Saturday, March 2, 2013

Iklim monsoon ekuator

Iklim ini umum terjadi di kebanyakan kepulauan Indonesia, Malasyia, dan PNG serta beberapa kepulauan kecil di timur jauh. Semua area ini terletak di antara kira-kira 10 S dan 8 N sehingga benar-benar merupakan wilayah ekuator. Karakteristik dari wilayah ini adalah campuran antara permukaann daratan dan lautan yang membuatnya benar-benar merupakan kontinen maritim. Campuran lautan dan daratan serta  karakter pegunungan di kebanyakan kepulauan membuat iklim lokal di wilayah ini sangat  bervariasi, terutama yang terpengaruh oleh monsoon dan ketinggian tempat. 
Monsoon timur laut, yang mendominasi sirkulasi di wilayah ini  dari kira-kira  bulan Desember sampai Maret, secara bertahap berubah menjadi angin barat laut di dekat ekuator. Di selatan ekuator, khususnya Jawa, monsoon ini sering disebut dengan monsoon barat atau karena dia membawa curah hujan total yang besar maka dia disebut dengan monsoon basah.
Monsoon barat daya yang terjadi pada kira-kira bulan Juni sampai September merupakan kelanjutan dari angin tenggara di belahan bumi selatan. Di Jawa, ini sering disebut dengann monsoon timur dan karena membawa massa udara yang agak kering ke bagian timur Jawa maka dia disebut juga monsoon kering, suatu karakteristik yang tidak berlaku untuk wilayah Jawa bagian barat.
Di Asia ekuator kedua monsoon ini sangat mirip. Keduanya membawa massa udara yang hangat dan lembap. Ini berhubungan dengan SST yang tinggi di wilayah itu dan lautan di sekitarnya, yang hampir dimana-mana di atas 25 C sepanjang tahun. Hutan hujan ekuator yang rapat di kepulauan-kepulauan ini juga menghasilkan jumlah uap air yang besar. Udara di atas wilayah ini mengandung lebih banyak uap air daripada wilayah ekuator yang lain.
Selama periode antara dua monsoon yang terjadi pada Maret sampai Mei dan September sampai November, angin umumnya bervariasi dan cukup lemah. Faktor-faktor lokal bisa sangat mempengaruhi  distribusi curah hujan akibat massa udara yang hangat dan lembap mendominasi wilayah ini. Massa udara yang hangat dan lembap hanya membutuhkan sedikit pengangkatan agar menghasilkan hujan.
Konveksi, konvergensi, pengangkatan orografis dan sirkulasi lokal dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk menghasilkan curah hujan di wilayah ini. Total curah hujan tahunan mencapai 2000 mm tetapi di banyak area bisa mencapai lebih dari 3000 mm. Perbedaan lokal yang besar ini biasanya dikarenakan oleh karakter pegunungannya. Tidak semua perbedaan ini dapat diketahui dengan baik karena sedikitnya pengamatan hujan di wilayah ini khususnya pada kepulauan-kepulauan kecil.
Distribusi curah hujan diurnal mengikuti pola biasa dimana maksimum siang di daratan dan maksimum malam di atas laut. Stasiun-stasiun observasi di pantai menunjukkan variasi curah hujan yang besar akibat pengaruh lokal dan regional dimana variasi musiman kecil, perbedaan atau selisih diurnal dianggap lebih penting. Jangkauan diurnal temperatur melebihi jangkauan tahunannya dimana-mana di wilayah ini. Dapat dianggap bahwa wilayah ini ideal untuk pertanian; banyak tanaman khususnya padi dapat tumbuh dengan baik. Walaupun umumnya cukup air untuk dua bahkan tiga musim tanaman padi per tahun, namun umumnya padi ditanam pada lahan beririgasi sehingga lebih mudah untuk mengontrol ketinggian air. Tanaman perkebunan lain seperti karet, sawit, teh dan kopi bisa ditanam tanpa periode kering, tetapi produksinya sering tertunda karena hujan.
Sumber: Mc Gregor & Nieuwolt, 1998

Sunday, February 24, 2013

Sirkulasi global dan pengaruhnya pada cuaca dan iklim Indonesia

Pemanasan matahari menentukan pada sirkulasi udara yang ada di bumi. Kita mengenal sirkulasi udara dalam arah meridional yang ada di bumi adalah sel sirkulasi Hadley, sel sirkulasi Ferrel dan sel sirkulasi kutub. Sedangkan dalam arah membujur terdapat apa yang kita sebut sebagai sel sirkulasi Walker. Iklim dan cuaca di Indonesia yang terletak di lintang rendah yang diapit dua benua yakni Australia dan Asia, dan dua samudra yakni samudra Hindia dan samudra Pasifik dipengaruhi oleh 3 sel sirkulasi; yakni sel Hadley, sel Walker dan sel sirkulasi lokal. Interaksi dari ketiga sel sirkulasi ini menyebabkan cuaca dan iklim di Indonesia menjadi sangat kompleks. Letaknya yang terdapat di sekitar ekuator menyebabkan peramalan cuaca dan iklim menjadi lebih sulit dibanding di lintang menengah dan tinggi. Secara teoritis, pengaruh Coriolis menjadi nol tepat di ekuator sehingga kecepatan angin geostropik menjadi tidak terhingga. Seperti telah kita ketahui, kecepatan angin geostropik berbanding terbalik dengan parameter Coriolis. Tidak ada tempat di dunia ini yang mempunyai karakteristik cuaca dan iklim sekompleks Indonesia. Pengaruh monsoon yang begitu dominan dalam menentukan cuaca dan iklim kita sering diganggu oleh El Nino di Pasifik tropis.Biasanya memang pada saat monsoon barat curah hujan di Indonesia tinggi karena perawanan banyak terbentuk di atas wilayah kita, namun munculnya El Nino menjelang akhir tahun menyebabkan perawanan akan bergeser ke arah samudra Pasifik. Ini menyebabkan penurunan curah hujan yang sangat signifikan di wilayah Indonesia. Lebih dari 60% hujan berkurang dari nilai normalnya. Tidak disangsikan lagi ini akan  mempengaruhi pola kehidupan dan aktivitas manusia di negara ini. Petani akan mengalami kesulitan air untuk bercocok tanam, pasokan air minum akan terganggu, pembangkit listrik tenaga air mengalami gangguan, dsb. Seperti diketahui bahwa 40%  wilayah dunia merupakan wilayah tropis dan sering sirkulasi tropis melebihi luas wilayah ini. Apalagi troposfer di atas wilayah tropis mempunyai ketinggian yang jauh lebih besar dibandingkan wilayah-wilayah lainnya. Sehingga sirkulasi tropis memainkan peranan penting dalam menentukan hakekat sirkulasi global pada satu waktu. Karenanya penting untuk memperhatikan hubungan antara sirkulasi wilayah ini dengan sistem sirkulasi di wilayah lintang tengah dan tinggi yang lain. Lintang rendah didominasi oleh sirkulasi meridional sel Hadley yang naik pada sisi ekuator dan turun pada sisi ke arah kutubnya. Aliran kembali ke arah ekuator di dekat permukaan akan berupa angin pasat. Batas antara atmosfer tropis dan lintang tengah ditengarai oleh perubahan area utama baroklinitas atau perubahan temperatur horizontal yang cepat. Atmosfer baroklinitas semacam ini membantu memelihara transport miring  vertikal udara tropis yang hangat ke lintang tengah. 
Profil kecepatan vertikal selama bulan DJF dan JJA merefleksikan perilaku dari sel Hadley. Di saat musim panas di belahan bumi selatan (DJF) gerak naik terkuat terjadi di antara lintang 10 dan 20 dengan pusat kecepatan vertikal maksimum pada 15 derajat lintang selatan. Kecepatan vertikal maksimum ini menyatakan dengan baik posisi rata-rata ITCZ. Selama musim panas di belahan bumi utara (JJA) zone kecepatan vertikal maksimum berpindah ke utara ekuator dengan pusat gerak naik maksimum di 5 derajat lintang utara sedangkan lintang rendah di belahan bumi selatan menjadi didominasi oleh gerak turun/sinking. Ini khususnya intensif di sekitar 10 sampai 15 lintang selatan. Baik pada saat DJF maupun JJA, angin bergerak menuju ekuator yang membawa kebasahan di wilayah Indonesia. Namun patut diingat bahwa pada saat JJA, karena uap airnya sedikit dan berasal dari daratan Australia yang berjarak relatif pendek dibandingkan dengan jarak yang ditempuh aliran udara dari benua Asia maka perawanan di wilayah Indonesia relatif sedikit dan kemungkinan untuk turun sebagai hujan juga kecil. Ini menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau. Ini berlawanan dengan kejadian pada bulan DJF dimana massa udara dari daratan Asia yang membawa uap air yang banyak karena perjalanannya melalui wilayah lautan yang panjang yang menyebabkan perawanan berpotensi hujan jauh lebih besar. Dan, bulan DJF inilah yang biasanya merupakan musim penghujan.

