Ass.wr.wb …berbeda pemahaman terhadap sesuatu masalah
seringkali akibat mindset yang berbeda atau tingkat pemahaman yang berbeda.
Kalau tidak benar, ya tinggal dikoreksi saja to?? Diluruskan, seharusnya begini
begitu. Tetapi bila sudah memasuki ranah hukum dan melewati batas ambang
toleransi, ya tinggal diproses saja. Keluarga sadar hukum (kadarkum), atau
kalau masyarakat alergi dengan istilah ini karena dianggap berbau-bau Orba ya
tinggal diganti dengan istilah lain saja, juga makin disadarkan pada setiap orang
agar makin hati-hati dalam bertindak. Butuh proses untuk memahami itu semua.
Tidak ada masalah. Tugas semacam itu tidak mudah dan tidak singkat. Bahkan
untuk selevel tingkat pendidikannya saja karena sudut pandang yang berbeda bisa
menghasilkan hasil yang berbeda. Berbeda dalam sudut pandang tidak seharusnya
kita berantem saling pukul pukulan yang sesungguhnya secara fisik, tapi adu
argumentasi dengan tetap menjaga toleransi. Kita pakai kacamata yang bening
agar lebih mudah dalam membedakan warna yang sesungguhnya kita lihat. Banyak
yang harus dikoreksi terkait masalah SARA yang terjadi sampai dengan saat ini
dengan meningkatkan pendidikan, pemahaman dan toleransi dalam batas-batas
tertentu. Pendidikan moral Pancasila seharusnya ditanamkan sejak usia dini. Harus
kita cegah radikalisme agar kehidupan berbangsa dan bernegara kita ini makin
menyejukkan dan mengenakkan untuk membangun negeri kita tercinta. Marilah kita
bersama-sama meskipun berbeda-beda tetapi kita harus tetap satu sebagai bangsa
Indonesia (Bhinneka Tunggal Ika). Semangat Sumpah Pemuda harus kita
kumandangkan terus. Mengapa?? Karena kita adalah satu …INDONESIA. Tentu 4 pilar
kebangsaan kita jangan dilupakan. Jangan biarkan urusan dalam negeri kita
diobok-obok oleh negara lain; apalagi moment pileg dan pilpres bisa menyebabkan
perpecahan di antara kita semua. Mari kita berkaca dari pengalaman negara lain
dan sejarah bangsa kita sendiri. Masih ada waktu bagi kita semua untuk makin
memperbaiki diri. Tapi harus diingat bahwa kita tidak tahu sampai kapan umur kita
ini, oleh karena itu berkali-kali mari kita ingatkan diri kita sendiri dan
sanak saudara serta rekan-rekan kita untuk selalu ingat kepada Allah SWT/Tuhan
YME. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi muslimin dan muslimat, salam
sejahtera bagi kita semua.
Obyektif, Independen, Sportif, Berpikir Positif, Berjiwa BESAR
Tuesday, May 7, 2019
Friday, May 3, 2019
Pendidikan dan tenaga kerja Indonesia
Hari ini, Kamis tanggal 2 Mei adalah hari pendidikan nasional dimana temanya adalah "Menguatkan pendidikan, memajukan kebudayaan". Boleh-boleh saja kalau mempermasalahkan tema tersebut, misalnya apakah memang pendidikan di Indonesia tidak kuat? Seberapa kuat pendidikan di Indonesia? Apakah kebudayaan kita belum maju? Bukankah warga negara lain mengakui bahwa Indonesia mempunyai budaya yang sudah maju sejak sekian abad yang lalu seperti misalnya saat jaman Sriwijaya dan Majapahit? Apakah memang telah terjadi kemunduran dalam pendidikan dan kebudayaan di Indonesia? Berbagai pertanyaan bisa dilontarkan terkait dengan dua hal tersebut.
Yang jelas bahwa masih banyak ketimpangan pendidikan antara Jawa dan luar Jawa, antara perkotaan dan pedesaan bahkan dalam pulau yang sama yang dengan adanya kemajuan teknologi ketimpangan tersebut makin melebar, meski langkah-langkah untuk mengatasinya juga sudah dilakukan namun kecepatannya tidak seperti yang diharapkan. Berbagai kendala dan alasan dimungkinkan. Tenaga pengajar yang terus diupayakan untuk ditingkatkan mutunya dan demikian juga anak didiknya kadangkala terkendala oleh birokrasi yang belum sepenuhnya saling menerima dan memberi (legowo saling mengisi). Dengan kata lain, sepertinya masih belum ada kekompakan dalam menggalang semua potensi yang ada agar kualitas guru dan anak didiknya makin meningkat di berbagai jenjang pendidikan. Sifat keakuan di level birokrasi tertentu masih tinggi sehingga menghambat jalannya roda organisasi. Sebenarnya bila desentralisasi pendidikan maju makin tersebar maka bisa diharapkan kualitas sumber daya manusia Indonesia juga akan semakin meningkat dan tidak menumpuk di pulau Jawa saja.
Kemarin hari buruh (May day) yang dalam demonstrasinya di berbagai kota menyerukan adanya perubahan pada beberapa kebijakan yang dipandang merugikan kaum buruh. Beberapa hal yang mengemuka misalnya adalah bahwa pemerintah sekarang memprioritaskan kepentingan pemodal saja, terjadi PHK massal, aturan-aturan minim berpihak pada buruh serta tuduhan adanya perbudakan berkedok outsourcing, pemagangan dan honorer selain issue tenaga kerja asing tak terdidik yang makin membanjiri negara kita khususnya dari Tiongkok. Tentu muaranya adalah tentang kesejahteraan para buruh. Hal ini sudah menjadi permasalahan laten/sejak dahulu yang setiap kali hari buruh dikumandangkan/diteriakkan. Selama kondisi ekonomi perusahaan memungkinkan sebenarnya tidak ada masalah. Yang menjadi masalah kadangkala adalah apakah perusahaan mau untuk mengurangi keuntungannya dengan berbagi pada buruh, bersediakah para pemilik/top manajer menurunkan gaya hidupnya, bersediakah pemerintah makin mendengarkan keluhan para buruh dan menjembatani kepentingan pengusaha dan buruh?? Bersediakah pula pemerintah merevisi aturan-aturan yang sangat merugikan buruh seperti tuntutan mereka?? Bersediakah para wakil rakyat memberikan solusi nyata (tidak hanya wacana) dalam menyelesaikan permasalahan buruh tanpa memikirkan diri sendiri, memperkaya diri atau popularitas diri?? Perdebatan yang tak akan kunjung selesai karena berbagai faktor yang saling terkait dan rumit. Perlu jiwa besar semua pihak untuk itu.
Teknologi informasi sudah demikian berkembang dengan pesat. Setiap buruh pasti mempunyai handphone untuk berkomunikasi, semiskin apapun, karena sejak beberapa tahun terakhir barang tersebut tidak pernah lepas dari sisi manusia Indonesia. Sudah saatnya bagi buruh untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya dalam menghasilkan uang atau kebutuhan hidup lainnya dari HP yang mereka miliki serta berbagai media sosial yang mereka ikuti. Selama ini HP lebih banyak digunakan untuk ber- haha hihi, ketawa ketiwi, serta bersendagurau yang tidak banyak manfaatnya. Sudah waktunya untuk merubah kebiasaan menjadi hal-hal yang positif. Ketrampilan kewirausahaan sudah harus makin ditingkatkan jumlah dan mutunya agar tujuan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudaya maju segera terwujud sehingga Indonesia menjadi salah satu negara adidaya dunia. Keunggulan komparatif berupa sumber daya alam yang demikian luar biasa seringkali tidak dapat diolah dengan baik karena keterbatasan pendidikan para pekerja (SDM)nya. Banyak di antara kita yang demikian tergantung pada perusahaan atau institusi kita. Kita kurang banyak memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam meraup penghasilan. Kreativitas kita diuji sampai dengan batas ini, tidak hanya business as ussual saja. Sudah sewajarnya bila kita mampu berimprovisasi dan berinovasi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih baik dan makin berkembang. Dalam hal-hal tertentu sudah bukan jamannya lagi untuk terlalu bergantung pada pemerintah. Setiap insan Indonesia harus berupaya untuk mandiri dalam ikatan 4 pilar kebangsaan kita yang dijiwai oleh semangat Sumpah Pemuda.
