Thursday, October 13, 2016

Bencana alam meteorologi

Bencana alam adalah bencana yang terjadi secara alami. Sehingga kalau kita melakukan pembakaran hutan dan menjadi kebakaran hebat, kebakaran semacam ini bukanlah bencana alam. Beberapa bencana alam meteorologi yang bisa disebut adalah bencana banjir, kekeringan, blizard, badai guntur, tornado, puting beliung, siklon, hujan es yang dahsyat dsb. Di antara bencana alam yang lain, bencana banjir merupakan contoh yang paling populer. Banjir di sini akibat dari meluapnya air dari selokan, kanal-kanal air dan sungai sehingga melanda kawasan di sekitarnya. Faktor penyebab meluapnya air tersebut adalah tingginya intensitas hujan yang terjadi. Fenomena yang terjadi di Pasifik tropis yang dikenal dengan La Nina, memperparah kejadian curah hujan di tanah air. Dipole mode yang terjadi di samudra Hindia yang menunjukkan pola negatif juga mendukung hal tersebut.
Kekeringan merupakan fenomena kebalikan dari banjir. Pada fenomena ini curah hujan jauh berkurang dari biasanya. Penyebab yang sering dikaitkan dengan kekeringan ini adalah El Nino yang terjadi di lautan Pasifik tropis. Saat El Nino, awan hujan di atas wilayah Indonesia bergeser ke arah timur. Apalagi biasanya perairan di wilayah kita dan sekitarnya mendingin, akibatnya sulit untuk  terbentuk hujan.
Blizard merupakan fenomena meteorologi di lintang tengah ketika angin dingin bertiup kencang, visibilitas rendah akibat banyak kabut dan salju.  Jadi merupakan hal yang wajar bila seringkali terjadi kecelakaan kendaraan saat blizard ini terjadi. Lihatlah contoh blizard  di bawah ini:
Badai guntur atau thunderstorm biasanya dipicu oleh awan-awan konvektif seperti kumulonimbus. Dalam awan semacam ini terjadi pemisahan muatan (+) dan (-) sehingga bisa terjadi loncatan muatan yang menyebabkan kilat dan petir baik di dalam awan tersebut, antar awan, maupun antara awan dengan permukaan. Pembahasan tentang petir ini akan disampaikan di waktu mendatang.
Puting beliung, tornado dan siklon merupakan fenomena meteorologi yang dahsyat namun dengan skala ruang/panjang dan waktu yang berbeda serta menyebabkan kerusakan dengan tingkat yang berbeda. Di antara ketiganya, siklon lah yang paling merusak. Di wilayah Indonesia, puting beliung merupakan siklon berskala kecil. 
Hujan es atau hail juga bisa dikatakan bencana alam bila cukup deras. Pada saat panas terik, awan-awan konvektif banyak terbentuk. Bila dalam awan konvektif tersebut terdapat zone dimana suhunya di bawah nol maka peluang terjadinya hujan es sangat besar. Rekor besarnya hail di dunia ini adalah mendekati 1 kg sehingga bila jatuh dan menimpa kaca mobil maka kaca mobil tersebut bisa berlubang.

Wednesday, October 5, 2016

Adakah hubungan antara monsoon, dipole mode dan ENSO??

Ketiga fenomena tersebut (Monsoon, Dipole Mode dan ENSO) sangat seksi untuk diteliti lebih jauh. Monsoon yang banyak berpengaruh pada musim yang bersirkulasi dalam arah utara - selatan (meridional) dan Dipole mode plus ENSO yang berpengaruh pada sirkulasi khususnya yang berarah barat - timur (zonal) seringkali berinteraksi secara unik. El Nino dan Dipole mode (+), El Nino dengan Dipole mode (-), La Nina dan Dipole mode (+), La Nina dan Dipole mode (-), yang berinteraksi dengan monsoon membuat suatu kondisi yang demikian kompleks. Dipole mode yang merupakan fenomena di samudra Hindia ekuator lebih berpengaruh pada sisi Indonesia bagian barat, sedangkan El Nino/La Nina banyak mempengaruhi musim di Indonesia bagian timur. Kedua fenomena tersebut masih belum diketahui bagaimana proses pembentukannya. Yang sudah diketahui dengan cukup baik adalah bagaimana perilaku dan dampak fenomena-fenomena tersebut pada cuaca dan musim di berbagai belahan dunia.
Akan menjadi bahan penelitian yang baik jika kita mampu menggambarkan bagaimana pola interaksi tersebut. Letak zona konvergensi dan divergensi yang ditandai dengan pola perawanan yang terjadi di kawasan tersebut merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji. Coba perhatikan gambar berikut ini. Ketika Dipole mode positif, suhu permukaan laut di wilayah Indonesia rendah sehingga sulit terbentuk awan. Sementara di sebelah timur Afrika ekuator suhu permukaan lautnya lebih tinggi sehingga mudah terbentuk perawanan. Hal yang berlawanan terjadi pada Dipole mode negatif. Wilayah Indonesia dan Australia banyak terbentuk awan.