Monday, February 18, 2013

Iklim di Australia utara, tenggara Indonesia dan selatan PNG

Di wilayah besar ini terdapat dua angin dominan yakni monsoon barat dan monsoon timur atau angin pasat Pasifik selatan. Musim monsoon barat terjadi di sekitar Desember sampai Maret. Monsoon ini diperkuat kembali oleh tekanan rendah di atas Australia yang mengalami musim panas. Monsoon barat membawa hujan deras di seluruh wilayah dimana di Australia bagian utara mencapai 60-90% total tahunan. Ini disebabkan oleh lewatnya monsoon di atas laut Indonesia yang hangat dan konvergensi dengan angin barat daya di barat Australia dan angin pasat Pasifik selatan di timur daratan ini. Kenaikan orografis sepanjang pantai dan konveksi khususnya di atas kepulauan yang lebih besar dan Australia membawa banyak curah hujan.
Siklon juga membawa hujan besar walaupun sangat bervariasi selama musim ini. Frekwensi maksimumnya terjadi pada Februari, yang menjelaskan curah hujan rata-rata tinggi selama bulan tersebut sepanjang pantai Queensland. Selama musim ini, rata-rata temperatur meningkat dengan lintang ke arah selatan dari sekitar 26 C di utara ke 28 C sepanjang pantai Australia bagian utara.
Musim monsoon timur atau kering terjadi pada sekitar Mei sampai September. Anginn pasat selatan membawa massa udara panas tetapi stabil dan kering ke wilayah ini. Ini berasal dari area relatif kering di Pasifik selatan di timur Australia dan lapisan inversi cukup rendah. Perjalanan yang relatif singkat di atas laut antara Australia dan Indonesia hanya mengubah lapisan tipis massa udara ini, dan curah hujan di seluruh wilayah tersebut sangat rendah selama periode ini. Kenaikan orografis sepanjang pantai Queennsland dan pantai selatan PNG hanya menghasilkan jumlah curah hujan terbanyak. Selama musim ini, temperatur turun dengan meningkatnya lintang ke arah selatan.
Karena wilayah ini merupakan satu dipole dari sirkulasi Walker maka ENSO dipandang memainkan peranan penting dalam menentukan variabilitas iklim antar tahunan. Kekeringan hebat di wilayah ini sering berhubungan dengan kejadian ENSO; demikian pula dengan kebakaran.
Sumber: Mc Gregor & Nieuwolt, 1998

Tuesday, February 12, 2013

Hujan, banjir dan macet dimana-mana ...

Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim hujan, tak terkecuali Bandung. Hampir tiap hari hujan turun baik dengan intensitas rendah, sedang maupun tinggi. Air yang dicurahkan dari langit ini seringkali tidak mampu ditampung selokan-selokan ataupun sungai. Akibatnya air meluber kemana-mana atau terjadi banjir. Adakalanya setelah hujan reda air dengan cepat surut ... tapi tidak jarang berjam-jam kemudian baru air surut. Bahkan pada wilayah Bandung selatan khususnya sekitar Baleendah dan Dayeuhkolot genangan air berlangsung beberapa hari bahkan lebih dari satu minggu dan sampai sekarang tidak ada solusi tuntas untuk wilayah tersebut. Bukan tidak mungkin pemerintah daerah sudah kehilangan ide untuk mengatasi masalah ini.
Untuk jalan-jalan di dalam kota Bandung, hujan yang terjadi siang sampai sore hari ini menyebabkan beberapa ruas jalan banjir. Tentu saja ini menyebabkan kemacetan total dimana-mana. Seperti informasi yang saya terima satu jam yang lalu, jalan-jalan utama di sekitar terminal Leuwipanjang terjadi kemacetan total.
Memang tidak mudah mengurai benang kusut hujan, banjir dan kemacetan. Hujan yang turun akan mencari jalannya sendiri. Saluran drainase yang dibangun tidak mampu menampung semua air yang mengalir. Entah karena perencanaan yang kurang matang atau karena tersumbat sampah dan banyaknya tanah yang terbawa air setiap kali hujan yang mengendap sehingga air melimpah kemana-mana. Area resapan air di Bandung juga sudah banyak terganggu. Lahan-lahan resapan air sudah banyak dibangun gedung-gedung, vila, perumahan dan jalan-jalan beraspal/ dibeton seperti misalnya wilayah Bandung utara. Air yang seharusnya meresap ke dalam tanah dan mengisi akuifer tanah menjadi runoff atau limpasan.
Oleh karena itu sudah sepatutnya ahli-ahli hidrologi, meteorologi dan klimatologi serta sipil dan perencanaan wilayah dan tata kota duduk bersama untuk turut memecahkan masalah ini. Bandung merupakan wilayah dengan banyak perguruan tinggi yang terkenal. Tidak bisakah menjadi model  pembangunan berwawasan lingkungan yang bisa dicontoh kota-kota lain baik di dalam negeri maupun luar negeri? Semoga bisa!!

