Dalam beberapa waktu ke depan, pemerintah daerah DKI Jakarta
bekerjasama dengan BPPT akan melaksanakan rekayasa/ modifikasi cuaca
dalam hal ini menjatuhkan hujan di tempat lain di luar Jakarta. Hal ini
dimaksudkan agar hujan yang diperkirakan akan jatuh di Jakarta dapat
dijatuhkan di luar Jakarta. Seperti telah kita ketahui bersama dalam
beberapa hari terakhir, banjir telah melanda sebagian besar Jakarta.
Tanggal 1 Januari 2014 yang lalu, saya telah posting peluang terjadinya
banjir di banyak tempat di Indonesia berdasarkan prediksi curah hujan
kuartal pertama tahun 2014. Saya memperkirakan curah hujan akan mencapai
puncaknya awal dan pertengahan Pebruari yang kemudian akan menurun
untuk wilayah-wilayah yang bertipe curah hujan monsoon seperti Jakarta.
Jadi bisa kita bayangkan jika pada saat sekarang ini saja sebagian
Jakarta telah terendam air, bagaimana nantinya bila curah hujan telah
mencapai maksimum.
Kembali pada upaya modifikasi cuaca di atas. Meskipun saya tidak yakin akan keberhasilannya dalam mengatasi banjir di Jakarta, ada baiknya untuk kita coba lakukan. Pada saat ini angin yang bertiup adalah dari barat daya sampai barat laut yang membawa banyak uap air yang berpotensi menjadi awan hujan seperti kumulonimbus (Cb), kumulus (Cu) dan Nimbostratus (Ns). Bila awan-awan hujan ini dijatuhkan di selat Sunda misalnya, maka kemungkinan untuk terjadinya hujan di Jakarta akan berkurang tetapi tidak meniadakan sama sekali hujan. Biaya 28 milyar rupiah relatif tidak besar jika dibanding dengan manfaat yang kemungkinan bisa diperoleh. Meskipun demikian patut menjadi pertimbangan juga bahwa banjir yang selama ini menimpa Jakarta tidak hanya disebabkan semata-mata karena hujan tetapi juga karena perilaku masyarakat Jakarta dan sekitarnya yang kurang terpuji. Misalnya seperti membuang sampah sembarangan/ ke sungai/ saluran drainase, merusak lingkungan di bagian hulu/ merambah waduk/ tempat penampungan air, membangun perumbahan di sepanjang bantaran sungai sehingga mengganggu aliran sungai, mengurangi peresapan/ infiltrasi air ke dalam tanah sehingga memperbesar run off, dan yang tidak kalah pentingnya adalah karena tinggi topografi Jakarta yang relatif rendah. Faktor topografi yang rendah dan kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim diperkirakan akan menenggelamkan kurang lebih 24,2% wilayah Jakarta pada tahun 2050 (Safwan Hadi dkk). Nah lho, ibukota negara masih tidak akan dipindahkan???
Kembali pada upaya modifikasi cuaca di atas. Meskipun saya tidak yakin akan keberhasilannya dalam mengatasi banjir di Jakarta, ada baiknya untuk kita coba lakukan. Pada saat ini angin yang bertiup adalah dari barat daya sampai barat laut yang membawa banyak uap air yang berpotensi menjadi awan hujan seperti kumulonimbus (Cb), kumulus (Cu) dan Nimbostratus (Ns). Bila awan-awan hujan ini dijatuhkan di selat Sunda misalnya, maka kemungkinan untuk terjadinya hujan di Jakarta akan berkurang tetapi tidak meniadakan sama sekali hujan. Biaya 28 milyar rupiah relatif tidak besar jika dibanding dengan manfaat yang kemungkinan bisa diperoleh. Meskipun demikian patut menjadi pertimbangan juga bahwa banjir yang selama ini menimpa Jakarta tidak hanya disebabkan semata-mata karena hujan tetapi juga karena perilaku masyarakat Jakarta dan sekitarnya yang kurang terpuji. Misalnya seperti membuang sampah sembarangan/ ke sungai/ saluran drainase, merusak lingkungan di bagian hulu/ merambah waduk/ tempat penampungan air, membangun perumbahan di sepanjang bantaran sungai sehingga mengganggu aliran sungai, mengurangi peresapan/ infiltrasi air ke dalam tanah sehingga memperbesar run off, dan yang tidak kalah pentingnya adalah karena tinggi topografi Jakarta yang relatif rendah. Faktor topografi yang rendah dan kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim diperkirakan akan menenggelamkan kurang lebih 24,2% wilayah Jakarta pada tahun 2050 (Safwan Hadi dkk). Nah lho, ibukota negara masih tidak akan dipindahkan???