa waktu terakhir polanya berubah-ubah. Pembentukan pusat-pusat siklon atau gerak berputar dari pola angin yang berada di utara ekuator (ditandai dengan huruf C) menghambat untuk pembentukan hujan di banyak wilayah di tanah air. Pola streamline tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Masih banyaknya atau dominannya angin tenggara sampai timur di belahan bumi selatan mengindikasikan musim kemarau sampai dengan musim transisi menuju musim hujan. Kondisi mendatang dimana diprakirakan oleh BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) banyak wilayah memasuki musim hujan pada awal bulan November 2019 bisa berpotensi menyebabkan banjir. Kondisi banjir mengakibatkan air meluap keluar dari sungai dan menggenangi areal persawahan, permukiman dan badan-badan jalan sehingga mengganggu ekonomi masyarakat, aktivitas sosial budaya, mobilitas transportasi, kerugian harta benda  dan sebagainya bahkan terkadang menelan korban jiwa.
Banjir terjadi oleh karena tiga faktor yakni intensitas hujan yang tinggi melebihi kapasitas infiltrasi, limpasan permukaan daerah aliran sungai sudah tinggi dan atau kapasitas sungai sudah menurun akibat sedimentasi di badan sungai atau menyempitnya sungai akibat sampah dsb. Tingginya intensitas hujan sebagai penyebab utama banjir umumnya relevan dengan banjir yang terjadi bukan pada awal musim hujan tapi pada pertengahan sampai akhir musim hujan karena pada saat tersebut tanah sudah mulai jenuh akibat hujan yang terjadi sebelumnya. Air tidak dapat lagi meresap ke dalam tanah tapi menggenang dan berjalan ke tempat yang lebih rendah. Faktor ini tidak dapat dicegah oleh manusia karena prosesnya sangat alami. Tingginya limpasan daerah aliran sungai (DAS) sebagai penyebab utama banjir akan relevan pada DAS yang penggunaan lahannya didominasi oleh pertanian yang pengelolaannya tidak mematuhi kaidah konservasi tanah, perubahan penggunaan lahan seperti misalnya yang tadinya hutan diubah peruntukannya menjadi non hutan, pemukiman, penggembalaan dan atau industri. Sedangkan faktor ketiga sebagai penyebab utama banjir relevan untuk DAS yang tingkat erosinya tinggi, banyak tanah longsor karena banyak penambangan liar dan penggundulan hutan, dan atau banyaknya sampah atau limbah padat yang dibuang ke sungai. Umumnya banjir terjadi karena kombinasi dari dua atau tiga faktor di atas.
Lahan kritisUntuk mengelola risiko bencana banjir, kita tidak dapat mencegah terjadinya hujan lebat. Kita dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bencana dengan mencegah atau memperbaiki lahan kritis. Meskipun sudah ada program reboisasi sejak tahun 1960an, luas lahan kritis bukannya berkurang melainkan semakin bertambah misal dengan adanya kebakaran hutan dan atau lahan. Belum diperoleh data terbaru namun coba lihat data Kalimantan Utara berikut ini.
Dari data tersebut memang belum diperoleh timeline dari wilayah yang sama namun setidaknya tabel tersebut menunjukkan betapa besarnya jumlah lahan kritis dan sangat kritis di propinsi tersebut.