Friday, February 1, 2013

Iklim tropis dunia


Pernah dengar kata "tropis"? Saya yakin Anda pernah mendengarnya tapi saya kurang yakin kalian mengetahui apa itu, bagaimana iklim di wilayah itu, dimana saja wilayahnya dsb. Oleh sebab itu ada baiknya kita tinjau dulu wilayahnya ada dimana saja. Wilayah tropis meliputi 4 wilayah utama, yakni:
1     a.  Asia tropis, terdiri dari sebagian besar India, Asia Tenggara dan Australia utara
2     b. Afrika tropis, termasuk Madagaskar
3     c.  Amerika tropis, termasuk Karibia, dan sebagian besar Amerika Selatan 
       d.  Lautan dan kepulauan tropis

http://4.bp.blogspot.com/

Asia tropis merupakan rumah bagi 1 milyar lebih penduduk dunia. Kebanyakan orang-orang ini hidup secara langsung dan tidak langsung dari apa yang darat hasilkan, sehingga iklim merupakan faktor penting dalam kehidupannya. Iklim di wilayah ini dikontrol oleh dua faktor utama yakni laut (karena wilayah ini terdiri dari kepulauan dan semenanjung) dan monsoon.

Monsoon Asia juga mempengaruhi wilayah di luar tropis yang besar khususnya di Asia timur dimana monsoon musim panas bisa mencapai jauh ke utara ke Hokkaido dan Sachalin. Asia tropis paling baik dibagi menurut karakteristik monsoon yakni apakah monsoon tersebut membawa hujan atau tidak. Faktor ini merupakan faktor sangat penting bagi produksi pertanian di wilayah ini.
Elemen iklim yang lain seperti  perawanan, kelembapan, sistem angin dan temperatur sangat dipengaruhi oleh faktor yang sama ini. Oleh sebab itu maka Asia tropis dapat dibagi lagi menjadi tiga wilayah iklim utama, yakni:      
I     a. Iklim monsoon ekuator, dimana kedua monsoon membawa curah hujan dan tidak ada musim kering atau kemarau. Batas konvensionalnya adalah bahwa curah hujan  rata-rata di bulan terkering adalah lebih dari 60 mm.
b     b. Iklim monsoon kering dan basah, dimana monsoon yang satu membawa banyak hujan sedangkan  monsoon yang lain relatif kering. Curah hujan rata-rata bulan terkering adalah kurang dari 60 mm. Musim hujan dan kering terjadi pada waktu berbeda sesuai dengan lokasi di wilayah iklim ini.
c     c. Tropis kering, dimana kedua monsoon membawa sedikit atau bahkan tidak ada hujan di wilayah paling barat laut dan paling tenggara Asia Tropis ini.
Dengan populasi lebih dari tiga juta penduduk, Afrika tropis merupakan wilayah kedua terpenting setelah Asia tropis. Kondisi iklimnya berbeda dari wilayah Asia dalam tiga hal. Pertama adalah tidak adanya sistem umum monsoon yang mengontrol iklim untuk seluruh wilayah. Di wilayah Afrika tropis ada dua sistem monsoon yang terpisah yakni satu di wilayah barat dan satu di wilayah timur. Di wilayah Afrika tropis seperti basin Congo, wilayah bagian selatan dan Madagaskar tidak ada monsoon sama sekali. Yang kedua adalah karena bentuk permukaan Afrika tropis adalah kontinental dan hanya ada sedikit kepulauan. Afrika tropis hanya mempunyai sedikit pegunungan dan sebagian besar pedalaman terdiri dari plateu yang meluas dengan elevasi lebih dari 1000 meter. Sehingga kebanyakan Afrika tropis mempunyai iklim dataran tinggi kontinental; suatu tipe yang hampir seluruhnya tidak ada di Asia tropis. Yang ketiga adalah temperatur permukaan laut. Bila laut di sekitar dan di dalam wilayah monsoon tropis Asia semuanya hangat maka Afrika tropis dibatasi oleh beberapa laut agak dingin: di barat, arus Canary dan khususnya arus Benguela membawa temperatur permukaan laut yang rendah mendekati ekuator. Di bagian timur, upwelling membuat temperatur permukaan laut sepanjang pantai Somali rendah khususnya selama Maret sampai September.
Di sebagian besar  Afrika tropis, zone curah hujan maksimum berhubungan dengan ITCZ. Sistem ini berkembang baik khususnya di Afrika timur dimana pergerakan musiman ITCZ besar. Ini mengakibatkan dua puncak curah hujan musiman dekat ekuator.
Wilayah Amerika tropis berdasarkan bentuk-bentuk permukaannya dapat dibagi menjadi tiga bagian terpisah:
a     a.      Wilayah Karibia, suatu area dengan banyak pulau dan permukaan laut dominan.
b     b.    Amerika tengah, wilayah antara Amerika Utara dan selatan yang didominasi oleh dataran tinggi di utara dan semenanjung yang panjang dan sempit di selatan.
       c.    Amerika selatan tropis, wilayah kontinental, yang dibagi menjadi pegunungan tinggi Andes ke dalam zone pantai barat yang sempit, zone dataran tinggi dan pegunungan yang lebih luas, dan wilayah dataran rendah yang luas di timur.
Lautan tropis sebesar 80% wilayah tropis terdiri dari lautan Pasifik, Hindia dan Atlantik. Kondisi iklim di sini sangat penting karena wilayah ini mempunyai pengaruh kuat pada banyak iklim yang lain baik di dalam maupun di luar tropis. Variasi temperatur musiman sangat kecil di Pasifik tropis dimana hanya arus balik ekuator yang berubah lebar dan kedalamannya, yang mempunyai lebih besar kekuatannya selama musim panas di belahan bumi utara. Dua arus dingin utama bisa bergeser beberapa derajat dengan musim tetapi kekuatannya tetap sama. El Nino dapat menghasilkan perubahan SST yang cepat dan mempengaruhi kebanyakan variabilitas antar tahunan pada temperatur lautan Pasifik.
Sumber: Mc Gregor dan Nieuwolt, 1998

