Thursday, October 24, 2024

Hasil kuesioner tentang Jejak Karbon

 Berikut ini adalah hasil dari kuesioner yang diberikan pada mata kuliah Perubahan Iklim yang saya ampu yang melibatkan 76 mahasiswa dari 8 Fakultas dan Sekolah di Insitut Teknologi Bandung (ITB). Kegiatan kuesioner semacam ini bermanfaat bagi banyak hal khususnya secara individu untuk mengetahui seberapa banyak aktivitasnya selama ini dalam menyumbang emisi karbon ke atmosfer serta menargetkan untuk menguranginya secara revolusioner. Kuesioner ini juga bermanfaat untuk mengetahui bagaimana industri yang terkait dengan keilmuannya menyumbang emisi karbon dan sumbang saran dari para mahasiswa untuk menguranginya. Selengkapnya bisa dibaca dalam tulisan berikut ini.

 1. Berapa jejak karbon anda sebagai satu individu? Rata-rata = 2.45 Ton 

 2. Berapa target pengurangan emisi karbon yang Anda hasilkan? Rata-rata = 1.65 Ton 45% responden menargetkan 1-2 Ton

 3. Bagaimana cara Anda untuk mencapai target tersebut? 1. Transportasi dan energi merupakan area fokus utama, dengan sekitar 40% responden menyebutkan perubahan pola transportasi (beralih ke transportasi umum, bersepeda, atau berjalan kaki) dan 35% menyebutkan penghematan energi (terutama listrik dan AC) sebagai strategi utama mereka. 2. Perubahan pola konsumsi menjadi strategi kedua terpopuler, dengan fokus pada pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan perubahan pola makan (mengurangi konsumsi daging dan beralih ke diet nabati). 3. Metode yang paling sering disebutkan adalah penggunaan transportasi umum, penghematan listrik, dan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, menunjukkan bahwa responden cenderung memilih metode yang praktis dan dapat langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

 4. Industri yang berkaitan dengan program studi anda 1. Sektor energi fosil dan transportasi mendominasi, mencakup sekitar 60% dari total industri yang disebutkan, yang mengindikasikan tingginya potensi emisi karbon dari industri-industri terkait program studi responden. Industri-industri ini umumnya memiliki intensitas karbon yang tinggi (>1000 gCO2/kWh untuk energi fosil). 2. Terdapat keseimbangan antara industri konvensional (fosil) dan industri yang berorientasi pada keberlanjutan, dengan munculnya energi terbarukan (seperti PLTS dan geothermal) sebagai sektor yang berkembang, mencakup sekitar 15% dari total industri yang disebutkan. 3. Sektor manufaktur dan teknologi membentuk porsi signifikan (sekitar 25%) dari industri yang disebutkan, dengan tingkat intensitas karbon yang bervariasi dari rendah hingga sedang, menunjukkan adanya potensi untuk implementasi praktik-praktik ramah lingkungan dalam sektor-sektor ini. 

 5. Hitunglah jejak karbon untuk industri yang berkaitan dengan program studi anda! 1. Industri Energi dan Listrik- PLTU menghasilkan emisi terbesar, dengan contoh PLTU Suralaya mencapai 28.175.000 ton CO₂/tahun- PT PLNtotal emisi mencapai 270,338 juta ton CO₂e (2022) dari scope 1, 2, dan 3- Panel surya relatif lebih rendah dengan 1.875 kg CO2eq per 1 kW selama 25 tahun 2. Industri Migas dan Kimia- Sektor Chemical dan Petrochemical menyumbang 3.135 GtCO2e (6.6% dari total emisi global)- PT Pertamina menghasilkan sekitar 25,078 juta ton CO2- Industri minyak dan gas secara umum menghasilkan 5-6 miliar ton CO2 per tahun 3. Industri Transportasi- Penerbangan menghasilkan sekitar 90-100 gram CO₂ per penumpang per kilometer- Formula 1 mencatat 223.031 tCO2e (2022)- Industri perkapalan global menghasilkan sekitar 1.119,6 juta ton CO2 per tahun Dari data tersebut terlihat bahwa industri energi dan migas masih menjadi penyumbang terbesar jejak karbon di antara sektor-sektor lainnya. 

