Rob (tidal flood) merupakan salah satu bencana alam yang terjadi di wilayah pantai yang landai. Berkaitan dengan hal tersebut maka ada 3 hal yang mesti ditinjau, yakni kondisi laut, daratan, dan muara sungai. Kita tinjau satu persatu. Kondisi laut saat ini mengalami peningkatan permukaan air laut (sea level rise) dimana terjadi penambahan beberapa milimeter per tahun yang dalam jangka panjang angka yang terlihat kecil ini akan menghasilkan peningkatan yang tinggi dari permukaan air laut. Hal ini terjadi karena pemanasan global yang berlangsung selama ini sehingga banyak es/lapisan kriosfer mencair. Proses pemanasan global dapat dilihat di: https://djokowiratmo.blogspot.com/2010/05/adakah-hubungan-antara-el-nino-dan.html
Pemanasan global dan perubahan iklim bisa berdampak pada peningkatan cuaca ekstrim misalnya siklon, angin kencang, waterspout, dan lain-lain. Siklon dan angin kencang meningkatkan ketinggian gelombang yang ketika mencapai pantai barangkali ia akan menjorok jauh ke area daratan yang kemudian kita sebut sebagai rob. Bila tidak ada hutan mangrove, misalnya, di daerah pantai maka rob ini akan makin jauh masuk ke wilayah daratan.
Daratan yang mengalami subsiden akan meningkatkan peluang air laut yang lagi pasang masuk ke wilayah daratan. Subsidensi ini terjadi karena pengambilan air tanah yang berlebihan, intrusi air laut, beban bangunan atau gedung-gedung di wilayah dekat pantai yang makin besar. Semakin besar tiga hal tersebut maka subsidensi makin meningkat. Beberapa waktu yang lalu dikabarkan bahwa wilayah pantai utara Jawa mengalami subsidensi yang makin meningkat, seperti yang dikemukakan oleh rekan-rekan dari Geodesi ITB.
Yang ketiga yakni wilayah muara sungai. Pada saat musim hujan peluang terjadinya banjir rob makin meningkat karena aliran sungai yang kencang dan meninggi. Hal ini bisa menyebabkan wilayah pantai yang dipasang tanggul bisa menjadi jebol. Ini menyebabkan peluang terjadinya banjir meningkat apalagi bila lautan mengalami pasang.
Sehingga bila 3 hal di atas berlangsung bersamaan, dalam hal ini terjadi pasang, daratan landai dan mengalami subsidensi, dan air banjir dari arah hulu sungai maka berdampak pada meningkatnya potensi banjir rob.
Beberapa hari ini, banjir melanda berbagai tempat di wilayah pantai utara pulau Jawa. Cukup tinggi bahkan bisa mencapai satu meter. Mengapa hal ini bisa terjadi?? Beberapa hal yang bisa disebut di sini adalah penurunan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah yang berlebihan dan aktivitas manusia yang makin banyak di atas permukaan tanah tersebut. Lho kok bisa karena penyedotan air tanah?? Hal ini tidak lain karena fluida atau cairan atau air itu selalu mengisi ruang kosong, pori-pori tanah sehingga bila air ini disedot maka banyak ruang kosong yang tak terisi. Akibatnya karena di atas permukaan tanah dibangun berbagai macam jenis infrastruktur dan aktivitas manusia yang makin meningkat maka menjadi beban bagi tanah dan tanah menjadi dipadatkan. Oleh karena itu maka permukaan tanah menjadi turun.
Faktor lain yang berpengaruh adalah kenaikan permukaan air laut (MSL) akibat pemanasan global. Saat ini suhu udara di bumi semakin meningkat sehingga lempengan dan gunung-gunung es serta gletsyer makin mencair . Karena pencairan lapisan kriosfer tersebut maka permukaan air laut juga meningkat meskipun ordenya sangat kecil yakni hanya berorde milimeter per tahun.
Faktor ketiga yang turut berperan dalam hal tersebut adalah peningkatan cuaca ekstrim khususnya hujan deras yang terjadi di daratan yang akhirnya mencapai laut akibat perubahan iklim. Berkali-kali dalam blogspot ini saya menyebut dan menulis tentang perubahan iklim ini sekaligus juga videonya. Perubahan iklim ini membawa dampak signifikan terhadap anomali kejadian cuaca, musim dan iklim turunannya.
Bila ketiga hal di atas terjadi secara bersamaan, saluran drainase tidak berfungsi dengan baik, terjadi pasang laut yang tinggi maka banjir rob di pantai akan dengan mudah terjadi. Lalu apa yang bisa dilakukan bila hal tersebut terjadi?? Banyak hal!! Contoh kecil adalah aktivitas memerangi perubahan iklim dengan cara perbanyak tanam pohon, kurangi pemakaian energi yang berlebihan, kurangi pemakaian kertas, dan lain-lain. Hal-hal tersebut lebih berupa upaya mitigasi.
Membicarakan peristiwa La Nina selalu menarik perhatian mengingat dampak yang terjadi akibat peristiwa alam ini pada kehidupan di muka bumi besar. Peristiwa yang terjadi di samudra Pasifik tropis ini untuk Indonesia mempunyai dampak peningkatan jumlah curah hujan mengingat biasanya wilayah perairan Indonesia menghangat sehingga awan konvektif banyak terbentuk. Ditambah lagi peristiwa konvergensi karena tekanan rendah yang terbentuk di wilayah Indonesia. Dari analisis terhadap apa yang disampaikan terkait ENSO dan DM oleh Biro Meteorologi Australia maka prakiraan/prediksi/ramalan kondisi cuaca dan musim di Indonesia dapat dibaca di sini. Faktor ketidakpastian dalam prediksi tetap akan ada dan nilainya akan membesar seiring dengan bertambahnya waktu dan ruang ke depan. Tingkat resolusi model prediksi yang terus menerus diperbaiki akan makin mengurangi ketidakpastian ini.
Perubahan iklim tampaknya juga berpengaruh pada kejadian La Nina dan El Nino meskipun sejauh ini masih belum jelas bagaimana kaitannya. Namun histori dari ENSO tersebut menunjukkan bahwa selama perubahan iklim puluhan tahun terakhir terjadi hubungan atau korelasi yang positif. Kejadian ENSO meningkat seiring dengan peningkatan pemanasan global dan perubahan iklim. Mencairnya es di kutub yang makin cepat kejadiannya sehingga membawa pengaruh besar pada perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut harus dipandang sebagai bagian yang terintegrasi dalam sistem iklim yang memang sedang mengalami perubahan dan upaya natural bumi untuk menjaga kesetimbangannya. Bahwa ada yang percaya dari hasil penelitiannya perubahan iklim yang terjadi sampai tahun 2100 akan menyebabkan kiamat, hal itu sah-sah saja karena kajiannya berdasarkan saintifik. Namun bahwa ada yang meninjaunya dari sudut pandang agama, itupun juga sah-sah saja. Jangan dibentur-benturkan karena basis kajiannya berbeda.
Hari ini merupakan hari Meteorologi sedunia yang diperingati oleh berbagai negara di dunia ini dengan beragam cara. Tema peringatan tahun ini adalah "Lautan, iklim dan cuaca kita" yang mengingatkan kepada kita peran dari lautan pada iklim dan cuaca dunia. Kita mengetahui bahwa antara hidrosfer dan atmosfer mempunyai konektivitas yang demikian kompleks sehingga mewarnai kehidupan di muka bumi. Interaksi sub-sub sistem iklim yang terdiri dari hidrosfer, atmosfer, lithosfer, kriosfer, biosfer dan humanosfer yang membentuk ikatan dan interaksi yang demikian kompleks sangat dipengaruhi oleh keberadaan matahari yang ada di luar sistem bumi. Tanpa adanya radiasi matahari, tidak mungkin sistem iklim di bumi seperti saat ini.