Momen hari buruh dan hari pendidikan nasional yang berurutan ini sangat penting dalam memupuk kembali rasa persatuan dan kesatuan kita, senasib sepenanggungan sebagai bangsa Indonesia yang sempat terusik karena pilpres dan pileg kemarin. Semoga ke depan adem ayem saja, tidak timbul gejolak yang berarti. Keinginan bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD45 sudah demikian jelas. Oleh karena itu maka SDM merupakan sentral pemberdayaan bagi pembangunan nasional. Tidak ada kata lain selain marilah kita bersama-sama bergotong royong membangun bangsa ini agar makin melesat dan hasil pembangunannya dirasakan merata di seluruh wilayah tanah air. In sya allah, aamiin.
Wednesday, October 10, 2018
Seminar, workshop, pelatihan tentang cuaca, musim dan iklim
Musim kemarau segera akan berakhir dan musim hujan sebentar lagi akan turun di seluruh wilayah tanah air. Ini berdampak pada kemungkinan terjadinya anomali cuaca, musim dan iklim di wilayah kita, misalnya banjir dan tanah longsor. Bila kita bisa mengetahui kira-kira kondisi cuaca dan musim bagaimana maka kita bisa bersiap-siap menyongsongnya.
Yang berminat, silahkan hubungi contact persons kami yakni saudari Mega dan Dede dengan no hp seperti terdapat pada poster kami.
Tuesday, May 15, 2018
Persatuan dan kesatuan bangsa-bangsa di seluruh dunia
Coba sekali waktu kita dengar kidung cinta untuk setiap suku di tiap pulau di Indonesia lalu kita dengarkan lagu cinta dari setiap pulau di wilayah Indonesia. Kombinasikan lagu cinta tiap pulau tersebut untuk menggambarkan nusantara tercinta. Kita mempunyai 714 jenis budaya, jadi saya pikir ada 2 yang belum masuk untuk menggambarkan budaya di dunia ini yakni budaya arab dan budaya fantasi. Setelah itu coba kita dengarkan kidung cinta juga untuk tiap kawasan dan benua di dunia ini (lingkar samudra Hindia, Pasifik dan Atlantik). Akhirnya yang kita akan rasakan adalah kebhinekaan bangsa-bangsa di seluruh kawasan di dunia ini yang in sya allah, islam islami rahmatan lil alamin. aamiin. 😍😍😍😍
Saturday, December 9, 2017
Belajar dari Cempaka dan Dahlia
Beberapa waktu lalu berkembang siklon Cempaka dan Dahlia yang melewati wilayah Indonesia khususnya samudra Hindia. Dampaknya siklon tersebut khususnya Cempaka menyebabkan cuaca yang sangat buruk dan hujan ekstrim di beberapa tempat di wilayah kita. Hujan ekstrim tersebut menyebabkan wilayah Yogyakarta (DIY) dan Pacitan Jawa Timur mengalami banjir besar. Banyak sungai meluap dan banjir dimana-mana. Sarana dan prasarana umum banyak yang rusak bahkan menyebabkan korban jiwa. Sebagian wilayah putus hubungan dengan wilayah yang lain karena jembatan permanen dan semi permanen putus. Tidak sedikit rumah yang hanyut terbawa banjir. Longsor juga banyak terjadi. Penerbangan banyak di cancel atau delay. Baru kali ini selama sejarah republik ini bencana akibat siklon tropis ini terjadi. Biasanya siklon tropis agak jauh dari wilayah kita dan imbasnya hanya ekornya saja sehingga dampaknya tidak separah beberapa waktu yang lalu. Imbas ekor siklon tersebut biasanya hanya menyebabkan gelombang tinggi dan hambatan besar pada transportasi laut, tidak sampai pada peningkatan hujan ekstrim di wilayah kita. Oleh karena itu, ini merupakan sejarah bagi negeri ini. Bukan tidak mungkin di masa mendatang kejadian serupa akan makin sering terjadi.
Belajar dari pengalaman kejadian akibat siklon tersebut maka beberapa langkah perlu diambil. Peningkatan kemampuan ramalan cuaca harus makin ditingkatkan. Sinergi antara lembaga BMKG dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi harus makin ditingkatkan. Ketepatan ramalan cuaca seiring dengan peningkatan kemampuan SDM dalam teori, observasi dan modelling. Sudah tidak pada tempatnya bahwa urusan peningkatan kemampuan ramalan cuaca ini urusan bidang meteorologi dan klimatologi saja. Semua disiplin ilmu bisa masuk dalam masalah ini. Pendekatan multidisiplin dan interdisipliner harus dikembangkan agar mampu menjawab keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Jumlah stasiun-stasiun pengamat permukaan harus sedapat mungkin disesuaikan dengan ketentuan WMO (world meteorological organization) dengan kemampuan pengamat yang memadai. Stasiun pengamat permukaan ini sangat dibutuhkan dalam memperbaiki kualitas kemampuan model prediksi. Meskipun kemampuan satelit dan radar juga makin meningkat namun stasiun pengamat permukaan ini masih sangat penting dan dibutuhkan di masa-masa mendatang. Kemampuan model prediksi area terbatas akan sangat terdukung dengan adanya stasiun pengamat permukaan yang beroperasi dengan optimal. Kita telah mempunyai BMKG yang cukup handal dalam menangani berbagai permasalahan terkait meteorologi, klimatologi, dan geofisika serta kelautan di tanah air. Meskipun demikian, kemampuan sumber daya manusianya harus terus menerus di up grade agar makin memenuhi harapan masyarakat. Ramalan cuaca yang ketepatannya baru 65-70% harus ditingkatkan sampai 85% misalnya meskipun ini merupakan tantangan yang sangat berat. Penelitian dan pengembangan (litbang) BMKG juga harus bisa mengarahkan BMKG ini menuju pencapaian tersebut.
Pendekatan kesejahteraan harus juga diperhatikan agar para pelaksana di tingkat lapangan bisa menghasilkan data yang baik, penelitian yang bagus, dan layanan informasi kepada masyarakat. Undang-undang MKG yang hanya menuntut kemampuan prima di tingkat lapangan serta punishment yang cukup berat ketika mereka melalaikan tugasnya seharusnya diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan mereka baik lahir maupun batin.
BMKG juga harus makin lincah dalam melayani masyarakat dengan tetap mengedepankan prinsip ramping organisasi padat fungsi. Kendala struktural dan kultural harus ditangani secara luwes agar BMKG menjadi makin cantik dan menarik hati seperti yang diinginkan masyarakat. Semoga! Aamiin 3x YRA.
Wednesday, October 4, 2017
Tuesday, September 26, 2017
Kekeringan di Indonesia diprediksi tidak akan berlangsung terlalu lama
Beberapa waktu terakhir ini media
massa tidak terkecuali harian PR memberitakan tentang kekeringan yang melanda
khususnya sebagian wilayah di Jawa Barat dan umumnya di beberapa wilayah di
tanah air. Keluhan dari warga yang mengalaminya memang sebagian ditanggapi
dengan cepat oleh pemerintah daerah
namun tidak jarang penanganannya terkesan lambat. Wilayah-wilayah yang sulit
terjangkau kendaraan roda empat merupakan wilayah yang paling menderita
mengingat bantuan air dari pemerintah daerahnya selalu terlambat sehingga
masyarakat harus berjuang sendiri untuk beradaptasi dengan kekeringan. Sebenarnya
terdapat 3 jenis kekeringan yakni kekeringan meteorologi, hidrologi, dan pertanian.
Tujuan dari tulisan ini adalah mengungkapkan peluang / kemungkinan sampai kapan
kekeringan ini berlangsung dan bagaimana upaya yang semestinya dilakukan agar
dampak kekeringan pada masyarakat semacam ini bisa diminimalisasi.