Thursday, January 31, 2013

Evapotranspirasi

Evaporasi dan transpirasi terjadi bersamaan sehingga tidak mudah bagi kita untuk memisahkan keduanya. Evaporasi dari tanah yang ditanami terutama ditentukan oleh fraksi radiasi matahari yang mencapai permukaan tanah. Fraksi ini menurun selama periode pertumbuhan saat tanaman berkembang dan kanopi tanaman menutupi semakin banyak area permukaan tanah. Ketika tanaman masih kecil maka kehilangan air terutama oleh akibat evaporasi tetapi ketika tanaman  telah berkembang dan menutupi seluruh permukaan tanah maka transpirasi merupakan proses yang utama. Pada saat pembenihan hampir 100% evapotranspirasi berasal dari evaporasi, sedangkan saat tanaman menutup penuh permukaan maka lebih dari 90% datang dari transpirasi.
Laju evapotranspirasi biasanya dinyatakan dalam milimeter (mm) per satuan waktu. Lajunya menyatakan jumlah air yang hilang dari permukaan yang ditanami dalam satuan kedalaman air. Satuan waktu bisa dalam jam, hari, dekade, bulan atau bahkan tahun.
Parameter cuaca, karakteristik tanaman dan aspek manajemen dan lingkungan mempengaruhi evaporasi dan transpirasi. Parameter cuaca utama yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah radiasi, temperatur udara, kelembapan dan laju angin. Daya evaporasi atmosfer dinyatakan dengan ETo evapotranspirasi tanaman rujukan. ETo ini menyatakan evapotranspirasi dari permukaan yang ditanami standard. Faktor-faktor jenis dan tahap perkembangan tanaman harus diperhatikan ketika mengkaji evapotranspirasi dari tanaman-tanaman yang tumbuh di lahan yang luas dan dipelhara dengan baik. Evapotranspirasi tanaman pada kondisi standard (ETc) menunjukkan tuntutan (demand) evaporasi dari tanaman yang tumbuh pada lahan yang besar pada kondisi air tanah optimum, manajemen dan kondisi lingkungan yang sempurna, dan mencapai hasil yang tinggi pada kondisi iklim yang diberikan.
Faktor-faktor seperti salinitas tanah, kesuburan lahan yang jelek, pemupukan terbatas, horizontal tanah yang sulit ditembus, ketiadaan kontrol penyakit dan hama, dan manajemen tanah yang jelek bisa membatasi perkembangan tanaman dan mengurangi evapotranspirasi. faktor lainnya adalah tutupan laha, kerapatan tanaman dan kandungan air tanah.
Akibat sulitnya memperoleh pengukuran lapangan yang akurat, evapotranspirasi umumnya dihitung dari data cuaca. sejumlah besar persamaan empirik atau semi empirik telah dikembangkan untuk mengkaji evapotranspirasi tanaman rujukan dari data meteorologi. Sejumlah periset telah melakukan analisa terhadap sejumlah metode perhitungan untuk lokasi berbeda. Metode Penman-Monteith direkomendasikan sebagai metode standard untuk menentukan dan menghitung evapotranspirasi rujukan ETo. Evapotranspirasi dari permukaan tanaman pada kondisi standard ditentukan oleh koefisien tanaman (Kc) yang menghubungkan ETc dan ETo. Evapotranspirasi dari permukaan tanah pada kondisi standard didekati dengan koefisien stres air (Ks) dan atau dengan memodifikasi koefisien tanaman.
Metode untuk menghitung ET dari data meteorologi memerlukan berbagai parameter iklim dan fisik. Beberapa data diukur langsung di stasiun pengamat. Faktor-faktor meteorologi untuk menentukan ET adalah parameter cuaca yang memberikan energi untuk penguapan dan memindahkan uap air dari permukaan yang berevaporasi.
a. Radiasi matahari
Proses ET ditentukan oleh jumlah energi tersedia untuk menguapkan air. Radiasi matahari merupakan sumber energi terbesar untuk mengubah sejumlah air cair yang banyak menjadi uap air. Jumlah radiasi yang potensial mencapai permukaan evaporasi ditentukan oleh lokasi dan waktu. Akibat perbedaan posisi matahari, maka radiasi potensial berbeda untuk setiap lintang dan musim. Ketika mengkaji dampak radiasi matahari pada ET, harus diingat bahwa tidak semua energi tersedia digunakan untuk menguapkan air. Sebagian radiasi matahari digunakan untuk menguapkan air dan sebagian untuk memanaskan atmosfer dan profil tanah.
b. Temperatur udara
Radiasi matahari yang diserap atmosfer dan panas yang diemisikan bumi akan meningkatkan temperatur udara. Panas sensibel udara sekitar mentransfer energi kepada tanaman dan mengontrol laju ET. Pada hari yang cerah kehilangan air akibat ET lebih besar dibanding pada saat kondisi berawan dan udara dingin.
c. Kelembapan udara
Ketika suplai energi dari matahari dan udara sekitar merupakan gaya pendorong utama penguapan air, selisih antara tekanan uap air pada permukaan penguapan dan udara sekitar merupakan faktor penentu pemindahan uap. Lahan yang terairi dengan baik dalam wilayah terik mengkonsumsi jumlah uap air yang banyak akibat melimpahnya energi dan kemampuan atmosfer mengeringkan. Di wilayah tropis yang lembap, walaupun input energi tinggi, kelembapan udara yang tinggi akan mengurangi tuntutan ET. Dalam lingkungan semacam ini, udara telah mendekati jenuh sehingga penambahan air yang sedikit dapat disimpan sehingga laju ET lebih rendah daripada di wilayah terik.
d. Laju angin
Proses pemindahan uap sangat tergantung pada angin dan turbulensi udara yang mentransfer sejumlah besar udara di atas permukaan evaporasi. Ketika air menguap, udara di atas permukaan tersebut menjadi jenuh dengan uap air secara bertahap. Jika udara ini secara terus menerus tidak digantikan oleh udara yang lebih kering maka kekuatan pendorong untuk uap air berpindah dan laju ET turun. Selain faktor-faktor iklim di atas, faktor-faktor tanaman-pun juga turut mempengaruhi besarnya ET. Faktor tersebut antara lain adalah penutupan stomata, jumlah daun, penggulungan/ pelipatan daun serta kedalaman penunjaman akar.

(Disarikan dari Allen, 1998)

Friday, January 18, 2013

Banjir di ibukota Jakarta ... kapan tidak ada lagi???

Beberapa hari terakhir ini layar televisi dan seluruh media massa ramai-ramai memberitakan tentang banjir yang melanda ibukota negara kita. Banjir yang terjadi tidak hanya melanda wilayah-wilayah yang selama ini memang langganan banjir, tetapi juga melanda wilayah yang tidak pernah tersentuh banjir. Simbol-simbol negara seperti istana negara tidak luput dari genangan air yang mengalir. Gubernur Jakarta dan bahkan Presiden turun tangan memikirkan cara untuk mengatasi banjir ini.
Pada jamannya gubernur DKI Sutiyoso, telah diusulkan untuk memperbaiki Banjir Kanal Barat dan Timur, pembuatan situ-situ/ danau/ waduk di luar Jakarta khususnya di wilayah Bogor sampai pada konsep megapolitan untuk mengatasi banjir ini. Namun rupanya Gubernur berikutnya tidak tertarik untuk melanjutkan konsep tersebut. Gubernur sekarangpun (Joko Widodo) nampaknya juga belum memikirkan untuk melanjutkan konsep tersebut. Sudah jamak di Indonesia, ganti pejabat ganti kebijakan. Tak ada konsep yang umurnya panjang kalau terjadi pergantian pimpinan. Ada kesan seolah-olah pejabat yang baru merasa mengekor dan yang mendapat nama baik di masyarakat adalah pejabat yang menelorkan konsep tersebut. Di Indonesia (tidak hanya di Jakarta saja), tidak ada sikap legowo dan ikhlas kalau orang lain yang pertama kali menelorkan sesuatu konsep memperoleh apresiasi yang baik dari masyarakat. Moga-moga pendapat saya ini salah.
Sebab dari banjir di Jakarta ini adalah hujan kiriman dari Bogor, perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan/ ke sungai, pembangunan tanpa mengindahkan tata ruang, saluran-saluran air yang tidak berfungsi semestinya dan lain-lain. Faktor meteorologi yakni hujan merupakan faktor paling penting di antara faktor-faktor penting yang lain. Tanpa hujan tidak akan ada banjir. Sayangnya kita tidak dapat mengontrol datangnya hujan semau kita. Meskipun ada modifikasi cuaca (peleraian awan-awan penghasil hujan) namun tidak akan efektif dan efisien dalam mengendalikan banjir. Biaya akan sangat tinggi karena sekarang memasuki musim hujan. Teknologi peleraian awanpun tampaknya belum pernah dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (UPT HB BPPT) walaupun secara prinsip hanya kebalikan dari mengadakan hujan buatan/ hujan rangsangan.
Dari peta sinoptik dan dari citra satelit terlihat bahwa wilayah sekitar Jakarta khususnya masih banyak teramati awan yang tebal dan cukup merata. Ini berarti potensi terjadinya banjir di kota Jakarta masih akan berlangsung. Oleh karena itu sudah seharusnya masyarakat Jakarta mempersiapkan diri untuk menerima kedatangan banjir untuk beberapa waktu ke depan. Meskipun harta benda mungkin rusak/ hilang tetapi jangan ada lagi korban jiwa. Semoga dengan upaya sekuat tenaga dan mencurahkan pemikiran serta dengan kebesaran jiwa pemimpin-pemimpinnya akan dapat mengatasi banjir dimanapun khususnya di ibukota Jakarta tercinta. Atau ibukota negara dipindah seperti tulisan saya di blog ini beberapa waktu yang lalu???