 6. Jelaskan secara singkat, metode apa yang anda gunakan untuk menghitung jejak karbon tersebut? 1. Metode Perhitungan Dominan:- Mayoritas responden menggunakan pendekatan faktor emisi sebagai metode utama, di mana aktivitas atau konsumsi energi dikalikan dengan faktor emisi standar- Life Cycle Assessment (LCA) juga sering disebutkan sebagai metode komprehensif untuk menganalisis jejak karbon dari seluruh siklus hidup produk/proses- Banyak yang menggunakan pendekatan scope (1,2,3) sesuai Greenhouse Gas Protocol untuk mengkategorikan dan menghitung emisi 2. Sumber Data:- Sebagian besar mengandalkan data sekunder dan laporan keberlanjutan (sustainability report) perusahaan- Beberapa menggunakan standar internasional dan pedoman dari lembaga seperti IPCC, EPA, atau regulasi nasional- Data aktivitas yang umum digunakan meliputi konsumsi energi, bahan bakar, jarak tempuh, dan kapasitas produksi 3. Variasi Tingkat Kedalaman Analisis:- Ada perbedaan signifikan dalam kedalaman analisis, dari perhitungan sederhana hingga analisis komprehensif- Beberapa responden memberikan perhitungan detail dengan rumus spesifik dan asumsi yang jelas- Sebagian lain memberikan jawaban lebih umum atau hanya mengandalkan data dari literatur tanpa perhitungan mandiri 

 7. Berikan satu contoh perusahaan dan jelaskan menurut Anda dan berdasarkan riset terdahulu bagaimana cara perusahaan terkait dapat mengurangi jejak karbon pada industri tersebut? 1. Transisi ke Energi Bersih: Pemanfaatan Energi Terbarukan: Mengganti sumber energi fosil dengan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, hidro, dan geothermal. Efisiensi Energi: Mengoptimalkan penggunaan energi dalam proses produksi dan operasional untuk mengurangi konsumsi energi secara keseluruhan. Pengembangan Teknologi Baru: Menerapkan teknologi seperti baterai, sel bahan bakar, dan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi dari sektor transportasi. 2. Pengelolaan Karbon: Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS): Menangkap emisi karbon, memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, dan menyimpannya di tempat yang aman. Pengelolaan Hutan: Melakukan reforestasi, menjaga kelestarian hutan, dan menerapkan praktik pengelolaan hutan berkelanjutan. Daur Ulang dan Pengelolaan Limbah: Mengurangi produksi limbah dan meningkatkan tingkat daur ulang untuk mengurangi emisi dari proses produksi. 3. Inovasi Proses Produksi: Material Ramah Lingkungan: Menggunakan bahan baku yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya. Desain Produk Berkelanjutan: Mendesain produk yang mudah didaur ulang dan memiliki umur pakai yang lebih panjang. Optimasi Distribusi: Mengurangi emisi dari proses transportasi dan distribusi produk. 

 8. Bagaimana anda sebagai mahasiswa dapat berkontribusi untuk mengurangi jejak karbon industri berkaitan tersebut? 1. Inovasi dan Pengembangan: Mahasiswa dapat menciptakan solusi inovatif untuk mengurangi jejak karbon melalui penelitian, pengembangan teknologi baru, dan desain produk yang berkelanjutan. Ini mencakup pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, dan material ramah lingkungan. 2. Advokasi dan Edukasi: Mahasiswa berperan penting dalam menyebarkan kesadaran tentang pentingnya mengurangi jejak karbon. Ini dapat dilakukan melalui kampanye, sosialisasi, dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan publik yang mendukung keberlanjutan. 3. Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari: Mahasiswa dapat menjadi contoh dengan menerapkan gaya hidup berkelanjutan, seperti mengurangi konsumsi, memilih produk ramah lingkungan, dan berpartisipasi dalam kegiatan aksi lingkungan. Selain itu, mahasiswa juga dapat mendorong perubahan di lingkungan sekitar mereka dengan mengajak teman dan keluarga untuk turut serta dalam upaya mengurangi jejak karbon

Tuesday, October 22, 2024

Apa kaitannya perubahan iklim dengan keterlambatan monsoon Asia??

