Showing posts sorted by date for query hujan es. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query hujan es. Sort by relevance Show all posts

Wednesday, December 19, 2012

Iklim dan industri

Iklim memainkan peranan penting dalam banyak aspek perdagangan dan industri seperti halnya di bidang kesehatan, pakaian, perumahan dan hidrologi. Tetapi saat pengaruh iklim pada bidang-bidang yang disebut terakhir dengan mudah bisa diidentifikasi, pengaruh iklim pada rekayasa dan industri ini sering tidak diketahui dengan baik. Manajemen mungkin memperhatikan masalah-masalah buruh, bahan mentah, transportasi atau penjualan namun sering gagal dalam mengenali peran iklim pada banyak tahapan produksi, distribusi dan program penjualan.
Dalam mengembangkan lembar  neraca "biaya iklim" dalam produksi industri, manajemen harus memasukkan efek iklim pada hal-hal seperti:
1. kebutuhan pemanasan dan pendinginan
2. penyimpanan dan transportasi bahan mentah dan produk akhir
3. suplai air
4. aktivitas yang menghasilkan polusi udara dan air
5. pelapukan oleh cuaca
6. kesehatan, efisiensi dan moral pekerja
7. semua aktivitas di luar pabrik
Ketika hal ini memungkinkan kompetensi teknologi kita untuk mendesain, membangun dan mengoperasikan pabrik pada kondisi iklim yang keras, secara ekonomis menjadi tidak layak. Jadi iklim merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi pabrik dan juga tahap-tahap proses pabrikasi.
Lima variabel meteorologi yang tidak dapat dipisahkan dengan pengoperasian pabrik adalah:
1. temperatur ekstrim (khususnya temperatur rendah, termasuk efek pembekuan)
2. salju, sleet dan es
3. angin kencang
4. hujan deras
5. faktor-faktor lain: kelembapan tinggi, visibilitas rendah, dan elemen-elemen cuaca yang lain.
Urutan di atas menunjukkan bahwa makin ke bawah pengaruhnya makin berkurang.
Pengalaman dari manajemen dan pekerja dalam menangani masalah ini menentukan batas-batas kemampuan sistem terhadap pengaruh faktor-faktor meteorologi ini. Biasanya faktor-faktor meteorologi ini bersamaan datangnya sehingga menimbulkan dampak ganda. Sebagai contoh untuk negara-negara di lintang menengah dan tinggi, temperatur rendah bersamaan dengan datangnya salju, es dan angin kencang pada kondisi badai musim dingin. Visibilitas yang jelek sering dapat menyertai hujan lebat dan salju. Sedangkan di negara kita, umumnya hujan dan hujan lebat berperan langsung dan tidak langsung pada pengoperasian pabrik. Hujan badai dapat menyebabkan banjir di tempat-tempat rendah (cekungan) dan rata dimana saluran drainase tidak berfungsi. Jadi hujan dengan berbagai intensitas di atas drizzle ringan biasanya akan mendorong modifikasi program kerja di luar jadwal. Efek tak langsung lain dari hujan adalah mempengaruhi suplai air yang dibutuhkan untuk pengoperasian pabrik.