Secara umum di Indonesia, lahan-lahan kritis dan sangat kritis kemungkinan bisa disebabkan oleh tiga faktor. Pertama karena ada oknum pejabat yang pura-pura tidak mengetahui ada penebangan liar yang terjadi di wilayahnya dimana barangkali dia juga diuntungkan oleh penebangan liar tersebut. Lahan penebangan tersebut diubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang hasilnya bisa jadi ditadah atau disalurkan oleh pihak-pihak tertentu. Oknum-oknum inilah yang membiayai penebangan ini. Faktor kedua adalah kegagalan reboisasi yang telah dilakukannya sejak tahun 1960an. Kegagalan reboisasi pada tahun pertama bisa mencapai 50%. Karena pemeliharaan yang minim maka lima tahun pertama hanya tinggal beberapa persen saja yang tumbuh dengan baik, sisanya mati atau kerdil. Kemudian dilakukan penghijauan lagi yang waktunya sering tidak tepat. Anggaran turun akhir musim penghujan sehingga bibit yang kecil ditanam pada musim kemarau yang akhirnya mati juga. Faktor ketiga adalah kemiskinan yang diperparah oleh kebijakan pembangunan yang tidak pro masyarakat miskin. Pembangunan jalan tol, industri, dan pemukiman-pemukiman mewah yang memarjinalkan masyarakat miskin. Pemilik lahan mendapat ganti rugi namun biasanya jauh dari harga pasar. Buruh tani, pedagang pengangkut hasil pertanian yang kehilangan mata pencahariannya tidak mendapat ganti rugi. Mereka tergusur dan hanya memiliki dua pilihan, satu naik ke perbukitan dan membabat hutan yang ditanami tanaman hortikultura atau yang lain agar tidak mati kelaparan dan yang kedua adalah bermigrasi ke kota dan menambah jumlah kelompok marjinal.  Tapi itu dulu, saat jaman antah berantah. Sekarang kondisinya lebih membaik dan semoga tidak seperti yang digambarkan di atas. Penebangan liar dan pembakaran hutan dan lahan meskipun pernah mempunyai tren peningkatan, saat ini terjadi tren penurunan. Reboisasi yang dilakukan sudah mengalami peningkatan tetapi kebakaran hutan dan lahan memang menyebabkan usaha tersebut seperti sia-sia. Tidak ada salahnya untuk dilakukan lagi secara terus menerus agar supaya wilayah Indonesia makin hijau. Faktor kemiskinan juga menurun menjadi tinggal sekitar 9%.
Upaya mitigasi dan penanggulanganMemperkecil konsekuensi bencana dapat dilakukan dengan menggunakan sifat curah hujan dan peta topografi. Berdasarkan data tersebut dapat direncanakan tata ruang pembangunan untuk menghindari penduduk terdorong ke perbukitan/pegunungan dan membangun permukiman di sana, pemetaan kerentanan dan risiko bencana. Dalam analisis mengenai dampak lingkungan harus secara eksplisit dicantumkan rekomendasi cara menangani rakyat miskin bukan pemilik lahan. Permukiman yang terlanjur ada yang mempunyai risiko bencana harus ditata ulang kembali atau direlokasi. Walaupun biayanya mahal namun hal ini sepadan dengan kalau tindakan kuratif yang dilaksanakan.
Cara lain adalah kita harus melakukan deteksi dini luas lahan kita kemudian diterapkan penjagaan terhadap kawasan-kawasan yang rawan bencana, tidak hanya tutupannya tetapi juga kondisi tanamannya yang memenuhi syarat ekosistem. Percepatan reboisasi lahan-lahan gundul semestinya dilakukan berpacu dengan waktu. Kerjasama antara KLHK dan instansi lain perlu juga digalakkan untuk memberikan penyuluhan konservasi tanah, memperkuat penanaman tanaman keras akar dalam di lokasi perkebunan, penguatan program kampung iklim (proklim) serta berbagai upaya mikro lainnya mengingat adanya kaskade skala kegiatan dsb. KLHK harus mendorong pembangunan hutan rakyat terutama di daerah miring dan hulu serta mendorong dihindarkannya permukiman di daerah endapan alluvial yang mudah longsor. Selain hal di atas kita juga harus mengembalikan fungsi hutan yang sesungguhnya yang sebenarnya multifungsi. Kadangkala kita terjebak hanya pada satu fungsi saja, misalnya hutan produksi hanya untuk tujuan produksi saja padahal hutan produksi juga mempunyai fungsi lindung atau sosial pada sebagian areanya. Perlu dilakukan tata guna hutan mikro yakni tata guna hutan berdasarkan identifikasi karakteristik biofisiknya serta aspek sosial, ekonomi dan budaya sehingga mungkin bisa terjadi dalam hutan produksi ada area yang dikelola sebagai kawasan lindung atau sebaliknya. Pada kawasan hutan konservasi juga demikian. Mungkin pada zona tertentu yang memungkinkan dikelola untuk tujuan produksi atau peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk tujuan pelestarian keanekaragamanan hayati.
Perbaikan sempadan sungai, normalisasi sungai dengan mengatur agar sedimentasi tidak menyebabkan pendangkalan sungai (pengerukan sungai) dan perbaikan drainase merupakan langkah lain yang bisa ditempuh untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan hujan deras.
Selain hal yang telah dikemukakan di atas, momen musim kemarau merupakan momen yang tepat untuk pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan tol, saluran irigasi, saluran drainase, gedung dan bangunan, jalur kereta cepat, instalasi listrik dan air minum serta yang lainnya. Jadi merupakan hal yang sangat penting untuk melihat cuaca, musim dan iklim dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Ini selain akan menghemat anggaran, juga akan menyebabkan percepatan dalam pembangunan infrastruktur. Percepatan-percepatan tanpa mengurangi kualitas bangunan dan ramping organisasi tapi padat fungsi sangat diperlukan dalam pembangunan. Pendekatan sistemik harus dilakukan sejak dini sehingga trilyunan rupiah bisa dihemat dari proses semacam ini.
Ketika semua itu sudah dilakukan maka semoga banjir yang akan datang tidak sehebat tahun-tahun sebelumnya. Banjir bukan lagi merupakan hal yang biasa namun menjadi hal yang sangat luar biasa karena sangat jarang terjadi. In sya alla. Aamiin. 