Faktor-faktor
pengontrol musim di Indonesia
Di
Indonesia terdapat 3 jenis pola sirkulasi atmosfer yang berpengaruh pada proses
pembentukan hujan. Ketiganya adalah sirkulasi Hadley yang berarah Utara –
Selatan, sirkulasi Walker yang berarah Barat – Timur, dan sirkulasi lokal
seperti angin darat, laut, lembah, dan gunung. Interaksi ini berlangsung
sedemikian kompleks sehingga menghasilkan tiga jenis pola curah hujan yakni
pola monsoonal, ekuatorial dan lokal atau disebut masing-masing sebagai pola A,
B, dan C. Ketiga pola sirkulasi di atas dikendalikan pula oleh kondisi monsoon,
ENSO (El Nino and Southern Oscillation) dan Dipole Mode. Wilayah Jawa Barat
mempunyai tipe curah hujan monsoonal artinya pada bulan-bulan Juni-Juli-Agustus
curah hujannya kecil bahkan mungkin tidak ada hujan sama sekali. Sedangkan
puncak musim hujan berkisar bulan Desember-Januari-Pebruari. Mengingat hal
demikian maka kesetimbangan air dalam tanah juga akan terpengaruh yang memicu
adanya surplus dan defisit air di tanah.
Bagaimana kondisi saat ini?
Secara klimatologis, indeks AUSMI
(Australian Monsoon Index) menunjukkan nilai negatif sehingga kemunculan
monsoon yang menghasilkan hujan kemungkinan sangat kecil terjadi. Indeks ini
dikembangkan antara lain bisa digunakan untuk mengetahui kira-kira kapan musim
kemarau dan hujan di Indonesia terjadi. Ia meliputi area sebagian wilayah
Indonesia bagian Tenggara dan sebagian wilayah Utara Australia.
El Nino yang berulang dengan intensitas
berbeda setiap 2-7 tahun juga membawa dampak yang cukup signifikan bagi musim
di Indonesia. Umumnya El Nino membawa dampak pengurangan curah hujan yang
signifikan khususnya di Indonesia bagian Timur. Wilayah yang biasanya digunakan
sebagai patokan untuk menentukan indeks El Nino adalah wilayah Nino 3.4 yang
kurang lebih sempit yang dibatasi dengan 5o LU – 5o LS
yang membujur sekitar ekuator di tengah-tengah samudra Pasifik. Sampai bulan
Juli 2017 kemarin, anomali suhu permukaan laut di wilayah tersebut menunjukkan
tren penurunan positif. Ini berarti peluang terjadinya El Nino agak menurun.
Hal tersebut dikuatkan oleh prediksi peluang terjadinya El Nino yang menurun
dari 46% menjadi 40% di bulan Juli – Agustus – September. Sementara itu kondisi
normal berpeluang lebih besar yakni sebesar 56%, jauh dibanding prakiraan La
Nina yang hanya 4% saja. Peluang pola normal juga masih akan berlangsung di
atas 50% sampai Oktober – November mendatang sementara peluang El Nino sedikit
mengalami penurunan dan La Nina menguat sampai sedikit di atas 10%. Prediksi
model ENSO (El Nino and Southern Oscillation) dari banyak instansi menunjukkan
kemungkinan anomali suhu permukaan laut yang bernilai positif sampai dengan
akhir tahun ini. Ini berarti ada
kemungkinan El Nino terjadi tapi lebih
besar kemungkinannya untuk terjadi kondisi normal.
Faktor besar ketiga yang penting
untuk dipantau keberadaannya adalah suhu permukaan laut di samudra Hindia
ekuator bagian barat dan timur yakni pantai timur Afrika dan pantai barat Sumatera
Indonesia yang dinyatakan dengan Indeks
Dipole Mode (IODM). Prediksi yang dilakukan oleh 6 badan dunia 80% menunjukkan
bahwa nilai IODM netral/normal sedangkan dua lainnya yakni badan meteorologi
Kanada dan Inggris meramalkan nilai yang positif. Secara rata-rata dapat
dikatakan bahwa kondisi saat ini adalah normal.
Salah satu
model peramalan peluang presipitasi (salah satu bentuknya adalah curah hujan)
global menunjukkan bahwa wilayah Indonesia berpeluang 40-50% hujan di atas
normal. Wilayah Jawa Barat sendiri berpeluang hujan di atas normal sebesar
40an% pada bulan September – Oktober – November 2017. Ini berarti bahwa peluang
kondisi di bawah normal sampai normal mendekati 60%.
Dengan demikian maka mengingat
kondisi kliimatologis dan hasil prediksi berbagai lembaga dunia (dengan catatan: bila itu benar) menunjukkan
bahwa peluang terbesar saat ini adalah berada dalam kondisi normal. Yang
menarik adalah mengapa pada saat kondisi normal justru saat ini sebagian
wilayah mengalami kekeringan?? Beberapa jawaban yang mungkin tidak memuaskan adalah
sebagai berikut. Pertama, kesetimbangan air di alam terganggu akibat interaksi
yang kompleks antara proses-proses di alam dan manusia. Kedua adalah kondisi
iklim yang berubah. Pemanasan global yang dipicu oleh keberadaan peningkatan
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menghasilkan perubahan iklim di banyak
tempat di bumi. Perusakan lingkungan menyebabkan neraca air di alam terganggu
yang memicu terjadinya 3 jenis kekeringan di atas. Oleh sebab itu untuk
beberapa waktu ke depan kita masih harus bersabar agar musim hujan segera
terjadi.
Saat ini yang harus dilakukan
dalam jangka pendek adalah gerakan hemat air. Instansi terkait melakukanmanajemen air yang lebih baik agar surplus dan defisit air bisa dikontrol.
Dalam jangka panjang harus mendidik masyarakat untuk mencintai lingkungannya
karena sekecil apapun yang manusia lakukan, dalam jangka panjang ada imbasnya
ke diri manusia.
Kampus Ganesha Bandung, 18 September 2017
Sunday, September 10, 2017
Weather and climate literacy forum
Baktiku pada negeri ini sebagai ungkapan rasa syukur terhadap berbagai nikmat yang telah kami peroleh dan keinginanku untuk berbagi dan memberdayakan masyarakat khususnya generasi muda di Indonesia terhadap berbagai bencana alam yang terkait dengan cuaca, musim dan iklim. Mulai Oktober 2017, kegiatan ini kuperluas untuk seluruh penjuru wilayah tanah air. Silahkan manfaatkan kesempatan ini dengan baik. Hubungi contact person nya ya.
Friday, June 16, 2017
Kemarau basah lagi??
Beberapa waktu terakhir menunjukkan bahwa masih banyak curah hujan terjadi di banyak wilayah, padahal bulan ini seharusnya sudah memasuki musim kemarau. Adalah wajar bila saat ini terjadi banyak curah hujan khususnya di wilayah berpola curah hujan lokal (tipe C), namun untuk yang bertipe A, tentu ini merupakan hal yang cukup janggal. Apakah ini pertanda bahwa terjadi kemunduran waktu atau perpanjangan musim hujan? Ataukah tahun ini merupakan tahun dimana kemarau basah terjadi lagi?? Mungkinkah karena telah terjadi perubahan iklim akibat pemanasan global yang makin cepat?? Ini semua memaksa kita untuk meneliti banyak faktor yang berpengaruh pada curah hujan. Moga-moga pelatihan 11-12 Juli 2017 bisa menjawab keingintahuan kita bersama. Salam lestari.
Wednesday, May 17, 2017
Pelatihan pemberdayaan masyarakat tanggap bencana alam
Memenuhi permintaan masyarakat akan pelatihan bencana hidrometeorologi, maka kami akan mengadakan Pelatihan "pemberdayaan masyarakat tanggap bencana banjir, longsor, dan kekeringan" yang akan dilaksanakan pada 11-12 Juli 2017. Diskon khusus untuk para guru SMP dan SMA dimana pendaftar yang membawa 10 orang rekannya dengan biaya @ Rp. 1,5 juta, diberikan 1 kursi gratis. Bagi masyarakat lainnya yang membawa 10 orang pendaftar @ Rp. 2,5 juta, diberikan 1 kursi gratis. Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada leaflet terlampir. Anda berminat dan tertarik untuk mengikuti pelatihan ini?? Silahkan segera mendaftar. Kuota peserta terbatas. Sampai jumpa dalam pelatihan ini. Salam.