Thursday, September 6, 2012

Hujan buatan sebaiknya tidak dilakukan sekarang

-->
Saat ini masih memasuki musim kemarau. Seperti yang telah disampaikan oleh BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), sebagian besar wilayah Indonesia baru akan memasuki musim hujan mulai Oktober mendatang. Sudah sejak beberapa waktu ini penduduk sebagian wilayah Indonesia mengalami kesulitan air untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Banyak sumur, sungai dan waduk kering sehingga berdampak banyak pada pola hidup di sebagian wilayah. Bahkan bila waduk tidak mendapatkan pasokan air dari hujan, pada beberapa waktu ke depan, akan berakibat pada kritisnya pasokan listrik dan irigasi pertanian di banyak wilayah. Ini tentu merupakan ancaman bagi hajat hidup orang banyak, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Namun demikian kita masih diuntungkan karena dipole mode menunjukkan kondisi normal dan El Nino dalam kondisi lemah. Seperti kita ketahui jika Dipole Mode positif maka wilayah Indonesia bagian barat akan mengalami pengurangan curah hujan, sedangkan jika El Nino kuat maka sebagian besar wilayah Indonesia (khususnya) bagian timur akan mengalami kekeringan. Dari gambar di bawah terlihat bahwa anomaly suhu muka laut pada saat ini menunjukkan anomaly negative khususnya di selatan wilayah Indonesia yang menunjukkan bahwa perawanan masih akan tertekan karena timbul subsidensi di wilayah ini. Sedangkan 
sebelah utara Indonesia, perairan lebih panas dibanding di sebelah selatan sehingga berpotensi untuk timbulnya perawanan yang menghasilkan hujan.
Curah hujan di Indonesia
Curah hujan di Indonesia umumnya berasal dari awan-awan jenis orografis dan konvektif; tidak akan dijumpai awan-awan yang berasal dari front karena front tidak pernah terbentuk di wilayah kita. Front merupakan pertemuan dua massa udara dengan jenis berbeda yang terjadi di wilayah luar tropis; di lintang tengah.
Curah hujan orografis adalah curah hujan yang terbentuk di wilayah pegunungan dan umumnya jatuh di daerah di atas angin (wind ward) dan menimbulkan efek Fohn pada daerah arah di bawah angin (leeward). Curah hujan jenis ini disebabkan kondensasi dan pembentukan udara lembap yang dipaksa naik oleh gunung atau barisan pegunungan. Di negara kita, pembentukan curah hujan orografis sering diperkuat oleh pengaruh proses konveksi.
Curah hujan konvektif terbentuk dari proses perawanan konvektif. Pada siang hari, saat matahari bersinar maka penguapan terjadi yang berakibat pada pembentukan perawanan konvektif. Awan ini tumbuh vertikal, dan bila arus naik (upfraft) cukup kuat maka awan-awan jenis ini bisa mencapai lapisan stratosfer. Di Indonesia awan jenis ini sering terjadi karena penguapan yang tinggi yang penyebarannya sangat dipengaruhi oleh monsoon. Awan-awan jenis inilah yang sering disemai dalam proses hujan buatan.
Modifikasi cuaca
Modifikasi cuaca adalah upaya manusia agar suatu kondisi cuaca sesuai dengan keinginan manusia. Banyak ragam modifikasi cuaca, seperti penindasan es, melenyapkan kabut, peleraian awan agar tidak terjadi hujan, peleraian siklon,  hujan buatan/ hujan rangsangan. Sebelum modifikasi cuaca modern, orang mengharapkan turun hujan dengan melakukan pembacaan mantra, tari-tarian dan sebagainya. Teknologi modifikasi cuaca modern dimulai tahun 1946 sejak percobaan pembenihan awan dengan menggunakan es kering oleh Vincent Schaefer dan Irving Langmuir; yang pada tahun berikutnya diteruskan oleh Vonnegut yang menemukan perak iodia yang bisa bertindak sebagai inti es.  