Sunday, January 13, 2013

Indonesia dan pengaruh siklon di sekitarnya

Tak bisa diragukan bahwa cuaca dan iklim di Indonesia meninabobokkan mereka-mereka yang tinggal di Indonesia. Banyak orang asing yang tinggal di Indonesia mengakui hal itu sehingga mereka kerasan tinggal di negara kita. Tetapi sayang akibat cuaca dan iklim yang "menyenangkan" ini maka sebagian besar rakyat Indonesia menjadi kurang berjuang untuk mengubah nasibnya. Berbeda dengan negara-negara maju yang cuaca dan iklimnya sangat keras, rakyatnya sangat tertantang untuk mensiasati kondisi cuaca dan iklim tersebut. Oleh karena itu, kalau kita perhatikan negara-negara maju umumnya terletak di lintang menengah dan tinggi. Amat sangat sedikit negara maju yang terletak di lintang rendah.
Kondisi cuaca dan iklim di suatu negara tidak hanya ditentukan oleh kondisi atmosfer di negara tersebut tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan perairan di sekitarnya. Contoh yang sangat baik adalah kondisi saat ini dimana terdapat siklon tropis Narelle di perairan samudra Hindia sebelah barat Australia. Terdapatnya siklon tropis yang merupakan pusat tekanan rendah di selatan Indonesia ini menyebabkan massa udara dari daratan Siberia bergerak menuju daratan Australia melewati wilayah Indonesia. Seakan-akan siklon tropis ini menyedot udara yang ada di sekitarnya menuju siklon tropis tersebut. Tergantung perbedaan tekanan antara siklon tersebut dengan wilayah di sekitarnya. Makin tinggi perbedaan tekanannya maka makin kuat sedotannya. Ini menyebabkan arus udara/ angin menjadi makin kencang.
Karena pengaruh siklon tropis Narelle ini, cuaca di atas wilayah Indonesia menjadi buruk khususnya di bagian selatan katulistiwa. Angin menjadi kencang, hujan menjadi lebih deras yang berpotensi menjadikan banjir di beberapa wilayah di Indonesia. Seperti yang dalam beberapa hari ini diberitakan di media massa; sebagian dermaga di pelabuhan Merak ditutup akibat cuaca buruk. Antrian kendaraan menuju Merak dan Bakauheni mencapai puluhan kilometer karena kapal yang dioperasikan hanyalah kapal-kapal besar yang jumlahnya hanya 50% dari yang biasanya dioperasikan. Apalagi ditambah terjadinya banjir di wilayah Banten   yang mengganggu jalan tol menuju pelabuhan Merak. Di beberapa wilayah lain, para nelayan tidak dapat melaut karena cuaca buruk. Tentu saja ini mengganggu perekonomian nasional.
Sudah selayaknya pemerintah makin memperhatikan masalah cuaca dan iklim dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Banyak keputusan di atas meja tidak dapat dilaksanakan di lapangan karena pengaruh cuaca dan iklim ini. Hal ini akan saya sampaikan pada tulisan mendatang.





Wednesday, December 19, 2012

Iklim dan industri

Iklim memainkan peranan penting dalam banyak aspek perdagangan dan industri seperti halnya di bidang kesehatan, pakaian, perumahan dan hidrologi. Tetapi saat pengaruh iklim pada bidang-bidang yang disebut terakhir dengan mudah bisa diidentifikasi, pengaruh iklim pada rekayasa dan industri ini sering tidak diketahui dengan baik. Manajemen mungkin memperhatikan masalah-masalah buruh, bahan mentah, transportasi atau penjualan namun sering gagal dalam mengenali peran iklim pada banyak tahapan produksi, distribusi dan program penjualan.
Dalam mengembangkan lembar  neraca "biaya iklim" dalam produksi industri, manajemen harus memasukkan efek iklim pada hal-hal seperti:
1. kebutuhan pemanasan dan pendinginan
2. penyimpanan dan transportasi bahan mentah dan produk akhir
3. suplai air
4. aktivitas yang menghasilkan polusi udara dan air
5. pelapukan oleh cuaca
6. kesehatan, efisiensi dan moral pekerja
7. semua aktivitas di luar pabrik
Ketika hal ini memungkinkan kompetensi teknologi kita untuk mendesain, membangun dan mengoperasikan pabrik pada kondisi iklim yang keras, secara ekonomis menjadi tidak layak. Jadi iklim merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi pabrik dan juga tahap-tahap proses pabrikasi.
Lima variabel meteorologi yang tidak dapat dipisahkan dengan pengoperasian pabrik adalah:
1. temperatur ekstrim (khususnya temperatur rendah, termasuk efek pembekuan)
2. salju, sleet dan es
3. angin kencang
4. hujan deras
5. faktor-faktor lain: kelembapan tinggi, visibilitas rendah, dan elemen-elemen cuaca yang lain.
Urutan di atas menunjukkan bahwa makin ke bawah pengaruhnya makin berkurang.
Pengalaman dari manajemen dan pekerja dalam menangani masalah ini menentukan batas-batas kemampuan sistem terhadap pengaruh faktor-faktor meteorologi ini. Biasanya faktor-faktor meteorologi ini bersamaan datangnya sehingga menimbulkan dampak ganda. Sebagai contoh untuk negara-negara di lintang menengah dan tinggi, temperatur rendah bersamaan dengan datangnya salju, es dan angin kencang pada kondisi badai musim dingin. Visibilitas yang jelek sering dapat menyertai hujan lebat dan salju. Sedangkan di negara kita, umumnya hujan dan hujan lebat berperan langsung dan tidak langsung pada pengoperasian pabrik. Hujan badai dapat menyebabkan banjir di tempat-tempat rendah (cekungan) dan rata dimana saluran drainase tidak berfungsi. Jadi hujan dengan berbagai intensitas di atas drizzle ringan biasanya akan mendorong modifikasi program kerja di luar jadwal. Efek tak langsung lain dari hujan adalah mempengaruhi suplai air yang dibutuhkan untuk pengoperasian pabrik.

