Wednesday, August 26, 2015

Hujan buatan layak untuk dicoba meskipun ...

Sudah dua hari ini, pemerintah mengupayakan hujan buatan di beberapa tempat dari mulai Jawa Barat dan Jawa Tengah dalam rangka mengatasi kekeringan yang terjadi. Seperti kita ketahui, banyak wilayah khususnya yang berada di selatan ekuator mengalami kekeringan yang mengakibatkan banyak sumber air dan saluran air berkurang jauh debitnya. Bahkan sudah dialami di banyak tempat, air sangat sulit diperoleh entah untuk tujuan pengairan lahan pertanian ataupun untuk air minum, mandi, cuci dan kakus (MCK). Tentu bukan tanpa alasan pemerintah "nekad" untuk melakukan hujan buatan ini. Ini setidaknya untuk meredam agar masyarakat tidak terlalu cemas dengan kondisi kekeringan ini yang diperkirakan akan berlangsung sampai akhir tahun (November). Meskipun saya pikir keberhasilannya mungkin akan kurang menggembirakan.


Kita tahu bahwa hujan buatan bukan berarti kita membuat hujan dimana selalu tersedia bahan-bahannya untuk diturunkan ke bumi. Kegiatan hujan buatan tidak lain adalah merangsang tumbuhnya tetes-tetes hujan dari tetes-tetes awan dengan menyemai atau menebarkan inti kondensasi yang higroskopis ke dalam awan dan sekitarnya. Ini merupakan salah satu bentuk modifikasi cuaca agar cuaca yang diinginkan dapat diperoleh. Bentuk modifikasi cuaca yang lain adalah menekan terjadinya hujan es, menurunkan peluang terjadinya petir, kabut, dan lain-lain. Kembali pada hujan buatan di atas. Tetes-tetes awan yang disemai diharapkan juga berukuran cukup besar agar lekas segera terbentuk tetes hujan ketika disemai. Oleh karena itulah maka perawanan yang disemai adalah jenis perawanan yang pertumbuhan vertikalnya besar atau jenis-jenis awan kumulus. Hasilnya akan jauh berbeda bila penyemaian inti kondensasi (misal garam dapur dan urea) dilakukan pada awan-awan yang pertumbuhannya horizontal semacam stratus. Pada awan jenis stratus, peluang terjadinya proses tumbukan dan tangkapan terjadi dalam waktu yang singkat sehingga kemungkinan besar bila terjadi hujan maka hujannya tidak akan deras/lebat. Pada jenis-jenis awan kumulus, tumbukan dan tangkapan dapat berlangsung lama sehingga tetes hujan yang dihasilkan akan lebih besar. Akibatnya hujan yang ditimbulkannya juga akan deras.
Tiga bulan ini akan dilakukan hujan buatan di beberapa tempat di pulau Jawa. Kalau dilihat dari citra satelit hari ini, misalnya, maka terlihat bahwa sedikit sekali perawanan di atas pulau Jawa. Ini setidaknya bisa digunakan untuk memperkirakan bahwa masih cukup sulit untuk memperoleh awan-awan yang potensial untuk disemai. Namun demikian, di sekitar gunung/pegunungan, masih ada kemungkinan untuk mendapatkan awan yang berpotensi hujan. Namun harus diwaspadai jangan sampai pesawat yang digunakan terkena efek turbulensi sekitar gunung yang sangat membahayakan. Tidak sedikit kecelakaan pesawat terbang di dunia ini terjadi karena efek turbulensi di sekitar gunung.  Dengan demikian, meskipun peluang terjadinya hujan dalam beberapa waktu ke depan adalah kecil, namun upaya ini lebih baik ditempuh daripada hanya sekedar menunggu dan menunggu. Kita doa-kan saja agar proyek ini berhasil seiring dengan makin mendekatnya matahari menuju selatan ekuator  kurang lebih sebulan lagi. Amin.

Monday, August 17, 2015

Perbaiki sarana dan prasarana terkait cuaca dan iklim di Papua

Kembali musibah jatuhnya pesawat di Papua terjadi. Kali ini menimpa salah satu pesawat Trigana Air yang mengangkut kurang lebih 50 orang kemarin. Bukan kali ini saja cuaca di Papua berperan dalam timbulnya kecelakaan pesawat. Pola cuaca yang dengan cepat berubah merupakan penyebab yang tidak mudah diantisipasi dengan baik. Pola monsoon dan sedikit ekuatorial serta sebagian lain sifatnya lokal dimana pengaruh pegunungan cukup dominan adalah pola-pola cuaca dan musim yang terjadi di daratan Papua. Sedikitnya sumber daya manusia yang mumpuni di kawasan tersebut dan diperparah oleh sedikitnya alat-alat observasi lapangan yang terkait cuaca dan iklim menyebabkan sedikitnya informasi yang diperoleh yang secara akurat dan detail dapat menggambarkan kondisi Papua dari waktu ke waktu. Transportasi vital yang selama ini menghubungkan satu daerah dengan daerah lain tidak lain melalui udara yakni pesawat terbang. Namun dengan prasarana bandar udara yang minim terkait informasi cuaca bisa diibaratkan bahwa melakukan penerbangan di wilayah tersebut adalah berjudi dengan maut. Seringkali modal keberanianlah yang diandalkan untuk mengarungi wilayah-wilayah terpencil di daratan Papua tersebut. Sudah sewajarnya bila sumber daya manusia meteorologi dan klimatologi yang terlatih serta dukungan peralatan observasi dan teknologi informasi - komunikasi ditingkatkan dan diperbanyak agar memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization). Dan yang terpenting adalah agar kecelakaan pesawat terbang akibat fenomena meteorologi dan klimatologi yang ditunjang oleh medan pegunungan yang tinggi dapat diminimalisir. Semoga!