Pada dasarnya terdapat tiga pola curah hujan di Indonesia. Kita menyebutnya sebagai tipe A, B dan C. Tipe A adalah tipe monsoonal, tipe B adalah tipe ekuatorial, dan tipe C adalah tipe lokal. Tipe monsoonal ini mempunyai pola curah hujan yang berbentuk cekung, menyerupai huruf U dimana curah hujan tinggi pada bulan Januari, Pebruari dan makin lama makin turun dimana pada bulan Juli, Agustus hampir nol, kemudian meningkat lagi sampai bulan Desember.Curah hujan dengan pola ini dipengaruhi oleh monsoon barat dan monsoon tenggara/ timur. Monsoon barat berkaitan dengan curah hujan yang tinggi, sedangkan pada monsoon timur curah hujannya rendah. Mengenai monsoon ini, anda bisa baca pada posting sebelumnya di sini. Sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan mempunyai pola curah hujan tipe monsoon ini. Tipe monsoon ini sangat terpengaruh oleh fenomena El Nino di samudra Pasifik ekuator bagian timur. Pada saat El Nino, umumnya pola monsoonal ini melemah, dalam arti curah hujannya turun drastis. Daerah tersebut meliputi Jawa, sebagian Sumatra bagin selatan dan timur, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi dan Papua bagian Selatan dan Utara, serta seluruh Nusa Tenggara sampai negara Timor Leste.
Di pulau Jawa, pada kondisi normal curah hujan di pantai utara umumnya ditandai dengan curah hujan bulan Januari yang lebih besar daripada bulan Desember. Sedangkan makin ke selatan, curah hujan bulan Desember lebih besar daripada bulan Januari dan Pebruari (Boerema). Curah hujan selama musim kemarau di sisi utara pulau Jawa lebih kecil dibanding sisi selatan karena slope pegunungan bagian selatan menghadap monsoon timur yang meningkatkan curah hujan, sedangkan di sisi utara mengalami efek Fohn.
Pola curah hujan ekuatorial banyak terdapat di Indonesia bagian tengah dekat ekuator. Wilayahnya membentang dari sebagian Sumatera, kebanyakan Kalimantan, sebagian Sulawesi dan sebagian besar Papua. Tidak ada pola ekuatorial yang terjadi di pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Pola ini ditandai dengan 2 puncak curah hujan setiap tahunnya yakni di sekitar Maret dan April serta September dan Oktober. Di luar bulan-bulan tersebut curah hujan juga masih tinggi dan praktis tidak terdapat musim kemarau. Boleh dikatakan pola curah hujannya menyerupai huruf M.
Pola yang ketiga yakni pola lokal hanya terdapat di sedikit wilayah di Indonesia. Pola ini ada di beberapa bagian pulau Sulawesi dan Maluku. Pola curah hujannya tidak mengikuti pola A ataupun B tetapi menunjukkan pola yang hampir kebalikan dari tipe monsoonal atau bisa jadi sepanjang tahun curah hujannya datar-datar saja, tidak ada lembah ataupun punggung (ridge) curah hujan. Pola yang terakhir ini hanya terdapat pada spot-spot daerah tertentu yang sangat kecil luas wilayahnya. Pola lokal ini kebanyakan disebabkan oleh efek topografi.