Friday, May 5, 2017
Bencana lagi di Bandung Jawa Barat
Sumber: Youtube, banjir Ciwidey 3 Mei 2017
Kembali lagi Bandung dilanda bencana alam seperti terlihat pada video di atas. Kali ini hujan deras yang menyapu Bandung selatan menyebabkan banjir yang menghanyutkan beberapa rumah semi permanen. Di pusat kota hujan deras, hujan es dan angin kencang yang menumbangkan pohon, pagar lapangan tenis sehingga menimpa mobil dan menerbangkan apa saja yang ringan. Mengapa sampai terjadi semacam ini?? Pemanasan global, perubahan iklim, kerusakan lingkungan??? Tampaknya kita harus berpikir pada berbagai skala ruang dan waktu. Tidak hanya melihat dalam skala lokal saja, tetapi juga regional dan bahkan global. Mengapa hanya Bandung saja sementara kota-kota di sekitarnya tidak?? Rentang waktunyapun tidak berselang lama. Dua minggu yang lalu hal yang kurang lebih sama juga terjadi.
Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan peristiwa semacam ini. Untuk menjawabnya secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, dibutuhkan data yang baik. Citra radar, satelit, observasi permukaan pada skala mikro sampai makro mutlak diperlukan. Ke depan para pekerja meteorologi harus makin sering duduk bersama memecahkan masalah prediksi cuaca, musim dan iklim beserta analisisnya sehingga masyarakat makin tercerahkan dan menyadari bahwa kita makin rentan dan berisiko terhadap fenomena cuaca dan iklim. Bila masing-masing bekerja parsial dan tidak terinstitusikan maka masyarakat akan kurang memperoleh manfaat keberadaan para pakar meteorologi dan klimatologi. Gerak institusi yang luwes dan tidak terkungkung oleh faktor birokrasi dan administrasi akan menghadirkan hasil-hasil penelitian yang makin mampu menjawab keinginan masyarakat dan memuaskan semua pihak. Kreativitas dan kritivitas harus dipelihara dan ditingkatkan tanpa terganggu oleh berbagai macam aturan. Semoga.
Thursday, April 20, 2017
Peristiwa hujan deras, hujan es (hail) dan angin kencang
Kemarin sekitar jam 13-15 wib, terjadi hujan deras dan angin kencang di Bandung. Peristiwa ini agak tidak biasanya karena disertai dengan hujan es (hail). Biasanya hujan deras disertai dengan angin kencang tidak membawa hujan es. Setelah kejadian tersebut diketahui bahwa di banyak tempat terdapat ranting pohon patah, pohon-pohon bertumbangan, baliho papan reklame roboh, atap-atap seng berterbangan entah kemana dll. Bisa diduga bahwa kecepatan anginnya cukup tinggi. Coba kalian lihat, berapa skala kecepatan angin menurut Beoufort. Di salah satu kecamatan di Bandung bahkan hujan es nya menyerupai butiran-butiran salju dan menjadi mainan anak-anak. Pertanyaan yang menarik untuk dijawab adalah bagaimana hal ini bisa terjadi. Coba simak tulisan saya yang diposting pada tanggal 31 Maret 2016 berikut ini. Peristiwa yang mirip yang juga terjadi di Bandung.
Tuesday, April 11, 2017
Rencana pemindahan ibukota negara Indonesia
Rencana pemindahan ibukota negara Indonesia kembali mencuat ke permukaan. Hal ini diwacanakan presiden Jokowi terkait berbagai permasalahan yang mendera ibukota negara yang tidak kunjung terselesaikan. Kemacetan lalu lintas, banjir, dan berbagai permasalahan sosial sudah makin sulit untuk diatasi. Bayangkan saja jika siang hari penduduk Jakarta mencapai 12 juta jiwa, bagaimana bisa mengurai benang kusut tersebut. Jalan raya yang pertumbuhannya tidak secepat pertumbuhan kendaraan pribadi memberikan andil yang besar pada masalah transportasi. Transportasi menjadi tidak ekonomis dan pencemaran udara meningkat pesat. Tidak adanya batasan kepemilikan kendaraan bermotor pribadi menjadikan pada jam-jam sibuk, kemacetan lalu lintas terjadi dimana-mana. Rencana Light Mass Transport tampaknya juga membutuhkan waktu yang lama mengingat kondisi keuangan negara yang masih compang-camping. Pemasukan negara-pun masih banyak yang bocor karena korupsi berjamaah. Penuntasan kasus korupsi pun membutuhkan waktu yang lama karena tidak adanya efek jera. Mungkin jika pelaku korupsi yang sudah terbukti diberikan hukuman mati maka akan mengurangi tindak pidana korupsi tersebut secara signifikan.
Banjir yang berkali-kali terjadi tidak menyebabkan masyarakat kapok datang ke Jakarta. Wilayah-wilayah yang praktis setiap kali musim hujan banjir tidak menyebabkan penduduk pindah ke lain tempat. Harga tanah di tempat langganan banjir tersebut tidak pernah turun bahkan cenderung tetap naik. Ini mengingat tanah bernilai investasi tinggi dan tidak ada di dunia ini pabrik yang memproduksi tanah/lahan. Hal ini berbeda dengan bahan-bahan atau material bergerak yang selalu cenderung turun karena aus dan sebagainya. Harga rumah horizontal juga cenderung membumbung sehingga harus diatasi dengan pembangunan rumah vertikal. Jakarta masih merupakan magnet yang sangat kuat untuk mendorong seseorang mengais rejeki di sana. Rencana pemerintah untuk merelokasi pusat pemerintahan ke wilayah lain patut mendapatkan apresiasi mengingat sudah tidak mungkin lagi mengharapkan kondisi metropolitan yang rapi, teratur, bebas bencana alam, dan nyaman untuk melaksanakan pekerjaan pemerintahan. Meskipun pusat perekonomian masih tetap dipertahankan namun kemungkinan pertumbuhannya tidak akan sepesat seperti saat sekarang ini. Biasanya pusat pertumbuhan ekonomi akan mengikuti kemana pusat pemerintahan akan dilaksanakan.
Dahulu saat bung Karno masih berkuasa, sudah ada wacana untuk memindahkan ibukota negara ke Palangkaraya Kalimantan Tengah. Barangkali hal ini merupakan salah satu strategi perang menghadapi kolonial Belanda. Palangkaraya dianggap sebagai tengah-tengah nusantara sehingga ke Barat, Selatan, dan Timur wilayah kita lebih cepat dijangkau, tidak seperti saat ini. Permasalahannya adalah bahwa wilayah Kalimantan merupakan wilayah banyak hutan sehingga dikhawatirkan akan makin merusak hutan-hutan tropis yang tumbuh subur di sana. Di era reformasi, laju perusakan kawasan hutan di wilayah Kalimantan dan berbagai pulau lainnya terjadi dengan cepat sehingga diduga pemindahan pusat pemerintahan bisa berakibat makin menyuburkan pembalakan hutan. Di sisi lain, mungkin pula pengawasan kawasan hutan akan makin membaik bila Palangkaraya jadi ibukota negara. Pembangunan infrastruktur hampir pasti akan merusak tanah dan kawasan hutan.
Saat pemerintahan orde baru pimpinan Soeharto, persiapan pemindahan pusat pemerintahan ke Jonggol Bogor Jawa Barat juga sudah dilakukan sejak lama. Namun sayangnya karena krisis moneter tahun 1998 berakibat pada tumbangnya orde baru dan menyebabkan berantakannya rencana semula. Pada era SBY, wacana ini pun sudah disampaikan ke publik tetapi tidak mendapatkan respon yang memadai dari masyakat.