Upaya yang sering dilakukan di Indonesia terkait dengan modifikasi cuaca adalah dengan melaksanakan hujan buatan. Usaha ini sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1979 yang dilaksanakan di Perum otorita Jatiluhur oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang dibantu oleh para tenaga ahli dari perguruan tinggi, termasuk ITB. Selama ini pelaksanaan hujan buatan dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang khusus; walaupun biayanya mahal (tahun ini dianggarkan 3 milyar rupiah) tetapi daya jelajahnya/ area yang disemai relatif jauh lebih luas dibandingkan dengan menggunakan menara dispenser tetap. Umumnya hujan buatan dilaksanakan untuk menambah debit waduk yang digunakan baik untuk irigasi maupun untuk pembangkit listrik. Di pulau Jawa, hujan buatan sendiri agar berhasil maka dilaksanakan pada bulan-bulan menjelang musim penghujan seperti sekitar Oktober-November. Di bulan-bulan lain sangat kecil kemungkinannya berhasil karena penambahan zat semai (umumnya garam dapur dan urea) tidak akan terlalu banyak menambah kebasahan awan. Ini karena kelembapan relatifnya tak cukup menjadikan proses tumbukan dan tangkapan berlangsung cepat. Bila kelembapan relatif dalam awan cukup maka penambahan garam dapur akan mempercepat proses pembentukan tetes hujan. Bila percepatan vertikal tetes hujan  lebih kecil dibanding dengan gravitasi maka tetes hujan akan jatuh  menjadi hujan.
Awan-awan jenis konvektif seperti Cumulus merupakan target operasi hujan buatan. Awan-awan inilah yang berpotensi  untuk mendatangkan hujan cukup deras. Awan-awan jenis lain seperti stratus jarang dilakukan penyemaian karena tidak akan mendatangkan hujan yang deras. Secara teoritis, awan-awan jenis stratus disemai agar lerai sehingga tidak menyebabkan panas yang tertahan di bawahnya, khususnya di daerah cekungan seperti Bandung. Tampaknya hal ini di negara kita belum pernah  dilaksanakan karena diperkirakan tidak ekonomis.
Pada kondisi kemarau sekarang ini, di beberapa daerah di Indonesia dijumpai kekeringan/ kekurangan air. Masyarakat harus mencari air ke tempat yang jauh, sungai sudah kering, irigasi tidak lancar lagi, bahkan air waduk atau danau menyusut sehingga menghambat pasokan listrik ke masyarakat. Jika hal ini tidak ditangani secara serius, bukan tidak mungkin akan berdampak sangat serius pada kehidupan masyarakat mengingat air merupakan kebutuhan utama sehari-hari. Mengharapkan curah hujan jatuh dari langit melalui kegiatan hujan buatan tampaknya merupakan hal yang agak sia-sia khususnya di sebagian Sumatera bagian selatan, pulau Jawa sampai Nusa Tenggara timur. Kalaupun dilaksanakan aksi hujan buatan maka tidaklah ekonomis; dalam arti besarnya curah hujan yang ditimbulkannya tidak akan sesuai dengan biaya operasinya; kalau tidak ingin dikatakan bahwa hujan buatan akan gagal sama sekali. Saya pikir hujan buatan untuk menambah pasokan air akan berhasil bila dilaksanakan bulan Oktober ke depan mendatang. Namun tidak ada salahnya jika dilaksanakan untuk wilayah-wilayah di sekitar ekuator khususnya yang masuk di utara ekuator.
Penyadaran masyarakat
Tampaknya  salah satu program paling jitu adalah dengan gerakan menghemat air dan manajemen sumber daya air yang lebih baik. Kita tidak menghambur-hamburkan air bersih untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu, melakukan tata kelola perbaikan siklus hidrologi lokal (misal dengan melalui gerakan penanaman pohon dan pengambilan air tanah secukupnya saja) dan melalui pendidikan masyarakat. Perlu pula diketahui oleh masyarakat bahwa pemanasan global yang makin meningkat ini sangat berdampak pada siklus hidrologi global. Curah hujan akan berkurang, hujan deras yang tiba-tiba dalam waktu singkat, dan berbagai hal lain yang merugikan umat manusia. Sudah selayaknya dan sewajarnya kita makin bertanggungjawab terhadap lingkungan; lakukan reduce, reuse, dan recycle mulai dari lingkungan yang kecil, mulai dari hal-hal yang kecil, dan mulai dari sekarang sehingga bumi masih akan tetap nyaman untuk ditempati dalam jangka waktu yang lama.

