Permasalahan monsun aktif dan break merupakan permasalahan yang sangat menarik. Kapan terjadinya dan dimana serta apa pengaruhnya pada pembentukan awan, khususnya di Indonesia menjadi hal yang menarik untuk diteliti lebih jauh. Seperti kita ketahui, sistem iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya sirkulasi meridional atau sirkulasi monsun Asia-Australia. Monsun Asia yang biasa dikenal sebagai monsun barat yang biasanya terjadi pada bulan Desember, Januari dan Pebruari membawa dampak pada tingginya aktivitas konvektif di wilayah kita sehingga memicu terjadinya musim hujan di Indonesia. Sedangkan pada saat monsun Australia atau monsun tenggara, aktivitas konvektif tidak banyak mendatangkan curah hujan di wilayah Indonesia karena sedikitnya kandungan uap air di dalamnya; sehingga kita kenal musim kemarau.
Terdapat dua fase yang biasanya dicirikan dengan berubahnya intensitas curah hujan; yakni fase aktif dan break. Fase aktif dicirikan dengan tingginya curah hujan, sedangkan fase break dicirikan oleh adanya kekeringan kecil atau intensitas hujan yang rendah.
Oktarina (2011) antara lain menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pada saat monsun aktif, aktivitas awan konvektif selalu lebih besar daripada pada saat monsun break;
2. Karakteristik awan konvektif pada monsun aktif adalah lebih kuat dan merata karena awan konvektifnya dipengaruhi oleh gangguan yang skalanya besar (monsun), sedangkan karakteristik awan pada monsun break lebih lemah dan terisolasi karena pengaruh lokal;
3. Wilayah laut dan pulau Jawa merupakan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh perubahan dari monsun aktif ke break; sedangkan di Kalimantan perbedaan awan konvektif antara saat monsun aktif dan break tidak selalu terlihat;
4. Wilayah daratan merupakan wilayah yang akan lebih dulu merasakan monsun break dari pada wilayah lautan.
5. Aktivitas awan pada monsun aktif di Kalimantan mencapai puncaknya pada malam hari, sedangkan aktivitas awan pada saat monsun break mencapai puncaknya pada siang hari.
No comments:
Post a Comment