Ada pertanyaan menarik dari salah seorang sahabatku, mengapa ada awan yang menghasilkan hujan dan ada pula awan yang tidak menghasilkan hujan. Ada baiknya untuk menjawabnya, kita melihat dulu ukuran inti kondensasi, tetes awan dan tetes hujan. Inti kondensasi berukuran sangat kecil 0,0002 mm, tetes awan berukuran 0,02 mm dan tetes hujan berukuran 2 mm. Tentu saja dibutuhkan jutaan buah tetes awan jika akan membentuk tetes hujan.
Namun perlu diingat bahwa awan akan terjadi jika ada inti kondensasi dan uap air. Tanpa ada kedua hal tersebut perawanan tidak akan terbentuk. Inti kondensasi yang berupa aerosol yang higroskopis (menyerap uap air di sekitarnya) dihasilkan dari banyak sumber. Misalnya dari asap kebakaran hutan, debu vulkanik, asap pabrik, partikel garam yang terpercik ke atmosfer karena tertiup angin, dan lain-lain. Sifat higroskopis dapat dengan mudah kita pahami dengan melihat mencairnya garam dapur yang diletakkan di atas meja. Garam dapur ini menyerap air di sekitarnya sehingga dia mencair; jadi tidak karena efek panas meskipun hal ini juga mungkin mempengaruhinya.
Pada saat awan sudah terbentuk karena proses kondensasi, proses tumbukan dan tangkapan pada awan panas bisa terjadi karena misal oleh adanya updraft. Tetes awan yang kecil akan terbawa ke atas dan bertumbukan dengan tetes-tetes yang lain dan saling menempel sehingga membentuk tetes yang lebih besar dan terbuka peluang untuk menjadi tetes hujan. Semakin tebal ukuran awan, peluang bertumbukan ini menjadi makin besar. Kecepatan pertumbuhan tetes kecil ini mula-mula cepat, namun ketika dia menjadi besar maka pertumbuhannya makin melambat. Ketika gaya gravitasinya lebih besar daripada kekuatan updraft maka tetes yang sudah membentuk tetes hujan tersebut akan jatuh sehingga terbentuklah hujan.
Berbeda dengan awan dingin di lintang menengah dimana proses pembentukan presipitasi dilakukan melalui proses Bergeron. Ini tidak lain karena sifat tekanan uap di atas es lebih kecil dibanding di atas tetes air. Dengan demikian maka menguapnya tetes air akan mengendap pada kristal es akibat perbedaan tekanan uap tersebut. Sehingga kristal es akan tumbuh membesar dan tetes air mengecil. Kristal es inilah yang jatuh sebagai presipitasi.
Namun perlu diingat bahwa awan akan terjadi jika ada inti kondensasi dan uap air. Tanpa ada kedua hal tersebut perawanan tidak akan terbentuk. Inti kondensasi yang berupa aerosol yang higroskopis (menyerap uap air di sekitarnya) dihasilkan dari banyak sumber. Misalnya dari asap kebakaran hutan, debu vulkanik, asap pabrik, partikel garam yang terpercik ke atmosfer karena tertiup angin, dan lain-lain. Sifat higroskopis dapat dengan mudah kita pahami dengan melihat mencairnya garam dapur yang diletakkan di atas meja. Garam dapur ini menyerap air di sekitarnya sehingga dia mencair; jadi tidak karena efek panas meskipun hal ini juga mungkin mempengaruhinya.
Pada saat awan sudah terbentuk karena proses kondensasi, proses tumbukan dan tangkapan pada awan panas bisa terjadi karena misal oleh adanya updraft. Tetes awan yang kecil akan terbawa ke atas dan bertumbukan dengan tetes-tetes yang lain dan saling menempel sehingga membentuk tetes yang lebih besar dan terbuka peluang untuk menjadi tetes hujan. Semakin tebal ukuran awan, peluang bertumbukan ini menjadi makin besar. Kecepatan pertumbuhan tetes kecil ini mula-mula cepat, namun ketika dia menjadi besar maka pertumbuhannya makin melambat. Ketika gaya gravitasinya lebih besar daripada kekuatan updraft maka tetes yang sudah membentuk tetes hujan tersebut akan jatuh sehingga terbentuklah hujan.
Berbeda dengan awan dingin di lintang menengah dimana proses pembentukan presipitasi dilakukan melalui proses Bergeron. Ini tidak lain karena sifat tekanan uap di atas es lebih kecil dibanding di atas tetes air. Dengan demikian maka menguapnya tetes air akan mengendap pada kristal es akibat perbedaan tekanan uap tersebut. Sehingga kristal es akan tumbuh membesar dan tetes air mengecil. Kristal es inilah yang jatuh sebagai presipitasi.