Saat ini terlihat bahwa zona anomali suhu permukaan laut di Nino 3.4 menunjukkan negatif yang berarti bahwa La Nina sedang terjadi. Karena ini terjadi maka perawanan banyak terbentuk di atmosfer Indonesia. Kombinasi antara Dipole negatif, La Nina, dan monsoon (apalagi bila monsoon Asia) akan membawa pengaruh pembentukan awan hujan yang dahsyat. Beruntunglah bahwa kombinasi seperti ini jarang terjadi sehingga efeknya tidak terlalu dahsyat.
Tertarik untuk meneliti hal ini? Ayo kalau kita mau bersama-sama menelitinya.

Sunday, October 2, 2016

Mengapa sering hujan saat ini di tanah air ??

Bila melihat pola streamline saat ini, mungkin banyak orang berdasarkan buku-buku geografi dan ilmu bumi lainnya, bertanya-tanya ... cuaca di Indonesia seharusnya masih kurang hujan dan masih memasuki musim kemarau. Tapi mengapa ini tidak? Coba lihat link berikut


Angin masih bertiup dari arah tenggara/benua Australia. Tapi coba lihat di link berikut:

Terlihat bahwa bahwa banyak awan tebal yang berpotensi hujan banyak terserak di atas wilayah Indonesia. Wilayah pulau Jawa dan sebagian Sumatera praktis tertutup awan-awan penghasil hujan. Tidak heran di wilayah-wilayah tersebut banyak terjadi hujan dari ringan sampai sangat deras. Kota kalian mengalaminya?? Di Nusa Tenggara Barat dan Timur praktis tidak ada/tidak banyak awan-awan hujan seperti kumulonimbus dan nimbostratus. Oleh karena itu jika kalian saat ini terbang ke beberapa pulau di Indonesia, akan banyak mengalami guncangan pesawat. Tapi percayalah bahwa pesawat saat ini dilengkapi dengan teknologi mutakhir sehingga peluang terjadinya kecelakaan pesawat akibat faktor cuaca bisa diminimalisir.
Mengapa banyak awan di sebagian besar wilayah Indonesia? Ini tak lain karena menghangatnya temperatur permukaan laut di kawasan Indonesia dan sekitarnya, di atas 26oC. Dengan demikian maka terdapat proses transfer panas dan kebasahan ke udara dari permukaan air laut sehingga membentuk awan-awan.

Jadi sekali lagi wajarlah bahwa di wilayah kita banyak awannya yang terdorong oleh angin tenggara sampai barat daya ke atas daratan. Pengaruh topografi juga makin mendukung banyak hujan di bagian windward.
Dipole mode negatif juga mendukung terbentuknya perawanan di barat Sumatera. Kok bisa? Kenapa ya? Coba yang ini jawab ya.
Di Samudra Pasifik ekuator meskipun zona lidah dingin di daerah Nino 3.4 tidak begitu besar namun mengindikasikan masih adanya La Nina di wilayah ini. Coba lihat gambar berikut ini:

Pada saat La Nina biasanya memang wilayah atmosfer Indonesia bertekanan rendah sehingga makin memudahkan terbentuknya perawanan hujan. So sudah jelas khan? Itu saja dulu dech saat ini. Oh ya, masih ditunggu pertanyaan-pertanyaan tentang La Nina sampai pertengahan Oktober ya. Salam sukses selalu.



Sunday, September 4, 2016

Cuaca di Indonesia makin sulit diramal??

Pernah dengar pertanyaan demikian? Pasti pernah khan? Ya ...memang pada kenyataannya demikian. Meskipun teknik dan metode prakiraan cuaca makin canggih yang didukung dengan peralatan baik observasi maupun modelling yang makin canggih pula, namun pada faktanya tetap saja masih sulit mendapatkan hasil prakiraan yang 99% tepat. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya fenomena alam yang belum bisa dinyatakan dengan persamaan pengatur, akumulasi ketidakpastian penggambaran kondisi awal dan syarat batas, dan keterbatasan pemahaman perilaku alam oleh manusia. Superkomputer masih sebatas pada mempercepat proses peramalan dan membantu meningkatkan ketelitian/keakurasian ramalan. Tetapi hal ini tidaklah cukup karena superkomputer juga membutuhkan sumber daya manusia yang canggih pula. Tanpa sumber daya manusia yang terlatih dengan baik maka mustahil diperoleh hasil ramalan yang tepat.

Wednesday, June 22, 2016

Jawaban, mengapa saat ini Indonesia masih mengalami ....