Bila dasar dari pemindahan tersebut adalah seperti disampaikan di atas dan terkait dengan masalah efektifitas dan efisiensi pemerintahan maka adalah wajar-wajar saja meskipun untuk itu dibutuhkan kajian yang komprehensif dan holistik. Beberapa negara telah melakukannya seperti pemindahan dari Bombay ke Mumbay India, Rio de Janeiro ke Brazilia di Brazil, dll. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan layanan masyarakat dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Pada jaman Habibie, untuk meningkatkan pemerataan kue pembangunan maka telah ditetapkan beberapa pusat pertumbuhan ekonomi di berbagai pulau di Indonesia. Sayang beribu sayang bahwa rencana yang bagus ini tidak dilanjutkan oleh presiden berikutnya. Mungkin karena khawatir dan takut dibilang mengekor. Pembangunan yang kita laksanakan masih merupakan pembangunan kelompok/dinasti/regime suatu pemerintahan sehingga pembangunan sistem tidak berjalan dengan lancar. Setiap ganti pemerintahan ganti kebijakan sehingga resultan pembangunan jalan di tempat. Euforia demokrasi juga berkembang dan kadangkala menghancurkan tatanan yang sudah ada. Demokrasi diartikan sebagai berbuat semau gue. Bila demokrasi ini masih berada dalam bingkai 4 pilar kebangsaan maka kekhawatiran banyak pihak akan pecahnya NKRI tidak akan pernah terjadi. Di sinilah peran pendidikan turut bermain seperti tercantum dalam pembukaan UUD 45 yang asli.
Masih kita tunggu realisasi kajian holistik pemindahan pusat pemerintahan ini dalam beberapa waktu ke depan. Apakah akan jalan di tempat, hangat-hangat kotoran ayam, atau benar-benar ditindaklanjuti secara nyata??
Thursday, March 23, 2017
Hari meteorologi sedunia
Hari ini tanggal 23 Maret merupakan hari meteorologi sedunia. Banyak kegiatan dilaksanakan untuk memperingatinya meskipun tidak mendapat sorotan media masa secara luas. Seminar-seminar dilaksanakan untuk mengingatkan kembali peran penting bidang meteorologi dalam kehidupan sehari-hari. Tema peringatan tahun ini, seperti yang disampaikan oleh WMO (World Meteorological Organization), adalah "Understanding clouds"mengingat peran penting perawanan dalam memahami siklus hidrologi, cuaca, dan iklim. Awan penting dalam peramalan cuaca dan juga pemahaman tentang perubahan iklim. Anda bisa baca mengapa awan penting dan menjadi sorotan WMO kali ini di sini. Himpunan Mahasiswa Meteorologi ITB "Atmospheira" mengadakan acara lomba foto awan yang menurut ketuanya direncanakan hari ini pengumuman pemenangnya.
Yang menjadi perhatian saya kali ini justru pada peran yang harus dimainkan oleh institusi-institusi yang terkait Meteorologi untuk menjawab berbagai permasalahan yang dijumpai masyarakat sehari-hari. Tidak jarang muncul issue-issue terkait meteorologi yang harus segera mendapatkan respon agar tidak menjadi berita menyesatkan. Berita hoax yang "sengaja" dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan tertentu yang beredar di media masa dan media sosial harus dilawan dengan memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat. Tugas ini merupakan tugas besar yang tidak hanya merupakan tugas pemerintah saja tetapi juga semua elemen masyarakat kampus dan institusi-institusi resmi bidang meteorologi. Perhatian kita sering pada wilayah Jawa saja padahal banyak permasalahan penting yang terjadi di nun jauh di wilayah-wilayah pelosok tanah air. Oleh karena itu wajar bila sumber daya manusia yang handal harus juga ditempatkan di wilayah-wilayah pelosok agar kemanfaatan meteorologi dapat dirasakan masyarakat secara langsung. Semoga pada peringatan hari meteorologi tahun depan sudah banyak kemajuan yang dicapai agar masyarakat luas makin menyadari arti penting mempelajari meteorologi. Aamiin.
Tuesday, March 21, 2017
Gerak semu matahari ...solstice dan equinox
Beberapa hari yang lalu (tepatnya tanggal 17 Maret 2017 jam 12.30 WIB) melalui facebook seorang sobat kental Prof. Dewayany (BIG) menanyakan tentang heboh equinox. Pertanyaan tersebut muncul saat saya memposting tentang "Apa kabar monsoon ??" yang ada di blog ini saya sharing ke FB. Beberapa hari masih timbul tanda tanya bagi saya ... heboh equinox yang mana ya ... saya tidak mendengar ada heboh tentang hal tersebut. Saya malu mau tanya ke beliau maksud heboh equinox (ekuinoks) itu yang bagaimana karena ekuinoks ya biasa-biasa saja menurut saya. Malu bertanya ... mosok di bidang sendiri kok nggak dengar ada heboh begitu. Saya baru ngeh waktu hari ini rekan saya dari Fakultas Geografi UGM Dr. Emilya di Detik.com menyinggung tentang heboh-heboh itu. Geli rasanya.
Rasanya saya pun tidak perlu lagi menjelaskan panjang lebar karena setidaknya jawaban bu Emilya sudah cukup. Tambahan sedikit dari saya ... ada istilah aphelium (aphelion) dan perihelium (perihelion). Aphelium untuk menyatakan jarak terjauh antara bumi matahari dan perihelium adalah jarak terdekat antara bumi dan matahari. Mengapa bisa timbul kedua hal tersebut?? Ini tidak lain karena lintasan edar bumi mengelilingi matahari berbentuk elips (lonjong). Bila lintas edar tersebut berbentuk bulat maka tidak ada kedua istilah tersebut. Aphelium (152 juta km) terjadi pada bulan Januari dan perihelium (147 juta km) terjadi pada Juli. Di BBU justru pada saat bulan Januari merupakan musim panas sedangkan bulan Juli merupakan musim dingin. Lho padahal pada saat jarak terdekat matahari - bumi kok justru musim dingin sedangkan pada saat terjauh kok musim panas?? Entar heboh lagi ??..... Tunggu jawabannya ya ...
Rasanya saya pun tidak perlu lagi menjelaskan panjang lebar karena setidaknya jawaban bu Emilya sudah cukup. Tambahan sedikit dari saya ... ada istilah aphelium (aphelion) dan perihelium (perihelion). Aphelium untuk menyatakan jarak terjauh antara bumi matahari dan perihelium adalah jarak terdekat antara bumi dan matahari. Mengapa bisa timbul kedua hal tersebut?? Ini tidak lain karena lintasan edar bumi mengelilingi matahari berbentuk elips (lonjong). Bila lintas edar tersebut berbentuk bulat maka tidak ada kedua istilah tersebut. Aphelium (152 juta km) terjadi pada bulan Januari dan perihelium (147 juta km) terjadi pada Juli. Di BBU justru pada saat bulan Januari merupakan musim panas sedangkan bulan Juli merupakan musim dingin. Lho padahal pada saat jarak terdekat matahari - bumi kok justru musim dingin sedangkan pada saat terjauh kok musim panas?? Entar heboh lagi ??..... Tunggu jawabannya ya ...
Tuesday, March 14, 2017
Apa kabar monsoon ??
