Hari buruh internasional atau May Day selalu diperingati oleh seluruh buruh di dunia ini dengan gegap gempita. Biasanya untuk menarik perhatian maka para buruh melakukan aksi mogok kerja, melakukan demonstrasi besar-besaran dan sebagainya. Namun kali ini buruh sedunia melakukan aksinya dengan lebih simpatik karena menggunakan media sosial dalam menyampaikan aspirasinya. Aspirasi yang selalu diulang setiap tahun dimana selalu berisi tuntutan untuk peningkatan kesejahteraan dan kenyamanan hidup. Di tengah pandemi Corona ini memang cara penyampaian yang lain ini patut diberikan apresiasi karena tidak mengganggu banyak pihak. Tiga tuntutan yakni penundaan pembahasan Omnibus Law, menolak pemutusan hubungan kerja dan menuntut tunjangan hari raya penuh ini dalam batas wajar-wajar saja meskipun mereka juga belum mendengarkan keluhan para pengusaha yang usahanya menjadi sangat terdampak oleh pandemi ini. Pengusaha dihadapkan pada situasi dimana tidak ada produksi sehingga tidak bisa menghasilkan pemasukan bagi perusahaan sedangkan tuntutan untuk membayar gaji karyawan dan tunjangan terus menerus dihadapi. Situasi semacam ini tentu saja sangat tidak mengenakkan bagi para pengusaha. Gerusan pada aset perusahaan bisa jadi menguat seiring makin lamanya situasi pandemi corona ini bila tidak segera berakhir. Dilematis memang. Pengusaha yang baik tentu selalu berpikir bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan karyawannya dan perusahaannya makin maju. Itu selalu merupakan impian juga bagi karyawannya. Tidak ada PHK, tidak ada pemotongan gaji, THR jalan terus, kesejahteraan meningkat dimana itu semua tidak jauh-jauh urusannya dengan kesejahteraan hidup karyawan/buruh. Semoga ada titik temu antara masyarakat buruh dengan pengusaha yang dimediasi oleh pemerintah sebagai regulator. Saatnya juga bagi Dewan Perwakilan Rakyat untuk memperjuangkan dengan gigih masyarakat yang diwakilinya (baca: tingkat kesejahteraannya) agar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia benar-benar bisa dirasakan.
No comments:
Post a Comment