Friday, October 11, 2019

Pengamanan pejabat negara …

Peristiwa yang mengejutkan terjadi kemarin. Seorang pejabat negara sekelas Menko Polhukam di Menes Pandeglang Banten ditusuk oleh seseorang dimana ini merupakan peristiwa sangat langka di tanah air meskipun di beberapa bagian dunia yang lain pernah beberapa kali terjadi. Sekelas Presiden bahkan Perdana Menteri pernah terluka ataupun terbunuh karena berbagai sebab, mungkin akibat kebijakan-kebijakan yang diambilnya yang merugikan pihak peluka atau pembunuh atau kelompoknya atau masyarakat luas. Di  AS ada Presiden Ronald Reagan dan John F. Kennedy, PM Benazir Bhutto di Pakistan, PM Rajiv Ghandi di India, Anwar Sadat di Mesir, Moammar Khadaffi di Libya, dll. Orang-orang di pucuk pimpinan suatu negeri pasti banyak diterpa angin kencang baik karena motif ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam. Peluang sekecil apapun kadangkala dimanfaatkan oleh lawan politiknya atau orang-orang yang berseberangan dengan kebijakannya atau orang-orang yang sakit hati dan dendam untuk melampiaskan kekesalan dan kemarahannya yang kadangkala dilakukan dengan cara-cara destruktif. Seperti tidak ada toleransi terhadap kekeliruan sekecil apapun oleh pejabat publik karena pejabat publik dianggap sebagai orang yang sempurna (tidak boleh salah sekecil apapun ucapan dan tindakannya). Pokoknya sudah harus seperti manusia dewa; suatu tindakan yang keliru karena tidak pernah ada manusia yang sempurna meskipun diciptakan sempurna oleh Allah SWT. Dianggap seperti mesin yang sudah diprogram sempurna sehingga tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun padahal sebagai manusia kadangkala ada rasanya lelah dan capai karena banyak kepentingan publik yang diurusnya. Mesin saja butuh istirahat apalagi manusia. Kejenuhan karena hal yang sama terus menerus cenderung bisa menyebabkan seseorang salah ucap, salah bertindak dll yang akhirnya kadangkala merasa serba salah dalam meresponnya. Hal ini berbeda dengan peraturan atau pernyataan tertulis yang memang dituntut untuk sempurna bahkan karena typo sekalipun. Meskipun semua itu merupakan tuntutan yang wajar-wajar saja. Salah satu ukuran suatu peraturan atau kebijakan baik adalah jika tidak sampai timbul gejolak yang tidak terkendali. cmiiw
Di era sekarang ini, teknologi informasi begitu mendukung terjadinya percepatan baik dalam hal positif maupun negatif. Suatu peristiwa di suatu tempat bisa tersampaikan dengan hitungan detik ke berbagai belahan dunia lainnya yang mengundang respon yang beragam. Ibarat gelombang yang berkejaran. Ditambah lagi berita yang sudah berlalu kadangkala diungkap lagi karena orang-orang yang terlambat dalam menanggapinya. Misalnya berita yang telah berlalu yang kasusnya sudah selesai diungkap lagi ke permukaan atau banyaknya berita hoaks yang sengaja disebarkan untuk mengelabui orang yang belum cepat move on. Orang yang belum cepat move on seringkali akan merespon dengan tindakan yang destruktif dan anarkis sehingga merugikan publik yang kemudian ikut-ikutan panas. Ditambah lagi bila kemudian ada pihak yang mengompori misalnya politikus atau media massa yang menulis tanpa cek dan ricek serta cross check atau yang kemudian dikenal dengan istilah jurnalisme predator maka jadilah seperti api yang disiram bensin. Terkadang kita akan kehabisan energi untuk mengatasi hal-hal semacam ini sehingga pembangunan menjadi tertunda atau bahkan fasilitas umum dan pribadi yang ada juga turut rusak. Siapa yang dirugikan? Kita semua!!! Negara lain sudah melangkah lebih cepat, kita masih jalan di tempat karena mengurus yang begitu-begitu dan itu-itu saja yang tidak pernah bisa selesai karena kita memang bangsa yang sangat majemuk, jauh lebih majemuk daripada bangsa-bangsa lain di dunia ini. Tidak bisakah kita berlapang dada menerima fakta yang sesungguhnya dan memberi kesempatan yang sedang memegang amanah rakyat untuk menjadi pejabat negara?? Saya yakin kita semua bisa. Kalau tidak bisa ya usahakan sebisa-bisanya berpijak pada kenyataan.
Sudah saatnya bagi kita semua untuk berperan serta aktif dalam pembangunan dengan segala kemampuan dan fasilitas yang ada. Mengoptimalkan semua potensi sambil tetap memikirkan langkah-langkah strategisnya dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Kedekatan antara pejabat negara/pemerintah dan rakyat (pejabat yang merakyat) ini jangan sampai berubah karena noda peristiwa di Pandeglang tersebut. Sistem prosedur operasi standard (SOP) meski tetap ditegakkan dengan tegas dan disiplinserta terukur tapi tidak sampai menyebabkan jurang pemisah antara pemimpin dan rakyatnya. Peristiwa yang terjadi merupakan kehendak Illahi Robbi, jadi setelah semua hal kita coba benahi dan usahakan sebaik-baiknya namun pada akhirnya hanya Allah SWT yang maha menentukan segalanya.


Monday, September 30, 2019

Keterlaluan bila ...