 Saat ini monsoon Australia bertiup dominan di wilayah Indonesia sehingga sebagian besar wilayah kita mengalami musim kemarau. Seperti diketahui dominannya angin tenggara di wilayah selatan katulistiwa membawa dampak pada sedikitnya kelembapan udara yang cukup untuk terbentuknya perawanan hujan. Ini karena angin tenggara tersebut kurang mendapatkan suplai uap air selama melintas dari Australia menuju Indonesia. Hal ini berbeda dengan monsoon Asia yang banyak mengalami pengayakan uap air karena banyak melintasi wilayah perairan. Ingat bahwa sifat massa udara bisa berubah tergantung pada permukaan yang dilaluinya.

Gambaran tentang bagaimana streamline angin dari Australia tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 

Tampak dalam gambar tersebut, saat ini angin tenggara sampai selatan banyak bertiup khususnya di sebelah selatan ekuator. Biasanya pada bulan Oktober ini massa udara dari Asia sudah banyak bertiup di wilayah Indonesia dan lebih kuat daripada angin tenggara sehingga di sebagian wilayah selatan ekuator mengalami angin barat - barat laut yang berdampak pada terjadinya awal musim hujan. Sehingga tipe curah hujan monsoonal di wilayah Indonesia biasanya adalah sebagai berikut.  Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Maret dan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai September. Variasi awal musim hujan di setiap tempat bisa berbeda yang tergantung pula pada tipe pola curah hujannya. Seperti diketahui bahwa Indonesia mempunyai 3 tipe curah hujan yakni tipe A (monsoonal), tipe B (ekuatorial) dan tipe C (lokal). Terkait tipe curah hujan ini sudah saya jelaskan pada postingan sebelumnya.
Variasi awal curah hujan ini dipengaruhi oleh kontrol iklim yang bisa jadi mengalami perubahan. Kontrol iklim tersebut antara lain adalah lintas edar bumi mengelilingi matahari, jarak bumi - matahari, ketebalan lapisan atmosfer, lintang tempat, distribusi daratan - lautan, sirkulasi air laut berskala besar (Gyre), lokasi tekanan rendah & tinggi semi permanen, topografi dan sebagainya. Mengingat kontrol iklim tersebut bisa mengalami perubahan dalam skala besar maka interaksi berbagai sub sistem iklim bisa mengalami perubahan pula. 
Kita tahu bahwa terdapat 6 sub sistem iklim yang saling berinteraksi dengan kerumitan dan kompleksitas hubungan yang sangat luar biasa sehingga perubahan pada sub sistem tertentu akan berdampak pula pada sub sistem yang lain. Perubahan pada sub sistem udara, air dan daratan akan berdampak pada makhluk hidup di bumi dan lapisan es di kutub dan sebaliknya dimana penjelasannya sangat panjang. Untuk mempersingkatnya boleh dikatakan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim akan mempengaruhi cuaca dan musim di dunia ini. Belum lagi kalau kita bicara variabilitas iklim seperti ENSO, IOD dan monsoon. Hubungan ini demikian kompleks sehingga dampaknya bisa kita rasakan saat ini dimana tampaknya musim hujan agak mundur daripada biasanya. 


Friday, September 6, 2024

Jangan sepelekan isu pemanasan global dan perubahan iklim!

 Hari hari ini makin sering para petinggi negara bicara tentang perubahan iklim. Pada skala dunia pun, Antonio Gutteress setiap berkunjung ke luar negeri dalam setiap sambutannya selalu menyinggung pemanasan atau pendidihan global dan perubahan iklim. Himbauan ke negara negara di dunia agar makin peduli pada masalah global tersebut dimana pada tahap implementasinya diwujudkan dalam 17 SDGs. Indonesia pun tanggap terhadap permasalahan permasalahan tersebut meskipun porsi pendanaan untuk itu masih kecil dibanding aspek lain yang juga harus mendapatkan perhatian seksama. 