Monsoon, monsun, atau muson pada dasarnya sama saja. Beda lafalnya saja, makhluknya sama. Monsoon merupakan angin yang berbalik arah secara musiman akibat perbedaan pemanasan antara daratan dan lautan. Ini berbeda dengan angin darat dan angin laut yang tidak berbalik arah secara musiman tapi harian. Angin disebut monsoon bila ia berbalik arah hampir setiap 6 bulan sekali dan harus memenuhi beberapa hal lainnya, misalnya kecepatannya minimal 3 m/s, pembalikan arahnya lebih dari 120 derajat, dan mempunyai kemantapan (persistensi) angin yang tinggi (lebih dari 60%). Beberapa wilayah yang mempunyai pola monsoon antara lain Afrika Barat dan Timur, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara dan Australia, dan Amerika. Di antara semua wilayah monsoon tersebut yang paling berkembang adalah monsoon Asia Tenggara dan Australia bagian Utara. Pembahasan tentang monsoon ini sudah diperkenalkan sejak SD dan dapat digambarkan dengan sederhana. Saat matahari di BBU (belahan bumi utara) maka tekanan udara di BBU lebih rendah daripada di BBS (belahan bumi selatan). Akibatnya bertiup angin dari BBS ke BBU dan ketika melewati ekuator maka angin tenggara ini akan berbelok menjadi angin barat daya. Sebaliknya pada saat matahari di BBS maka pola yang berbalikan terjadi. Pada kasus pertama dampak yang ditimbulkannya biasanya adalah musim hujan di banyak wilayah di tanah air, sebaliknya pada kasus kedua curah hujan akan jauh berkurang karena pembentukan awan hujan tidak banyak terjadi sehingga kemarau atau musim kering berkembang di sebagian wilayah di tanah air. Pembahasan yang lebih komprehensif tersedia di sini.
Indeks monsoon merupakan salah satu indikator untuk melihat apakah pola monsoon mulai berkembang, apakah untuk Indonesia telah memasuki musim kemarau ataukah hujan. Salah satu indeks yang digunakan adalah indeks monsoon Australia (AUSMI) yang memperlihatkan bagaimana rata-rata wilayah indeks tersebut pada ketinggian 850 mb di wilayah 110 - 130 E dan 5 - 15 S.
Untuk tahun 2017 ini kondisinya diramalkan mulai menurun seperti terlihat pada gambar di atas.
Ini menunjukkan bahwa pola curah hujan wilayah kajian (sebagian Indonesia dan Australia) telah mengalami tren penurunan. Dengan demikian maka kondisi ini adalah kondisi yang normal dimana pada bulan-bulan mendatang curah hujannya mulai menurun dan mungkin wilayah Indonesia mengalami musim kemarau dalam waktu dekat. Indeks monsoon yang cocok untuk memperkirakan awal musim di Indonesia ini juga merupakan salah satu topik penelitian saya yang sangat menarik untuk dikaji. Ok segini dulu, lain waktu akan disampaikan kondisi ENSO di lautan Pasifik ekuator yang berpengaruh pada cuaca dan musim di Indonesia.
Sunday, March 12, 2017
Prediksi Dipole mode sampai dengan pertengahan tahun 2017
Anda pernah dengar istilah Dipole Mode kan?? Dalam bahasa asalnya sering disebut sebagai IODM Indian Ocean Dipole Mode. Benar bahwa DM ini terjadi di samudra Hindia sesuai dengan namanya. Ia merupakan peristiwa yang kurang lebih sama seperti El Nino dan La Nina namun dengan beberapa perbedaan. Pertama adalah bahwa DM membandingkan antara kejadian anomali suhu permukaan laut di perairan ekuator sebelah Timur Afrika dan di sebelah Barat Sumatera. Bila selisih keduanya adalah positif maka disebut DM (+), sedangkan bila selisihnya negatif maka disebut DM (-). Bila selisih nilainya berada dalam range plus minus 0,4 maka dikatakan sebagai kondisi netral. Dampak peristiwa DM pada wilayah Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:
Kedua adalah bahwa tidak ada istilah wilayah Dipole 1,2,3, 3.4, dan 4 dimana pada saat kita membicarakan El Nino dan La Nina di samudra Pasifik dikenal istilah wilayah Nino 1,2,3, 3.4, dan 4. Ketiga bahwa tidak dikenal istilah DM Modoki di wilayah samudra Hindia ini. Yang keempat adalah dampak Dipole Mode lebih dirasakan untuk wilayah Indonesia bagian Barat dibandingkan dengan ENSO yang lebih berpengaruh pada kondisi cuaca, musim, dan iklim di wilayah Indonesia bagian Timur. Point kedua dan ketiga ini merupakan bahan kajian ilmiah dan penelitian saya saat ini.
Hasil prediksi oleh 5 institusi besar dunia yakni BoM Australia, METEO Perancis, ECMWF Eropa, NASA Amerika Serikat dan UKMO Inggris menunjukkan bahwa sampai dengan pertengahan tahun ini nilai indeks dipole mode menunjukkan angka di antara plus dan minus 0,4. Ini berarti sampai dengan bulan Juli 2017, kondisi DM adalah netral. Dengan demikian bila prediksi lembaga-lembaga tersebut benar maka di sebagian wilayah Indonesia akan mengalami hujan yang cukup karena terdapat pola konvergensi dan konveksi yang cukup kuat. Namun demikian kita juga harus meninjau pola monsoon dan ENSO di samudra Pasifik. Pembahasan tentang kedua fenomena ini akan disampaikan pada tulisan berikutnya. Oke segini dulu ya, nanti kita lanjutkan lagi. Salam hangat penuh semangat.
Tuesday, February 28, 2017
Monday, February 20, 2017
Thursday, February 16, 2017
Buku Anomali cuaca dan iklim Indonesia
Sidang pembaca yang budiman, Pebruari 2017 ini saya meluncurkan buku "Anomali cuaca dan iklim Indonesia" yang merupakan kumpulan dari tulisan-tulisan saya dalam blog-blog yang saya miliki. Anda bisa beli di toko-toko buku atau bisa dipesan di Penerbit ITB jl. Ganesha 10 Bandung tlp. (022) 2504257 atau fax. (022) 2534155 email: itbpress@penerbit.itb.ac.id
Ditunggu kritikan dan sarannya di : joko.wiratmo@meteo.itb.ac.id
Ditunggu kritikan dan sarannya di : joko.wiratmo@meteo.itb.ac.id
Thursday, February 2, 2017
Hubungan Pilkada dengan cuaca
Gegap gempita akan dilaksanakannya pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di seluruh tanah air dalam waktu dekat ini menguras energi bangsa Indonesia. Saling serang saling tuntut saling membully dilakukan oleh pasangan calon dan para pendukungnya dalam upaya memenangkan pilkada. Kadangkala cara-cara yang tidak fair, menggunakan tangan-tangan yang tidak tampak, sering dilakukan. Para buzzer di media sosial saling hujat dan menjelekkan pasangan calon pihak lain. Euforia demokrasi yang ditunjang oleh kemajuan teknologi informasi memang menjadi kekuatan yang sangat dahsyat untuk menggiring opini masyarakat. Bila pemerintah tidak cepat tanggap pada hal ini maka bisa-bisa persatuan dan kesatuan bangsa menjadi taruhannya apalagi banyak berita hoax berseliweran di masyarakat.
Kampanye-kampanye terbuka di luar ruangan sangat dipengaruhi oleh cuaca. Hujan bisa menghambat para pasangan calon dalam mengkampanyekan program-programnya dan menggiring massa untuk menghadirinya. Bahkan hujan bisa membatalkan kampanye di lapangan terbuka. Musim hujan yang saat ini banyak terjadi khususnya di wilayah monsoon (baca pola hujan di Indonesia) dapat pula menjadi topik pembicaraan pasangan calon. Program mengatasi banjir bisa ditawarkan kepada warga masyarakat karena memang program-program semacam ini adalah program yang riil dan menyangkut kehidupan masyarakat sehari-hari. Program kali bersih, program rain water harvesting, program pemberantasan sarang dan jentik-jentik nyamuk merupakan program-program yang bisa disosialisasikan kepada penduduk.
Hal yang paling penting adalah saat pencoblosan. Bila hari hujan, maka biasanya masyarakat akan malas untuk keluar rumah dan mencoblos kartu pemilihan. Bulan Pebruari merupakan bulan basah dan banyak hujan maka bersiaplah untuk kecewa bila partisipasi warga masyarakat pada pilkada tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat kita makin cerdas dan rasional serta tidak terlalu paternalistik apalagi masyarakat perkotaan. Mereka akan memilih calon kepala daerah yang track record nya baik, mampu menunjukkan prestasi nyata, santun, dan tidak neko-neko (aneh-aneh, membuat onar) dsb. Faktor agama juga sering membawa pengaruh tersendiri. Kita harapkan pada saat hari pemungutan suara, cuaca cerah sehingga masyarakat akan berbondong-bondong ke bilik suara memilih pasangan calon yang mereka sukai. Semoga pula tidak terjadi keonaran atau huru-hara setelah pencoblosan dan pengumuman pemenang disampaikan karena cuaca juga meneduhkan. Aamiin.