Saturday, November 3, 2012

Keaktifan monsoon: dampaknya pada awan konvektif

Sistem iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya sirkulasi monsoon Asia-Australia. Monsoon Asia yang datang dari barat Indonesia pada sekitar bulan DJF membawa uap air yang banyak yang menyebabkan tingginya aktivitas konveksi di atas wilayah Indonesia sehingga memicu timbulnya musim hujan. Sedangkan monsoon Australia yang terjadi sekitar JJA membawa udara kering sehingga memicu timbulnya musim kemarau di Indonesia. Di dalam monsoon sendiri terdapat beberapa fase yang biasanya dicirikan dengan berubahnya intensitas curah hujan. Fase dengan intensitas curah hujan tinggi  disebut dengan monsoon aktif sedangkan sebaliknya dicirikan dengan kekeringan kecil dimana intensitas hujan rendah disebut monsoon break. Di monsoon India, monsoon break telah dikenal sejak lama sebagai suatu periode dimana intensitas curah hujan di wilayah monsoon India mengalami gangguan. Break didefinisikan sebagai periode lemah dimana variasi intramusiman dari monsoon terjadi setiap tahunnya.
Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan kapan terjadinya periode monsoon aktif dan break. Padahal penentuan periode ini penting untuk diketahui karena akan berdampak pada cuaca di Indonesia. Misalnya saat monsoon break yang panjang dan mencakup wilayah yang luas. Hal ini akan berakibat pada pengurangan curah hujan yang signifikan di wilayah tertentu sehingga berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat.
Dari penelitian Octarina (2011) diketahui bahwa:
- pada monsoon aktif, aktifitas awan konveksi selalu lebih besar dari aktivitas awan konveksi pada monsoon break
- karakteristik awan konvektif pada monsoon aktif lebih kuat dan merata karena awan konvektifnya dipengaruhi oleh gangguan yang skalanya besar yakni monsoon, sedangkan pada saat monsoon break karakteristik awannya lebih lemah dan terisolasi karena pengaruh lokal.
- wilayah laut dan pulau Jawa merupakan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh perubahan dari monsoon aktif ke break sedangkan perbedaan  awan konvektif antara monsoon aktif dan break tidak selalu terlihat di Kalimantan.
- Pada monsoon break, awan dengan aktivitas konveksi yang dalam masih mungkin terbentuk bahkan kekuatannya bisa lebih besar daripada saat monsoon aktif namun kemunculannya lebih jarang
- perbedaan variasi diurnal antara laut dan pulau Jawa terlihat dari kekuatan sinyal diurnalnya
- Di Kalimantan di saat monsoon aktif, aktivitas awan konvektifnya mencapai puncaknya pada malam hari sedangkan pada saat monsoon break terjadi di siang hari
- Karakteristik awan konvektif di laut selatan Jawa sangat dipengaruhi oleh aktivitas awan konvektif di pulau Jawa
- Aktivitas konveksi saat monsoon antara Kalimantan dan Pulau Jawa, dengan laut Jawa memiliki pola temporal yang berkebalikan. Saat aktif, aktivitas konveksi lebih terpusat di laut Jawa.
- Wilayah daratan merupakan wilayah yang akan lebih dulu merasakan monsoon break daripada wilayah lautan

