Bencana alam kekeringan yang
melanda Jawa Tengah saat ini membuat saya ikut ngenes (sedih), apalagi setelah membaca berita bahwa
sekian puluh waduk dengan kapasitas total 1,9 milyar meter kubik kini kurang
dari separuh kapasitasnya yang tersisa. Bukan tidak mungkin bila curah hujan
tidak segera turun, maka banyak waduk yang akan kering kerontang, tidak hanya
waduk yang kecil saja tetapi mungkin akan dialami pula waduk-waduk besar. Bisa
dibayangkan apa akibatnya jika waduk mengering padahal fungsinya untuk mengairi
persawahan dan mungkin pembangkit listrik. Sejak beberapa waktu yang lalu sudah
banyak warga masyarakat khususnya para petani yang teriak-teriak untuk minta
bantuan mengatasi kekeringan di wilayahnya dan sebagian sudah dipenuhi
keinginannya oleh pemerintah pusat dan daerah dengan memberikan bantuan pompa
hidran dan sejenisnya, meskipun belum menuntaskan masalah.
Musim
hujan dan kemarau
Musim adalah peristiwa dimana
sesuatu hal sering terjadi. Musim hujan adalah waktu dimana hujan sering
terjadi, sedangkan musim kemarau adalah waktu dimana tidak ada hujan sering
terjadi. Setiap tahunnya, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)
merilis dua kali informasi tentang prakiraan musim di awal tahun (sekitar Maret/April)
dan di pertengahan-menjelang akhir tahun (sekitar Agustus/September). Sebelum
merilis prakiraan tersebut, BMKG biasanya mengundang para pakar yang terkait
dengan prakiraan tersebut untuk dimintai pendapatnya terkait hasil ramalam
musim yang akan diluncurkan ke publik. Harus kita akui bahwa mereka telah
bekerja keras untuk menghasilkan ramalan musim meski kadangkala agak meleset.
Oleh sebab itu maka sudah seharusnya kita membantu tugas BMKG agar ramalan
musim mereka jauh lebih akurat.
Terlepas dari hal di atas,
ramalan musim seharusnya bisa sampai kepada petani pada tingkat level bawah.
Yang terjadi selama ini, rasanya belum banyak para pelaku petani yang
memanfaatkan ramalan musim tersebut dalam aktivitas pertaniannya. Mereka masih
sering berpatokan pada pranoto mongso
yang keakuratannya saat ini dipertanyakan. Ini tidak lain karena cuaca, musim
dan iklim sudah mengalami pergeseran dan perubahan dimana pada tingkat global
sudah menjadi bahan pembicaraan sehari-hari para pemimpin dunia dan setiap tahunnya
(sekitar November – Desember) dilakukan pembicaraan bersama mengatasi masalah laju
variabilitas dan perubahan iklim tersebut beserta dampaknya.Mungkin sudah
seharusnya bagi mereka untuk lebih melek cuaca,
musim dan iklim dalam aktivitas bertaninya. Untuk melaksanakan hal tersebut
maka petugas penyuluh pertanian di tingkat kecamatan dioptimalkan fungsi dan
perannya dalam memberikan informasi tentang cuaca, musim dan iklim agar para
petani tidak salah dalam memprakirakan/meramal musim untuk memilih waktu tanam
dan jenis tanaman yang diusahakannya. Ditangan merekalah sebagian keberhasilan
usaha tani terletak. Program-program pertanian di era-era pemerintahan
sebelumnya yang baik-baik dan terbukti sukses cobalah diterapkan kembali.
