Monday, September 30, 2019

Keterlaluan bila ...

Beberapa waktu terakhir berita tentang gelombang aksi demonstrasi mahasiswa menyikapi rencana undang-undang berbagai masalah yang menyangkut kepentingan publik menggelora setiap hari. Berbagai tuntutan yang disuarakan oleh mereka kalau dipikir lebih jernih boleh dikatakan sudah agak terlambat. Meskipun aspirasi masyarakat sudah didengar oleh pemerintah, masih saja gelombang aksi demonstrasi masih berjalan. Lalu apa yang sebenarnya dicari? Apakah ingin mencari panggung untuk masa depan segelintir mahasiswa ataukah benar-benar menyuarakan sikap masyarakat? Apa jadinya jika yang dianggap menyuarakan aspirasi masyarakat menganggap bahwa diri mereka sendiri ditunggangi oleh kepentingan rakyat? Lalu sebenarnya mereka menyuarakan aspirasinya siapa? Apakah mereka menganggap bahwa dirinya bukan bagian dari masyarakat? Semoga hanya selip lidah karena terlalu bersemangat. Argumentasi menjadi makin kacau apalagi bila yang berbicara tidak memahami masalah hukum dan belum membandingkan antara produk kolonial dengan rancangan produk yang baru. Bacalah dulu semuanya, baru manggung. Tidak grusa grusu dalam mempersiapkan setiap aksinya sehingga tidak menghitung dampak yang bisa mengganggu kepentingan masyarakat lain yang ingin tentram dan damai. Aksi yang berlebihan hanya akan merusak fasilitas pribadi dan publik dimana pada akhirnya yang menanggung semuanya adalah rakyat. Semoga lebih hati-hati dalam bertindak dan jauh mengurangi kerugian harta benda dan nyawa. Andaikata semuanya lebih bisa berpikir jernih, tidak perlu ada korban harta benda dan nyawa. Adu argumentasi dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat secara akademik justru akan makin mendidik masyarakat untuk bertindak dan bersikap sewajarnya dan tidak berlebih-lebihan. Mari bersama-sama membangun bangsa ini dengan cara-cara yang lebih baik dan banyak belajar pada sejarah bangsa kita sendiri dan bangsa-bangsa lain. Bukankah aspirasi sudah didengar?? Merusak jauh lebih mudah dan hanya butuh waktu yang singkat daripada membangun namun membangun justru merupakan tugas dan tanggungjawab yang mulia dan terhormat daripada merusak. Mari bersama-sama menjadi bagian dari problem solver, bukan menjadi bagian dari trouble maker.

Asap, kabut, atau kabut asap??

Beberapa waktu ini di beberapa tempat di Indonesia, bahkan dunia, sedang terjadi kebakaran hutan dan lahan. Selain di negeri kita, terdapat juga kebakaran skala besar yang terjadi di Brazil dan di Conggo. Kebakaran yang terjadi saat ini banyak mengeluarkan asap yang dampaknya sudah banyak dirasakan masyarakat. Udara menjadi pengap dan panas serta mengganggu pernafasan. Bagi manula (manusia berusia lanjut) dan anak-anak, hal ini tentu lebih dirasakan dibanding dengan yang berusia remaja dan dewasa. Sekali lagi "asap" mengingat hampir tidak ada uap air yang terkandung dalam asap karena keringnya. Kandungan uap air yang ada di atmosfer tropis mendekati 4% dari volume atmosfer sementara di wilayah kutub bisa mencapai 0%. Alhamdulillah bahwa dengan adanya modifikasi cuaca telah beberapa kali menyebabkan hujan deras di berbagai tempat. Ini merupakan berita yang baik mengingat beberapa waktu dilaksanakan proyek hujan buatan tetapi hasilnya masih jauh dari harapan mengingat ketiadaan awan-awan potensial untuk disemai.
Di Conggo, menurut informasi, mencontoh dan banyak belajar ke Indonesia dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Mereka berusaha untuk memadamkan kebakaran hutannya melalui cara-cara yang kebanyakan manual sedangkan Brazil masih berusaha untuk mengatasi kebakaran hutan Amazone bekerjasama dengan negara sekitarnya. Tentu semuanya mengharapkan agar secara alami segera terjadi musim hujan. Di Conggo, musim monsoon Afrika timur akan dengan segera menghasilkan hujan sedangkan di Brazil, monsoon Amerika selatan akan banyak mendatangkan hujan. Fenomena monsoon timur laut di belahan bumi utara wilayah Indonesia akan terjadi tidak berapa lama lagi mengingat sekarang angin sudah menjadi angin tenggara dan timur. Oleh karena itu bisa diharapkan bahwa asap akan segera terhalau dari wilayah kebakaran hutan dan lahan. Langit segera akan menjadi bersih kembali dan seluruh  masyarakat wilayah karhutla akan kembali melihat sinar matahari yang selama ini tertutup oleh asap dimana untuk sementara waktu akan mengalami "kabut asap" dahulu. Demikian juga wilayah Indonesia lainnya yang saat ini mengalami kekeringan dan terjadi kebakaran hutan, misalnya di Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Bisa diharapkan bahwa pertengahan Oktober sudah memasuki awal musim hujan sedangkan di Nusa Tenggara mungkin awal November baru akan mengalami banyak hujan. Semoga musim hujan sesegera mungkin datang dan permasalahan kebakaran segera hilang dan kebutuhan air warga tercukupi. Sudah saatnya bersiap-siap akan datangnya banjir pada musim hujan mendatang yang semestinya sudah dipersiapkan saat musim kemarau dalam membangun infrastruktur, misalnya. Semoga tidak menjadi sesuatu yang sifatnya rutin semata namun harus selalu ada perbaikan pada setiap musimnya dalam proses pembangunan.