Ribut ribut yang sering terjadi adalah tentang pengereman laju pemanasan global jangan sampai suhu udara global meningkat lebih dari 1,5 derajat Celcius dibandingkan suhu rata rata global tahun 1850 sampai 1900 pada tahun 2030. Saat sekarang ini angka ini makin mendekat dengan laju yang relatif cepat. Mengapa kemudian para pemimpin negara yang menyadari hal tersebut begitu cerewet mengingatkan warga negaranya tentang isu global tersebut?? Tidak lain karena memang semua sendi kehidupan tidak lepas dari pengaruh cuaca dan iklim global. Simak gambar di bawah ini: 

Terlihat pada gambar di atas bahwa untuk kenaikan suhu 1 derajat Celcius saja bisa menyebabkan kepunahan spesies langka, kehancuran terumbu karang, tenggelamnya pulau pulau tertentu dan sebagainya. Sedangkan pada kenaikan suhu 2 derajat Celcius terjadi kepunahan beruang kutub, rawan pangan, air bersih dan energi, pencairan permafrost misal di Greenland, dan sebagainya. Dengan demikian bila suhu meningkat menjadi 1,5 derajat Celcius maka kira kira kondisi dunia antara kenaikan 1 sampai 2 derajat Celcius tersebut. Betapa mengerikannya.
Barangkali di antara kita tidak akan mengalami kondisi yang dijelaskan di atas karena sudah meninggal. Namun bagaimana dengan anak, cucu, dan keturunannya?? Pasti mereka semua akan mengalaminya. Oleh karena itu maka sebagai tanggungjawab kita terhadap seluruh umat manusia di seluruh dunia, upaya pengereman laju peningkatan suhu tersebut sudah harus dilakukan segera secara masif dan terorganisir. Kontribusi setiap orang di seluruh dunia tentang masalah bersama tersebut sudah harus dimulai secara revolusioner. Pemerintah, perguruan tinggi, swasta, komunitas dan media masa harus secara bahu membahu mengkombat peningkatan suhu udara global yang dikhawatirkan tersebut. Yuk, lakukan semampu kita mulai dari diri sendiri dan keluarga agar tercipta Keluarga Sadar Lingkungan (Kadarling). 



Monday, July 29, 2024

Kalau mendengar berita bahwa bumi makin panas, lalu ngapain??

 Sering kita dengar berita tentang menghangatnya suhu permukaan bumi dimana sekarang sudah mendekati 1,5oC dibanding rata rata tahun 1850-1900. Seperti telah diketahui bersama bahwa peningkatan 1,5oC tersebut membawa dampak luar biasa bagi kehidupan di muka bumi. Semakin banyak es di kutub yang mencair, banyak hewan dan tumbuhan yang punah sehingga bisa mengancam kehidupan umat manusia, meningkatnya permukaan air laut sehingga mengancam pulau pulau atau Negara pulau yang relatif rendah ketinggiannya dari permukaan laut, sulitnya mendapatkan air bersih dan sebagainya.

Lalu setelah mendengar kabar bahwa di beberapa bagian di bumi sudah mengalami suhu 50oC, kita perlu/harus melakukan apa?? Anda tahu to bahwa suhu yang besar semacam itu akan meningkatkan penggunaan energi  agar kehidupan manusia sehari hari relatif nyaman. Misal dengan menyalakan AC, menguatkan blower, bangunan bangunan harus menggunakan bahan bahan yang relatif menyerap panas, meningkatkan lahan bertanaman atau lahan hijau dan sebagainya. Energi yang digunakan pun seharusnya yang sedikit melepaskan karbon ke atmosfer karena karbon adalah gas rumah kaca yang berpotensi untuk menghasilkan pemanasan atau pendidihan global serta perubahan iklim global.