Kalau dilihat dari citra inframerah satelit Himawari 8 siang ini, terlihat bahwa perawanan hanya sebagian kecil yang menutupi wilayah Indonesia. Hanya sebagian Sumatera, sebagian kecil Papua yang tertutupi oleh awan yang berpotensi hujan. Pulau Jawa praktis relatif bersih dari awan yang berpotensi hujan. Mungkin di atas Jawa Tengah, ada awan-awan rendah namun secara umum sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi hujan. Mengamati pola streamline dalam beberapa hari terakhir dan melihat pola streamline yang dilansir oleh BMKG hari ini untuk prakiraan tanggal 8 Oktober 2015 besok menunjukkan bahwa angin di wilayah Jawa Tengah lebih banyak berasal dari arah timur dan tenggara. Ini berarti bahwa musim kemarau masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan. Masih kecil peluang terjadinya musim hujan dalam beberapa waktu ke depan. Belum jelas kapan waktu pastinya. Sebenarnya bila mengingat posisi matahari yang saat ini sudah bergeser ke arah selatan ekuator/katulistiwa maka kemungkinan akan makin mendekat musim hujannya. Apalagi bila mengingat bahwa faktor paling dominan dalam mempengaruhi musim di Jawa Tengah adalah monsoon/monsun/muson. El Nino yang saat ini terjadi di lautan Pasifik tropis pada taraf sedang (moderat) dan Dipole Mode di Samudra Hindia yang menunjukkan tren positif akan memperlemah kekuatan monsoon. Akibatnya secara teoritis monsoon Asia yang biasanya sudah mulai tampak pada bulan-bulan ini menjadi tertunda waktunya. Monsoon Asia ini biasanya menyebabkan musim hujan di wilayah kita. Ia ditunjukkan oleh angin barat laut untuk wilayah Jawa Tengah. Makin bergesernya wilayah ITCZ (intertropical convergence zone) ke arah selatan ekuator akan makin memberikan peluang makin mendekatnya awal musim hujan. Peluang hujan juga diperbesar dari efek orografi atau pegunungan yang tersebar banyak di Jawa Tengah, apalagi yang menjulang tinggi. Semoga saja hal ini menjadi nyata dan menepis anggapan dan ramalan bahwa masih lama awal musim hujan terjadi. Bukan angin surga, namun seringkali metode dan model ramalan yang begitu canggihnya sekalipun bisa dimentahkan oleh mekanisme alam (sesuai kehendak Illahi) yang mempunyai pola tersendiri yang kadangkala juga anomali (tidak biasanya). Oleh sebab itu tiada salahnya kalau kita berdoa atau sembahyang bersama memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk segera menurunkan hujan di bumi Jawa Tengah. In sya Allah.
Kalau dilihat dari citra inframerah satelit Himawari 8 siang ini, terlihat bahwa perawanan hanya sebagian kecil yang menutupi wilayah Indonesia. Hanya sebagian Sumatera, sebagian kecil Papua yang tertutupi oleh awan yang berpotensi hujan. Pulau Jawa praktis relatif bersih dari awan yang berpotensi hujan. Mungkin di atas Jawa Tengah, ada awan-awan rendah namun secara umum sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi hujan. Mengamati pola streamline dalam beberapa hari terakhir dan melihat pola streamline yang dilansir oleh BMKG hari ini untuk prakiraan tanggal 8 Oktober 2015 besok menunjukkan bahwa angin di wilayah Jawa Tengah lebih banyak berasal dari arah timur dan tenggara. Ini berarti bahwa musim kemarau masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan. Masih kecil peluang terjadinya musim hujan dalam beberapa waktu ke depan. Belum jelas kapan waktu pastinya. Sebenarnya bila mengingat posisi matahari yang saat ini sudah bergeser ke arah selatan ekuator/katulistiwa maka kemungkinan akan makin mendekat musim hujannya. Apalagi bila mengingat bahwa faktor paling dominan dalam mempengaruhi musim di Jawa Tengah adalah monsoon/monsun/muson. El Nino yang saat ini terjadi di lautan Pasifik tropis pada taraf sedang (moderat) dan Dipole Mode di Samudra Hindia yang menunjukkan tren positif akan memperlemah kekuatan monsoon. Akibatnya secara teoritis monsoon Asia yang biasanya sudah mulai tampak pada bulan-bulan ini menjadi tertunda waktunya. Monsoon Asia ini biasanya menyebabkan musim hujan di wilayah kita. Ia ditunjukkan oleh angin barat laut untuk wilayah Jawa Tengah. Makin bergesernya wilayah ITCZ (intertropical convergence zone) ke arah selatan ekuator akan makin memberikan peluang makin mendekatnya awal musim hujan. Peluang hujan juga diperbesar dari efek orografi atau pegunungan yang tersebar banyak di Jawa Tengah, apalagi yang menjulang tinggi. Semoga saja hal ini menjadi nyata dan menepis anggapan dan ramalan bahwa masih lama awal musim hujan terjadi. Bukan angin surga, namun seringkali metode dan model ramalan yang begitu canggihnya sekalipun bisa dimentahkan oleh mekanisme alam (sesuai kehendak Illahi) yang mempunyai pola tersendiri yang kadangkala juga anomali (tidak biasanya). Oleh sebab itu tiada salahnya kalau kita berdoa atau sembahyang bersama memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk segera menurunkan hujan di bumi Jawa Tengah. In sya Allah.
Bandung, 7 Oktober 2015