Pertanyaan yang saya ajukan beberapa waktu yang lalu terasa memang cukup sulit untuk dijelaskan, mengingat berbagai anomali yang terjadi saat ini di perairan sekitar Indonesia dari samudra Pasifik sampai dengan samudra Hindia, dari pola angin yang sedang berlangsung, dengan letak semu matahari yang hampir mendekati lintang maksimumnya di belahan bumi utara, dan dengan distribusi perawanan saat ini. Perairan yang ada di Indonesia dan sekitarnya menunjukkan trend penurunan temperatur. Samudra Pasifik  menunjukkan bahwa El Nino sudah berakhir bulan Mei 2016 kemarin dan sekarang menunjukkan pola di sekitar netral. Ini artinya pola umum monsoon yang biasa terjadi di atas wilayah Indonesia akan kembali seperti biasanya. Untuk pertamakalinya di 2016, pola angin streamline dan tekanan konsisten dengan kondisi netral. Prediksi dari NOAA, La Nina akan berlangsung pada musim gugur dan dingin di BBU  tahun 2016/2017 dengan peluang 75%. Saat ini nilai temperatur rata-rata berada dekat atau di bawah rata-rata di 3 dari 4 tempat wilayah monitoring ENSO. 
Samudra Hindia juga menunjukkan pola adanya IOD yang negatif yang ditunjukkan oleh menurunnya suhu permukaan laut di sebelah Barat Sumatra. Seharusnya akibatnya adalah terdapat sedikit perawanan di wilayah tersebut. Namun kenyataannya hari ini (22/6/2016) banyak perawanan di sebagian besar Sumatra dan Barat Barat Daya Kalimantan.
Dari citra satelit Himawari 8 yang diunduh hari ini jam 10 WIB, perawanan yang berpeluang besar menyebabkan hujan banyak terbentuk di ekuator dan sekitarnya khususnya untuk wilayah Asia Tenggara. Awan terbentuk di sebagian besar Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, seluruh Maluku, sebagian NTB, dan wilayah Papua terutama Kepala Burung.
 http://weather.is.kochi-u.ac.jp/SE/00Latest.jpg
Streamline pada jam 07.00 WIB tadi pada ketinggian 3000 feet versi BMKG adalah bahwa umumnya angin berasal dari arah Timur sampai Tenggara dengan kecepatan 10-15 knot, sedangkan di sebagian kecil dari arah Barat Daya khususnya di Sumatera dan sebagian besar pulau Kalimantan. Mengingat bahwa saat ini matahari terletak semu di hampir maksimum belahan bumi utara, maka pada kondisi normal angin akan bertiup ke arah Barat Laut di Selatan ekuator dan Barat Daya di Utara ekuator. Faktor lokal mungkin juga cukup berpengaruh pada kondisi di atas.
Rupa-rupanya interaksi yang demikian kompleks inilah yang menyebabkan bahwa masih banyak wilayah Indonesia yang masih mengalami musim hujan.

Friday, June 10, 2016

Mengapa saat ini masih banyak hujan di wilayah Indonesia???

Pertanyaan tersebut muncul dari seorang kolega dosen yang sangat perhatian pada masalah cuaca, musim dan iklim di Indonesia. Beliau mengaku heran mengapa hal itu terjadi padahal biasanya bila sudah menginjak bulan Juni, Indonesia khususnya Bandung sudah memasuki musim kemarau. Menurut kalian mengapa hal ini terjadi?? Kutunggu jawaban kalian ya. Nanti bila benar akan saya posting di web ini. Ditunggu sampai dengan hari Minggu.

Saturday, May 28, 2016

Mengapa Palembang Sumatera Selatan gerah dan panas ...

Baru beberapa hari yang lalu ajang kegiatan OSN (olimpiade sains nasional) diselenggarakan di propinsi Sumatera Selatan khususnya di kota Palembang. Salah satu yang dipertanyakan dalam kompetisi tersebut adalah tentang kondisi kota Palembang yang pada bulan April dan Mei ini begitu gerah dan panas. Menurut kalian apa sebabnya? Jawabannya sebenarnya sangat mudah. Ada tiga sebab mengapa hal tersebut terjadi. Yang pertama adalah bahwa kota Palembang terdapat di dekat lintang ekuator dimana sepanjang tahun mengalami pemanasan. Gerak semu matahari dari lintang 23,5 derajat lintang utara dan selatan menyebabkan radiasi matahari di wilayah dekat ekuator mendapatkan jumlah yang besar. 


http://beritadaerah.co.id/wp-content/uploads/2015/05/antarafoto-jembatan-ampera-palembang-040515-nw-3.jpg

Yang kedua adalah adanya efek orografi yang terdapat di sebelah barat kota Palembang. Orografi tersebut menyebabkan Palembang dalam waktu-waktu tertentu khususnya selama musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia mengalami efek Fohn. Efek orografi  ini menyebabkan sisi barat Sumatera khususnya Palembang mendapatkan curah hujan lebih banyak daripada sisi sebelah timur-nya. Daerah bayang-bayang hujan terjadi di sebelah timur Bukit Barisan.  Penyebab ketiga adalah penguapan yang tinggi akibat radiasi matahari sepanjang tahun. Tanah gambut yang banyak terdapat di sana memberi kesempatan uap air akan teruapkan. Kita akan seperti mengalami mandi sauna. Hal-hal lain yang turut menyumbang kondisi di atas adalah makin berkurangnya jumlah pohon dan daerah yang banyak pohonnya. Pohon memberikan efek mengurangi radiasi yang sampai ke permukaan bumi dan menyegarkan karena menghasilkan oksigen.