Thursday, September 6, 2012

Hujan buatan sebaiknya tidak dilakukan sekarang

-->
Saat ini masih memasuki musim kemarau. Seperti yang telah disampaikan oleh BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), sebagian besar wilayah Indonesia baru akan memasuki musim hujan mulai Oktober mendatang. Sudah sejak beberapa waktu ini penduduk sebagian wilayah Indonesia mengalami kesulitan air untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Banyak sumur, sungai dan waduk kering sehingga berdampak banyak pada pola hidup di sebagian wilayah. Bahkan bila waduk tidak mendapatkan pasokan air dari hujan, pada beberapa waktu ke depan, akan berakibat pada kritisnya pasokan listrik dan irigasi pertanian di banyak wilayah. Ini tentu merupakan ancaman bagi hajat hidup orang banyak, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Namun demikian kita masih diuntungkan karena dipole mode menunjukkan kondisi normal dan El Nino dalam kondisi lemah. Seperti kita ketahui jika Dipole Mode positif maka wilayah Indonesia bagian barat akan mengalami pengurangan curah hujan, sedangkan jika El Nino kuat maka sebagian besar wilayah Indonesia (khususnya) bagian timur akan mengalami kekeringan. Dari gambar di bawah terlihat bahwa anomaly suhu muka laut pada saat ini menunjukkan anomaly negative khususnya di selatan wilayah Indonesia yang menunjukkan bahwa perawanan masih akan tertekan karena timbul subsidensi di wilayah ini. Sedangkan 
sebelah utara Indonesia, perairan lebih panas dibanding di sebelah selatan sehingga berpotensi untuk timbulnya perawanan yang menghasilkan hujan.
Curah hujan di Indonesia
Curah hujan di Indonesia umumnya berasal dari awan-awan jenis orografis dan konvektif; tidak akan dijumpai awan-awan yang berasal dari front karena front tidak pernah terbentuk di wilayah kita. Front merupakan pertemuan dua massa udara dengan jenis berbeda yang terjadi di wilayah luar tropis; di lintang tengah.
Curah hujan orografis adalah curah hujan yang terbentuk di wilayah pegunungan dan umumnya jatuh di daerah di atas angin (wind ward) dan menimbulkan efek Fohn pada daerah arah di bawah angin (leeward). Curah hujan jenis ini disebabkan kondensasi dan pembentukan udara lembap yang dipaksa naik oleh gunung atau barisan pegunungan. Di negara kita, pembentukan curah hujan orografis sering diperkuat oleh pengaruh proses konveksi.
Curah hujan konvektif terbentuk dari proses perawanan konvektif. Pada siang hari, saat matahari bersinar maka penguapan terjadi yang berakibat pada pembentukan perawanan konvektif. Awan ini tumbuh vertikal, dan bila arus naik (upfraft) cukup kuat maka awan-awan jenis ini bisa mencapai lapisan stratosfer. Di Indonesia awan jenis ini sering terjadi karena penguapan yang tinggi yang penyebarannya sangat dipengaruhi oleh monsoon. Awan-awan jenis inilah yang sering disemai dalam proses hujan buatan.
Modifikasi cuaca
Modifikasi cuaca adalah upaya manusia agar suatu kondisi cuaca sesuai dengan keinginan manusia. Banyak ragam modifikasi cuaca, seperti penindasan es, melenyapkan kabut, peleraian awan agar tidak terjadi hujan, peleraian siklon,  hujan buatan/ hujan rangsangan. Sebelum modifikasi cuaca modern, orang mengharapkan turun hujan dengan melakukan pembacaan mantra, tari-tarian dan sebagainya. Teknologi modifikasi cuaca modern dimulai tahun 1946 sejak percobaan pembenihan awan dengan menggunakan es kering oleh Vincent Schaefer dan Irving Langmuir; yang pada tahun berikutnya diteruskan oleh Vonnegut yang menemukan perak iodia yang bisa bertindak sebagai inti es.  
Upaya yang sering dilakukan di Indonesia terkait dengan modifikasi cuaca adalah dengan melaksanakan hujan buatan. Usaha ini sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1979 yang dilaksanakan di Perum otorita Jatiluhur oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang dibantu oleh para tenaga ahli dari perguruan tinggi, termasuk ITB. Selama ini pelaksanaan hujan buatan dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang khusus; walaupun biayanya mahal (tahun ini dianggarkan 3 milyar rupiah) tetapi daya jelajahnya/ area yang disemai relatif jauh lebih luas dibandingkan dengan menggunakan menara dispenser tetap. Umumnya hujan buatan dilaksanakan untuk menambah debit waduk yang digunakan baik untuk irigasi maupun untuk pembangkit listrik. Di pulau Jawa, hujan buatan sendiri agar berhasil maka dilaksanakan pada bulan-bulan menjelang musim penghujan seperti sekitar Oktober-November. Di bulan-bulan lain sangat kecil kemungkinannya berhasil karena penambahan zat semai (umumnya garam dapur dan urea) tidak akan terlalu banyak menambah kebasahan awan. Ini karena kelembapan relatifnya tak cukup menjadikan proses tumbukan dan tangkapan berlangsung cepat. Bila kelembapan relatif dalam awan cukup maka penambahan garam dapur akan mempercepat proses pembentukan tetes hujan. Bila percepatan vertikal tetes hujan  lebih kecil dibanding dengan gravitasi maka tetes hujan akan jatuh  menjadi hujan.
Awan-awan jenis konvektif seperti Cumulus merupakan target operasi hujan buatan. Awan-awan inilah yang berpotensi  untuk mendatangkan hujan cukup deras. Awan-awan jenis lain seperti stratus jarang dilakukan penyemaian karena tidak akan mendatangkan hujan yang deras. Secara teoritis, awan-awan jenis stratus disemai agar lerai sehingga tidak menyebabkan panas yang tertahan di bawahnya, khususnya di daerah cekungan seperti Bandung. Tampaknya hal ini di negara kita belum pernah  dilaksanakan karena diperkirakan tidak ekonomis.
Pada kondisi kemarau sekarang ini, di beberapa daerah di Indonesia dijumpai kekeringan/ kekurangan air. Masyarakat harus mencari air ke tempat yang jauh, sungai sudah kering, irigasi tidak lancar lagi, bahkan air waduk atau danau menyusut sehingga menghambat pasokan listrik ke masyarakat. Jika hal ini tidak ditangani secara serius, bukan tidak mungkin akan berdampak sangat serius pada kehidupan masyarakat mengingat air merupakan kebutuhan utama sehari-hari. Mengharapkan curah hujan jatuh dari langit melalui kegiatan hujan buatan tampaknya merupakan hal yang agak sia-sia khususnya di sebagian Sumatera bagian selatan, pulau Jawa sampai Nusa Tenggara timur. Kalaupun dilaksanakan aksi hujan buatan maka tidaklah ekonomis; dalam arti besarnya curah hujan yang ditimbulkannya tidak akan sesuai dengan biaya operasinya; kalau tidak ingin dikatakan bahwa hujan buatan akan gagal sama sekali. Saya pikir hujan buatan untuk menambah pasokan air akan berhasil bila dilaksanakan bulan Oktober ke depan mendatang. Namun tidak ada salahnya jika dilaksanakan untuk wilayah-wilayah di sekitar ekuator khususnya yang masuk di utara ekuator.
Penyadaran masyarakat
Tampaknya  salah satu program paling jitu adalah dengan gerakan menghemat air dan manajemen sumber daya air yang lebih baik. Kita tidak menghambur-hamburkan air bersih untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu, melakukan tata kelola perbaikan siklus hidrologi lokal (misal dengan melalui gerakan penanaman pohon dan pengambilan air tanah secukupnya saja) dan melalui pendidikan masyarakat. Perlu pula diketahui oleh masyarakat bahwa pemanasan global yang makin meningkat ini sangat berdampak pada siklus hidrologi global. Curah hujan akan berkurang, hujan deras yang tiba-tiba dalam waktu singkat, dan berbagai hal lain yang merugikan umat manusia. Sudah selayaknya dan sewajarnya kita makin bertanggungjawab terhadap lingkungan; lakukan reduce, reuse, dan recycle mulai dari lingkungan yang kecil, mulai dari hal-hal yang kecil, dan mulai dari sekarang sehingga bumi masih akan tetap nyaman untuk ditempati dalam jangka waktu yang lama.

Saturday, August 4, 2012

Banjir di Ambon - Maluku menyesakkan dada kita semua

Berita banjir yang menimpa Ambon hari Rabu tanggal 1 Agustus 2012 yang lalu menyesakkan hati kita semua. Di saat suasana Ramadhan berlangsung, banyak saudara-saudara kita yang terganggu aktivitasnya sehari-hari akibat banjir. Sudah 11 orang (berita Jum'at 3 Agustus 2012) yang dinyatakan meninggal akibat banjir. Bukan tidak mungkin jumlah ini akan bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Ribuan rumah penduduk tenggelam dan ribuan pula yang mengungsi ke tempat lain. Tidak hanya banjir, longsor juga terjadi walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Kalau kita lihat citra satelit, terlihat bahwa di atas Ambon Maluku tertutup oleh awan rendah sampai tinggi dan dengan ketebalan yang cukup besar sejak akhir Juli 2012. Awan-awan yang menjulang tinggi yang mengandung uap air cukup banyak menggelayut di atas Ambon. Ini juga mungkin pengaruh badai tropis yang kemudian berkembang menjadi siklon tropis isola di Philippina. Seperti kita ketahui wilayah Maluku merupakan wilayah yang banyak dipengaruhi oleh cuaca dan musim di sekitar Philippina. Ia memiliki pola curah hujan yang berbeda dengan yang lain. Pengaruh perairan yang hangat di sekitar Maluku juga memberikan sumbangan atas tingginya curah hujan pada hari Rabu kemarin. Tidak lupa, pengaruh faktor lingkungan yang tidak mampu menyerap air hujan dengan cepat juga memberikan andil pada besarnya banjir yang terjadi.