Dari tema di atas terlihat betapa pentingnya lautan akan masa depan iklim di muka bumi. Statement dari WMO (World Meteorological Organization) dan bahkan Perserikatan Bangsa Bangsa adalah bahwa laut merupakan masa depan umat manusia. Terlihat bahwa para ahli meteorologi dan negara-negara di seluruh dunia sepakat memandang penting keberadaan laut di tengah-tengah kita. Tanpa lautan maka sistem iklim akan pincang dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam siklus hidrologi misalnya, sebagian besar penguapan berasal dari permukaan laut. Dengan luas lautan yang mencapai 70% permukaan bumi maka peristiwa yang terjadi di laut akan berdampak pula pada peristiwa di darat. Penguapan yang tinggi memicu terbentuknya perawanan yang bila didorong oleh angin menuju daratan maka bisa membentuk hujan orografis ketika membentur pegunungan. Dengan kata lain bila dari massa udara yang bertiup dari wilayah lautan ke arah daratan dan membawa cukup uap air untuk mengalami proses kondensasi di ketinggian atmosfer dekat pegunungan maka terbentuk awan-awan orografis yang notabene bisa menghasilkan efek Foehn pada sisi balik gunung (leeward).
Peristiwa pembentukan awan-awan konvergensi pun juga dipengaruhi oleh keberadaan lautan. ITCZ yang merupakan zone dimana konvergensi di wilayah tropis terjadi merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh pada cuaca dan musim serta iklim di suatu negara. Indonesia yang terletak di sekitar ekuator banyak dipengaruhi oleh sistem tekanan rendah ini. Gerak semu matahari yang memicu penguapan di suatu tempat (daratan dan lautan) akan menyebabkan adanya pergeseran dari wilayah ITCZ. Wilayah perawanan ini bergeser sesuai dengan gerak semu matahari.
Peristiwa cuaca ekstrim seperti siklon tropis terbentuk ketika salah satunya yakni syarat Palmer terjadi. Suhu permukaan laut harus lebih dari 26.5 derajat Celcius sampai kedalaman 60 meter. Ini hanya dimungkinkan terjadi di wilayah tropis. Beberapa syarat lain agar siklon tropis terjadi antara lain geser angin vertikal rendah, dan kelembapan cukup untuk terbentuknya ketidakstabilan yang besar di atmosfer khususnya pada ketinggian 5 kilometer. Sementara itu untuk wilayah lintang tengah pembentukan siklon luar tropis terjadi dipicu oleh keberadaan sistem frontal.
Pemanasan global yang disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca di atmosfer membawa dampak besar pada sub sistem di bumi. Mencairnya es di kutub sehingga permukaan air laut meningkat, merendam daratan di wilayah-wilayah kepulauan bahkan dikhawatirkan sepertiga dari wilayah Bangladesh bisa tenggelam bila suhu udara mengalami peningkatan beberapa derajat. Pemanasan global ini menyebabkan sistem iklim dunia berubah. Dengan kata lain pemanasan global yang diakibatkan oleh aktivitas manusia dan alam menyebabkan adanya perubahan iklim dunia. Inilah yang kemudian banyak disadari oleh para saintis, masyarakat umumnya dan para pemimpin dunia akan pentingnya menjaga lingkungan khususnya lautan agar tetap bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Langkah-langkah kecil namun pasti itu lebih baik daripada langkah besar namun tidak dilaksanakan, hanya sekedar wacana atau mimpi besar saja. Marilah mengambil bagian dalam upaya menyelamatkan makhluk hidup di muka bumi dengan mengambil sejumlah langkah baik kecil maupun besar bersama-sama. Bergandengan tangan di antara pihak pentahelix yakni pemerintah, swasta, perguruan tinggi, komunitas, dan media sangat diharapkan agar terlaksananya pembangunan yang berwawasan lingkungan sehingga dunia masih nyaman dan lestari.
Kembali lagi Bandung dilanda bencana alam seperti terlihat pada video di atas. Kali ini hujan deras yang menyapu Bandung selatan menyebabkan banjir yang menghanyutkan beberapa rumah semi permanen. Di pusat kota hujan deras, hujan es dan angin kencang yang menumbangkan pohon, pagar lapangan tenis sehingga menimpa mobil dan menerbangkan apa saja yang ringan. Mengapa sampai terjadi semacam ini?? Pemanasan global, perubahan iklim, kerusakan lingkungan??? Tampaknya kita harus berpikir pada berbagai skala ruang dan waktu. Tidak hanya melihat dalam skala lokal saja, tetapi juga regional dan bahkan global. Mengapa hanya Bandung saja sementara kota-kota di sekitarnya tidak?? Rentang waktunyapun tidak berselang lama. Dua minggu yang lalu hal yang kurang lebih sama juga terjadi.
Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan peristiwa semacam ini. Untuk menjawabnya secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, dibutuhkan data yang baik. Citra radar, satelit, observasi permukaan pada skala mikro sampai makro mutlak diperlukan. Ke depan para pekerja meteorologi harus makin sering duduk bersama memecahkan masalah prediksi cuaca, musim dan iklim beserta analisisnya sehingga masyarakat makin tercerahkan dan menyadari bahwa kita makin rentan dan berisiko terhadap fenomena cuaca dan iklim. Bila masing-masing bekerja parsial dan tidak terinstitusikan maka masyarakat akan kurang memperoleh manfaat keberadaan para pakar meteorologi dan klimatologi. Gerak institusi yang luwes dan tidak terkungkung oleh faktor birokrasi dan administrasi akan menghadirkan hasil-hasil penelitian yang makin mampu menjawab keinginan masyarakat dan memuaskan semua pihak. Kreativitas dan kritivitas harus dipelihara dan ditingkatkan tanpa terganggu oleh berbagai macam aturan. Semoga.
Kemarin sekitar jam 13-15 wib, terjadi hujan deras dan angin kencang di Bandung. Peristiwa ini agak tidak biasanya karena disertai dengan hujan es (hail). Biasanya hujan deras disertai dengan angin kencang tidak membawa hujan es. Setelah kejadian tersebut diketahui bahwa di banyak tempat terdapat ranting pohon patah, pohon-pohon bertumbangan, baliho papan reklame roboh, atap-atap seng berterbangan entah kemana dll. Bisa diduga bahwa kecepatan anginnya cukup tinggi. Coba kalian lihat, berapa skala kecepatan angin menurut Beoufort. Di salah satu kecamatan di Bandung bahkan hujan es nya menyerupai butiran-butiran salju dan menjadi mainan anak-anak. Pertanyaan yang menarik untuk dijawab adalah bagaimana hal ini bisa terjadi. Coba simak tulisan saya yang diposting pada tanggal 31 Maret 2016 berikut ini. Peristiwa yang mirip yang juga terjadi di Bandung.
Beberapa waktu ini di banyak tempat di tanah air terjadi banjir dan tanah longsor. Tidak mengherankan karena memang beberapa bulan terakhir sudah memasuki musim hujan dan melihat sebaran awan di banyak pulau menunjukkan rapatnya awan khususnya pada siang hari. Meskipun tidak selalu awan menimbulkan hujan, namun dari citra satelit tampak bahwa umumnya awan-awan yang terbentuk menjulang tinggi ke atmosfer. Ini berarti bahwa peluang adanya peristiwa tumbukan dan gabungan tetes-tetes air di awan menjadi lebih besar dan hujan yang terbentuk juga akan deras dan butir-butir air hujannya juga akan lebih besar.
Secara klimatologis, Indonesia mengalami dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Namun beberapa wilayah di tanah air mengalami pola curah hujan yang berbeda yakni pola curah hujan lokal. Bisa jadi dalam satu tahun curah hujannya lebih dari 150 mm tiap bulannya sehingga bisa dikatakan tidak pernah mengalami musim kemarau. Ada pula wilayah dengan pola curah hujan yang berbalikan dengan pola monsoonal yakni pola lokal. Satu lagi yang juga banyak wilayah di tanah air alami adalah pola curah hujan ekuatorial, misal wilayah Riau.
