Thursday, October 24, 2019

Mengapa panas sekali ...??

Hari-hari belakangan ini cuaca di Indonesia terasa panas sekali. Banyak berita di WAG yang menyatakan banyak kota besar di berbagai wilayah di Indonesia suhunya lebih dari 38oC. Sejumlah langkah telah disebarluaskan untuk mengatasi hal tersebut dari mulai hal yang sederhana. Misal membawa payung atau menyalakan AC di dalam ruangan, banyak minum supaya tidak dehidrasi dan sebagainya. Sebenarnya peristiwa ini biasa-biasa saja terjadi. Hal tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut.
Saat ini matahari seolah-olah bergerak ke lintang selatan atau kurang lebih pada lintang 8 derajat. Ini berarti bahwa pada bumi bagian selatan banyak mendapatkan radiasi matahari dibanding dengan belahan bumi utara apalagi kutub utara. Gerak matahari ini secara sederhana bisa dihitung (tentu ada koreksinya) dengan perjalanan 23,5 derajat dalam waktu kurang lebih tiga bulan. Ini berarti bahwa setiap harinya matahari bergerak dengan kecepatan 23,5 derajat/90 hari. Pada saat ini banyak belahan bumi selatan khususnya di atas wilayah Indonesia yang tidak tertutup awan,  artinya tidak banyak uap air berada di kawasan tersebut. Wajar saja ketika tidak ada uap air di atas wilayah tersebut maka pembentukan perawanan tidak terjadi dan berakibat pada tidak adanya hujan serta tidak ada halangan sinar matahari menyinari permukaan bumi. Radiasi langsung dari matahari dan gelombang panjang yang dipantulkan bumi menyebabkan udara menjadi lebih panas. Perawanan yang terjadi di wilayah lain bisa memayungi permukaan di bawahnya sehingga udaranya lebih sejuk. Namun perawanan jenis stratus yang memayungi suatu wilayah yang banyak industri dan pencemaran udara akan menyebabkan udara menjadi terjebak di dalamnya apalagi bila tidak ada angin bertiup dan bentuk wilayahnya berupa cekungan. Udara yang terjebak akan makin meningkat temperaturnya sehingga memanaskan udara di atas wilayah tersebut. Kondisi semacam ini tidak mengenakkan bagi kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu adalah langkah yang baik bila lebih banyak menanam pohon-pohon agar udara menjadi tidak terlalu panas karena hadirnya banyak oksigen di udara. Oksigen  yang dihasilkan dari proses fotosintesis menjamin udara tetap segar untuk dihirup dan dapat mengurangi pemanasan skala mikro sampai global. Marilah berlomba-lomba dalam memperbaiki lingkungan agar cuaca, musim dan iklim makin mengenakkan untuk hidup kita. 

Wednesday, October 23, 2019

Kanal karhutla

Kanal air yang digunakan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan atau saya singkat saja sebagai kanal karhutla sudah diwacanakan sejak beberapa waktu ini karena dianggap bahwa hujan buatan tidak mampu atau tidak efektif dalam menanggulangi karhutla. Menurut hemat saya, anggapan tersebut tidaklah tepat. Dengan miliaran liter air yang mengguyur permukaan bumi dengan sekali hujan buatan, maka dapat dipastikan bahwa akan lebih cepat karhutla teratasi. Memang bahwa tidak sekali hujan buatan akan segera memadamkan karhutla, namun bila berkali-kali terjadi hujan yang dipicu oleh penyemaian awan-awan potensial dengan menggunakan garam dapur maka bisa dipastikan api dan titik api akan cepat padam. Kekhawatiran bahwa saat ini belum ada cara yang ampuh untuk memadamkan titik api di dalam tanah gambut memang bukanlah hal yang berlebihan, wajar-wajar saja. Tetapi kanal yang akan diupayakan untuk memadamkan titik bara api di dalam permukaan tanah gambut bisa memicu permasalahan baru. Kita tahu bahwa bila dibuat kanal air maka air yang tersimpan di lahan gambut akan mengalir masuk ke dalam kanal tersebut. Akibatnya tanah gambut menjadi kering dan memudahkan timbulnya titik api baru dengan sedikit pemicu dari luar. Pecahan kaca yang tersinari matahari sehingga membentuk titik fokus karena berfungsi seperti lensa lup bisa berakibat pada pembentukan titik api. Puntung rokok yang dibuang sembarangan dan mengenai lahan gambut bisa menjadi sumber titik api baru. 
Kedalaman permukaan kanal air pasti akan lebih dalam dibandingkan dengan kedalaman permukaan tanah gambut. Air yang tersimpan dalam gambut akan meresap dan mengalir ke dalam kanal tersebut, seperti telah disebut di atas. Jadi cara yang sepertinya akan mengatasi masalah justru menimbulkan masalah baru karena makin mudahnya tanah gambut akan terbakar. Memang untuk kedalaman tanah gambut yang dalam dan terdapat batubara di dalamnya berpotensi untuk bisa dipadamkan namun lagi-lagi karena permukaannya dalam maka air kanal yang membasahi lahan gambut adalah yang bagian dalam sedangkan bagian permukaannya relatif kering. Mungkin cara yang paling efektif adalah mengkombinasikan antara hujan buatan dengan kanal air. Bagian dekat permukaan akan terbasahi oleh air hujan sedangkan bagian yang lebih dalam akan terbasahi oleh air kanal. Namun perlu diingat bahwa pada saat musim kemarau, pembuatan kanal air ini malah akan memperparah kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Semoga bisa menjadi alternatif pemikiran dalam memecahkan kebakaran hutan dan atau lahan di banyak tempat di Indonesia saat ini.