Obyektif, Independen, Sportif, Berpikir Positif, Berjiwa BESAR
Tuesday, November 23, 2010
Tuesday, November 16, 2010
Kirim tenaga kerja yang terdidik dan terlatih ke luar negeri
Berita tentang nasib tenaga kerja wanita yang teraniaya di luar negeri sudah merupakan sesuatu yang biasa. Selama ini ratusan ribu tenaga kerja wanita kita berangkat ke luar negeri untuk mencari nafkah dengan bekal pengetahuan yang minim tentang negera asal tujuan serta pendidikan yang rendah. Kemampuan bahasa asingpun tidak memadai untuk berkomunikasi dengan atasan mereka/ majikan mereka. Jadi tidaklah aneh jikalau banyak tenaga kerja wanita kita yang dianiaya, dilecehkan, bahkan "terbunuh". Yang mengherankan pula, pemerintah tidak kuasa untuk mencegah tenaga kerja wanita tersebut diperlakukan demikian karena sebagian dari mereka merupakan pekerja ilegal, tanpa dokumen resmi. Lapangan pekerjaan di dalam negeri yang makin sulit untuk para pekerja wanita serta iming-iming gaji besar (kalau dikurskan ke rupiah) di negara lain menyebabkan berbondong-bondong mereka berangkat keluar negeri. Para makelar tenaga kerja yang menyalurkan kepada PJTKI dan PJTKI yang nakal banyak memanfaatkan keadaan mereka dan bahkan memeras mereka. Kita sering dengar dan baca dari media massa, para calon tenaga kerja yang disekap dan diisolir di kamp-kamp penampungan sebelum berangkat ke luar negeri selama berbulan-bulan. Kita juga sering baca di media massa, sejumlah tenaga kerja wanita yang baru pulang dari luar negeri dengan membawa dollar, ringgit, atau dinar diperas sebelum pulang ke kampung halamannya. Itu adalah perlakuan saudara-saudara sebangsa. Bagaimana dengan perlakuan bangsa lain ... sudah sering kita dengar pula. Ada yang cacat seumur hidup, diperkosa, dijual ke tempat pelacuran, meninggal, masuk penjara atau menjadi gelandangan di negeri orang.
Pemerintah seyogyanya tanggap akan masalah ini. Ekspor tenaga kerja tak terdidik dan tak terampil dan hanya menjadi babu-babu di negeri orang sangat merusak citra dan martabat bangsa Indonesia. Sudah sepantasnya jika pemerintah memberikan lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka, misal dengan membuat program padat karya di banyak daerah. Uang-uang hasil korupsi harus disita dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pendidikan harus menjangkau sampai masyarakat kecil dan pelosok desa dengan biaya murah atau digratiskan. Kesempatan menempuh pendidikan untuk rakyat miskin harus dibuka lebar. Pembangunan tidak hanya berpusat di kota-kota besar saja tapi harus menjangkau daerah terpencil. Dengan demikian pembangunan akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Para pejabat harus sering turun ke bawah dan mendengarkan aspirasi rakyat, tidak hanya sering bepergian ke luar negeri dengan dalih sudah dianggarkan dimana sebenarnya hanya untuk menghabiskan sisa anggaran. Sumpah jabatan dan sumpah pegawai negeri seharusnya dipegang teguh dan benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata, tidak hanya sekedar di lidah saja. Law enforcement benar-benar ditegakkan dengan jujur dan adil. Andai ini semua diwujudkan, bukan tidak mungkin tujuan bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila sudah diambang pintu. Semoga harapan seperti ini tidak hanya merupakan mimpi di siang bolong.
Pemerintah seyogyanya tanggap akan masalah ini. Ekspor tenaga kerja tak terdidik dan tak terampil dan hanya menjadi babu-babu di negeri orang sangat merusak citra dan martabat bangsa Indonesia. Sudah sepantasnya jika pemerintah memberikan lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka, misal dengan membuat program padat karya di banyak daerah. Uang-uang hasil korupsi harus disita dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pendidikan harus menjangkau sampai masyarakat kecil dan pelosok desa dengan biaya murah atau digratiskan. Kesempatan menempuh pendidikan untuk rakyat miskin harus dibuka lebar. Pembangunan tidak hanya berpusat di kota-kota besar saja tapi harus menjangkau daerah terpencil. Dengan demikian pembangunan akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Para pejabat harus sering turun ke bawah dan mendengarkan aspirasi rakyat, tidak hanya sering bepergian ke luar negeri dengan dalih sudah dianggarkan dimana sebenarnya hanya untuk menghabiskan sisa anggaran. Sumpah jabatan dan sumpah pegawai negeri seharusnya dipegang teguh dan benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata, tidak hanya sekedar di lidah saja. Law enforcement benar-benar ditegakkan dengan jujur dan adil. Andai ini semua diwujudkan, bukan tidak mungkin tujuan bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila sudah diambang pintu. Semoga harapan seperti ini tidak hanya merupakan mimpi di siang bolong.
Subscribe to:
Posts (Atom)