Jadi sebenarnya setiap orang bisa berkontribusi untuk mengurangi laju pemanasan global dan perubahan iklim karena dia mengeluarkan gas rumah kaca dalam setiap aktivitasnya. Jika aksi iklim global benar benar bisa terwujud dan terlaksana maka bisa diharapkan bumi tidak secepat laju pemanasan saat ini dan hasilnya akan kita nikmati bersama anak cucu keturunan kita di masa mendatang.

Tuesday, July 16, 2024

Mengapa bulan ini terasa dingin sekali??

 Bagi saudara yang berada di sisi selatan ekuator, saat ini khususnya bulan bulan Juni Juli Agustus merasakan udara yang dingin sekali. Di beberapa wilayah yang saya dengar langsung dari kalangan masyarakat, mereka merasakan dingin yang tidak biasanya. Hal ini sebenarnya mudah sekali dijelaskan bila saudara mengetahui lintas edar bumi mengelilingi matahari dan gerak semu matahari. 

Perlu saudara ketahui, bulan JJA adalah puncak musim dingin di belahan bumi selatan. Australia mengalami musim dingin sehingga mengalirlah angin dari wilayah Australia menuju ke benua Asia. Hal ini terlihat dari termometer yang menunjukkan suhu rendah belasan derajat pada pagi hari atau malam hari. Ditambah lagi pada tanggal 4 Juli 2024 kemarin jarak bumi - matahari adalah yang terjauh dalam satu tahun atau yang kita sebut sebagai aphelion. Mengingat matahari merupakan sumber energi panas utama di bumi maka dengan makin jauhnya jarak bumi - matahari, suhu di bumi makin dingin. Kombinasi kedua hal itulah yang menyebabkan masyarakat Indonesia merasakan suhu yang rendah / dingin.


Kalau kita kaitkan dalam skala harian, malam hari terasa dingin dibanding siang hari khususnya pada JJA, hal ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa pada malam hari tidak terbentuk awan yang menghadang radiasi panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi. Kalau biasanya di awal malam hari terasa hangat karena reradiasi ini maka tiadanya perawanan yang terbentuk masif di pagi sampai siang hari menyebabkan pada malam hari tidak ada penghalang reradiasi bumi tersebut. Oleh sebab itu kalau ada yang alergi kulit seperti gatal gatal akibat udara dingin (kaligata) maka JJA ini merupakan siksaan. Berjemur sinar matahari pada pagi hari akan lebih menghangatkan badan dan menghilangkan kaligata ini. Selamat mencoba.

Wednesday, June 12, 2024

Bagaimana kelakuan La Nina tahun 2024 ini ??

 Menarik untuk selalu membicarakan tentang Bocah Kecil baik Laki laki (El Nino) maupun Perempuan (La Nina) karena seringkali ulahnya menyebabkan kondisi cuaca, musim dan iklim dunia menjadi tidak seperti biasanya. Kenakalan kenakalan mereka cukup banyak meresahkan penduduk dunia. Tahun 2024 ini ada beberapa lembaga dunia yang menyatakan bahwa akan terjadi La Nina meskipun kekuatannya diprediksi tidak sama oleh lembaga lembaga tersebut. Untuk mengurangi penyebaran berita yang tidak benar atau hoaks berkembang di publik serta upaya kami untuk menciptakan garda depan informasi cuaca, musim dan iklim nasional maka dilaksanakanlah kegiatan Sedekah Ilmu ini. Selengkapnya tentang webinar ini yang dipandu oleh Dr. Joko Wiratmo (ITB) dan Prof. Eddy Hermawan (BRIN) dapat dilihat pada dua link berikut ini:

https://youtu.be/3EGStiGl-SU?si=Uqy_CVErpT5CieSo



https://youtu.be/8WRe9GdI464?si=fFMW1sNcf5x6LAeS


Semoga upaya kami dalam memberikan Sedekah Ilmu ini bisa memuaskan dahaga saudara saudara semua tentang Ilmu Pengetahuan khususnya terkait Cuaca, Musim dan Iklim.