Saturday, October 8, 2011

Yuk latihan soal meteorologi

Soal Meteorologi
1. Persamaan hukum pertama termodinamika adalah:
a. Cp dT + RT dp = dq
b. Cv dT + p dα = dq
c. (Cp + R) dT p dα = dq
d. Cv dT + g dz = dq
2. Persamaan hidrostatik dinyatakan oleh
a. θ = T(po/p)-K
b. Dq = du + dw
c. Dp = - ρg dz
d. dZ = H ln(p1/p2)
3. Proses tumbukan dan tangkapan merupakan cara tetes berkembang menjadi tetes hujan yang lebih besar pada
a. Awan panas
b. Awan dingin
c. Awan tinggi
d. Awan rendah
4. Bila kurva temperatur lingkungan (ELR) berada di sebelah kanan temperatur parsel udara pada diagram skew T log P maka
a. Parsel udara diam
b. Kemungkinan akan tumbuh perawanan
c. Tidak akan timbul perawanan
d. Udara tidak stabil
5. Bila suatu lapisan tidak jenuh dinaikkan ke atas maka lapisan tersebut akan menjadi
a. Makin tidak stabil
b. Makin stabil
c. Tetap seperti semula
d. Bertambah tekanannya
6. Pelangi terbentuk karena adanya proses …… cahaya matahari oleh tetes air di atmosfer
a. Refraksi
b. Refleksi
c. Refraksi dan refleksi
d. scattering
7. Kecerahan pada citra satelit inframerah menunjukkan bahwa makin cerah atau terang citra awan maka
a. Makin besar temperatur awan
b. Makin rendah lokasi perawanan
c. Tidak ada bedanya antara gelap dan terang
d. Makin rendah temperature awan tersebut
8. Jika rata-rata 5 gr/kg air ada di troposfer antara ketinggian 1000 hPa dan 50 kPa, berapa kedalaman precipitable water? Diketahui bahwa densitas air cair adalah 1000 kg m-3 dan g = 9,8 ms-2
a. 4,85 x 10-4 m
b. 0,487 m
c. 0,255 m
d. 2,55 x 10-4 m
9. Bila electron bergerak menuju permukaan dan bertemu dengan “streamer” yang datang dari permukaan akan terbentuk:
a. Return stroke
b. Stepped leader
c. Dart leader
d. Multiple return stroke
10. Misal parsel B mempunyai T = 30oC dan e = 3,4 kPa sedangkan parsel C mempunyai temperature T = -4 oC dan e = 0,2 kPa. Jika setiap parsel mengandung 1 kg udara, maka berapakah tekanan uap campurannya? Apakah campuran tersebut jenuh jika pada T campurannya, tekanan uap jenuhnya 1,5 kPa?