Saturday, July 28, 2012

Ramalan musim hujan 2012

Sebagaimana biasa ramalan musim hujan selalu ditunggu-tunggu masyarakat. Ini karena pentingnya kegunaan ramalan musim tersebut bagi masyarakat, khususnya petani. Meskipun sampai sekarang ini ramalan yang disampaikan BMKG masih berskala besar, namun telah ada kemajuan dari sekitar 180 zona musim, sekarang telah menjadi 342 zona musim. Ini suatu kemajuan yang cukup berarti, meskipun memang belum betul-betul sangat dirasakan masyarakat petani. Kalau mungkin, ramalan musim sampai pada tingkat desa. Hal ini memerlukan kerja keras semua pihak karena kalau hanya menggantungkan pada BMKG tidak mungkin hal ini terjadi dalam waktu pendek. Peran lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan departemen pertanian (sebagai pengguna terbesar), departemen pekerjaan umum, departemen kehutanan serta departemen-departemen lain yang terkait harus ditingkatkan. Dari BMKG diperoleh informasi bahwa daerah-daerah di pantai barat Sumatera diprakirakan akan mengalami hujan di bawah normal. Barangkali ini karena pengaruh dipole mode yang diprakirakan positif. Pulau Jawa bagian utara sebagian mengalami keterlambatan awal musim hujan barangkali karena pengaruh MJO. El Nino yang diprakirakan melemah dan cenderung tahun ini dan tahun depan dalam kondisi normal, berakibat monsoon dan MJO-lah yang banyak berperan dalam menentukan musim ini. Mungkin pula pengaruh lokal semacam angin darat dan angin laut yang menonjol di pantai utara Jawa. Awal musim hujan bergeser dari Pulau Sumatra ke selatan dan dari Jawa Barat ke timur sampai Nusa Tenggara Timur dimana pergeseran tiap zona musim bisa mencapai 1-3 dasarian. Di Kaliimantan dimana awal musim hujan paling awal dimulai dari bagian timur laut Kalimantan bergerak ke selatan dan kemudian ke tenggara. Selengkapnya tentang ramalan musim ini kita tunggu saja informasi tertulis dari BMKG Agustus 2012 nanti.

Wednesday, July 25, 2012

Masalah USA masalah Indonesia juga

Kekeringan yang melanda AS belakangan ini berdampak pada produksi pertanian mereka. Produk biji-bijian mengalami penurunan produksi yang signifikan. Ditambah lagi sebagian dari produksinya digunakan untuk pakan ternak. Tentu saja ini mengatrol harga biji-bijian dunia tak terkecuali kedelai karena AS merupakan produsen utama biji-bijian. Indonesia yang lebih dari 50% kebutuhan kedelainya diimport dari AS merasakan dampak buruk tersebut. Harga 1 kwintal kedelai meningkat pesat. Tentu saja ini memukul industri kecil yang tergantung pada bahan baku kedelai, misal usaha pembuatan tahu dan tempe. Tahu dan tempe merupakan lauk pauk sehari-hari kalangan menengah ke bawah. Kita sepertinya tidak pernah belajar dari pengalaman. Beberapa tahun yang lalu harga kedelai jug amengalami peningkatan yang tinggi. Walaupun beberapa waktu yang lalu tidak pernah ada lagi masalah dengan kedelai ini tapi nampaknya solusi yang diberikan bersifat sementara. Pemerintah sepertinya tidak mempunyai rumus yang jitu untuk mengatasi mahalnya harga kedelai. Yang menjadi masalah mengapa tanaman kedelai yang sangat cocok tumbuh di Indonesia tidak banyak ditanam petani? Apakah karena mereka lebih memilih komoditi lain karena lebih menguntungkan? Apakah para petani enggan menanam kedelai karena harga pasarannya rendah sementara biaya produksinya tinggi? Harus digalakkan oleh pemerintah penanaman kedelai dan berbagai komoditas lain (tanaman pokok) yang sangat diperlukan masyarakat. Harus diupayakan oleh pemerintah agar petani bergairah menanam kedelai. Iklim usaha di bidang pertanian hendaknya diperbaiki berpacu dengan makin menurunnya minat masyarakat menjadi petani karena nilai tukarnya rendah. Petani harus dilindungi dari serbuan komoditas akibat perdagangan bebas. Di lain pihak harus diupayakan teknologi yang mampu memperkecil dampak ketergantungan tanaman pada iklim melalui sejumlah modifikasi cuaca mikro dengan penggunaan teknik LEISA (low external input and sustainable agriculture).

Friday, March 2, 2012

Klasifikasi iklim

Tujuan penggunaan klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik, misalnya untuk tujuan pertanian. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi dipilih unsur-unsur iklim yang berhubungan secara langsung dan mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut.
Thornthwaite (1933) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropik suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya pertanian khususnya budidaya padi.
Variasi suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat; suhu udara akan semakin rendah seiring dengan semakin tingginya suatu tempat dari permukaan laut. Suhu menurun sekitar 0.6 oC setiap 100 meter kenaikan ketinggian tempat. Karena Indonesia berada di wilayah dekat ekuator maka selisih suhu siang dan suhu malam hari lebih besar dari pada selisih suhu musiman (antara musim kemarau dan musim hujan), sedangkan di daerah sub tropis hingga kutub selisih suhu musim panas dan musim dingin lebih besar dari pada selisih suhu harian. Keadaan suhu yang demikian tersebut membuat ada sebagian ahli yang membagi klasifikasi suhu di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling bervariasi baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Karena ada hubungan sistematik antara unsur iklim khususnya presipitasi dan suhu dengan pola tanam tumbuhan dunia maka indeks presipitasi dan suhu dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.

Sunday, January 1, 2012

Monsun aktif dan break

Permasalahan monsun aktif dan break merupakan permasalahan yang sangat menarik. Kapan terjadinya dan dimana serta apa pengaruhnya pada pembentukan awan, khususnya di Indonesia menjadi hal yang menarik untuk diteliti lebih jauh. Seperti kita ketahui, sistem iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya sirkulasi meridional atau sirkulasi monsun Asia-Australia. Monsun Asia yang biasa dikenal sebagai monsun barat yang biasanya terjadi pada bulan Desember, Januari dan Pebruari membawa dampak pada tingginya aktivitas konvektif di wilayah kita sehingga memicu terjadinya musim hujan di Indonesia. Sedangkan pada saat monsun Australia atau monsun tenggara, aktivitas konvektif tidak banyak mendatangkan curah hujan di wilayah Indonesia karena sedikitnya kandungan uap air di dalamnya; sehingga kita kenal musim kemarau.
Terdapat dua fase yang biasanya dicirikan dengan berubahnya intensitas curah hujan; yakni fase aktif dan break. Fase aktif dicirikan dengan tingginya curah hujan, sedangkan fase break dicirikan oleh adanya kekeringan kecil atau intensitas hujan yang rendah.
Oktarina (2011) antara lain menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pada saat monsun aktif, aktivitas awan konvektif selalu lebih besar daripada pada saat monsun break;
2. Karakteristik awan konvektif pada monsun aktif adalah lebih kuat dan merata karena awan konvektifnya dipengaruhi oleh gangguan yang skalanya besar (monsun), sedangkan karakteristik awan pada monsun break lebih lemah dan terisolasi karena pengaruh lokal;
3. Wilayah laut dan pulau Jawa merupakan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh perubahan dari monsun aktif ke break; sedangkan di Kalimantan perbedaan awan konvektif antara saat monsun aktif dan break tidak selalu terlihat;
4. Wilayah daratan merupakan wilayah yang akan lebih dulu merasakan monsun break dari pada wilayah lautan.
5. Aktivitas awan pada monsun aktif di Kalimantan mencapai puncaknya pada malam hari, sedangkan aktivitas awan pada saat monsun break mencapai puncaknya pada siang hari.