Tuesday, May 10, 2016

Etihad dan turbulensi di ruang udara Indonesia

Beberapa hari yang lalu, Etihad mengalami peristiwa turbulensi di ruang udara Indonesia khususnya di antara Medan dan Palembang yang mengakibatkan sejumlah penumpang pesawat mengalami luka-luka, bahkan 9 orang di antaranya mengalami luka parah. Namun beruntunglah bahwa pesawat Etihad tersebut tidak sampai mengalami kecelakaan. Pesawat terbang tersebut mendarat mulus di bandara Soekarno Hatta Tangerang Banten. Pesawat ini melayani penerbangan Abu Dhabi - Jakarta.
Otoritas AirNav mengatakan bahwa tidak ada laporan dari pesawat adanya masalah tersebut pada saat kejadian. Ini menimbulkan tanda tanya besar bagi saya. Kok bisa ya?
Saya tidak mempermasalahkan hal di atas, namun ingin mengulasnya dari sisi meteorologi sesuai kepakaran saya. Peristiwa turbulensi atau gerak udara acak akibat suatu halangan tertentu atau sebab lain merupakan peristiwa yang biasa terjadi di manapun di dunia ini. Adanya halangan seperti bukit, gunung atau pada skala kecil adanya bangunan, gedung, pepohonan dan lain-lain bisa memicu terjadinya turbulensi. Ada lagi peristiwa di atmosfer yang sulit untuk dideteksi adalah CAT (clear air turbulence). Turbulensi jenis ini tidak kentara/terlihat jelas mengingat udara terlihat cerah. Berbeda halnya dengan peristiwa turbulensi akibat keberadaan awan. Dalam awan-awan bentuk kumulus (cumuliform), turbulensi terjadi akibat perbedaan tekanan udara di dalam awan dan di luar awan. Gerak acak dalam awan akibat updraft dan kumpulan perbedaan tekanan uap di antara tetes-tetes awan, tetes air hujan, dan kristal es bisa memicu timbulnya turbulensi. Barangkali yang terjadi pada pesawat Etihad tersebut adalah adanya kombinasi dari semua yang saya sebutkan di atas. Namun untuk itu harus diteliti lebih lanjut.
Peristiwa semacam tersebut di atas akan semakin sering terjadi mengingat pemanasan global yang saat ini terjadi. Peningkatan suhu udara yang bisa makin memperbanyak awan-awan yang pertumbuhannya vertikal akan makin meningkat di masa mendatang. Oleh sebab itu peningkatan kemampuan  sumber daya manusia baik pilot pesawat, operator (pengatur) penerbangan dan badan pengamat dan penganalisa cuaca harus makin ditumbuhkan mengingat jasa angkutan udara merupakan moda transportasi yang sangat sensitif terhadap cuaca.

Saturday, April 9, 2016

Mengapa awan konvektif di Indonesia bisa mencapai ...

Pertanyaan menarik terkait dengan pembentukan awan di Indonesia adalah mengapa awan konvektifnya bisa mencapai ketinggian stratosfer bawah? Seperti telah kita ketahui bahwa awan konvektif adalah awan-awan yang pertumbuhannya vertikal. Awan ini terbentuk ketika terjadi pemanasan matahari yang kuat yang mencapai permukaan, baik daratan maupun badan-badan air seperti laut, sungai, waduk dll. Pemanasan tersebut menyebabkan terjadinya penguapan dan bila uap air telah mencapai kejenuhan maka terbentuklah awan. Selama pemanasan masih terjadi maka awan konvektif ini akan terus tumbuh ke atas. Wilayah Indonesia yang merupakan wilayah tropis (baca pada postingan sebelumnya) mengalami pemanasan sepanjang tahun sehingga penguapan yang terjadi juga demikian besar. Dengan demikian maka awan-awan yang tumbuh vertikal akan mencapai ketinggian yang tinggi. Hal ini berbeda dengan wilayah tropis Afrika dan Amerika Selatan dimana wilayahnya kebanyakan adalah daratan, sementara Indonesia merupakan wilayah benua maritim yang terjadi dari banyak pulau. Kombinasi antara pemanasan matahari sepanjang tahun dan wilayah kepulauan serta kekuatan up draft yang besar inilah yang menyebabkan pembentukan awan konvektif di Indonesia paling tinggi di dunia, bisa mencapai stratosfer bawah. Mengapa hanya sampai stratosfer bawah? Ini tidak lain karena lapisan ini merupakan lapisan yang sangat stabil. Kekuatan up draft yang besar hanya akan menyebabkan awan berwujud dempak dimana pada lapisan tropopause menjadi semacam "leher" dari awan-awan konvektif kumulonimbus (Cb).