Tuesday, May 10, 2016

Etihad dan turbulensi di ruang udara Indonesia

Beberapa hari yang lalu, Etihad mengalami peristiwa turbulensi di ruang udara Indonesia khususnya di antara Medan dan Palembang yang mengakibatkan sejumlah penumpang pesawat mengalami luka-luka, bahkan 9 orang di antaranya mengalami luka parah. Namun beruntunglah bahwa pesawat Etihad tersebut tidak sampai mengalami kecelakaan. Pesawat terbang tersebut mendarat mulus di bandara Soekarno Hatta Tangerang Banten. Pesawat ini melayani penerbangan Abu Dhabi - Jakarta.
Otoritas AirNav mengatakan bahwa tidak ada laporan dari pesawat adanya masalah tersebut pada saat kejadian. Ini menimbulkan tanda tanya besar bagi saya. Kok bisa ya?
Saya tidak mempermasalahkan hal di atas, namun ingin mengulasnya dari sisi meteorologi sesuai kepakaran saya. Peristiwa turbulensi atau gerak udara acak akibat suatu halangan tertentu atau sebab lain merupakan peristiwa yang biasa terjadi di manapun di dunia ini. Adanya halangan seperti bukit, gunung atau pada skala kecil adanya bangunan, gedung, pepohonan dan lain-lain bisa memicu terjadinya turbulensi. Ada lagi peristiwa di atmosfer yang sulit untuk dideteksi adalah CAT (clear air turbulence). Turbulensi jenis ini tidak kentara/terlihat jelas mengingat udara terlihat cerah. Berbeda halnya dengan peristiwa turbulensi akibat keberadaan awan. Dalam awan-awan bentuk kumulus (cumuliform), turbulensi terjadi akibat perbedaan tekanan udara di dalam awan dan di luar awan. Gerak acak dalam awan akibat updraft dan kumpulan perbedaan tekanan uap di antara tetes-tetes awan, tetes air hujan, dan kristal es bisa memicu timbulnya turbulensi. Barangkali yang terjadi pada pesawat Etihad tersebut adalah adanya kombinasi dari semua yang saya sebutkan di atas. Namun untuk itu harus diteliti lebih lanjut.
Peristiwa semacam tersebut di atas akan semakin sering terjadi mengingat pemanasan global yang saat ini terjadi. Peningkatan suhu udara yang bisa makin memperbanyak awan-awan yang pertumbuhannya vertikal akan makin meningkat di masa mendatang. Oleh sebab itu peningkatan kemampuan  sumber daya manusia baik pilot pesawat, operator (pengatur) penerbangan dan badan pengamat dan penganalisa cuaca harus makin ditumbuhkan mengingat jasa angkutan udara merupakan moda transportasi yang sangat sensitif terhadap cuaca.

Saturday, April 9, 2016

Mengapa awan konvektif di Indonesia bisa mencapai ...

Pertanyaan menarik terkait dengan pembentukan awan di Indonesia adalah mengapa awan konvektifnya bisa mencapai ketinggian stratosfer bawah? Seperti telah kita ketahui bahwa awan konvektif adalah awan-awan yang pertumbuhannya vertikal. Awan ini terbentuk ketika terjadi pemanasan matahari yang kuat yang mencapai permukaan, baik daratan maupun badan-badan air seperti laut, sungai, waduk dll. Pemanasan tersebut menyebabkan terjadinya penguapan dan bila uap air telah mencapai kejenuhan maka terbentuklah awan. Selama pemanasan masih terjadi maka awan konvektif ini akan terus tumbuh ke atas. Wilayah Indonesia yang merupakan wilayah tropis (baca pada postingan sebelumnya) mengalami pemanasan sepanjang tahun sehingga penguapan yang terjadi juga demikian besar. Dengan demikian maka awan-awan yang tumbuh vertikal akan mencapai ketinggian yang tinggi. Hal ini berbeda dengan wilayah tropis Afrika dan Amerika Selatan dimana wilayahnya kebanyakan adalah daratan, sementara Indonesia merupakan wilayah benua maritim yang terjadi dari banyak pulau. Kombinasi antara pemanasan matahari sepanjang tahun dan wilayah kepulauan serta kekuatan up draft yang besar inilah yang menyebabkan pembentukan awan konvektif di Indonesia paling tinggi di dunia, bisa mencapai stratosfer bawah. Mengapa hanya sampai stratosfer bawah? Ini tidak lain karena lapisan ini merupakan lapisan yang sangat stabil. Kekuatan up draft yang besar hanya akan menyebabkan awan berwujud dempak dimana pada lapisan tropopause menjadi semacam "leher" dari awan-awan konvektif kumulonimbus (Cb).

Thursday, March 31, 2016

Bagaimana hujan es bisa terjadi??