Dengan kondisi yang bermacam-macam pola hujan ini maka hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah saat musim hujan. Ini karena biasanya pada musim hujan banyak peristiwa yang mengakibatkan kerugian dan kerusakan bahkan bisa membahayakan atau merenggut jiwa manusia. Pada musim hujan, selain hujan air juga bisa disertai petir, kilat, guruh bahkan sering ada puting beliung, angin kencang, hujan es dll. Peristiwa ini bisa bersamaan, misal saat hujan deras disertai petir dan angin kencang. Peristiwa kilat dan guruh bersamaan waktunya dengan hujan es. Puting beliung meskipun lebih sering terjadi pada masa pancaroba atau transisi kemarau ke musim hujan atau sebaliknya bisa pula disertai angin kencang di wilayah sekitarnya. Di lintang tropis yang lebih tinggi lintangnya atau di wilayah lintang tengah sering terjadi fenomena yang lebih besar dampaknya yakni tornado dan siklon.
Peristiwa-peristiwa di atas berdasarkan penelitian banyak pula disokong oleh meningkatnya suhu bumi atau pemanasan global. Semuanya itu membutuhkan perhatian dan kesadaran kita bersama agar kerugian dan kerusakan yang ditimbulkannya bisa diminimalkan. Cuaca-cuaca ekstrem yang telah disebut di atas harus makin menyadarkan kita pada masalah lingkungan yang saat ini makin rusak. Banjir dan longsor yang sering mengiringinya biasanya selain faktor lingkungan yang rusak juga adanya hujan yang cukup deras. Oleh karena itu maka kesadaran tentang informasi cuaca ekstrem harus ditingkatkan.
Bencana alam adalah bencana yang terjadi secara alami. Sehingga kalau kita melakukan pembakaran hutan dan menjadi kebakaran hebat, kebakaran semacam ini bukanlah bencana alam. Beberapa bencana alam meteorologi yang bisa disebut adalah bencana banjir, kekeringan, blizard, badai guntur, tornado, puting beliung, siklon, hujan es yang dahsyat dsb. Di antara bencana alam yang lain, bencana banjir merupakan contoh yang paling populer. Banjir di sini akibat dari meluapnya air dari selokan, kanal-kanal air dan sungai sehingga melanda kawasan di sekitarnya. Faktor penyebab meluapnya air tersebut adalah tingginya intensitas hujan yang terjadi. Fenomena yang terjadi di Pasifik tropis yang dikenal dengan La Nina, memperparah kejadian curah hujan di tanah air. Dipole mode yang terjadi di samudra Hindia yang menunjukkan pola negatif juga mendukung hal tersebut.
Kekeringan merupakan fenomena kebalikan dari banjir. Pada fenomena ini curah hujan jauh berkurang dari biasanya. Penyebab yang sering dikaitkan dengan kekeringan ini adalah El Nino yang terjadi di lautan Pasifik tropis. Saat El Nino, awan hujan di atas wilayah Indonesia bergeser ke arah timur. Apalagi biasanya perairan di wilayah kita dan sekitarnya mendingin, akibatnya sulit untuk terbentuk hujan.
Blizard merupakan fenomena meteorologi di lintang tengah ketika angin dingin bertiup kencang, visibilitas rendah akibat banyak kabut dan salju. Jadi merupakan hal yang wajar bila seringkali terjadi kecelakaan kendaraan saat blizard ini terjadi. Lihatlah contoh blizard di bawah ini:
Badai guntur atau thunderstorm biasanya dipicu oleh awan-awan konvektif seperti kumulonimbus. Dalam awan semacam ini terjadi pemisahan muatan (+) dan (-) sehingga bisa terjadi loncatan muatan yang menyebabkan kilat dan petir baik di dalam awan tersebut, antar awan, maupun antara awan dengan permukaan. Pembahasan tentang petir ini akan disampaikan di waktu mendatang.
Puting beliung, tornado dan siklon merupakan fenomena meteorologi yang dahsyat namun dengan skala ruang/panjang dan waktu yang berbeda serta menyebabkan kerusakan dengan tingkat yang berbeda. Di antara ketiganya, siklon lah yang paling merusak. Di wilayah Indonesia, puting beliung merupakan siklon berskala kecil.
Hujan es atau hail juga bisa dikatakan bencana alam bila cukup deras. Pada saat panas terik, awan-awan konvektif banyak terbentuk. Bila dalam awan konvektif tersebut terdapat zone dimana suhunya di bawah nol maka peluang terjadinya hujan es sangat besar. Rekor besarnya hail di dunia ini adalah mendekati 1 kg sehingga bila jatuh dan menimpa kaca mobil maka kaca mobil tersebut bisa berlubang.
Beberapa hari yang lalu, Etihad mengalami peristiwa turbulensi di ruang udara Indonesia khususnya di antara Medan dan Palembang yang mengakibatkan sejumlah penumpang pesawat mengalami luka-luka, bahkan 9 orang di antaranya mengalami luka parah. Namun beruntunglah bahwa pesawat Etihad tersebut tidak sampai mengalami kecelakaan. Pesawat terbang tersebut mendarat mulus di bandara Soekarno Hatta Tangerang Banten. Pesawat ini melayani penerbangan Abu Dhabi - Jakarta.
Otoritas AirNav mengatakan bahwa tidak ada laporan dari pesawat adanya masalah tersebut pada saat kejadian. Ini menimbulkan tanda tanya besar bagi saya. Kok bisa ya?
Saya tidak mempermasalahkan hal di atas, namun ingin mengulasnya dari sisi meteorologi sesuai kepakaran saya. Peristiwa turbulensi atau gerak udara acak akibat suatu halangan tertentu atau sebab lain merupakan peristiwa yang biasa terjadi di manapun di dunia ini. Adanya halangan seperti bukit, gunung atau pada skala kecil adanya bangunan, gedung, pepohonan dan lain-lain bisa memicu terjadinya turbulensi. Ada lagi peristiwa di atmosfer yang sulit untuk dideteksi adalah CAT (clear air turbulence). Turbulensi jenis ini tidak kentara/terlihat jelas mengingat udara terlihat cerah. Berbeda halnya dengan peristiwa turbulensi akibat keberadaan awan. Dalam awan-awan bentuk kumulus (cumuliform), turbulensi terjadi akibat perbedaan tekanan udara di dalam awan dan di luar awan. Gerak acak dalam awan akibat updraft dan kumpulan perbedaan tekanan uap di antara tetes-tetes awan, tetes air hujan, dan kristal es bisa memicu timbulnya turbulensi. Barangkali yang terjadi pada pesawat Etihad tersebut adalah adanya kombinasi dari semua yang saya sebutkan di atas. Namun untuk itu harus diteliti lebih lanjut.
Peristiwa semacam tersebut di atas akan semakin sering terjadi mengingat pemanasan global yang saat ini terjadi. Peningkatan suhu udara yang bisa makin memperbanyak awan-awan yang pertumbuhannya vertikal akan makin meningkat di masa mendatang. Oleh sebab itu peningkatan kemampuan sumber daya manusia baik pilot pesawat, operator (pengatur) penerbangan dan badan pengamat dan penganalisa cuaca harus makin ditumbuhkan mengingat jasa angkutan udara merupakan moda transportasi yang sangat sensitif terhadap cuaca.
Hari
ini (Sabtu, 26 Maret 2016) diberitakan di harian online PR bahwa di beberapa
tempat di Bandung dan Cimahi terjadi hujan. Tapi hujan yang dimaksud adalah
hujan yang disertai batu es (hail). Batu es (beda dengan es batu) ini berukuran
2-3 cm, meskipun tidak terlalu besar namun ketika menimpa genting apalagi kalau
atapnya seng maka akan terdengar keras suaranya. Anak-anak bahkan orang dewasa
yang tertimpa kepalanya oleh batu es ini juga akan merasakan kesakitan. Ini tidak
lain karena batu es ini ditimbulkan oleh awan-awan yang pertumbuhannya vertikal.