Monday, June 3, 2024

Jawaban Chatgpt terhadap artikel: https://djokowiratmo.blogspot.com/2016/01/sesuaikan-perencanaan-dan-pelaksanaan.html

 Artikel tersebut menyoroti pentingnya keselarasan antara perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dengan kondisi cuaca dan musim di Indonesia. Beberapa poin yang disoroti termasuk:

  1. Kurangnya Kesesuaian Antara Perencanaan Pembangunan dan Kondisi Cuaca: Artikel tersebut menunjukkan bahwa seringkali perencanaan pembangunan tidak memperhitungkan kondisi cuaca dan musim di Indonesia, seperti pembangunan infrastruktur yang dilakukan pada musim hujan, yang berdampak pada efektivitas dan efisiensi pembangunan.

  2. Pentingnya Memperhitungkan Pola Curah Hujan: Dengan mengidentifikasi tiga pola curah hujan di Indonesia (monsoonal, ekuatorial, dan lokal), artikel menyoroti pentingnya memperhitungkan pola curah hujan ini dalam perencanaan pembangunan.

  3. Keterbatasan dalam Pemanfaatan Informasi Cuaca: Artikel mengkritik bahwa meskipun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan ramalan cuaca secara teratur, informasi tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam perencanaan pembangunan. Ada kebutuhan untuk meningkatkan akses dan pemanfaatan data cuaca dan iklim oleh instansi pemerintah dan masyarakat.

  4. Perlunya Modernisasi Infrastruktur Pengumpulan Data Cuaca: Artikel mengusulkan modernisasi infrastruktur pengumpulan data cuaca dengan peningkatan jumlah dan resolusi stasiun cuaca otomatis (AWS), serta peningkatan teknologi untuk pengumpulan, penyimpanan, dan pengolahan data cuaca.

  5. Pelibatan Masyarakat dalam Pengumpulan Data Cuaca: Artikel menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam pengumpulan data cuaca melalui berbagai sarana komunikasi, seperti SMS, media sosial, dan telepon, untuk meningkatkan resolusi dan kecintaan masyarakat terhadap informasi cuaca.

Secara keseluruhan, artikel tersebut mengajukan sejumlah kritik dan rekomendasi untuk meningkatkan kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dengan kondisi cuaca dan musim di Indonesia, serta meningkatkan pemanfaatan informasi cuaca dan partisipasi masyarakat dalam pengumpulan data cuaca.

Sunday, March 31, 2024

Webinar Calon Garda Depan Informasi Cuaca dan Iklim Indonesia

Untuk kesekian kalinya berturut turut, kami menyelenggarakan webinar Calon garda depan informasi cuaca dan iklim Indonesia. Kegiatan ini selain dalam rangka menyambut Hari Meteorologi sedunia (HMD) tanggal 23 Maret 2024, juga untuk merayakan Hari Air sedunia tanggal 22 Maret 2024 serta mendekatkan PT dengan pemerintah, swasta, lembaga penelitian, masyarakat dan media masa. Tema HMD tahun  ini adalah Di garis depan aksi perubahan iklim.

Tampil dalam kesempatan tersebut pembicara dari BMKG (Siswanto PhD), ITB (Dr. Plato MS), UNSRI (Prof. Iskhaq Iskandar), BRIN (Prof. Eddy Hermawan), UNHAS (Prof. Halmar Halide) dan UNDIP (Prof. Rahmat Gernowo). Sambutan panitia disampaikan oleh Dr. Joko Wiratmo MP seperti bisa kita dengarkan dengan link youtube berikut ini: https://youtu.be/NiAux-ZfG-g?si=4boYOi6KNK5NI3HW 

Link link materi pembicaraan dapat dilihat pada daftar berikut:

1. https://youtu.be/nOI-bOw60vg?si=XYhN3_qAJLCGWrli

2. https://youtu.be/Pr1BOSuARYo?si=FlQQ33a_9nq724uc

3. https://youtu.be/d_fM8gFg66Y?si=L7j3qmNeKlgDyB4C

4. https://youtu.be/BZry7spe4MA?si=6drxhUmBVnwmEvhj

5. https://youtu.be/NG0dmVckAX4?si=wCMdLGPT8wnhezPt

6. https://youtu.be/CxJux90UinA?si=Vkedq-aKb-q9Pc8P

Pendaftar kegiatan ini lebih dari 200 orang dan yang aktif saat webinar antara 160-170 orang dari 29 propinsi di Indonesia. 

