Gegap gempita akan dilaksanakannya pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di seluruh tanah air dalam waktu dekat ini menguras energi bangsa Indonesia. Saling serang saling tuntut saling membully dilakukan oleh pasangan calon dan para pendukungnya dalam upaya memenangkan pilkada. Kadangkala cara-cara yang tidak fair, menggunakan tangan-tangan yang tidak tampak, sering dilakukan. Para buzzer di media sosial saling hujat dan menjelekkan pasangan calon pihak lain. Euforia demokrasi yang ditunjang oleh kemajuan teknologi informasi memang menjadi kekuatan yang sangat dahsyat untuk menggiring opini masyarakat. Bila pemerintah tidak cepat tanggap pada hal ini maka bisa-bisa persatuan dan kesatuan bangsa menjadi taruhannya apalagi banyak berita hoax berseliweran di masyarakat.
Kampanye-kampanye terbuka di luar ruangan sangat dipengaruhi oleh cuaca. Hujan bisa menghambat para pasangan calon dalam mengkampanyekan program-programnya dan menggiring massa untuk menghadirinya. Bahkan hujan bisa membatalkan kampanye di lapangan terbuka. Musim hujan yang saat ini banyak terjadi khususnya di wilayah monsoon (baca pola hujan di Indonesia) dapat pula menjadi topik pembicaraan pasangan calon. Program mengatasi banjir bisa ditawarkan kepada warga masyarakat karena memang program-program semacam ini adalah program yang riil dan menyangkut kehidupan masyarakat sehari-hari. Program kali bersih, program rain water harvesting, program pemberantasan sarang dan jentik-jentik nyamuk merupakan program-program yang bisa disosialisasikan kepada penduduk.
Hal yang paling penting adalah saat pencoblosan. Bila hari hujan, maka biasanya masyarakat akan malas untuk keluar rumah dan mencoblos kartu pemilihan. Bulan Pebruari merupakan bulan basah dan banyak hujan maka bersiaplah untuk kecewa bila partisipasi warga masyarakat pada pilkada tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat kita makin cerdas dan rasional serta tidak terlalu paternalistik apalagi masyarakat perkotaan. Mereka akan memilih calon kepala daerah yang track record nya baik, mampu menunjukkan prestasi nyata, santun, dan tidak neko-neko (aneh-aneh, membuat onar) dsb. Faktor agama juga sering membawa pengaruh tersendiri. Kita harapkan pada saat hari pemungutan suara, cuaca cerah sehingga masyarakat akan berbondong-bondong ke bilik suara memilih pasangan calon yang mereka sukai. Semoga pula tidak terjadi keonaran atau huru-hara setelah pencoblosan dan pengumuman pemenang disampaikan karena cuaca juga meneduhkan. Aamiin.
Suasana saat pemilihan kepala daerah (https://www.babatpost.com)
Kembali ke judul di atas. Adakah hubungan antara pilkada dengan cuaca?? Jelas ada! Kondisi cuaca mempengaruhi psikologis manusia. Cuaca yang panas, terik, dan banyak debu beterbangan menyebabkan manusia mudah tersulut emosinya. Oleh karena itu biasanya temperamen orang kota lebih tinggi dibandingkan orang desa. Iklim yang kering seperti yang banyak ditemui di wilayah pantai menyebabkan temperamen orang pantai (misal nelayan) lebih tinggi dibandingkan orang desa (petani). Masyarakat yang berada di wilayah padang pasir lebih tinggi temperamennya dibanding masyarakat agraris di wilayah tropis. Dalam hal pilkada, temperamen orang-orang yang sudah tinggi akan menjadi lebih tinggi lagi kalau cuaca panas dan terik.Kampanye-kampanye terbuka di luar ruangan sangat dipengaruhi oleh cuaca. Hujan bisa menghambat para pasangan calon dalam mengkampanyekan program-programnya dan menggiring massa untuk menghadirinya. Bahkan hujan bisa membatalkan kampanye di lapangan terbuka. Musim hujan yang saat ini banyak terjadi khususnya di wilayah monsoon (baca pola hujan di Indonesia) dapat pula menjadi topik pembicaraan pasangan calon. Program mengatasi banjir bisa ditawarkan kepada warga masyarakat karena memang program-program semacam ini adalah program yang riil dan menyangkut kehidupan masyarakat sehari-hari. Program kali bersih, program rain water harvesting, program pemberantasan sarang dan jentik-jentik nyamuk merupakan program-program yang bisa disosialisasikan kepada penduduk.
Hal yang paling penting adalah saat pencoblosan. Bila hari hujan, maka biasanya masyarakat akan malas untuk keluar rumah dan mencoblos kartu pemilihan. Bulan Pebruari merupakan bulan basah dan banyak hujan maka bersiaplah untuk kecewa bila partisipasi warga masyarakat pada pilkada tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat kita makin cerdas dan rasional serta tidak terlalu paternalistik apalagi masyarakat perkotaan. Mereka akan memilih calon kepala daerah yang track record nya baik, mampu menunjukkan prestasi nyata, santun, dan tidak neko-neko (aneh-aneh, membuat onar) dsb. Faktor agama juga sering membawa pengaruh tersendiri. Kita harapkan pada saat hari pemungutan suara, cuaca cerah sehingga masyarakat akan berbondong-bondong ke bilik suara memilih pasangan calon yang mereka sukai. Semoga pula tidak terjadi keonaran atau huru-hara setelah pencoblosan dan pengumuman pemenang disampaikan karena cuaca juga meneduhkan. Aamiin.