KUNCI JAWABAN:
1. B
2. C
3. A
4. C
5. A
6. C
7. D
8. D
9. B
10. Tekanan uap campuran (ex) = 1,8 kPa. Karena ex > es = 1,5 kPa maka campuran JENUH.

Sunday, May 1, 2011

Klimatologi semesta

Selubung udara yang menyelimuti bumi mempengaruhi kita dalam berbagai cara. Kadangkala kita menanggapinya dengan tak sadar seperti kita memilih tipe pakaian yang kita pakai, apakah kita perlu membawa payung hari ini/ tidak, dan sebagainya. Pada skala waktu yang lebih luas, rumah kita menunjukkan pengaruh iklim misal pada musim dingin di lintang menengah sampai lintang tinggi rumah kita harus dilengkapi dengan sistem pemanas. Pihak Dinas Pengairan harus merencanakan simpanan air yang cukup untuk mensuplai kebutuhan air selama musim kemarau. Perusahaan kontruksi harus menentukan angin terkuat untuk meyakinkan agar bangunan–bangunan tidak rusak, khususnya di wilayah lintang tengah dan tinggi.
Permasalahan–permasalahan ini merupakan permasalahan–permasalahan klimatologis yang memerlukan “prediksi” keadaan mendatang. Klimatologi modern mencoba mencari jawaban atas pertanyaan–pertanyaan semacam ini.
Sumber energi untuk semua gerak atmosfer adalah matahari. Energi dari matahari dipancarkan melalui atmosfer sampai ke permukaan bumi. Selama melintas tersebut sedikit energi diserap dan digunakan untuk memanaskan atmosfer, tetapi kebanyakan energi diserap permukaan. Ini akan memanaskan atmosfer di atasnya sehingga permukaan menjadi sumber utama pemanasan untuk atmosfer. Jumlah panas sangat bergantung pada tipe permukaan; panas bervariasi spatial dan temporal. Distribusi panas yang tidak sama berpengaruh langsung pada gerak horizontal (angin) dan gerak vertikal yang merangsang timbulnya awan dan presipitasi/ hujan. Energi yang diterima dari matahari tersebut sebagian dikembalikan keluar angkasa. Dari sini kita tahu bahwa hal ini bisa dipandang sebagai sederetan transformasi energi dan pertukaran di dalam dan di antara atmosfer dan permukaan di bawahnya.
Semua proses yang berhubungan dengan aliran energi ini mematuhi hukum–hukum fisika. Jadi untuk memahami bagaimana atmosfer bekerja, kita perlu memahami hukum–hukum fisika yang relevan dan menerapkannya. Karena hukum–hukum ini biasanya dinyatakan secara matematis maka pemahaman dasar–dasar matematis juga diperlukan. Namun demikian, kebanyakan konsep ini dapat dijelaskan dan dipahami tanpa rujukan matematis dan fisis yang mendetail.
Walaupun penggunaan hukum–hukum fisika sangat diperlukan, kita tidak boleh mengabaikan begitu saja efek–efek kimia yang sangat penting. Jelas bagi kita bahwa energi berinteraksi dengan atmosfer bergantung pada komposisi kimianya. Saat sekarang ini atmosfer didominasi oleh nitrogen dan oksigen. Selama evolusi bumi dan atmosfernya, bagaimanapun komposisi tersebut telah berubah. Sebagai contoh: CO2, SO2, NO2, dan O3, berubah sejak evolusi industri. Efeknya pada iklim dapat dilihat.
Iklim sangat bergantung pada kondisi permukaan bumi dan sembarang perubahan pada komposisi permukaan pastilah menjadikan perubahan iklim. Perubahan ini berjalan terus sebagai akibat dari perubahan permukaan laut yang disebabkan oleh arus atau peruntuhannya, sebagai akibat dari perubahan musiman di es dan salju dan sebagai hasil dari perubahan vegetasi. Semua perubahan ini sendiri dipengaruhi oleh kondisi iklim. Oleh karenanya pemahaman utuh tentang iklim juga memerlukan apresiasi dari sejumlah aspek oseanografi, glasiologi dan biologi.
Peningkatan klimatologi sebagai sains sangat terkait dengan peningkatan kemampuan kita dalam mengobservasi atmosfer. Pengamatan–pengamatan baru sering memberikan informasi mendasar yang kita butuhkan untuk memberikan kita pandangan–pandangan baru tentang bagaimana atmosfer bekerja.
Pemahaman tentang atmosfer bertambah selama berabad–abad. Perkembangan barometer dan termometer serta pencatat arah angin dan jumlah curah hujan menambah dimensi kuantitatif pada pengetahuan kita. Akhir abad ke 16 dan awal abad ke 20 kita mampu menggambarkan iklim di sebagian besar daratan dan beberapa bagian lautan secara rasional dan mendetail.
Sejumlah pengamatan tumbuh, serta muncul permasalahan besar yang orang gunakan untuk menggambarkan iklim di bumi. Demikian banyak angka/data dihasilkan sehingga tabulasi sederhana tidak lagi praktis. Nilai bulanan memberikan metode yang cocok. Namun karena nilai bulanan bervariasi dari tahun ke tahun maka diperlukan perata–rataan selama beberapa tahun. Hasilnya adalah perkembangan konsep “iklim normal”: suatu perata–rataan selama jangka waktu sedikitnya 30 tahun.
Rangkuman data spasial menghantarkan kita pada konsep iklim wilayah. Stasiun–stasiun dapat dikelompokkan karena mempunyai nilai normal yang serupa, atau pola normal bulanan yang mirip. Beberapa skema iklim diajukan.
Perkembangan teknologi komunikasi yang cepat juga berpengaruh. Kita bisa memperoleh data dari suatu stasiun dengan cepat, sekaligus dengan analisisnya. Meteorologi penerbangan memerlukan pengamatan udara atas sehingga memicu perkembangan peralatan pengukur dan juga komunikasi yang cepat. Untuk meresponnya maka pengamatan dengan radiosonde diluncurkan. Semuanya itu mendukung pada kemampuan kita untuk memahami proses–proses atmosfer dan meningkatkan kemampuan prediksi cuaca.
Datangnya informasi dari satelit memberikan kita suatu dimensi baru bagi klimatologi. Di masa lalu semua informasi didasarkan pada pengamatan permukaan dan sesaat. Satelit memungkinkan kita untuk pengamatan global dengan cepat dan bahkan gambaran 3D–nya. Satelit memungkinkan kita untuk mengukur fluks energi yang masuk dan meninggalkan atmosfer; informasi yang tidak kita peroleh dari sumber–sumber lain. Informasi baru ini meningkatkan pemahaman kita tentang proses–proses atmosfer, merangsang perkembangan model iklim dan prediksi proses–proses dan perubahan iklim; apalagi didukung oleh perkembangan komputer yang cepat.

Tuesday, March 22, 2011

Mari kita tingkatkan kesadaran tentang lingkungan! (Menyambut hari meterologi sedunia)

Besok tanggal 23 Maret merupakan hari meteorologi sedunia. Pada tahun 2011 ini tema yang diluncurkan oleh badan meteorologi sedunia, WMO adalah "climate for you". Sudah sangat jelas pesan yang dikemukakan oleh WMO tersebut. Iklim yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak dan semua makhluk hidup di bumi sangat mempengaruhi aktivitas kita semua, dan aktivitas yang kita lakukan juga berdampak pada iklim. Apakah iklim itu? Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca selama jangka waktu yang panjang (biasanya dalam 30 tahun) dan meliputi daerah yang luas. Oleh karena itu jelas bahwa cuaca dalam jangka pendek saja mempengaruhi kehidupan, apalagi dalam jangka panjang ... tentu akan makin terasa dampak dan imbasnya pada kehidupan di bumi.