Hari ini (Sabtu, 26 Maret 2016) diberitakan di harian online PR bahwa di beberapa tempat di Bandung dan Cimahi terjadi hujan. Tapi hujan yang dimaksud adalah hujan yang disertai batu es (hail). Batu es (beda dengan es batu) ini berukuran 2-3 cm, meskipun tidak terlalu besar namun ketika menimpa genting apalagi kalau atapnya seng maka akan terdengar keras suaranya. Anak-anak bahkan orang dewasa yang tertimpa kepalanya oleh batu es ini juga akan merasakan kesakitan. Ini tidak lain karena batu es ini ditimbulkan oleh awan-awan yang pertumbuhannya vertikal. Hujan batu es ini kadang disertai oleh angin kencang yang menimbulkan banyak pohon tumbang, seperti juga diberitakan baik media ini maupun media sosial yang lain.
Yang menarik adalah bagaimana hujan es bisa terjadi. Dari kacamata meteorologi fenomena ini memang sering terjadi apalagi di wilayah tropis semacam Indonesia. Hujan batu es umumnya terjadi pada saat di langit banyak terbentuk awan-awan yang pertumbuhan vertikalnya tinggi semacam kumulus (Cu) atau kumulonimbus (Cb). Permukaan bumi baik yang berupa daratan maupun air yang terkena terik matahari akan teruapkan airnya menjadi uap air. Uap air ini akan  melayang-layang di atmosfer sebagai awan bila kelembapannya menjadi jenuh. Kelembapan uap air tersebut menjadi jenuh atau 100% ketika uap air mengalami pendinginan atau peningkatan jumlah uap airnya.
Ketika awan cumulus atau kumulonimbus,  yang ketinggian dasarnya umumnya sekitar 1,5 km di atas permukaan tanah,  terjadi maka parsel udara mengalami polarisasi. Ada yang tetap menjadi tetes air dingin dan adapula yang membentuk kristal es. Kristal es terbentuk ketika dalam awan tersebut ada wilayah yang pertumbuhan dalam awannya mencapai kurang dari 0 oC.  Di wilayah lintang menengah dan tinggi (lebih dari 30o lintang utara atau selatan) fenomena pembentukan Kristal es ini sering terjadi mengingat banyak dijumpai awan-awan yang temperaturnya kurang dari 0 oC. Hal ini sedikit berbeda di wilayah tropis dimana ketinggian suhu 0oC  pasti ketinggiannya di atas 500 milibar. Karena tekanan uap di atas permukaan es lebih rendah daripada tekanan uap di atas permukaan air cair maka tetes air dingin tersebut menguap seirring dengan meningkatnya ukuran Kristal es. Seperti diketahui akan ada gerakan massa uap air dari tetes air cair dingin menuju Kristal es bila terjadi perbedaan tekanan. Dengan demikian maka tetes air menjadi berukuran makin kecil sedangkan Kristal es akan meningkat ukurannya.  Proses semacam ini disebut proses Wegener-Bergeron-Feindesen atau yang sering disingkat menjadi proses Bergeron. Kristal batu es ini akibat melampaui gaya angkatnya dan juga karena gaya gravitasi maka akan jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan es (hail). Inilah yang terjadi pada hari Sabtu ini di Bandung dan Cimahi.
Sedangkan angin kencang timbul karena perbedaan tekanan antara wilayah Bandung dan Cimahi dengan wilayah-wilayah sekitarnya. Perbedaan tekanan yang besar akan menyebabkan anginnya makin kencang. Sebaliknya bila perbedaan tekanannya rendah maka akan terjadi angin yang lemah dan tidak kuat. Menilik dari akibat yang ditimbulkannya yakni ranting-ranting yang patah, maka besar kemungkinan skala 8 yang besarnya kira-kira lebih dari 62 km/jam.  Skala ini adalah skala Beaufort yakni skala yang digunakan untuk mengira kira besarnya kecepatan angin berdasarkan fenomena yang terjadi baik di darat maupun di laut. Di darat bisa dilihat dari kepulan asap pabrik, goyangan angin yang mengenai dedaunan pohon, kibaran bendera, bahkan sampai terangkatnya rumah oleh karena angin. Di laut bisa dilihat dari besarnya kilauan air laut ketika tertimpa cahaya matahari, deburan ombak yang tinggi  dll. Semakin besar kecepatan anginnya semakin kuat pula anginnya.
Saat ini memang sedang banyak cuaca buruk. Perawanan banyak terbentuk di banyak tempat di Indonesia sehingga ketika menaiki pesawat, goncangan juga banyak terjadi. Melihat citra satelit Himawari 8 Jepang, hari ini tampak bahwa di atas pulau Jawa terbentuk awan-awan yang massif pertumbuhannya. Sebagian besar awan yang terjadi adalah awan vertikal yang berpeluang menjadi hujan, tidak terkecuali di atas Jawa Barat khususnya Bandung dan sekitarnya. Dengan demikian, bukan tidak mungkin bahwa hujan es masih akan terjadi di kota-kota di Jawa Barat. Apalagi menurut BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) Bandung menyatakan bahwa puncak musim hujan semester ini adalah bulan Maret. Pola streamline yang dikeluarkan oleh BMKG menunjukkan bahwa arus udara (angin) banyak berasal dari arah utara sampai timur laut yang mempertinggi peluang kejadian hujan. Streamline atau garis arus adalah garis yang menghubungkan garis singgung kecepatan angin dalam arah tertentu.  Ramalan cuaca bisa dilakukan menggunakan pola streamline ini yang diperkuat dengan model  cuaca numerik dan citra satelit serta radar. Ukuran batu es yang pernah tercatat adalah sebesar hampir 1 kg di Amerika Serikat. Untuk ukuran batu es yang lebih kecil saja bisa menyebabkan lubang pada kaca mobil, apalagi bila batu es tersebut mengenai manusia …tentu kepala juga akan bisa pecah. Oleh karena itu bilamana terjadi hujan es, segeralah berlindung. 