Hujan batu es ini kadang disertai oleh angin kencang yang menimbulkan banyak
pohon tumbang, seperti juga diberitakan baik media ini maupun media sosial yang
lain.
Yang
menarik adalah bagaimana hujan es bisa terjadi. Dari kacamata meteorologi
fenomena ini memang sering terjadi apalagi di wilayah tropis semacam Indonesia.
Hujan batu es umumnya terjadi pada saat di langit banyak terbentuk awan-awan
yang pertumbuhan vertikalnya tinggi semacam kumulus (Cu) atau kumulonimbus
(Cb). Permukaan bumi baik yang berupa daratan maupun air yang terkena terik
matahari akan teruapkan airnya menjadi uap air. Uap air ini akanmelayang-layang di atmosfer sebagai awan bila
kelembapannya menjadi jenuh. Kelembapan uap air tersebut menjadi jenuh atau
100% ketika uap air mengalami pendinginan atau peningkatan jumlah uap airnya.
Ketika
awan cumulus atau kumulonimbus,yang
ketinggian dasarnya umumnya sekitar 1,5 km di atas permukaan tanah,terjadi maka parsel udara mengalami
polarisasi. Ada yang tetap menjadi tetes air dingin dan adapula yang membentuk
kristal es. Kristal es terbentuk ketika dalam awan tersebut ada wilayah yang
pertumbuhan dalam awannya mencapai kurang dari 0 oC.Di wilayah lintang menengah dan tinggi (lebih
dari 30o lintang utara atau selatan) fenomena pembentukan Kristal es ini sering
terjadi mengingat banyak dijumpai awan-awan yang temperaturnya kurang dari 0
oC. Hal ini sedikit berbeda di wilayah tropis dimana ketinggian suhu 0oCpasti ketinggiannya di atas 500 milibar.
Karena tekanan uap di atas permukaan es lebih rendah daripada tekanan uap di
atas permukaan air cair maka tetes air dingin tersebut menguap seirring dengan
meningkatnya ukuran Kristal es. Seperti diketahui akan ada gerakan massa uap
air dari tetes air cair dingin menuju Kristal es bila terjadi perbedaan
tekanan. Dengan demikian maka tetes air menjadi berukuran makin kecil sedangkan
Kristal es akan meningkat ukurannya.Proses
semacam ini disebut proses Wegener-Bergeron-Feindesen atau yang sering
disingkat menjadi proses Bergeron. Kristal batu es ini akibat melampaui gaya
angkatnya dan juga karena gaya gravitasi maka akan jatuh ke permukaan bumi
sebagai hujan es (hail). Inilah yang terjadi pada hari Sabtu ini di Bandung dan
Cimahi.
Sedangkan
angin kencang timbul karena perbedaan tekanan antara wilayah Bandung dan Cimahi
dengan wilayah-wilayah sekitarnya. Perbedaan tekanan yang besar akan
menyebabkan anginnya makin kencang. Sebaliknya bila perbedaan tekanannya rendah
maka akan terjadi angin yang lemah dan tidak kuat. Menilik dari akibat yang
ditimbulkannya yakni ranting-ranting yang patah, maka besar kemungkinan skala 8
yang besarnya kira-kira lebih dari 62 km/jam.Skala ini adalah skala Beaufort yakni skala yang digunakan untuk mengira
kira besarnya kecepatan angin berdasarkan fenomena yang terjadi baik di darat
maupun di laut. Di darat bisa dilihat dari kepulan asap pabrik, goyangan angin
yang mengenai dedaunan pohon, kibaran bendera, bahkan sampai terangkatnya rumah
oleh karena angin. Di laut bisa dilihat dari besarnya kilauan air laut ketika
tertimpa cahaya matahari, deburan ombak yang tinggi dll. Semakin besar kecepatan anginnya semakin
kuat pula anginnya.
Saat
ini memang sedang banyak cuaca buruk. Perawanan banyak terbentuk di banyak
tempat di Indonesia sehingga ketika menaiki pesawat, goncangan juga banyak
terjadi. Melihat citra satelit Himawari 8 Jepang, hari ini tampak bahwa di atas
pulau Jawa terbentuk awan-awan yang massif pertumbuhannya. Sebagian besar awan
yang terjadi adalah awan vertikal yang berpeluang menjadi hujan, tidak
terkecuali di atas Jawa Barat khususnya Bandung dan sekitarnya. Dengan
demikian, bukan tidak mungkin bahwa hujan es masih akan terjadi di kota-kota di
Jawa Barat. Apalagi menurut BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)
Bandung menyatakan bahwa puncak musim hujan semester ini adalah bulan Maret. Pola
streamline yang dikeluarkan oleh BMKG menunjukkan bahwa arus udara (angin)
banyak berasal dari arah utara sampai timur laut yang mempertinggi peluang
kejadian hujan. Streamline atau garis arus adalah garis yang menghubungkan
garis singgung kecepatan angin dalam arah tertentu.Ramalan cuaca bisa dilakukan menggunakan pola
streamline ini yang diperkuat dengan modelcuaca numerik dan citra satelit serta radar. Ukuran batu es yang pernah tercatat adalah
sebesar hampir 1 kg di Amerika Serikat. Untuk ukuran batu es yang lebih kecil
saja bisa menyebabkan lubang pada kaca mobil, apalagi bila batu es tersebut mengenai
manusia …tentu kepala juga akan bisa pecah. Oleh karena itu bilamana terjadi
hujan es, segeralah berlindung.
Pernahkah terpikirkan oleh anda bahwa di Indonesia terbentuk hujan salju? Kok belum pernah kedengaran ya hal demikian? Tulisan ini berusaha untuk menjawab pertanyaan pada judul di atas. Kita tahu bahwa jenis-jenis presipitasi antara lain adalah hujan, hujan salju, hujan es, hujan beku, dan lain-lain. Di wilayah Indonesia biasanya hujan berwujud air yang sering terjadi, dan hujan es yang sangat jarang terjadi. Hujan tersebut datang dari awan-awan kumulus, nimbostratus, dan kumulonimbus. Masing-masing awan tersebut menghasilkan presipitasi dengan intensitas dan durasi serta besar hujan yang berbeda. Awan jenis nimbostratus biasanya menghasilkan hujan yang deras dan dalam waktu yang lama, yang berbeda dengan karakteristik hujan akibat awan kumulonimbus.
Awan kumulonimbus biasanya menghasilkan hujan yang tidak lama namun dengan intensitas hujan yang besar. Ukuran tetes hujan di antara kedua awan ini juga berbeda. Awan kumulonimbus menghasilkan ukuran tetes hujan yang lebih besar. Hujan es juga seringkali dihasilkan oleh awan ini karena awan ini mengandung kristal-kristal es yang ketika jatuh ke permukaan bumi tidak habis diuapkan kembali meskipun sudah bergesekan dengan udara. Es ini cukup besar ukurannya sehingga bisa mencapai permukaan bumi. Hujan salju biasanya dihasilkan oleh awan-awan stratus yang cukup banyak terdapat di lintang lebih dari 30 derajat, baik utara maupun selatan. Awan stratus termasuk awan rendah sehingga ketika temperatur udara di lapisan antara permukaan tanah sampai ketinggian dasar awan cukup rendah (di bawah 0oC) maka salju yang jatuh akan tetap berwujud salju. Proses Bergeron terjadi dalam awan ini. Berbeda halnya di wilayah tropis khususnya Indonesia, suhu udara di bawah permukaan dasar awan lebih tinggi dari 0 derajat Celcius sehingga bila terjadi turun salju maka sampai ke permukaan tanah akan berwujud air karena terpanaskan. Begitulah kira-kira jawaban atas pertanyaan di atas. Masih ingin ada yang ditanyakan??
Keadaan yang selalu didambakan
ketika kekeringan melanda wilayah kita adalah kapan musim hujan datang? Sesuatu
yang sangat wajar mengingat air merupakan salah satu sumber kehidupan di bumi.