Setiap hari kita merasakan panas, hujan, tekanan udara, lembab udara dsb. Bahkan karena sudah merupakan hal yang biasa, khususnya untuk wilayah Indonesia, kita tidak merasa begitu peduli. Setelah hal-hal tersebut menimbulkan bencana baru kita melihat betapa pentingnya mempelajari hal di atas. Temperatur di Indonesia tidak naik atau turun dengan drastis; range temperatur tidak lebar sehingga tidak begitu terasa perbedaan antara musim hujan dengan musim kemarau ataupun peralihan. Musim kemarau untuk beberapa wilayah terasa memang panas, tetapi tidak sepanas di padang pasir. TEmperatur pada musim hujan juga tidak terlalu rendah; tidak ada perubahan temperatur yang berarti di semua tempat di Indonesia. Perbedaan temperatur yang agak besar hanya dijumpai pada daerah dengan perbedaan ketinggian yang besar atau kedekatannya dengan pantai/laut. Sedangkan curah hujan, baru akan terasa pengaruhnya jika menimbulkan banjir. Aktivitas ekonomi terhambat, bahkan bisa mengancam hidup manusia. Hal ini biasanya diperparah dengan lingkungan hidup yang rusak, pembabatan hutan secara liar, saluran-saluran air yang tidak berfungsi, situ-situ yang telah mengalami pendangkalan dsb.
Kelembapan yang tinggi juga menimbulkan sejumlah hama dan penyakit pada tanaman, penyakit pada manusia dsb. Oleh karena itu tidak bisa dipungkiri bahwa cuaca dan iklim sangat berpengaruh pada manusia.

El Nino, perubahan iklim akibat pemanasan global yang terjadi karena sebagian besar oleh ulah manusia sudah sangat jelas mempengaruhi pola hidup manusia. El Nino dan La Nina yang terjadi berulang-ulang di setiap kejadiannya selalu menimbulkan bencana besar: banjir, kekeringan, siklon yang makin mengganas dsb. Apalagi dampak pemanasan global yang sekarang ini marak disuarakan oleh para ilmuwan, LSM, dan akhirnya juga pemerintah ... sudah merupakan mimpi buruk bagi negara-negara kecil kepulauan. Mereka takut negaranya tenggelam oleh mencairnya es di kutub. Bencana-bencana alam yang tidak henti-hentinya mendera manusia semakin hari terasa makin menggila. Oleh karena itulah manusia sudah seharusnya mawas diri; memperbaiki tingkah laku dan pola hidupnya dengan tidak mengganggu dan merusak alam.

Diharapkan dengan semakin mengertinya hakekat hubungan antara manusia, makhluk hidup di dalamnya, dan cuaca-iklim maka terjadi peningkatan kemampuan untuk membuat keputusan dengan lebih baik. Upaya menyadarkan masyarakat agar mencintai lingkungan agar terbentuk iklim yang nyaman untuk hidup harus makin digalakkan. Sistem iklim (hidrosfer, lithosfer, biosfer, kriosfer, dan atmosfer) harus benar-benar kita jaga keseimbangannya. Apakah kita bisa? Pasti bisa ... jika terus menerus kita upayakan!! Di luar itu, hanya Tuhan yang menentukan segalanya.