Suasana saat pemilihan kepala daerah (https://www.babatpost.com)
Kembali ke judul di atas. Adakah hubungan antara pilkada dengan cuaca?? Jelas ada! Kondisi cuaca mempengaruhi psikologis manusia. Cuaca yang panas, terik, dan banyak debu beterbangan menyebabkan manusia mudah tersulut emosinya. Oleh karena itu biasanya temperamen orang kota lebih tinggi dibandingkan orang desa. Iklim yang kering seperti yang banyak ditemui di wilayah pantai menyebabkan temperamen orang pantai (misal nelayan) lebih tinggi dibandingkan orang desa (petani). Masyarakat yang berada di wilayah padang pasir lebih tinggi temperamennya dibanding masyarakat agraris di wilayah tropis. Dalam hal pilkada, temperamen orang-orang yang sudah tinggi akan menjadi lebih tinggi lagi kalau cuaca panas dan terik.Kampanye-kampanye terbuka di luar ruangan sangat dipengaruhi oleh cuaca. Hujan bisa menghambat para pasangan calon dalam mengkampanyekan program-programnya dan menggiring massa untuk menghadirinya. Bahkan hujan bisa membatalkan kampanye di lapangan terbuka. Musim hujan yang saat ini banyak terjadi khususnya di wilayah monsoon (baca pola hujan di Indonesia) dapat pula menjadi topik pembicaraan pasangan calon. Program mengatasi banjir bisa ditawarkan kepada warga masyarakat karena memang program-program semacam ini adalah program yang riil dan menyangkut kehidupan masyarakat sehari-hari. Program kali bersih, program rain water harvesting, program pemberantasan sarang dan jentik-jentik nyamuk merupakan program-program yang bisa disosialisasikan kepada penduduk.
Hal yang paling penting adalah saat pencoblosan. Bila hari hujan, maka biasanya masyarakat akan malas untuk keluar rumah dan mencoblos kartu pemilihan. Bulan Pebruari merupakan bulan basah dan banyak hujan maka bersiaplah untuk kecewa bila partisipasi warga masyarakat pada pilkada tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat kita makin cerdas dan rasional serta tidak terlalu paternalistik apalagi masyarakat perkotaan. Mereka akan memilih calon kepala daerah yang track record nya baik, mampu menunjukkan prestasi nyata, santun, dan tidak neko-neko (aneh-aneh, membuat onar) dsb. Faktor agama juga sering membawa pengaruh tersendiri. Kita harapkan pada saat hari pemungutan suara, cuaca cerah sehingga masyarakat akan berbondong-bondong ke bilik suara memilih pasangan calon yang mereka sukai. Semoga pula tidak terjadi keonaran atau huru-hara setelah pencoblosan dan pengumuman pemenang disampaikan karena cuaca juga meneduhkan. Aamiin.
Saturday, January 21, 2017
Monsoon di Afrika
Membicarakan tentang monsoon tidak hanya membicarakan wilayah Asia Tenggara dan Australia bagian utara saja ini karena monsoon banyak terjadi di wilayah tropis. Monsoon merupakan pembalikan arah angin musiman yang terjadi karena perbedaan pemanasan antara daratan dan lautan. Kriteria Ramage (1971) masih digunakan sampai dengan saat ini untuk mengkatagorikan suatu kawasan sebagai wilayah monsoon. Kriteria tersebut menyatakan bahwa wilayah monsoon adalah wilayah dimana angin berbalik arah secara musiman lebih dari 120 derajat antara musim panas dan musim dingin, persistensi angin lebih dari 40%, kecepatan anginnya rata-rata lebih dari 3 m/s, dan distribusi tekanannya renggang. Terdapat 5 wilayah monsoon yakni monsoon Afrika (Barat dan Timur), Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara dan Australia, dan Amerika ekuator. Salah satu daerah yakni monsoon Afrika menarik untuk ditinjau karena mempunyai karakteristik yang unik. Monsoon Afrika barat terjadi saat BBU sedang mengalami musim panas yang terjadi pada bulan Juni sampai September sedangkan monsoon Afrika timur terjadi ketika BBU sedang mengalami musim semi dan musim gugur atau pada bulan-bulan MAM dan OND. Monsoon Afrika barat terjadi karena adanya pergerakan massa udara dari arah barat daya Samudra Atlantik yang banyak membawa uap air dan adanya pergerakan ITCZ (intertropical convergence zone) di bagian utara katulistiwa. Monsoon ini membawa pengaruh kekeringan khususnya di sebelah utara ITCZ. Perhatikan gambar di bawah ini. Tampak bahwa pertemuan massa udara basah dari barat daya dan massa udara sangat panas dan kering yang terjadi di ITCZ lebih banyak terdapat di BBU. Wilayah antara 0 dan 20 derajat khususnya di bagian barat dan barat daya Afrika mengalami hujan yang bervariasi antara 0 cm sampai lebih dari 80 cm dalam kurun waktu Juni sampai September. Sementara itu untuk monsoon di Afrika timur berkaitan juga dengan pergerakan ITCZ di selatan ekuator dimana membawa curah hujan dengan volume yang besar karena transport kelembapan dari Samudra Hindia dan Atlantik. Curah hujan terbesar terbentuk pada lintang 10 sampai 20 derajat lintang selatan.
Sumber: http://www.clivar.org/sites/default/files/Africa-Rainfall-Wind-Patterns.jpg
Setiap lokasi terjadinya hujan baik saat monsoon
barat maupun timur merupakan lokasi dimana tekanan rendah yang bersifat semi
permanen terbentuk. Hal ini karena garis ITCZ yang berubah-ubah akibat
pergerakan semu matahari. Garis ITCZ menggambarkan pertemuan antara angin utama
dari utara dan selatan yang menyebabkan banyaknya uap air yang naik dan curah
hujan yang lebat. Mengingat kondisi yang demikian maka mayoritas penduduk di Afrika
berprofesi sebagai petani. Penentuan musim tanam dan panen sangat bergantung
pada curah hujan yang dibentuk oleh sistem monsoon ini. Dari kedua monsoon ini,
efek yang paling berpengaruh pada bidang pertanian adalah monsoon barat.
Pertanian di Afrika umumnya dilakukan di sekitar daerah aliran sungai Nil.
Wednesday, January 4, 2017
Negeri tanggap bencana
Dua
belas tahun yang lalu, tepatnya tanggal 26 Desember 2004, terjadi bencana alam
tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya dan menelan korban jiwa ratusan ribu
orang. Bencana yang diawali gempa besar di lepas pantai Aceh tersebut dirasakan
dampaknya pada Negara-negara yang berada di seputar samudra Hindia. Suatu
bencana yang sampai sekarang masih menyisakan trauma bagi sebagian masyarakat
Aceh yang mengalaminya. Bahkan siaran langsung yang terus menerus di televisi
nasional bukan tidak mungkin menyebabkan pula trauma bagi masyarakat Indonesia
lainnya yang terpapar oleh berita tersebut.
Indonesia
merupakan Negara yang dilalui oleh sirkum mediterania yang membentang di
Sumatera (Bukit Barisan), Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Selain itu dilalui pula
oleh sirkum Pasifik yang melalui Sulawesi dan Papua. Sirkum Mediterania dan Pasifik ini berupa
barisan pegunungan akibat pertemuan lempeng benua dan samudra di bawahnya.
Seperti diketahui bahwa tumbukan antar lempeng tersebut akan menyebabkan
kemunculan gunung di atasnya. Oleh karena itu wajar bila Indonesia merupakan
wilayah “ring of fire” karena banyaknya gunung api yang terbentuk
sepanjang pertemuan lempeng tersebut.