Tanpa air, sulit makhluk hidup akan tumbuh dalam jangka waktu lama. Ketika
sesuatu menjadi demikian sulitnya diperoleh maka sesuatu tersebut akan menjadi
hal yang sangat didambakan banyak orang. Kali ini yang menjadi dambaan semua
orang adalah hujan. Tidak hanya para petani yang menginginkan hujan untuk
mengairi sawahnya, ibu-ibu rumahtangga pun juga menantikannya. Tidak lain tidak
bukan karena biasanya di banyak tempat ketika terjadi kekeringan, mereka harus
menyisihkan uang untuk membeli air untuk keperluan mandi, cuci, kakus dan yang
terutama untuk minum dan memasak. Bagi mereka-mereka golongan menengah atas,
hal semacam ini tidak menjadi masalah namun bagi golongan ekonomi bawah, ini
menjadi masalah besar. Permasalahan ini juga mengemuka untuk dinas penyedia air
minum karena sumber air yang diolah untuk bisa dikonsumsi manusia melalui
pipa-pipa ledeng menjadi berkurang debitnya sehingga kadangkala harus mati
bergiliran. Pada skala yang lebih besar, pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
juga akan terpengaruh karena debit air untuk menggerakkan turbin menjadi jauh
berkurang. Kalau pasokan listrik terganggu maka banyak sector kehidupan
manusiapun juga ikut terganggu, bahkan untuk menghidupkan internet atau HP pun
akan menjadi masalah.
Oleh karena itu maka sekali lagi
menjadi amat wajar jika musim hujan yang mensuplai air bagi segenap kehidupan
menjadi sesuatu yang sangat dinantikan. Masalahnya, kapan itu terjadi? Di Jawa
Barat, kapan musim hujan terjadi ketika El Nino di samudra Pasifik tropis
ekuator menguat?
Musim hujan
Musim hujan artinya bahwa hujan
menjadi sering terjadi, sama saja dengan istilah musim durian, musim mangga dll
yang artinya saat tersebut durian dan mangga menjadi mudah untuk dijumpai.Hujan merupakan salah satu jenis presipitasi
(endapan) yang berwujud air cair. Bentuk presipitasi yang lain adalah salju,
hujan es, embun, embun beku, hujan beku dan sebagainya. Di antara sekian banyak
jenis presipitasi ini, hujan lah yang paling umum kita kenal dan alami. Di
Indonesia kita kenal tiga jenis penyebab hujan yakni hujan karena proses
orografis, konvektif dan konvergensi. Sebenarnya ada satu lagi jenis penyebab
hujan yakni front namun jenis ini tidak kita kenal atau alami. Jenis hujan
front ini banyak terjadi di lintang tengah (30-60o lintang). Hujan
orografis banyak terbentuk di wilayah pegunungan akibat dari pengangkatan massa
udara yang mengandung uap air karena efek orografi/pegunungan. Setelah
mengalami penjenuhan maka terbentuk awan yang berpeluang menjadi hujan di sisi
arah angin (windward). Hujan
konvektif terjadi akibat proses konvektif ketika suatu permukaan mengalami
pemanasan dari radiasi matahari, terjadi penguapan vertical dan akhirnya
setelah mengalami kejenuhan maka terbentuklah perawanan konvektif yang bisa
menghasilkan hujan. Hujan konvergensi banyak terbentuk di wilayah ITCZ
(intertropical convergence zone) yang lokasinya bergantung pada letak semu
matahari berada di mana. Bila matahari di sebelah selatan ekuator/katulistiwa
maka ITCZ berada di selatan, sedangkan saat matahari berada di utara ekuator
maka ITCZ pun berada di utara ekuator. Meskipun demikian secara klimatologis
umumnya ITCZ berada di utara ekuator yang disebabkan karena kebanyakan wilayah
daratan berada di utara ekuator dan sifat dari daratan yang mempunyai kapasitas
panas yang lebih kecil daripada lautan.
Jawa Barat mempunyai jenis pola
curah hujan monsoonal yakni pola curah hujan yang sangat dipengaruhi oleh
monsoon, sama seperti Sumatera bagian selatan, Kalimantan bagian selatan,
sebagian Sulawesi, sebagian Papua, seluruh Jawa sampai Nusa Tenggara timur.
Monsoon atau monsun atau muson terjadi karena tingkat tanggapanpermukaan daratan dan lautan yang berbeda
terhadap radiasi matahari. Monsun tenggara terjadi ketika matahari berada di
utara ekuator dan sering menyebabkan musim kemarau di Indonesia. Ini karena
monsun tenggara ini tidak membawa banyak uap air. Sebaliknya monsun barat laut
(penyebutan untuk yang tinggal di pulau Jawa) banyak membawa uap air sehingga
pada saat tersebut biasanya banyak hujan terjadi. Ini normalnya terjadi pada
bulan-bulan Oktober sampai April.
Perhatikan citra inframerah
satelit Himawari tertanggal 3 Oktober 2015 jam 11 GMT (18 WIB)ini. Citra ini menunjukkan bahwa tekanan
rendah terjadi di belahan utara ekuator yang ditandai oleh distribusi perawanan
yang banyak terbentuk di sana. Di sebelah timur laut Papua juga perawanan
banyak terjadi meskipun tidak sebanyak yang disebut pertama. Di sebagian pulau
memang terbentuk perawanan namun barangkali tidak banyak membawa dampak curah
hujan. Di Jawa Barat, barangkali memang terdapat awan-awan namun mungkin
awan-awan rendah yang pertumbuhan vertikalnya kecil. Malah bisa dikatakan
relative bersih dari awan. Memperhatikan langit beberapa hari ini, di atas
Bandung memang terdapat banyak awan meskipun masih belum banyak menghasilkan
hujan selain membawa pengaruh lebih lembap dan dingin daripada biasanya.
Melihat streamline yang diperlihatkan pada gambar di bawah menunjukkan bahwa
masih sulit untuk mengharapkan musim hujan terjadi dalam waktu dekat. Hujan
bisa saja terjadi, namun belum tentu telah masuk musim hujan. Ini tidak lain
karena massa udara masih bergerak dari tenggara dari wilayah Australia yang
masih belum banyak mengandung uap air. Berbeda halnya bila angin telah bertiup
dari barat laut kea rah tenggara khususnya di wilayah selatan ekuator. Menurut
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologidan
Geofisika), suatu daerah telah memasuki awal musim hujan bila pada suatu dasa
harian (10 hari) curah hujannya lebih dari 50 mm yang diikuti oleh minimal 2 dasa
harian berikutnya. Oleh karena itu biasanya untuk mengetahui apakah suatu
daerah telah memasuki musim hujan atau belum, baru bisa diketahui minimal satu
bulan sesudahnya. Suatu penentuan yang terlalu lama. Harus dicari metode lain
yang lebih singkat dalam menentukan awal musim.
Pertanyaan yang kemudian menarik
adalah mengapa kemarin-kemarin saat dilaksanakan hujan buatan tidak membawa
hasil yang optimal meskipun telah diupayakan agar yang disemai adalah awan-awan
potensial seperti awan orografis.Ini kemungkinan
tidak lain karena kelembapan relative udara minimal tidak tercapai atau di
dalam awan-awan yang dianggap potensial tersebut tidak terbentuk proses
tumbukan dan tangkapan yang memperbesar peluang terjadinya hujan. Perlu
diketahui bahwa proses hujan buatan tidak sekedar menabur garam dapur ke udara
sehingga terbentuk hujan. Hujan buatan akan berhasil bila syarat-syaratnya
terpenuhi yakni adanya awan potensial, kelembapan relative udara cukup tinggi, dan
ada inti kondensasi yang higroskopis (menyerap air).Bila salah satu saja dari ketiganya tidak
terpenuhi, sulit untuk mengharapkan keberhasilan hujan buatan. Untuk menghalau
asap di Sumatera dan Kalimantan juga sulit karena tidak terpenuhinya semua
syarat tersebut.