Beberapa waktu terakhir berita tentang gelombang aksi demonstrasi mahasiswa menyikapi rencana undang-undang berbagai masalah yang menyangkut kepentingan publik menggelora setiap hari. Berbagai tuntutan yang disuarakan oleh mereka kalau dipikir lebih jernih boleh dikatakan sudah agak terlambat. Meskipun aspirasi masyarakat sudah didengar oleh pemerintah, masih saja gelombang aksi demonstrasi masih berjalan. Lalu apa yang sebenarnya dicari? Apakah ingin mencari panggung untuk masa depan segelintir mahasiswa ataukah benar-benar menyuarakan sikap masyarakat? Apa jadinya jika yang dianggap menyuarakan aspirasi masyarakat menganggap bahwa diri mereka sendiri ditunggangi oleh kepentingan rakyat? Lalu sebenarnya mereka menyuarakan aspirasinya siapa? Apakah mereka menganggap bahwa dirinya bukan bagian dari masyarakat? Semoga hanya selip lidah karena terlalu bersemangat. Argumentasi menjadi makin kacau apalagi bila yang berbicara tidak memahami masalah hukum dan belum membandingkan antara produk kolonial dengan rancangan produk yang baru. Bacalah dulu semuanya, baru manggung. Tidak grusa grusu dalam mempersiapkan setiap aksinya sehingga tidak menghitung dampak yang bisa mengganggu kepentingan masyarakat lain yang ingin tentram dan damai. Aksi yang berlebihan hanya akan merusak fasilitas pribadi dan publik dimana pada akhirnya yang menanggung semuanya adalah rakyat. Semoga lebih hati-hati dalam bertindak dan jauh mengurangi kerugian harta benda dan nyawa. Andaikata semuanya lebih bisa berpikir jernih, tidak perlu ada korban harta benda dan nyawa. Adu argumentasi dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat secara akademik justru akan makin mendidik masyarakat untuk bertindak dan bersikap sewajarnya dan tidak berlebih-lebihan. Mari bersama-sama membangun bangsa ini dengan cara-cara yang lebih baik dan banyak belajar pada sejarah bangsa kita sendiri dan bangsa-bangsa lain. Bukankah aspirasi sudah didengar?? Merusak jauh lebih mudah dan hanya butuh waktu yang singkat daripada membangun namun membangun justru merupakan tugas dan tanggungjawab yang mulia dan terhormat daripada merusak. Mari bersama-sama menjadi bagian dari problem solver, bukan menjadi bagian dari trouble maker.

Asap, kabut, atau kabut asap??

Beberapa waktu ini di beberapa tempat di Indonesia, bahkan dunia, sedang terjadi kebakaran hutan dan lahan. Selain di negeri kita, terdapat juga kebakaran skala besar yang terjadi di Brazil dan di Conggo. Kebakaran yang terjadi saat ini banyak mengeluarkan asap yang dampaknya sudah banyak dirasakan masyarakat. Udara menjadi pengap dan panas serta mengganggu pernafasan. Bagi manula (manusia berusia lanjut) dan anak-anak, hal ini tentu lebih dirasakan dibanding dengan yang berusia remaja dan dewasa. Sekali lagi "asap" mengingat hampir tidak ada uap air yang terkandung dalam asap karena keringnya. Kandungan uap air yang ada di atmosfer tropis mendekati 4% dari volume atmosfer sementara di wilayah kutub bisa mencapai 0%. Alhamdulillah bahwa dengan adanya modifikasi cuaca telah beberapa kali menyebabkan hujan deras di berbagai tempat. Ini merupakan berita yang baik mengingat beberapa waktu dilaksanakan proyek hujan buatan tetapi hasilnya masih jauh dari harapan mengingat ketiadaan awan-awan potensial untuk disemai.
Di Conggo, menurut informasi, mencontoh dan banyak belajar ke Indonesia dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Mereka berusaha untuk memadamkan kebakaran hutannya melalui cara-cara yang kebanyakan manual sedangkan Brazil masih berusaha untuk mengatasi kebakaran hutan Amazone bekerjasama dengan negara sekitarnya. Tentu semuanya mengharapkan agar secara alami segera terjadi musim hujan. Di Conggo, musim monsoon Afrika timur akan dengan segera menghasilkan hujan sedangkan di Brazil, monsoon Amerika selatan akan banyak mendatangkan hujan. Fenomena monsoon timur laut di belahan bumi utara wilayah Indonesia akan terjadi tidak berapa lama lagi mengingat sekarang angin sudah menjadi angin tenggara dan timur. Oleh karena itu bisa diharapkan bahwa asap akan segera terhalau dari wilayah kebakaran hutan dan lahan. Langit segera akan menjadi bersih kembali dan seluruh  masyarakat wilayah karhutla akan kembali melihat sinar matahari yang selama ini tertutup oleh asap dimana untuk sementara waktu akan mengalami "kabut asap" dahulu. Demikian juga wilayah Indonesia lainnya yang saat ini mengalami kekeringan dan terjadi kebakaran hutan, misalnya di Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Bisa diharapkan bahwa pertengahan Oktober sudah memasuki awal musim hujan sedangkan di Nusa Tenggara mungkin awal November baru akan mengalami banyak hujan. Semoga musim hujan sesegera mungkin datang dan permasalahan kebakaran segera hilang dan kebutuhan air warga tercukupi. Sudah saatnya bersiap-siap akan datangnya banjir pada musim hujan mendatang yang semestinya sudah dipersiapkan saat musim kemarau dalam membangun infrastruktur, misalnya. Semoga tidak menjadi sesuatu yang sifatnya rutin semata namun harus selalu ada perbaikan pada setiap musimnya dalam proses pembangunan.


