Saturday, November 3, 2012

Keaktifan monsoon: dampaknya pada awan konvektif

Sistem iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya sirkulasi monsoon Asia-Australia. Monsoon Asia yang datang dari barat Indonesia pada sekitar bulan DJF membawa uap air yang banyak yang menyebabkan tingginya aktivitas konveksi di atas wilayah Indonesia sehingga memicu timbulnya musim hujan. Sedangkan monsoon Australia yang terjadi sekitar JJA membawa udara kering sehingga memicu timbulnya musim kemarau di Indonesia. Di dalam monsoon sendiri terdapat beberapa fase yang biasanya dicirikan dengan berubahnya intensitas curah hujan. Fase dengan intensitas curah hujan tinggi  disebut dengan monsoon aktif sedangkan sebaliknya dicirikan dengan kekeringan kecil dimana intensitas hujan rendah disebut monsoon break. Di monsoon India, monsoon break telah dikenal sejak lama sebagai suatu periode dimana intensitas curah hujan di wilayah monsoon India mengalami gangguan. Break didefinisikan sebagai periode lemah dimana variasi intramusiman dari monsoon terjadi setiap tahunnya.
Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan kapan terjadinya periode monsoon aktif dan break. Padahal penentuan periode ini penting untuk diketahui karena akan berdampak pada cuaca di Indonesia. Misalnya saat monsoon break yang panjang dan mencakup wilayah yang luas. Hal ini akan berakibat pada pengurangan curah hujan yang signifikan di wilayah tertentu sehingga berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat.
Dari penelitian Octarina (2011) diketahui bahwa:
- pada monsoon aktif, aktifitas awan konveksi selalu lebih besar dari aktivitas awan konveksi pada monsoon break
- karakteristik awan konvektif pada monsoon aktif lebih kuat dan merata karena awan konvektifnya dipengaruhi oleh gangguan yang skalanya besar yakni monsoon, sedangkan pada saat monsoon break karakteristik awannya lebih lemah dan terisolasi karena pengaruh lokal.
- wilayah laut dan pulau Jawa merupakan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh perubahan dari monsoon aktif ke break sedangkan perbedaan  awan konvektif antara monsoon aktif dan break tidak selalu terlihat di Kalimantan.
- Pada monsoon break, awan dengan aktivitas konveksi yang dalam masih mungkin terbentuk bahkan kekuatannya bisa lebih besar daripada saat monsoon aktif namun kemunculannya lebih jarang
- perbedaan variasi diurnal antara laut dan pulau Jawa terlihat dari kekuatan sinyal diurnalnya
- Di Kalimantan di saat monsoon aktif, aktivitas awan konvektifnya mencapai puncaknya pada malam hari sedangkan pada saat monsoon break terjadi di siang hari
- Karakteristik awan konvektif di laut selatan Jawa sangat dipengaruhi oleh aktivitas awan konvektif di pulau Jawa
- Aktivitas konveksi saat monsoon antara Kalimantan dan Pulau Jawa, dengan laut Jawa memiliki pola temporal yang berkebalikan. Saat aktif, aktivitas konveksi lebih terpusat di laut Jawa.
- Wilayah daratan merupakan wilayah yang akan lebih dulu merasakan monsoon break daripada wilayah lautan