Sunday, January 7, 2024

Pers Release Webinar Sedekah Ilmu "Refleksi Bencana Hidrometeorologi 2023 dan Peluangnya di 2024"

 Pada tanggal 28 Desember 2023 kemarin telah dilaksanakan webinar dengan judul di atas dan menghasilkan beberapa kesimpulan dan peringatan sebagai berikut:

Press Release

Webinar Series on Knowledge Sharing: Reflection on Hydrometeorological Disasters in 2023 and Potential Occurrences in 2024

Bandung, 28th Dec 2023 - The Faculty of Earth Sciences and Technology at Bandung Institute of Technology (ITB), in collaboration with the University of Gadjah Mada (UGM), the Indonesian Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG), and the National Research and Innovation Agency (BRIN), successfully conducted a knowledge-sharing webinar titled "Reflection on Hydrometeorological Disasters in 2023 and Potential Occurrences in 2024" on Thursday, December 28, 2023, from 9:00 AM to 12:00 PM WIB.


The webinar with more than 70 attendants, aimed to raise public awareness about the importance of predicting and mitigating hydrometeorological disasters. It featured insights from four distinguished speakers:

  1. Dr. Joko Wiratmo - Bandung Institute of Technology (ITB)
  2. Dr. Siswanto - Indonesian Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG)
  3. Prof. Djati Mardiatno - University of Gadjah Mada (UGM)
  4. Prof. Eddy Hermawan - National Research and Innovation Agency (BRIN)

During the webinar, the experts discussed the reflection on hydrometeorological disasters in 2023 and the potential occurrences in 2024. Key topics included the significant impact of the 2023 heatwave in South Asia and the influence of El Nino on rainfall, drought, and the economy in Indonesia. The speakers also emphasized the importance of local wisdom in reducing the impact of hydrometeorological disasters and discussed the predictability of El Nino-Southern Oscillation (ENSO) and its implications on climate impacts.

The event provided participants with a platform for interactive discussions with the experts, enabling them to gain broader insights and knowledge. Attendees had the opportunity to directly ask questions and receive adequate answers related to the discussed topics.

Five key takeaways from the webinar are as follows:

  1. The year 2023 is likely to be confirmed as the hottest year ever recorded, highlighting the importance of addressing climate change through emission reduction strategies and adaptation.
  2. The severe heatwave in South Asia in 2023 had a significant impact on India, Bangladesh, Pakistan, and Nepal, with record-breaking temperatures and substantial consequences such as health issues, crop failures, water scarcity, and increased electricity demand.
  3. El Nino in Indonesia in 2023 resulted in reduced rainfall, higher temperatures, and economic impacts on sectors such as agriculture and tourism. Early warning systems, water management, and climate-resilient agriculture are crucial for adaptation.
  4. Local wisdom plays a vital role in responding to hydrometeorological disasters, integrating traditional knowledge with scientific approaches to reduce disaster risks and enhance resilience.
  5. The recent evolution, current status, and predictions of El Nino-Southern Oscillation (ENSO) have significant implications for climate impacts, including regional rainfall patterns and extreme events.

By participating in this webinar, it is hoped that the public will gain a better understanding of the importance of predicting and mitigating hydrometeorological disasters and actively contribute to protecting themselves and their communities from disaster threats.

For more information, please contact:

Dr. Joko Wiratmo Faculty of Earth Sciences and Technology, Institut Teknologi Bandung wiratmo@itb.ac.id

This press release was prepared by: Dr. Dasapta Erwin Irawan and Stevanus Nalendra Jati, ST., MT.