Sunday, September 22, 2019

Semoga segera memasuki musim hujan

Untuk daerah yang selama beberapa waktu ini terkena  asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) maka curah hujan merupakan dambaan bagi setiap orang. Sebenarnya memang ada yang sudah mengalami hujan namun bukan berarti bahwa musim hujan telah datang. Awal musim hujan baru terjadi bila curah hujan melebihi 50 mm yang kemudian diikuti dengan dua dasa harian berikutnya juga masing-masing lebih dari 50 mm. Namun untuk awan-awan yang berpotensi menghasilkan hujan dibutuhkan kelembapan relatif yang cukup yang bisa menghasilkan hujan. Kelembapan relatif 75-85% menjamin teraktifasinya tetes-tetes awan menjadi tetes hujan. Dengan demikian maka hujan buatan dengan menaburkan garam dapur atau urea yang notabene merupakan salah satu upaya bentuk modifikasi cuaca patut untuk dicoba untuk meningkatkan jumlah tetes awan dan tetes hujan yang ada di atmosfer. Beberapa waktu ini ada wacana tentang penggunaan kapur tohor untuk mengatasi asap dari kebakaran hutan. Ini juga merupakan salah satu bentuk modifikasi cuaca untuk mengikat partikel asap agar berukuran lebih besar sehingga bisa dijatuhkan sebagai partikel "hujan". Kapur tohor juga mempunyai sifat menyerap air di sekitarnya (higroskopis). Mengingat awan potensial  yang ada tidak berjumlah cukup karena radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi sehingga tidak bisa menguapkan air dari permukaan air, tanah dan tanaman (menghambat evaporasi dan transpirasi, evapotranspirasi) maka ini menghambat pada proses keberhasilan pembentukan "hujan buatan". Asap yang tebal inilah yang menghalangi proses penyinaran matahari langsung sampai permukaan bumi. Selain daripada itu, angin lemah yang berasal dari benua Australia tidak banyak membawa uap air selama perjalanannya menuju wilayah karhutla. Mengingat gerak semu matahari yang bergeser menuju ekuator maka dapat dipastikan bahwa perawanan juga bergeser mengikuti gerak semu matahari ini. Meskipun demikian, apakah perawanan ini membawa cukup uap air yang berpotensi timbulnya awan konvergensi dan awan konvektif di tempat-tempat karhutla, masih harus dipantau lebih lanjut.  Pergeseran angin makin menjadi angin timur laut di belahan bumi utara merupakan awal yang cocok untuk melakukan hujan buatan. Semoga dalam waktu dekat ini merupakan waktu yang cocok untuk melakukan hujan buatan, bilamana kapur tohor tersebut tidak mampu untuk turun menjadi "hujan". Semoga kapur tohor yang jatuh yang bereaksi dengan uap air dan asap tidak menimbulkan masalah baru bagi kesehatan makhluk hidup. Semakin banyak uap air yang terserap oleh kapur tohor maka peluang terjadinya hujan buatan makin besar. Langit yang tertutup warna merah di propinsi Jambi kemarin merupakan fenomena optik biasa mengingat ukuran partikel yang ada di atmosfer meningkat dengan meningkatnya kepekatan asap karhutla. Entah karena pengaruh penaburan kapur tohor atau karena angin lemah akibat gaya gradien tekanan yang ada tidak cukup kuat, perlu dilihat di lapangan.