Kesimpulan
Kembali untuk menjawab pertanyaan
di atas. Apakah Jawa Barat khususnya Bandung sudah memasuki musim hujan
mengingat beberapa hari yang lalu sudah diguyur hujan? Nampaknya kita masih
harus bersabar beberapa waktu ke depan mengingat pola streamline menunjukkan dominasi angin tenggara dan sedikitnya
perawanan yang terjadi (khususnya awan vertical semacam cumulus dan
cumulonimbus). Apalagi El Nino juga masih menguat (diperkirakan sampai dengan
Pebruari 2016) dan Dipole Mode yang ada di samudra Hindia yang menunjukkan
nilai positif. Meskipun efek monsun dalam basis bulanan merupakan faktor
dominan penyebab hujan di Jawa Barat, namun kekuatannya diperlemah oleh
kehadiaran El Nino dan Dipole Mode positif. Kita tidak boleh putus harapan,
meskipun mungkin belum memasuki musim hujan namun bila setidaknya dalam
seminggu terjadi sekali saja hujan yang deras maka bisa mengurangi dampak
kekurangan air atau kekeringan selama ini. Cara seperti sholat istisqa bisa
saja dilaksanakan, setidaknya beberapa kali terbukti bahwa hujan terjadi dalam
waktu yang berdekatan dengan sholat tersebut. Siapa tahu dengan meminta kepada
yang Maha mengatur alam semesta ini, hujan bisa terjadi.
Bandung, 3 Oktober 2015
(diedit dan diterbitkan di harian Pikiran Rakyat 5/10/2015 dengan judul: Kapan Musim Hujan?)
Sudah dua hari ini, pemerintah mengupayakan hujan buatan di beberapa tempat dari mulai Jawa Barat dan Jawa Tengah dalam rangka mengatasi kekeringan yang terjadi. Seperti kita ketahui, banyak wilayah khususnya yang berada di selatan ekuator mengalami kekeringan yang mengakibatkan banyak sumber air dan saluran air berkurang jauh debitnya. Bahkan sudah dialami di banyak tempat, air sangat sulit diperoleh entah untuk tujuan pengairan lahan pertanian ataupun untuk air minum, mandi, cuci dan kakus (MCK). Tentu bukan tanpa alasan pemerintah "nekad" untuk melakukan hujan buatan ini. Ini setidaknya untuk meredam agar masyarakat tidak terlalu cemas dengan kondisi kekeringan ini yang diperkirakan akan berlangsung sampai akhir tahun (November). Meskipun saya pikir keberhasilannya mungkin akan kurang menggembirakan.
Kita tahu bahwa hujan buatan bukan berarti kita membuat hujan dimana selalu tersedia bahan-bahannya untuk diturunkan ke bumi. Kegiatan hujan buatan tidak lain adalah merangsang tumbuhnya tetes-tetes hujan dari tetes-tetes awan dengan menyemai atau menebarkan inti kondensasi yang higroskopis ke dalam awan dan sekitarnya. Ini merupakan salah satu bentuk modifikasi cuaca agar cuaca yang diinginkan dapat diperoleh. Bentuk modifikasi cuaca yang lain adalah menekan terjadinya hujan es, menurunkan peluang terjadinya petir, kabut, dan lain-lain. Kembali pada hujan buatan di atas. Tetes-tetes awan yang disemai diharapkan juga berukuran cukup besar agar lekas segera terbentuk tetes hujan ketika disemai. Oleh karena itulah maka perawanan yang disemai adalah jenis perawanan yang pertumbuhan vertikalnya besar atau jenis-jenis awan kumulus. Hasilnya akan jauh berbeda bila penyemaian inti kondensasi (misal garam dapur dan urea) dilakukan pada awan-awan yang pertumbuhannya horizontal semacam stratus. Pada awan jenis stratus, peluang terjadinya proses tumbukan dan tangkapan terjadi dalam waktu yang singkat sehingga kemungkinan besar bila terjadi hujan maka hujannya tidak akan deras/lebat. Pada jenis-jenis awan kumulus, tumbukan dan tangkapan dapat berlangsung lama sehingga tetes hujan yang dihasilkan akan lebih besar. Akibatnya hujan yang ditimbulkannya juga akan deras.
Tiga bulan ini akan dilakukan hujan buatan di beberapa tempat di pulau Jawa. Kalau dilihat dari citra satelit hari ini, misalnya, maka terlihat bahwa sedikit sekali perawanan di atas pulau Jawa. Ini setidaknya bisa digunakan untuk memperkirakan bahwa masih cukup sulit untuk memperoleh awan-awan yang potensial untuk disemai. Namun demikian, di sekitar gunung/pegunungan, masih ada kemungkinan untuk mendapatkan awan yang berpotensi hujan. Namun harus diwaspadai jangan sampai pesawat yang digunakan terkena efek turbulensi sekitar gunung yang sangat membahayakan. Tidak sedikit kecelakaan pesawat terbang di dunia ini terjadi karena efek turbulensi di sekitar gunung. Dengan demikian, meskipun peluang terjadinya hujan dalam beberapa waktu ke depan adalah kecil, namun upaya ini lebih baik ditempuh daripada hanya sekedar menunggu dan menunggu. Kita doa-kan saja agar proyek ini berhasil seiring dengan makin mendekatnya matahari menuju selatan ekuator kurang lebih sebulan lagi. Amin.
Di Medan Sumatera Utara hari ini tadi terjadi hujan es seperti yang diberitakan koran detik. Meskipun durasinya hanya 30 menit namun ini sudah bisa membuktikan bahwa awan-awan tebal yang pertumbuhannya vertikal dapat diduga merupakan sumber terjadinya prespitasi ini. Awan kumulus atau kumulonimbus diduga menjadi penyebabnya. Mengapa demikian? Ini tidak lain karena pertumbuhan es bisa terjadi bila terdapat suhu dalam awan yang nilainya lebih rendah dari 0oC. Bila ini tidak terjadi maka sangat sulit kemungkinan akan terjadinya hujan es. Pada awan yang temperaturnya lebih dari 0oC maka hanya terdapat tetes-tetes air bukan kristal es. Pada awan dingin kristal es bisa terbentuk karena adanya inti es. Akibat adanya updraft maka terjadilah tumbukan antara kristal es dengan kristal es atau antara kristal es dengan tetes air super dingin selain akibat tumbukan karena proses utama Bergeron.Tekanan uap di atas permukaan air cair super dingin lebih tinggi dibanding tekanan uap di atas permukaan kristal es sehingga berakibat air cair menguap dan menempel pada kristal es. Dengan demikian maka air cair akan makin berkurang sedangkan kristal es makin bertambah dan membesar. Karena makin besar ukuran kristal es maka daya apungnya akan lebih kecil daripada gaya tarik gravitasi. Ini berakibat pada makin besarnya kemungkinan jatuhnya kristal es yang bisa berwujud batu es ke permukaan bumi. Pada saat itulah maka di permukaan bumi terjadi hujan es. Ukuran es bisa berkurang akibat gesekan batu es (hail) dengan udara yang hangat. Besarnya batu es terbesar yang pernah jatuh ke permukaan bumi yang pernah tercatat adalah hampir 1 kg. Ukuran yang sangat besar tersebut sangat berbahaya bagi makhluk hidup yang tertimpanya karena kaca mobilpun bisa berlubang.
Ada pertanyaan menarik dari salah seorang sahabatku, mengapa ada awan yang menghasilkan hujan dan ada pula awan yang tidak menghasilkan hujan. Ada baiknya untuk menjawabnya, kita melihat dulu ukuran inti kondensasi, tetes awan dan tetes hujan. Inti kondensasi berukuran sangat kecil 0,0002 mm, tetes awan berukuran 0,02 mm dan tetes hujan berukuran 2 mm. Tentu saja dibutuhkan jutaan buah tetes awan jika akan membentuk tetes hujan.