Tsunami
yang selama ini terjadi biasanya muncul akibat gempa yang terjadi di laut
dengan kedalaman kurang dari 10 km, merupakan akibat dari sesar naik atau
turun, dan gempa yang ditimbulkannya mempunyai amplitude lebih dari 5 skala
Richter. Ketentuan-ketentuan itulah yang selama ini dipakai oleh BMKG dalam
memberikan warning adanya tsunami
atau bukan kepada masyarakat.
Tidak
kalah dahsyatnya adalah pengaruh dari atmosfer di atasnya. Atmosfer di
Indonesia mempunyai perilaku yang unik dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Atmosfer kita mendapatkan tiga pengaruh sirkulasi, yakni yang berarah
meridional (Utara-Selatan) yang disebut sel Hadley, sirkulasi yang berarah
zonal (Barat-Timur) yang disebut sel Walker dan sirkulasi yang sifatnya lokal.
Dalam arah meridional ini kita juga mengenal monsoon, monsun atau muson. Monsun
ini mempunyai pengaruh kuat pada curah hujan di Indonesia khususnya pada
wilayah-wilayah selatan ekuator/khatulistiwa dan sedikit wilayah di Utara
ekuator. Kita mengenal monsun Asia yang
banyak menyebabkan musim hujan di banyak wilayah di tanah air dan monsun
Australia yang membawa pengaruh musim kemarau. Pola hujan selain monsun adalah
pola lokal dan ekuatorial. Pola lokal kebalikan dari pola monsun dimana
biasanya pada bulan-bulan Juni-Juli-Agustus justru curah hujannya tinggi. Pola
lokal bisa juga dicirikan oleh curah hujan sepanjang tahun, hampir dikatakan
tidak ada bulan kering. Pola ekuatorial biasanya terdapat pada wilayah-wilayah
yang terletak di sekitar ekuator. Pola ini mempunyai ciri khas dua kali puncak
musim hujan, yakni sekitar Maret-April-Mei dan September-Oktober-November. Jawa Barat mempunyai pola curah hujan monsun,
dengan demikian maka biasanya pada bulan-bulan Oktober sampai Maret merupakan
musim hujan sedangkan pada bulan April sampai September merupakan musim kemarau.
Puncak kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni-Juli-Agustus.
Pola
monsun yang telah disebut di atas biasanya tidak berpengaruh sendirian. Ada
pengaruh lain yang berskala besar yang turut berperan yakni kejadian di
perairan Indonesia dan sekitarnya. Di perairan Pasifik ekuator ada fenomena
yang dinamakan El Nino dan La Nina, sedangkan di perairan Samudra Hindia
ekuator ada fenomena yang disebut Dipole Mode. Fenomena-fenomena tersebut saat
ini juga sedang berlangsung yakni La Nina (yang diperkirakan akan berlangsung
sampai dengan Pebruari 2017) dan Dipole Mode negatif. Perairan Indonesia yang
juga menghangat juga menyumbang pada besarnya curah hujan di tanah air. Oleh
karena itu tidak heran bahwa akibat meningkatnya curah hujan di tanah air
menyebabkan banjir dan longsor terjadi dimana-mana. Kewaspadaan yang tinggi
harus terus diupayakan agar dampaknya tidak sampai menimbulkan korban jiwa.
Tanggal
24 Oktober 2016 yang baru lalu, banjir besar melanda Bandung dimana biasanya
wilayah seperti jalan Pasteur dan Pagarsih tidak dilanda banjir semacam itu.
Curah hujan di stasiun pengamat cuaca di Program studi Meteorologi Institut
Teknologi Bandung menunjukkan angka 71 mm/jam. Intensitas hujan sebesar itu
masuk pada kategori sangat sangat deras. Ketika tanggul di Citepus bobol, maka
hujan yang sudah demikian deras ditambah dengan aliran air dari atas yang tidak
mampu ditampung oleh saluran drainase menyebabkan banjir di wilayah-wilayah
yang lebih rendah. Banjir tersebut dalam beberapa waktu kemudian berulang meskipun
tidak sebesar yang pertama.
Banjir
bandang di Garut beberapa bulan yang lalu juga menghancurkan beberapa kawasan
dan menyebabkan hilangnya sebanyak 19 orang. Peristiwa ini juga dipicu oleh
hujan deras yang menimpa bukit-bukit yang sudah gundul/tidak ada tanaman
penguatnya sehingga timbullah banjir bandang. Longsor yang menutupi jalan raya beberapa
waktu yang lalu juga terjadi, misal di antara jalan Tanjungsari menuju Sumedang atau di Bandung barat.
Bencanahidrometeorologis yang lain adalah puting beliung. Puting beliung yang umumnya
disebabkan oleh perbedaan tekanan di beberapa ketinggian dari massa udara
hangat dan dingin yang berlawanan arah menyebabkan pusaran. Pusaran inilah yang
bila terangkat akibat sedotan oleh awan kumulonimbus menyebabkan timbulnya
puting beliung. Di banyak tempat di Jawa Barat hal ini terjadi, dimana beberapa
kali juga menimpa wilayah Bandung baik kabupaten maupun kotamadya. Pada skala
yang lebih besar ada fenomena yang disebut tornado dan siklon. Siklon yang
beberapa waktu ini juga sering terjadi di wilayah sekitar Indonesia sering
membawa dampak pada buruknya cuaca. Hujan deras, petir, atau gelombang besar di
pantai biasanya akibat imbas dari kehadiran siklon di Australia atau di wilayah
Philippina. Siklon di Australia banyak membawa dampak buruk pada
wilayah-wilayah Indonesia bagian selatan seperti Jawa sampai Nusa Tenggara
bagian selatan. Siklon atau topan di Philippina biasanya membawa dampak buruk
pada cuaca dan gelombang di Sulawesi bagian Utara.
Mengingat
bahwa hal-hal di atas tersebut akan terus menerus berlangsung maka sudah
sewajarnya bila masyarakat harus makin dicerdaskan. Hal-hal yang sifatnya
takhayul yang seringkali berhembus ketika suatu peristiwa bencana alam terjadi
harus makin dikikis. Gempa besar, ombak tinggi, tsunami yang terjadi di pantai
Selatan kadangkala dikaitkan dengan kemarahan sang Ratu laut Selatan. Pemahaman
demikian ini harus dihapus agar masyarakat makin rasional dalam menghadapi
sesuatu. Jangan pula bencana di Pidie Jaya Aceh juga diakibatkan oleh ikan lele
raksasa yang menyangga bumi bergerak, seperti sebagian masyarakat tradisional
Jepang yakini. Gerhana bulan atau matahari kadangkala juga diyakini oleh
masyarakat tradisional kita sebagai raksasa yang sedang menelan bulan atau
matahari sehingga perlu dibunyikan kentongan bertalu-talu agar raksasa tidak
memakannya/menghalau raksasa (buta hejo).
Masyarakat harus dididik secara rasional tanpa menghilangkan local wisdom dalam memandang peristiwa
alam dan bencana. Tugas pemerintah melalui instansi atau badan seperti BNPB
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana), BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika), LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), BIG (Badan Informasi
Geospasial) dan kementrian terkait lainnya termasuk perguruan tinggi. Kegiatan
mitigasi dan adaptasi harus diupayakan disosialisasikan kepada semua lapisan
masyarakat mulai pada usia dini. Di Jepang misalnya, seseorang yang mengalami
gempa bumi sudah diajarkan sejak kecil untuk berlindung di bawah meja atau lari
keluar mencari tempat yang bebas dari bangunan sekitarnya. Di Negara kita hal
ini belum sampai mencapai taraf semacam itu. Pendidikan kebencanaan sudah
seharusnya didorong oleh pemerintah untuk didirikan minimal di
wilayah-wilayah/propinsi-propinsi yang mempunyai potensi bencana alam baik
darat, laut maupun udara. Jika ini terjadi maka masyarakat akan makin tanggap
bencana dan bisa hidup harmoni dengan alam. Semoga!
Dimuat dalam harian Pikiran Rakyat edisi 4 Januari 2017.
Dimuat dalam harian Pikiran Rakyat edisi 4 Januari 2017.
Subscribe to:
Posts (Atom)