Monday, September 2, 2019

Lagu WAJIB NASIONAL


Sudah lama banyak di antara kita semua yang tidak mendengar lagu wajib nasional, padahal banyak. Yang sering disampaikan dalam upacara-upacara bendera tiap hari senin adalah lagu Indonesia Raya saja, lagu-lagu wajib lainnya jarang bahkan mungkin tidak diperdengarkan dalam upacara tersebut. Akibatnya kita sering lupa bahwa kita mempunyai banyak lagu wajib yang mengikat kita sebagai bangsa yang bertanah air dan berbahasa INDONESIA. Dalam acara kenegaraanpun, yang paling nyaring terdengar adalah lagu Indonesia Raya. Lagu lain semacam Maju Tak Gentar, Bagimu Negeri, Indonesia Pusaka, Rayuan Pulau Kelapa, Garuda Pancasila, Bangun Pemudi Pemuda, dll jarang terdengar. Dalam acara tujuhbelas Agustus-an kemarin lagu-lagu ini juga jarang diperdengarkan di pelosok negeri. Ada baiknya bila lagu-lagu wajib nasional diperkenalkan lagi sejak dini dan ada perlombaan menyanyikan lagu-lagu tersebut. Barangkali ada bagusnya juga para wakil rakyat diuji pengetahuannya tentang lagu wajib nasional. Pengetahuan dan penghayatan yang baik tentang lagu wajib nasional akan makin membangkitkan kita untuk mencintai tanah air, bangsa dan Bahasa kita yang demikian indah dan menakjubkan. Alangkah hebatnya bila Bahasa Indonesia-pun menjadi Bahasa internasional yang digunakan dalam forum resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengingat jumlah penduduk kita adalah ke-5 terbesar di dunia. Tugas dan langkah besar bila hal ini bisa terwujud, selain bahwa kita akan menjadi macan dunia, negara adidaya maju dunia. Semua potensi bangsa baik sumber daya alamnya yang demikian luar biasa dan sumber daya manusia yang makin terbuka alam pikirannya dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi akan dapat mempercepat terwujudnya hal tersebut. Bagaikan zamrud khatulistiwa yang demikian berkilau. Pembukaan UUD 1945 yang demikian indah dan menakjubkan sangat mencerminkan bagaimana founding fathers & mothers dan seluruh generasi setelahnya untuk mewujudkannya.  Sejarah bangsa ini yang demikian bergonta ganti antara cemerlang dan kelam yang kemudian bangkit makin cemerlang semoga tidak dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang membentur-benturkan dengan menggunakan issue-issue SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).
Apakah diperkenankan lagu wajib diperbarui dengan aspek kekinian sehingga lebih meresap dalam hati sanubari penyanyi dan pendengarnya, saya pikir mungkin bisa/boleh. CMIIW.  Yang jelas bahwa lagu tersebut harus bisa menggugah semangat kebangsaan kita sebagai bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan berbahasa yang satu …       INDONESIA. Bukankah hal tersebut demikian indahnya?? Selama masih mengalir dalam darahnya semangat nasionalisme, saya yakin tidak akan mudah negeri kita NKRI tercinta ini digoyang dengan issue-issue SARA.  Perbedaan-perbedaan dalam hal SARA tetap harus terikat dalam semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia yang tetap kita pertahankan namun TIDAK dibentur-benturkan. Bagaimanapun dan siapapun pemerintahnya, sebisa mungkin tetap mengakomodasi kebhinekaan tersebut. Jangan sampai era keterbukaan menyebabkan kita terpecah belah namun justru kita harus makin kompak dalam menumbuhkembangkan negeri kita tercinta ini menjadi negara yang maju, berkeadilan sosial, makmur, dan sejahtera.
Percepatan-percepatan di sana sini dalam proses pembangunan harus diperbaiki dan juga berorientasi pada hasil yang baik. Namun percepatan-percepatan yang dilakukan jangan sampai grusa grusu/kebat kliwat (tergesa-gesa sehingga ceroboh). Umpan balik dari hasil dan kebijakan yang dibuat digunakan untuk memperbaiki input dan proses serta hasil dan kebijakan pembangunan. Kebijakan-kebijakan yang menghambat dalam berkreasi dan berinovasi diperbaiki sebaik mungkin. Semua potensi bangsa harus diberdayakan dengan bertumpukan pada sumber daya yang unggul dan tampil prima. Sarana dan prasarana dasar baik infrastruktur dan suprastruktur seperti psikologi, kesehatan, pendidikan, hankam, sandang, pangan, papan, manajemen, informasi sehingga masyarakat bisa beraktualisasi diri secara bijak harus dikelola sedemikian hingga negara kita menjadi yang kita rakyat Indonesia inginkan bersama. Puncak itu semua adalah spiritualitas yang berwujud keikhlasan bahwa negara kita masih semacam ini saat ini. Ikhlas memberi dan menerima sesuai kewajiban dan haknya sebagai WNI yang demikian majemuk. Tidak mudah untuk sampai pada tahap ikhlas meskipun dengan mudah kita bisa ucapkan setiap saat. Semuanya butuh waktu dan proses. Bersyukurlah bahwa arah pembangunan yang makin membaik dari waktu ke waktu bisa kita wujudkan secara bertahap. Sudah waktunya haluan negara kita samakan persepsinya agar negeri kita tidak mudah berubah arahnya karena pergantian kepemimpinan daerah dan nasional serta legislatif dan yudikatifnya. Beri kesempatan yang sedang mendapatkan amanah mengemban tugas negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional kecuali yang bermasalah hukum. Salam INDONESIA MAJU DAN BERKEADILAN SOSIAL!!!



Tuesday, May 7, 2019

Marilah segera bangkit dan sadar ...