Tuesday, March 29, 2016

Pedulilah pada masalah perubahan iklim

Tulisan ini merupakan tanggapan dari artikel berjudul “ Pesan Leonardo bagi pemimpin negeri” yang dimuat dalam harian Kompas pada hari ini (Minggu 27 Maret 2016). Tulisan tersebut mengupas tentang berbagai masalah terkait perubahan iklim yang melanda dunia saat ini sampai-sampai mengundang aktor Hollywood Leonardo de Caprio untuk turut berpartisipasi menyuarakannya. Bahkan beberapa waktu yang lalu ia menyampaikan akan menyumbang pemerintah Indonesia untuk tujuan reklamasi dan reboisasi hutan di negeri kita. Bukan kali ini saja para artis Hollywood menyuarakan kepeduliannya pada hutan di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu, aktor Harrison Ford bahkan sempat marah-marah kepada Menteri Kehutanan waktu itu (Ir. Zulkifli Hasan) yang dinilainya tidak serius memberantas penjarahan dan pembalakan hutan di Riau dan berbagai propinsi yang lain. Berita tersebut bisa dilihat di youtube.
Memang harus kita sadari bahwa saat ini perubahan iklim sepertinya makin meningkat lajunya seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk dengan segala aktivitasnya. Menurut para ahli cuaca dan iklim, perubahan iklim saat ini selain disebabkan oleh faktor alam, juga disebabkan faktor antropogenik. Menurut IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) perubahan iklim ini lebih banyak disebabkan faktor manusia. Setiap tahun, pemanasan dan perubahan iklim global dibahas oleh para pemimpin dunia meskipun dari waktu ke waktu tidak banyak perkembangannya. Bisa dimaklumi karena pengereman laju emisi karbon dioksida yang diluncurkan ke atmosfer mempunyai dampak ekonomi. Setidaknya banyak pelaku usaha ekonomi yang harus mengeluarkan dana ekstra untuk mengurangi laju peningkatan gas buang yang mencemari lingkungan. Seperti yang anda ketahui terdapat korelasi yang erat antara peningkatan karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya dengan pemanasan dan perubahan iklim global.  Gas rumah kaca akan menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang dari bumi sehingga suhu atmosfer menjadi meningkat. Inilah yang disebut sebagai pemanasan global, yang ternyata berpengaruh pada terjadinya perubahan iklim global. Meskipun ada sebagian peneliti dan pelaku ekonomi yang apatis terhadap masalah ini, tapi bukti menunjukkan bahwa perubahan iklim telah terjadi dimana-mana yang disertai dengan dampak luasnya.
Berdasarkan catatan pengamatan permukaan, tahun 2015 merupakan tahun terpanas dibanding rata-rata tahun 1880 sampai 1899. Pengamatan permukaan tersebut dilaporkan dari 6300 stasiun cuaca, pengamatan menggunakan kapal, buoy (pelampung untuk tujuan riset), dan stasiun-stasiun riset di Antartika. Peningkatan temperature rata-rata permukaan global sebesar 1oC terjadi sejak akhir abad 19 akibat peningkatan konsentrasi karbon dioksida dan emisi antropogenik ke atmosfer. Kebanyakan pemanasan terjadi sejak 35 tahun terakhir dimana 15 dari 16 tahun-tahun terpanas terjadi sejak tahun 2001. Menurut IPCC, abad yang lalu kenaikan temperature rata-rata global mencapai 0,8oC.
Peristiwa El Nino dan La Nina juga mempengaruhi pada temperature global. Peristiwa El Nino dan La Nina yang terjadi di lautan Pasifik tropis ternyata dapat menyumbang pada variasi jangka pendek temperature rata-rata global. Variasi yang dimaksud adalah perubahan fluktuasi terhadap nilai rata-rata temperature global. Hal ini bisa dilihat bahwa pada saat El Nino terjadi maka banyak Negara yang kelimpungan mengatasi peningkatan kekeringan dan suhu udara permukaan yang dirasakan cukup panas. Bahkan tahun 2015 kemarin, Indonesia mengalami dampak yang luar biasa dari kekeringan yang terjadi yang berakibat pada sulitnya pemadaman kebakaran hutan, yang disumbang oleh lapisan tanah yang terdiri dari gambut. Kebakaran hutan inipun juga menyumbang pada peningkatan gas rumah kaca di atmosfer yang memicu peningkatan laju pemanasan global di bumi. Bayangkan berapa banyak aerosol dan gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer oleh peristiwa tersebut, pasti jutaan meter kubik ekuivalen karbon.
Pesan yang dikemukakan para pemimpin dunia seperti misalnya Ban Ki Moon (sekretaris jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada berbagai kesempatan seharusnya juga bisa menggugah kepedulian kita bersama terhadap ancaman nyata perubahan iklim bagi kelangsungan kehidupan makhluk di bumi. Sayangnya hal ini masih belum mampu diwujudkan dalam kehidupan nyata. Pembangunan sarana dan prasarana yang sering merusak hutan, tidak diimbangi dengan laju penanaman kembali tanaman-tanaman yang berdaun lebar dan banyak. Tidak sedikit kerusakan hutan ini menyebabkan banjir. Jadi sebenarnya kalau dirunut sejak awal, aktivitas  manusia akan berpengaruh pada alam, dan aktivitas alam berpengaruh pada manusia sehingga  dapat dikatakan fenomena tersebut merupakan peristiwa feed back positif perubahan iklim. Semakin intensif kegiatan manusia merusak alam, semakin menguat perubahan iklim yang terjadi. Semoga ke depan kita makin bijaksana dalam menggunakan energi dan mengurangi kerusakan alam lingkungan serta makin peduli pada alam sekitar.