Thursday, September 6, 2012

Hujan buatan sebaiknya tidak dilakukan sekarang

-->
Saat ini masih memasuki musim kemarau. Seperti yang telah disampaikan oleh BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), sebagian besar wilayah Indonesia baru akan memasuki musim hujan mulai Oktober mendatang. Sudah sejak beberapa waktu ini penduduk sebagian wilayah Indonesia mengalami kesulitan air untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Banyak sumur, sungai dan waduk kering sehingga berdampak banyak pada pola hidup di sebagian wilayah. Bahkan bila waduk tidak mendapatkan pasokan air dari hujan, pada beberapa waktu ke depan, akan berakibat pada kritisnya pasokan listrik dan irigasi pertanian di banyak wilayah. Ini tentu merupakan ancaman bagi hajat hidup orang banyak, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Namun demikian kita masih diuntungkan karena dipole mode menunjukkan kondisi normal dan El Nino dalam kondisi lemah. Seperti kita ketahui jika Dipole Mode positif maka wilayah Indonesia bagian barat akan mengalami pengurangan curah hujan, sedangkan jika El Nino kuat maka sebagian besar wilayah Indonesia (khususnya) bagian timur akan mengalami kekeringan. Dari gambar di bawah terlihat bahwa anomaly suhu muka laut pada saat ini menunjukkan anomaly negative khususnya di selatan wilayah Indonesia yang menunjukkan bahwa perawanan masih akan tertekan karena timbul subsidensi di wilayah ini. Sedangkan 
sebelah utara Indonesia, perairan lebih panas dibanding di sebelah selatan sehingga berpotensi untuk timbulnya perawanan yang menghasilkan hujan.
Curah hujan di Indonesia
Curah hujan di Indonesia umumnya berasal dari awan-awan jenis orografis dan konvektif; tidak akan dijumpai awan-awan yang berasal dari front karena front tidak pernah terbentuk di wilayah kita. Front merupakan pertemuan dua massa udara dengan jenis berbeda yang terjadi di wilayah luar tropis; di lintang tengah.
Curah hujan orografis adalah curah hujan yang terbentuk di wilayah pegunungan dan umumnya jatuh di daerah di atas angin (wind ward) dan menimbulkan efek Fohn pada daerah arah di bawah angin (leeward). Curah hujan jenis ini disebabkan kondensasi dan pembentukan udara lembap yang dipaksa naik oleh gunung atau barisan pegunungan. Di negara kita, pembentukan curah hujan orografis sering diperkuat oleh pengaruh proses konveksi.
Curah hujan konvektif terbentuk dari proses perawanan konvektif. Pada siang hari, saat matahari bersinar maka penguapan terjadi yang berakibat pada pembentukan perawanan konvektif. Awan ini tumbuh vertikal, dan bila arus naik (upfraft) cukup kuat maka awan-awan jenis ini bisa mencapai lapisan stratosfer. Di Indonesia awan jenis ini sering terjadi karena penguapan yang tinggi yang penyebarannya sangat dipengaruhi oleh monsoon. Awan-awan jenis inilah yang sering disemai dalam proses hujan buatan.
Modifikasi cuaca
Modifikasi cuaca adalah upaya manusia agar suatu kondisi cuaca sesuai dengan keinginan manusia. Banyak ragam modifikasi cuaca, seperti penindasan es, melenyapkan kabut, peleraian awan agar tidak terjadi hujan, peleraian siklon,  hujan buatan/ hujan rangsangan. Sebelum modifikasi cuaca modern, orang mengharapkan turun hujan dengan melakukan pembacaan mantra, tari-tarian dan sebagainya. Teknologi modifikasi cuaca modern dimulai tahun 1946 sejak percobaan pembenihan awan dengan menggunakan es kering oleh Vincent Schaefer dan Irving Langmuir; yang pada tahun berikutnya diteruskan oleh Vonnegut yang menemukan perak iodia yang bisa bertindak sebagai inti es.  