Namun perlu diingat bahwa awan akan terjadi jika ada inti kondensasi dan uap air. Tanpa ada kedua hal tersebut perawanan tidak akan terbentuk. Inti kondensasi yang berupa aerosol yang higroskopis (menyerap uap air di sekitarnya) dihasilkan dari banyak sumber. Misalnya dari asap kebakaran hutan, debu vulkanik, asap pabrik, partikel garam yang terpercik ke atmosfer karena tertiup angin, dan lain-lain. Sifat higroskopis dapat dengan mudah kita pahami dengan melihat mencairnya garam dapur yang diletakkan di atas meja. Garam dapur ini menyerap air di sekitarnya sehingga dia mencair; jadi tidak karena efek panas meskipun hal ini juga mungkin mempengaruhinya.
Pada saat awan sudah terbentuk karena proses kondensasi, proses tumbukan dan tangkapan pada awan panas bisa terjadi karena misal oleh adanya updraft. Tetes awan yang kecil akan terbawa ke atas dan bertumbukan dengan tetes-tetes yang lain dan saling menempel sehingga membentuk tetes yang lebih besar dan terbuka peluang untuk menjadi tetes hujan. Semakin tebal ukuran awan, peluang bertumbukan ini menjadi makin besar. Kecepatan pertumbuhan tetes kecil ini mula-mula cepat, namun ketika dia menjadi besar maka pertumbuhannya makin melambat. Ketika gaya gravitasinya lebih besar daripada kekuatan updraft maka tetes yang sudah membentuk tetes hujan tersebut akan jatuh sehingga terbentuklah hujan.
Berbeda dengan awan dingin di lintang menengah dimana proses pembentukan presipitasi dilakukan melalui proses Bergeron. Ini tidak lain karena sifat tekanan uap di atas es lebih kecil dibanding di atas tetes air. Dengan demikian maka menguapnya tetes air akan mengendap pada kristal es akibat perbedaan tekanan uap tersebut. Sehingga kristal es akan tumbuh membesar dan tetes air mengecil. Kristal es inilah yang jatuh sebagai presipitasi.
Apakah
fungsi atmosfer bumi? Berikan beberapa contohnya
Apakahperbedaan antara cuaca dan iklim?
Apa
sajakah unsur-unsur/ elemen-elemen cuaca dan iklim?
Berdasarkan
pada profil temperaturnya, atmosfer dibagi ke dalam beberapa lapisan. Sebutkan lapisan-lapisan
tersebut dan bagaimana karakteristik yang menonjol di lapisan tersebut?
Terdiri
dari apa sajakah udara/ atmosfer itu?
Mengapa
jumlah nitrogen dan oksigen begitu mendominasi komposisi atmosfer?
Faktor-faktor
apa yang menyebabkan distribusi pemanasan radiasi matahari di bumi tidak
merata? Jelaskan!
Apa
bedanya fungsi awan pada siang hari dan malam hari?
Apa
yang dimaksud dengan neraca radiasi?
Apa
yang dimaksud dengan panas laten dan panas sensibel?
Sebutkan
dan gambarkan 3 sel sirkulasi atmosfer yang berarah meridional!
Total
air tawar yang ada di dunia ini hanya 2,5% sedangkan yang 97,5% berupa air
asin. Menurut saudara, apa yang sebaiknya masyarakat lakukan agar jumlah yang
demikian sedikit tersebut tidak makin berkurang mutunya? Jelaskan jawaban
saudara!
Bagaimana
distribusi global presipitasi di muka bumi? Kaitkan jawaban saudara dengan
lokasi pusat tekanan rendah dan tinggi!
Sebutkan
beberapa bencana alam meteorology! Bencana alam apa yang seringkali melanda Negara
kita!
Apa
sajakah jenis hujan yang terjadi di Indonesia? Bagaimana proses pertumbuhan
terjadinya hujan?
Bagaimana
proses pertumbuhan kristal es pada awan dingin? Disebut apakah proses tersebut?
Apa
bedanya awan dan kabut? Apa kaitan antara kabut dan visibilitas?
Apakah
yang dimaksud dengan sistem iklim? Sub system apakah yang menyusunnya?
Sebut
dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi iklim suatu tempat!
Apa
yang dimaksud klasifikasi iklim? Sebutkan beberapa sistem pengklasifikasian
iklim yang saudara kenal!
Iklim memainkan peranan penting dalam banyak aspek perdagangan dan industri seperti halnya di bidang kesehatan, pakaian, perumahan dan hidrologi. Tetapi saat pengaruh iklim pada bidang-bidang yang disebut terakhir dengan mudah bisa diidentifikasi, pengaruh iklim pada rekayasa dan industri ini sering tidak diketahui dengan baik. Manajemen mungkin memperhatikan masalah-masalah buruh, bahan mentah, transportasi atau penjualan namun sering gagal dalam mengenali peran iklim pada banyak tahapan produksi, distribusi dan program penjualan.
Dalam mengembangkan lembar neraca "biaya iklim" dalam produksi industri, manajemen harus memasukkan efek iklim pada hal-hal seperti:
1. kebutuhan pemanasan dan pendinginan
2. penyimpanan dan transportasi bahan mentah dan produk akhir
3. suplai air
4. aktivitas yang menghasilkan polusi udara dan air
5. pelapukan oleh cuaca
6. kesehatan, efisiensi dan moral pekerja
7. semua aktivitas di luar pabrik
Ketika hal ini memungkinkan kompetensi teknologi kita untuk mendesain, membangun dan mengoperasikan pabrik pada kondisi iklim yang keras, secara ekonomis menjadi tidak layak. Jadi iklim merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi pabrik dan juga tahap-tahap proses pabrikasi.
Lima variabel meteorologi yang tidak dapat dipisahkan dengan pengoperasian pabrik adalah:
1. temperatur ekstrim (khususnya temperatur rendah, termasuk efek pembekuan)
2. salju, sleet dan es
3. angin kencang
4. hujan deras
5. faktor-faktor lain: kelembapan tinggi, visibilitas rendah, dan elemen-elemen cuaca yang lain.
Urutan di atas menunjukkan bahwa makin ke bawah pengaruhnya makin berkurang.
Pengalaman dari manajemen dan pekerja dalam menangani masalah ini menentukan batas-batas kemampuan sistem terhadap pengaruh faktor-faktor meteorologi ini. Biasanya faktor-faktor meteorologi ini bersamaan datangnya sehingga menimbulkan dampak ganda. Sebagai contoh untuk negara-negara di lintang menengah dan tinggi, temperatur rendah bersamaan dengan datangnya salju, es dan angin kencang pada kondisi badai musim dingin. Visibilitas yang jelek sering dapat menyertai hujan lebat dan salju. Sedangkan di negara kita, umumnya hujan dan hujan lebat berperan langsung dan tidak langsung pada pengoperasian pabrik. Hujan badai dapat menyebabkan banjir di tempat-tempat rendah (cekungan) dan rata dimana saluran drainase tidak berfungsi. Jadi hujan dengan berbagai intensitas di atas drizzle ringan biasanya akan mendorong modifikasi program kerja di luar jadwal. Efek tak langsung lain dari hujan adalah mempengaruhi suplai air yang dibutuhkan untuk pengoperasian pabrik.