Ass.wr.wb …berbeda pemahaman terhadap sesuatu masalah seringkali akibat mindset yang berbeda atau tingkat pemahaman yang berbeda. Kalau tidak benar, ya tinggal dikoreksi saja to?? Diluruskan, seharusnya begini begitu. Tetapi bila sudah memasuki ranah hukum dan melewati batas ambang toleransi, ya tinggal diproses saja. Keluarga sadar hukum (kadarkum), atau kalau masyarakat alergi dengan istilah ini karena dianggap berbau-bau Orba ya tinggal diganti dengan istilah lain saja, juga makin disadarkan pada setiap orang agar makin hati-hati dalam bertindak. Butuh proses untuk memahami itu semua. Tidak ada masalah. Tugas semacam itu tidak mudah dan tidak singkat. Bahkan untuk selevel tingkat pendidikannya saja karena sudut pandang yang berbeda bisa menghasilkan hasil yang berbeda. Berbeda dalam sudut pandang tidak seharusnya kita berantem saling pukul pukulan yang sesungguhnya secara fisik, tapi adu argumentasi dengan tetap menjaga toleransi. Kita pakai kacamata yang bening agar lebih mudah dalam membedakan warna yang sesungguhnya kita lihat. Banyak yang harus dikoreksi terkait masalah SARA yang terjadi sampai dengan saat ini dengan meningkatkan pendidikan, pemahaman dan toleransi dalam batas-batas tertentu. Pendidikan moral Pancasila seharusnya ditanamkan sejak usia dini. Harus kita cegah radikalisme agar kehidupan berbangsa dan bernegara kita ini makin menyejukkan dan mengenakkan untuk membangun negeri kita tercinta. Marilah kita bersama-sama meskipun berbeda-beda tetapi kita harus tetap satu sebagai bangsa Indonesia (Bhinneka Tunggal Ika). Semangat Sumpah Pemuda harus kita kumandangkan terus. Mengapa?? Karena kita adalah satu …INDONESIA. Tentu 4 pilar kebangsaan kita jangan dilupakan. Jangan biarkan urusan dalam negeri kita diobok-obok oleh negara lain; apalagi moment pileg dan pilpres bisa menyebabkan perpecahan di antara kita semua. Mari kita berkaca dari pengalaman negara lain dan sejarah bangsa kita sendiri. Masih ada waktu bagi kita semua untuk makin memperbaiki diri. Tapi harus diingat bahwa kita tidak tahu sampai kapan umur kita ini, oleh karena itu berkali-kali mari kita ingatkan diri kita sendiri dan sanak saudara serta rekan-rekan kita untuk selalu ingat kepada Allah SWT/Tuhan YME. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi muslimin dan muslimat, salam sejahtera bagi kita semua.