Upaya yang sering dilakukan di Indonesia terkait dengan modifikasi cuaca adalah dengan melaksanakan hujan buatan. Usaha ini sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1979 yang dilaksanakan di Perum otorita Jatiluhur oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang dibantu oleh para tenaga ahli dari perguruan tinggi, termasuk ITB. Selama ini pelaksanaan hujan buatan dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang khusus; walaupun biayanya mahal (tahun ini dianggarkan 3 milyar rupiah) tetapi daya jelajahnya/ area yang disemai relatif jauh lebih luas dibandingkan dengan menggunakan menara dispenser tetap. Umumnya hujan buatan dilaksanakan untuk menambah debit waduk yang digunakan baik untuk irigasi maupun untuk pembangkit listrik. Di pulau Jawa, hujan buatan sendiri agar berhasil maka dilaksanakan pada bulan-bulan menjelang musim penghujan seperti sekitar Oktober-November. Di bulan-bulan lain sangat kecil kemungkinannya berhasil karena penambahan zat semai (umumnya garam dapur dan urea) tidak akan terlalu banyak menambah kebasahan awan. Ini karena kelembapan relatifnya tak cukup menjadikan proses tumbukan dan tangkapan berlangsung cepat. Bila kelembapan relatif dalam awan cukup maka penambahan garam dapur akan mempercepat proses pembentukan tetes hujan. Bila percepatan vertikal tetes hujan  lebih kecil dibanding dengan gravitasi maka tetes hujan akan jatuh  menjadi hujan.
Awan-awan jenis konvektif seperti Cumulus merupakan target operasi hujan buatan. Awan-awan inilah yang berpotensi  untuk mendatangkan hujan cukup deras. Awan-awan jenis lain seperti stratus jarang dilakukan penyemaian karena tidak akan mendatangkan hujan yang deras. Secara teoritis, awan-awan jenis stratus disemai agar lerai sehingga tidak menyebabkan panas yang tertahan di bawahnya, khususnya di daerah cekungan seperti Bandung. Tampaknya hal ini di negara kita belum pernah  dilaksanakan karena diperkirakan tidak ekonomis.
Pada kondisi kemarau sekarang ini, di beberapa daerah di Indonesia dijumpai kekeringan/ kekurangan air. Masyarakat harus mencari air ke tempat yang jauh, sungai sudah kering, irigasi tidak lancar lagi, bahkan air waduk atau danau menyusut sehingga menghambat pasokan listrik ke masyarakat. Jika hal ini tidak ditangani secara serius, bukan tidak mungkin akan berdampak sangat serius pada kehidupan masyarakat mengingat air merupakan kebutuhan utama sehari-hari. Mengharapkan curah hujan jatuh dari langit melalui kegiatan hujan buatan tampaknya merupakan hal yang agak sia-sia khususnya di sebagian Sumatera bagian selatan, pulau Jawa sampai Nusa Tenggara timur. Kalaupun dilaksanakan aksi hujan buatan maka tidaklah ekonomis; dalam arti besarnya curah hujan yang ditimbulkannya tidak akan sesuai dengan biaya operasinya; kalau tidak ingin dikatakan bahwa hujan buatan akan gagal sama sekali. Saya pikir hujan buatan untuk menambah pasokan air akan berhasil bila dilaksanakan bulan Oktober ke depan mendatang. Namun tidak ada salahnya jika dilaksanakan untuk wilayah-wilayah di sekitar ekuator khususnya yang masuk di utara ekuator.
Penyadaran masyarakat
Tampaknya  salah satu program paling jitu adalah dengan gerakan menghemat air dan manajemen sumber daya air yang lebih baik. Kita tidak menghambur-hamburkan air bersih untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu, melakukan tata kelola perbaikan siklus hidrologi lokal (misal dengan melalui gerakan penanaman pohon dan pengambilan air tanah secukupnya saja) dan melalui pendidikan masyarakat. Perlu pula diketahui oleh masyarakat bahwa pemanasan global yang makin meningkat ini sangat berdampak pada siklus hidrologi global. Curah hujan akan berkurang, hujan deras yang tiba-tiba dalam waktu singkat, dan berbagai hal lain yang merugikan umat manusia. Sudah selayaknya dan sewajarnya kita makin bertanggungjawab terhadap lingkungan; lakukan reduce, reuse, dan recycle mulai dari lingkungan yang kecil, mulai dari hal-hal yang kecil, dan mulai dari sekarang sehingga bumi masih akan tetap nyaman untuk ditempati dalam jangka waktu yang lama.