Friday, March 18, 2016

Mungkinkah??

Sebagai satu-satunya instansi yang berhak mengeluarkan informasi cuaca, musim dan iklim di Indonesia, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) mempunyai cara dalam menentukan awal musim. Biasanya mereka merilis berita tentang awal musim tersebut pada bulan Maret dan Agustus karena sebagian besar wilayah Indonesia khususnya yang menganut pola monsoonal mengalami musim kemarau mulai bulan April dan musim hujan mulai bulan September/Oktober. Untuk menentukan awal musim kemarau dan hujan biasanya mereka menentukan ambang batas curah hujan dasa harian (10 harian) minimal 50 mm. Bila suatu dasa harian telah mencapai nilai minimal 50 mm yang kemudian diikuti oleh minimal 2 dasa harian berikutnya juga minimal 50 mm, maka awal mula dasa harian menunjukkan angka lebih dari 50 mm tersebut disebut awal musim hujan. Untuk menentukan awal musim kemarau, digunakan angka kurang dari 50 mm.
Sebenarnya ada cara lain untuk menentukan awal musim dari kemunculan monsoon khususnya di wilayah tropis, salah satunya yakni metode HOWI (Hydorological Onset and Withdrawal Index) yakni suatu metode yang memperhitungkan berapa precipitable water di atmosfer dari ketinggian permukaan sampai ketinggian tertentu, bergantung pada rentang ketinggian atau tekanan yang kita tinjau. Mengingat bahwa umumnya awan-awan terbentuk dalam rentang antara 850 dan 500 mb, mungkin ketinggian inilah yang kita tinjau. Kebasahan dalam rentang isobar tersebut menunjukkan seberapa besar jumlah air dalam kolom udara yang terdapat di dalamnya. Bila telah mencapai nilai tertentu maka awal monsoon musim hujan atau kemarau bisa diketahui dengan lebih tepat. Metode ini digunakan di India dan beberapa negara di Afrika tropis. Namun yang patut menjadi catatan adalah bahwa awal kemunculan monsoon belum tentu sama dengan awal kemunculan musim (baik musim hujan maupun kemarau seperti di wilayah kita).  Sayangnya litbang BMKG tampaknya belum mencari dan membanding-bandingkan metode yang tepat dan cepat dalam penentuan awal monsoon dan awal musim. Mungkin dengan memperbanyak kerjasama antara BMKG dengan perguruan tinggi maka tujuan tersebut bisa tercapai. Perguruan tinggi sebagai think tank penelitian mereka. Sayangnya hal ini belum terlaksana dengan baik mengingat masalah komitmen dan pendanaan. Meski harus diakui bahwa sejak tsunami di Aceh banyak berseliweran dana mengalir ke BMKG namun mereka kebingungan dalam mengaplikasikan dan memanfaatkannya. Mungkinkah BMKG bisa melakukan revolusi berpikir??

Saturday, February 27, 2016

Penerbangan dalam era perubahan iklim lebih cepat sampai tujuan??

Artikel dalam harian Detik edisi 26 Pebruari 2016 ini menarik untuk dibaca. Disampaikan bahwa perubahan iklim karena meningkatnya gas rumah kaca khususnya karbon dioksida menyebabkan cuaca menjadi berubah yang berakibat pada waktu tempuh dan kecepatan pesawat terbang khususnya di Amerika dan Inggris. Kecepatan terbang menuju ke arah timur akan menghemat 5 jam terbang sedangkan bila sebaliknya yakni penerbangan menuju ke barat mengakibatkan delay waktu selama 7 jam khususnya pada ketinggian 35000 kaki (11-12 km). Penelitian ini hanya melihat kota terbang yakni New York dan London. Sebenarnya menurut saya pribadi, hal ini tidaklah aneh mengingat ini merupakan ketinggian jet stream, suatu arus udara yang sangat kencang yang terjadi di sekitar tropopause antara wilayah tropis dan subtropis. Arus udara kencang ini mengarah ke Timur sehingga wajar saja bila penerbangan ke timur melalui arus udara ini akan menyebabkan pesawat terdorong dan bisa lebih cepat sampai. Dengan demikian maka ia akan bisa menghemat bahan bakar. Sebaliknya jika melawan arah arus udara  ini maka dibutuhkan bahan bakar yang lebih banyak.

https://climate.ncsu.edu/secc_edu/images/jet_streams_Polar&Sub.jpg
 https://climate.ncsu.edu/secc_edu/images/jet_streams_Polar&Sub.jpg
 Perhatikan gambar di atas. Gambar tersebut menunjukkan kedua jet stream yakni yang ada di wilayah subtropis dan kutub. Keduanya mengelilingi bumi dan arahnya tidak lurus namun seolah-olah bergelombang terhadap ruang (secara spasial) dan mungkin juga terhadap waktu. Yang dimaksud terhadap ruang adalah seperti terlihat pada gambar di atas sedangkan terhadap waktu mungkin kecepatan jet stream ini tidak terus menerus konstan namun bervariasi. Kadang lebih cepat dan kadang lebih lambat.Oleh karena itu adalah wajar jika semula hitung-hitungan kasar dalam kondisi normal antara kota A dan B berjarak 5000 km dengan kecepatan pesawat 1000 km/jam maka dapat ditempuh dalam waktu 5 jam. Namun dengan bantuan alam semacam jet stream dengan kecepatan tertentu maka bisa jauh lebih cepat sampai tujuan.