Friday, May 3, 2019

Pendidikan dan tenaga kerja Indonesia

Hari ini, Kamis tanggal 2 Mei adalah hari pendidikan nasional dimana temanya adalah "Menguatkan pendidikan, memajukan kebudayaan". Boleh-boleh saja kalau mempermasalahkan tema tersebut, misalnya apakah memang pendidikan di Indonesia tidak kuat? Seberapa kuat pendidikan di Indonesia? Apakah kebudayaan kita belum maju? Bukankah warga negara lain mengakui bahwa Indonesia mempunyai budaya yang sudah maju sejak sekian abad yang lalu seperti misalnya saat jaman Sriwijaya dan Majapahit? Apakah memang telah terjadi kemunduran dalam pendidikan dan kebudayaan di Indonesia? Berbagai pertanyaan bisa dilontarkan terkait dengan dua hal tersebut.
Yang jelas bahwa masih banyak ketimpangan pendidikan antara Jawa dan luar Jawa, antara perkotaan dan pedesaan bahkan dalam pulau yang sama yang dengan adanya kemajuan teknologi ketimpangan tersebut makin melebar, meski langkah-langkah untuk mengatasinya juga sudah dilakukan namun kecepatannya tidak seperti yang diharapkan. Berbagai kendala dan alasan dimungkinkan. Tenaga pengajar yang terus diupayakan untuk ditingkatkan mutunya dan demikian juga anak didiknya kadangkala terkendala oleh birokrasi yang belum sepenuhnya saling menerima dan memberi (legowo saling mengisi). Dengan kata lain, sepertinya masih belum ada kekompakan dalam menggalang semua potensi yang ada agar kualitas guru dan anak didiknya makin meningkat di berbagai jenjang pendidikan. Sifat keakuan di level birokrasi tertentu masih tinggi sehingga menghambat jalannya roda organisasi. Sebenarnya bila desentralisasi pendidikan maju makin tersebar maka bisa diharapkan kualitas sumber daya manusia Indonesia juga akan semakin meningkat dan tidak menumpuk di pulau Jawa saja. 
Kemarin hari buruh (May day) yang dalam demonstrasinya di berbagai kota menyerukan adanya perubahan pada beberapa kebijakan yang dipandang merugikan kaum buruh. Beberapa hal yang mengemuka misalnya adalah bahwa pemerintah sekarang memprioritaskan kepentingan pemodal saja, terjadi PHK massal, aturan-aturan minim berpihak pada buruh serta tuduhan adanya perbudakan berkedok outsourcing, pemagangan dan honorer selain issue tenaga kerja asing tak terdidik yang makin membanjiri negara kita khususnya dari Tiongkok. Tentu muaranya adalah tentang kesejahteraan para buruh. Hal ini sudah menjadi permasalahan laten/sejak dahulu yang setiap kali hari buruh dikumandangkan/diteriakkan. Selama kondisi ekonomi perusahaan memungkinkan sebenarnya tidak ada masalah. Yang menjadi masalah kadangkala adalah apakah perusahaan mau untuk mengurangi keuntungannya dengan berbagi pada buruh, bersediakah para pemilik/top manajer menurunkan gaya hidupnya, bersediakah pemerintah makin mendengarkan keluhan para buruh dan menjembatani kepentingan pengusaha dan buruh?? Bersediakah pula pemerintah merevisi aturan-aturan yang sangat merugikan buruh seperti tuntutan mereka?? Bersediakah para wakil rakyat memberikan solusi nyata (tidak hanya wacana) dalam menyelesaikan permasalahan buruh tanpa memikirkan diri sendiri, memperkaya diri atau popularitas diri?? Perdebatan yang tak akan kunjung selesai karena berbagai faktor yang saling terkait dan rumit. Perlu jiwa besar semua pihak untuk itu.
Teknologi informasi sudah demikian berkembang dengan pesat. Setiap buruh pasti mempunyai handphone untuk berkomunikasi, semiskin apapun, karena sejak beberapa tahun terakhir barang tersebut tidak pernah lepas dari sisi manusia Indonesia. Sudah saatnya bagi buruh untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya dalam menghasilkan uang atau kebutuhan hidup lainnya dari HP yang mereka miliki serta berbagai media sosial yang mereka ikuti. Selama ini HP lebih banyak digunakan untuk ber- haha hihi, ketawa ketiwi, serta bersendagurau yang tidak banyak manfaatnya. Sudah waktunya untuk merubah kebiasaan menjadi hal-hal yang positif. Ketrampilan kewirausahaan sudah harus makin ditingkatkan jumlah dan mutunya agar tujuan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudaya maju segera terwujud sehingga Indonesia menjadi salah satu negara adidaya dunia. Keunggulan komparatif berupa sumber daya alam yang demikian luar biasa seringkali tidak dapat diolah dengan baik karena keterbatasan pendidikan para pekerja (SDM)nya. Banyak di antara kita yang demikian tergantung pada perusahaan atau institusi kita. Kita kurang banyak memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam meraup penghasilan. Kreativitas kita diuji sampai dengan batas ini, tidak hanya business as ussual saja. Sudah sewajarnya bila kita mampu berimprovisasi dan berinovasi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih baik dan makin berkembang. Dalam hal-hal tertentu sudah bukan jamannya lagi untuk terlalu bergantung pada pemerintah. Setiap insan Indonesia harus berupaya untuk mandiri dalam ikatan 4 pilar kebangsaan kita yang dijiwai oleh semangat Sumpah Pemuda.
Momen hari buruh dan hari pendidikan nasional yang berurutan ini sangat penting dalam memupuk kembali rasa persatuan dan kesatuan kita, senasib sepenanggungan sebagai bangsa Indonesia yang sempat terusik karena pilpres dan pileg kemarin. Semoga ke depan adem ayem saja, tidak timbul gejolak yang berarti. Keinginan bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD45 sudah demikian jelas. Oleh karena itu maka SDM merupakan sentral pemberdayaan bagi pembangunan nasional. Tidak ada kata lain selain marilah kita bersama-sama bergotong royong membangun bangsa ini agar makin melesat dan hasil pembangunannya dirasakan merata di seluruh wilayah tanah air. In sya allah, aamiin. 

Wednesday, October 10, 2018

Seminar, workshop, pelatihan tentang cuaca, musim dan iklim

Musim kemarau segera akan berakhir dan musim hujan sebentar lagi akan turun di seluruh wilayah tanah air. Ini berdampak pada kemungkinan terjadinya anomali cuaca, musim dan iklim di wilayah kita, misalnya banjir dan tanah longsor. Bila kita bisa mengetahui kira-kira kondisi cuaca dan musim bagaimana maka kita bisa bersiap-siap menyongsongnya.
Yang berminat, silahkan hubungi contact persons kami yakni saudari Mega dan Dede dengan no hp seperti terdapat pada poster kami.


Tuesday, May 15, 2018

Persatuan dan kesatuan bangsa-bangsa di seluruh dunia

Coba sekali waktu kita dengar kidung cinta untuk setiap suku di tiap pulau di Indonesia lalu kita dengarkan lagu cinta dari setiap pulau di wilayah Indonesia. Kombinasikan lagu cinta tiap pulau tersebut untuk menggambarkan nusantara tercinta. Kita mempunyai 714 jenis budaya, jadi saya pikir ada 2 yang belum masuk untuk menggambarkan budaya di dunia ini yakni budaya arab dan budaya fantasi. Setelah itu coba kita dengarkan kidung cinta juga untuk tiap kawasan dan benua di dunia ini (lingkar samudra Hindia, Pasifik dan Atlantik). Akhirnya yang kita akan rasakan adalah kebhinekaan bangsa-bangsa di seluruh kawasan di dunia ini yang in sya allah, islam islami rahmatan lil alamin. aamiin. 😍😍😍😍