Saat ini masih memasuki
musim kemarau. Seperti yang telah disampaikan oleh BMKG (Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika), sebagian besar wilayah Indonesia baru akan memasuki
musim hujan mulai Oktober mendatang. Sudah sejak beberapa waktu ini penduduk
sebagian wilayah Indonesia mengalami kesulitan air untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Banyak sumur, sungai dan waduk kering sehingga berdampak
banyak pada pola hidup di sebagian wilayah. Bahkan bila waduk tidak mendapatkan
pasokan air dari hujan, pada beberapa waktu ke depan, akan berakibat pada kritisnya
pasokan listrik dan irigasi pertanian di banyak wilayah. Ini tentu merupakan
ancaman bagi hajat hidup orang banyak, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Namun demikian kita
masih diuntungkan karena dipole mode menunjukkan kondisi normal dan El Nino
dalam kondisi lemah. Seperti kita ketahui jika Dipole Mode positif maka wilayah
Indonesia bagian barat akan mengalami pengurangan curah hujan, sedangkan jika
El Nino kuat maka sebagian besar wilayah Indonesia (khususnya) bagian timur
akan mengalami kekeringan. Dari gambar di bawah terlihat bahwa anomaly suhu
muka laut pada saat ini menunjukkan anomaly negative khususnya di selatan
wilayah Indonesia yang menunjukkan bahwa perawanan masih akan tertekan karena
timbul subsidensi di wilayah ini. Sedangkan
sebelah utara
Indonesia, perairan lebih panas dibanding di sebelah selatan sehingga
berpotensi untuk timbulnya perawanan yang menghasilkan hujan.
Curah
hujan di Indonesia
Curah hujan di
Indonesia umumnya berasal dari awan-awan jenis orografis dan konvektif; tidak
akan dijumpai awan-awan yang berasal dari front karena front tidak pernah
terbentuk di wilayah kita. Front merupakan pertemuan dua massa udara dengan
jenis berbeda yang terjadi di wilayah luar tropis; di lintang tengah.
Curah hujan orografis
adalah curah hujan yang terbentuk di wilayah pegunungan dan umumnya jatuh di
daerah di atas angin (wind ward) dan
menimbulkan efek Fohn pada daerah arah di bawah angin (leeward). Curah hujan jenis ini disebabkan kondensasi dan
pembentukan udara lembap yang dipaksa naik oleh gunung atau barisan pegunungan.
Di negara kita, pembentukan curah hujan orografis sering diperkuat oleh pengaruh
proses konveksi.
Curah hujan konvektif
terbentuk dari proses perawanan konvektif. Pada siang hari, saat matahari
bersinar maka penguapan terjadi yang berakibat pada pembentukan perawanan konvektif.
Awan ini tumbuh vertikal, dan bila arus naik (upfraft) cukup kuat maka awan-awan jenis ini bisa mencapai lapisan
stratosfer. Di Indonesia awan jenis ini sering terjadi karena penguapan yang
tinggi yang penyebarannya sangat dipengaruhi oleh monsoon. Awan-awan jenis
inilah yang sering disemai dalam proses hujan buatan.
Modifikasi
cuaca
Modifikasi cuaca adalah
upaya manusia agar suatu kondisi cuaca sesuai dengan keinginan manusia. Banyak
ragam modifikasi cuaca, seperti penindasan es, melenyapkan kabut, peleraian
awan agar tidak terjadi hujan, peleraian siklon, hujan buatan/ hujan rangsangan. Sebelum
modifikasi cuaca modern, orang mengharapkan turun hujan dengan melakukan
pembacaan mantra, tari-tarian dan sebagainya. Teknologi modifikasi cuaca modern
dimulai tahun 1946 sejak percobaan pembenihan awan dengan menggunakan es kering
oleh Vincent Schaefer dan Irving Langmuir; yang pada tahun berikutnya
diteruskan oleh Vonnegut yang menemukan perak iodia yang bisa bertindak sebagai
inti es.
Upaya yang sering
dilakukan di Indonesia terkait dengan modifikasi cuaca adalah dengan melaksanakan
hujan buatan. Usaha ini sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1979 yang
dilaksanakan di Perum otorita Jatiluhur oleh BPPT (Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi) yang dibantu oleh para tenaga ahli dari perguruan tinggi,
termasuk ITB. Selama ini pelaksanaan hujan buatan dilakukan dengan menggunakan
pesawat terbang khusus; walaupun biayanya mahal (tahun ini dianggarkan 3 milyar
rupiah) tetapi daya jelajahnya/ area yang disemai relatif jauh lebih luas
dibandingkan dengan menggunakan menara dispenser tetap. Umumnya hujan buatan dilaksanakan
untuk menambah debit waduk yang digunakan baik untuk irigasi maupun untuk
pembangkit listrik. Di pulau Jawa, hujan buatan sendiri agar berhasil maka
dilaksanakan pada bulan-bulan menjelang musim penghujan seperti sekitar Oktober-November.
Di bulan-bulan lain sangat kecil kemungkinannya berhasil karena penambahan zat
semai (umumnya garam dapur dan urea) tidak akan terlalu banyak menambah
kebasahan awan. Ini karena kelembapan relatifnya tak cukup menjadikan proses
tumbukan dan tangkapan berlangsung cepat. Bila kelembapan relatif dalam awan
cukup maka penambahan garam dapur akan mempercepat proses pembentukan tetes
hujan. Bila percepatan vertikal tetes hujan
lebih kecil dibanding dengan gravitasi maka tetes hujan akan jatuh menjadi hujan.
Awan-awan jenis
konvektif seperti Cumulus merupakan target operasi hujan buatan. Awan-awan
inilah yang berpotensi untuk
mendatangkan hujan cukup deras. Awan-awan jenis lain seperti stratus jarang
dilakukan penyemaian karena tidak akan mendatangkan hujan yang deras. Secara
teoritis, awan-awan jenis stratus disemai agar lerai sehingga tidak menyebabkan
panas yang tertahan di bawahnya, khususnya di daerah cekungan seperti Bandung.
Tampaknya hal ini di negara kita belum pernah dilaksanakan karena diperkirakan tidak
ekonomis.
Pada kondisi kemarau
sekarang ini, di beberapa daerah di Indonesia dijumpai kekeringan/ kekurangan
air. Masyarakat harus mencari air ke tempat yang jauh, sungai sudah kering,
irigasi tidak lancar lagi, bahkan air waduk atau danau menyusut sehingga
menghambat pasokan listrik ke masyarakat. Jika hal ini tidak ditangani secara
serius, bukan tidak mungkin akan berdampak sangat serius pada kehidupan
masyarakat mengingat air merupakan kebutuhan utama sehari-hari. Mengharapkan
curah hujan jatuh dari langit melalui kegiatan hujan buatan tampaknya merupakan
hal yang agak sia-sia khususnya di sebagian Sumatera bagian selatan, pulau Jawa
sampai Nusa Tenggara timur. Kalaupun dilaksanakan aksi hujan buatan maka
tidaklah ekonomis; dalam arti besarnya curah hujan yang ditimbulkannya tidak
akan sesuai dengan biaya operasinya; kalau tidak ingin dikatakan bahwa hujan
buatan akan gagal sama sekali. Saya pikir hujan buatan untuk menambah pasokan
air akan berhasil bila dilaksanakan bulan Oktober ke depan mendatang. Namun
tidak ada salahnya jika dilaksanakan untuk wilayah-wilayah di sekitar ekuator
khususnya yang masuk di utara ekuator.
Penyadaran
masyarakat
Tampaknya salah satu program paling jitu adalah dengan
gerakan menghemat air dan manajemen sumber daya air yang lebih baik. Kita tidak
menghambur-hamburkan air bersih untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu,
melakukan tata kelola perbaikan siklus hidrologi lokal (misal dengan melalui
gerakan penanaman pohon dan pengambilan air tanah secukupnya saja) dan melalui
pendidikan masyarakat. Perlu pula diketahui oleh masyarakat bahwa pemanasan
global yang makin meningkat ini sangat berdampak pada siklus hidrologi global.
Curah hujan akan berkurang, hujan deras yang tiba-tiba dalam waktu singkat, dan
berbagai hal lain yang merugikan umat manusia. Sudah selayaknya dan sewajarnya
kita makin bertanggungjawab terhadap lingkungan; lakukan reduce, reuse, dan
recycle mulai dari lingkungan yang kecil, mulai dari hal-hal yang kecil, dan
mulai dari sekarang sehingga bumi masih akan tetap nyaman untuk ditempati dalam
jangka waktu yang lama.