Saturday, February 13, 2016

Pawang hujan ....

Pada sebagian masyarakat kita, orang yang akan melaksanakan hajat tertentu misalnya pernikahan, sunatan, kampanye dsb meminta bantuan pawang hujan agar selama hajatan tersebut tidak sampai turun hujan. Orang-orang seperti ini masih percaya bahwa hujan bisa dihalau dengan mantra-mantra atau doa-doa tertentu. Percaya tidak percaya kadangkala itu berhasil. Entah benar entah tidak pada kenyataannya hal tersebut kadang terjadi. Melalui kekuatan gaib awan-awan yang berpotensi hujan dihalau ke tempat lain. Hal seperti ini sebenarnya secara ilmiah sulit untuk dibuktikan kebenarannya mengingat metode yang diterapkan tidak ilmiah. Suku-suku Indian jaman dahulu (mungkin masih ada sampai sekarang ??) mendatangkan hujan dilakukan melalui tarian-tarian atau ritual tertentu. Bahkan orang Islam pun bila kekeringan melanda dalam waktu lama, biasanya dilakukan sholat istisqo
http://cdn.tmpo.co/data/2011/10/02/id_92451/92451_620.jpg
mendatangkan hujan. Namun untuk membalikkan keadaan dari akan ada hujan menjadi tidak hujan, rasa-rasanya tidak ada tuntunannya dalam agama Islam. Secara ilmiah cara "mendatangkan" hujan adalah melalui kegiatan modifikasi cuaca yang dalam hal ini disebut hujan buatan. Awan-awan potensial disemai dengan menggunakan garam dapur atau perak iodida agar jatuh menjadi hujan. Sedangkan cara untuk mengurungkan hujan, negara kita belum bisa melakukannya, belum mempunyai teknologinya. Modifikasi cuaca bisa juga dilakukan melalui menjatuhkan hujan di tempat lain, misalnya seperti upaya mencegah terjadinya banjir di Jakarta. Hujan dijatuhkan di wilayah perairan selat Sunda sehingga hujan yang terjadi tidak sampai menjadi masalah di Jakarta.
Profesi pawang hujan sampai sekarang masih eksis karena masih banyak yang membutuhkannya. Bahkan ada orang-orang tertentu yang membuka kursus pawang hujan. Anda percaya atau tidak, silahkan. Yang harus dicegah adalah agar tidak ada anggapan bahwa bila ada pawang hujan maka pasti tidak akan ada hujan jatuh di tempat tersebut.

Wednesday, February 10, 2016

Mengapa di Indonesia tidak pernah terbentuk hujan salju ??

Pernahkah terpikirkan oleh anda bahwa di Indonesia terbentuk hujan salju? Kok belum pernah kedengaran ya hal demikian? Tulisan ini berusaha untuk menjawab pertanyaan pada judul di atas. Kita tahu bahwa jenis-jenis presipitasi antara lain adalah hujan, hujan salju, hujan es, hujan beku, dan lain-lain. Di wilayah Indonesia biasanya hujan berwujud air yang sering terjadi, dan hujan es yang sangat jarang terjadi. Hujan tersebut datang dari awan-awan kumulus, nimbostratus, dan kumulonimbus. Masing-masing awan tersebut menghasilkan presipitasi dengan intensitas dan durasi serta besar hujan yang berbeda. Awan jenis nimbostratus biasanya menghasilkan hujan yang deras dan dalam waktu yang lama, yang berbeda dengan karakteristik hujan akibat awan kumulonimbus.
http://uniqpost.com/wp-content/uploads/2011/12/salju-640x360.png
Awan kumulonimbus biasanya menghasilkan hujan yang tidak lama namun dengan intensitas hujan yang besar. Ukuran tetes hujan di antara kedua awan ini juga berbeda. Awan kumulonimbus menghasilkan ukuran tetes hujan yang lebih besar. Hujan es juga seringkali dihasilkan oleh awan ini karena awan ini mengandung kristal-kristal es yang ketika jatuh ke permukaan bumi tidak habis diuapkan kembali meskipun sudah bergesekan dengan udara. Es ini cukup besar ukurannya sehingga bisa mencapai permukaan bumi. Hujan salju biasanya dihasilkan oleh awan-awan stratus yang cukup banyak terdapat di lintang lebih dari 30 derajat, baik utara maupun selatan. Awan stratus termasuk awan rendah sehingga ketika temperatur udara di lapisan antara permukaan tanah sampai ketinggian dasar awan cukup rendah (di bawah 0oC) maka salju yang jatuh akan tetap berwujud salju. Proses Bergeron terjadi dalam awan ini. Berbeda halnya di wilayah tropis khususnya Indonesia, suhu udara di bawah permukaan dasar awan lebih tinggi dari 0 derajat Celcius sehingga bila terjadi turun salju maka sampai ke permukaan tanah akan berwujud air karena terpanaskan. Begitulah kira-kira jawaban atas pertanyaan di atas. Masih ingin ada yang ditanyakan??