 Siaran Pers

Seri Webinar tentang Berbagi Pengetahuan: Refleksi Bencana Hidrometeorologi pada tahun 2023 dan Potensi Kejadian pada tahun 2024

Bandung, 28 Desember 2023 - Fakultas Ilmu Bumi dan Teknologi di Institut Teknologi Bandung (ITB), bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), berhasil menyelenggarakan webinar berbagi pengetahuan yang berjudul "Refleksi Bencana Hidrometeorologi pada tahun 2023 dan Potensi Kejadian pada tahun 2024" pada hari Kamis, 28 Desember 2023, pukul 9:00 pagi hingga 12:00 siang WIB.

Webinar ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memprediksi dan mitigasi terhadap bencana hidrometeorologi. Acara yang dihadiri oleh lebih dari 70 peserta ini menampilkan wawasan dari empat pembicara terkemuka:

  1. Dr. Joko Wiratmo - Institut Teknologi Bandung (ITB)
  2. Dr. Siswanto - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG)
  3. Prof. Djati Mardiatno - Universitas Gadjah Mada (UGM)
  4. Prof. Eddy Hermawan - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Selama webinar, para ahli membahas refleksi bencana hidrometeorologi pada tahun 2023 dan potensi kejadian pada tahun 2024. Topik utama meliputi dampak signifikan gelombang panas pada tahun 2023 di Asia Selatan dan pengaruh El Nino terhadap curah hujan, kekeringan, dan ekonomi di Indonesia. Para pembicara juga menekankan pentingnya kearifan lokal dalam mengurangi dampak bencana hidrometeorologi dan membahas prediktabilitas El Nino-Southern Oscillation (ENSO) serta implikasinya terhadap dampak iklim.

Acara ini memberikan peserta untuk berdiskusi interaktif dengan para ahli, memungkinkan mereka untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas. Peserta memiliki kesempatan untuk langsung bertanya dan menerima jawaban yang memadai terkait topik yang dibahas.

Berikut adalah lima poin penting yang dapat diambil dari webinar ini:

  1. Tahun 2023 kemungkinan akan dikonfirmasi sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat, menyoroti pentingnya mengatasi perubahan iklim melalui strategi pengurangan emisi dan adaptasi.
  2. Gelombang panas yang parah di Asia Selatan pada tahun 2023 berdampak signifikan bagi India, Bangladesh, Pakistan, dan Nepal, dengan suhu yang mencetak rekor dan konsekuensi serius seperti masalah kesehatan, gagal panen, kekurangan air, dan peningkatan permintaan listrik.
  3. El Nino di Indonesia pada tahun 2023 menyebabkan curah hujan berkurang, suhu yang lebih tinggi, dan dampak ekonomi pada sektor-sektor seperti pertanian dan pariwisata. Sistem peringatan dini, pengelolaan air, dan pertanian yang tahan iklim sangat penting untuk adaptasi.
  4. Kearifan lokal memainkan peran penting dalam merespons bencana hidrometeorologi, mengintegrasikan pengetahuan tradisional dengan pendekatan ilmiah untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketahanan.
  5. Evolusi terkini, status saat ini, dan prediksi El Nino-Southern Oscillation (ENSO) memiliki implikasi yang signifikan terhadap dampak iklim, termasuk pola curah hujan regional dan peristiwa ekstrem.

Dengan berpartisipasi dalam webinar ini, diharapkan masyarakat akan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya memprediksi dan mitigasi bencana hidrometeorologi serta berkontribusi aktif untuk melindungi diri dan komunitas mereka dari ancaman bencana.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:

Dr. Joko Wiratmo Fakultas Ilmu Bumi dan Teknologi, Institut Teknologi Bandung wiratmo@itb.ac.id

Siaran pers ini disusun oleh: Dr. Dasapta Erwin Irawan dan Stevanus Nalendra Jati, ST., MT.

 Perlu diketahui sebaran dari peserta webinar tersebut adalah sebagai berikut: