Peristiwa yang mengejutkan terjadi kemarin. Seorang pejabat negara
sekelas Menko Polhukam di Menes Pandeglang Banten ditusuk oleh seseorang dimana ini merupakan peristiwa
sangat langka di tanah air meskipun di beberapa bagian dunia yang lain pernah
beberapa kali terjadi. Sekelas Presiden bahkan Perdana Menteri pernah terluka
ataupun terbunuh karena berbagai sebab, mungkin akibat kebijakan-kebijakan yang
diambilnya yang merugikan pihak peluka atau pembunuh atau kelompoknya atau masyarakat luas. Di AS ada Presiden Ronald Reagan dan John F.
Kennedy, PM Benazir Bhutto di Pakistan, PM Rajiv Ghandi di India, Anwar Sadat di Mesir, Moammar Khadaffi di Libya, dll. Orang-orang di pucuk pimpinan suatu negeri
pasti banyak diterpa angin kencang baik karena motif ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan hankam. Peluang sekecil apapun kadangkala
dimanfaatkan oleh lawan politiknya atau orang-orang yang berseberangan dengan
kebijakannya atau orang-orang yang sakit hati dan dendam untuk melampiaskan
kekesalan dan kemarahannya yang kadangkala dilakukan dengan cara-cara
destruktif. Seperti tidak ada toleransi terhadap kekeliruan sekecil apapun oleh
pejabat publik karena pejabat publik dianggap sebagai orang yang sempurna
(tidak boleh salah sekecil apapun ucapan dan tindakannya). Pokoknya sudah harus
seperti manusia dewa; suatu tindakan yang keliru karena tidak
pernah ada manusia yang sempurna meskipun diciptakan sempurna oleh Allah SWT.
Dianggap seperti mesin yang sudah diprogram sempurna sehingga tidak boleh ada
kesalahan sekecil apapun padahal sebagai manusia kadangkala ada rasanya lelah
dan capai karena banyak kepentingan publik yang diurusnya. Mesin saja butuh
istirahat apalagi manusia. Kejenuhan karena hal yang sama terus menerus cenderung
bisa menyebabkan seseorang salah ucap, salah bertindak dll yang akhirnya
kadangkala merasa serba salah dalam meresponnya. Hal ini berbeda dengan peraturan atau pernyataan tertulis yang memang dituntut untuk sempurna bahkan karena typo sekalipun. Meskipun semua itu merupakan tuntutan yang wajar-wajar saja. Salah satu ukuran suatu peraturan atau kebijakan baik adalah jika tidak sampai timbul gejolak yang tidak terkendali. cmiiw
Di era sekarang ini, teknologi informasi begitu mendukung
terjadinya percepatan baik dalam hal positif maupun negatif. Suatu peristiwa di
suatu tempat bisa tersampaikan dengan hitungan detik ke berbagai belahan dunia
lainnya yang mengundang respon yang beragam. Ibarat gelombang yang berkejaran. Ditambah
lagi berita yang sudah berlalu kadangkala diungkap lagi karena orang-orang yang
terlambat dalam menanggapinya. Misalnya berita yang telah berlalu yang kasusnya sudah selesai diungkap lagi ke permukaan atau
banyaknya berita hoaks yang sengaja disebarkan untuk mengelabui orang yang
belum cepat move on. Orang yang belum cepat move on seringkali akan merespon
dengan tindakan yang destruktif dan anarkis sehingga merugikan publik yang
kemudian ikut-ikutan panas. Ditambah lagi bila kemudian ada pihak yang
mengompori misalnya politikus atau media massa yang menulis tanpa cek dan ricek
serta cross check atau yang kemudian dikenal dengan istilah jurnalisme predator maka jadilah seperti api yang disiram bensin. Terkadang kita
akan kehabisan energi untuk mengatasi hal-hal semacam ini sehingga pembangunan
menjadi tertunda atau bahkan fasilitas umum dan pribadi yang ada juga turut
rusak. Siapa yang dirugikan? Kita semua!!! Negara lain sudah melangkah lebih
cepat, kita masih jalan di tempat karena mengurus yang begitu-begitu dan
itu-itu saja yang tidak pernah bisa selesai karena kita memang bangsa yang
sangat majemuk, jauh lebih majemuk daripada bangsa-bangsa lain di dunia ini.
Tidak bisakah kita berlapang dada menerima fakta yang sesungguhnya dan memberi
kesempatan yang sedang memegang amanah rakyat untuk menjadi pejabat negara??
Saya yakin kita semua bisa. Kalau tidak bisa ya usahakan sebisa-bisanya
berpijak pada kenyataan.
Sudah saatnya bagi kita semua untuk berperan serta aktif
dalam pembangunan dengan segala kemampuan dan fasilitas yang ada.
Mengoptimalkan semua potensi sambil tetap memikirkan langkah-langkah
strategisnya dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Kedekatan antara pejabat
negara/pemerintah dan rakyat (pejabat yang merakyat) ini jangan sampai berubah
karena noda peristiwa di Pandeglang tersebut. Sistem prosedur operasi standard
(SOP) meski tetap ditegakkan dengan tegas dan disiplinserta terukur tapi tidak sampai
menyebabkan jurang pemisah antara pemimpin dan rakyatnya. Peristiwa yang
terjadi merupakan kehendak Illahi Robbi, jadi setelah semua hal kita coba
benahi dan usahakan sebaik-baiknya namun pada akhirnya hanya Allah SWT yang maha menentukan
segalanya.