Thursday, October 14, 2010

Elemen iklim dan kontrol iklim

Dalam mempelajari jenis, variasi dan perubahan iklim ... kita perlu mengenal apa yang disebut dengan elemen iklim dan kontrol iklim. Elemen iklim adalah faktor-faktor iklim yang mempengaruhi perbedaan dan perubahan iklim. Elemen-elemen tersebut terbagi menjadi tiga, yakni elemen iklim utama/ primer, sekunder dan tersier. Elemen iklim utama terdiri dari temperatur atmosfer dan presipitasi yang bisa berbentuk padat (es dan salju) maupun cair (hujan). Elemen iklim sekunder terdiri dari tekanan atmosfer dan angin (arah dan kecepatannya), sedangkan elemen iklim tersier terdiri dari kelembapan atmosfer, radiasi matahari (baik lama maupun intensitasnya), dan penguapan. Perbedaan nilai elemen iklim berakibat pada perbedaan iklim, dan setiap perubahan elemen iklim akan diikuti oleh perubahan iklim. Untuk mengetahui perubahan iklim maka diperlukan data sepanjang 30 tahun, suatu standard yang telah ditetapkan oleh World Meteorological Organization (WMO). Nilai elemen iklim bervariasi bergantung pada ruang dan waktu sehingga bisa dikatakan bahwa elemen iklim suatu daerah tidak statis melainkan dinamis.
Kontrol iklim adalah faktor pengendali terhadap perbedaan/perubahan nilai elemen iklim yang terdiri dari 7 faktor utama dan satu faktor tambahan. Ketujuh faktor utama tersebut adalah posisi matahari, distribusi daratan dan lautan, daerah sel tekanan rendah dan tinggi semi permanen, angin dan massa udara, ketinggian tempat, barisan pegunungan dan arus laut. Sedangkan faktor tambahannya adalah badai. Kontrol iklim yang bekerja pada elemen iklim akan menentukan jenis dan variasi iklim.
Sebagai contoh: posisi matahari. Setiap tahun bumi berevolusi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari. Oleh karena itu kita mengenal gerak semu matahari sepanjang tahun. Akibat kemiringan sumbu bumi selama mengelilingi matahari sebesar 23,5o maka matahari seolah-olah bergerak antara 23,5o lintang utara dan 23,5o lintang selatan. Pada tanggal 23 Maret dan 22 September, matahari berada di atas ekuator, sedangkan pada tanggal 21 Juni matahari berada di 23,5o lintang utara, sedangkan pada tanggal 22 Desember matahari berada di 23,5o lintang selatan. Pada 3 Januari, matahari berada pada jarak paling dekat dengan bumi sejauh 147 juta kilometer(perihelion), sedangkan pada 4 Juli matahari berada pada jarak terjauh dari bumi sejauh 152 juta kilometer (aphelion). Pergerakan semu matahari ini membawa dampak pada elemen-elemen iklim yang telah disebut di atas, tergantung pada lokasi dan waktu. Elemen-elemen iklim ini mengalami variasi sehingga menyebabkan terjadinya jenis atau variasi iklim tertentu di suatu wilayah.

Friday, September 10, 2010

Awan dan perawanan

Nama-nama bentuk awan pertama kali sukses diperkenalkan oleh Luke Howard pada tahun 1803. Dia memperkenalkan tiga bentuk terpisah awan yakni cirrus, stratus, dan cumulus; dan mencoba menggambarkan semua bentuk awan ke dalam tiga bentuk dasar tersebut. Dia menambahkan nimbus (awan hujan) pada cirro-cumulo-stratus sehingga terbentuk 7 kemungkinan bentuk awan. Rintisan selanjutnya dilakukan oleh Clement Ley, seorang pengamat langit, pada tahun 1877 namun tidak begitu bagus karena penggambarannya agak khayal. Selanjutnya Navier Shaw meletakkan dasar-dasar termodinamika awan dengan penjelasan yang lebih masuk akal. Bahkan pandangan klasik Shaw yakni "ketika kondensasi uap berlanjut sampai batas kemampuan awan membawanya sampai hujan terbentuk" merupakan penjelasan yang pada waktu itu termasuk jarang dan perlu menunggu perkembangan dunia penerbangan agar sains studi awan tersebut dikenal.

Arthur Clayden mengumpulan pengetahuan tentang bahaya adanya awan dengan cara fotografi dan pemikiran-pemikiran kritis. Kebanyakan jenis-jenis awan utama dikenal baik oleh Clayden pada tahun 1922, sampai kemudian dengan makin berkembangnya pengkodean awan, dikenal istilah-istilah awan rendah, menengah dan tinggi dimana untuk awan menengah dan tinggi diberikan prefik alto dan cirro. WJ Humphreys menggabungkan pemahaman oleh ahli meteorologi dengan mata tajam seorang pengamat lapangan terbaik. Awan pileus yang oleh Howard telah dilupakan dan dibingungkan dengan anvil es dikoreksi oleh Humphreys dengan menyebutkan awan syal. Dia juga tidak latah dengan menggunakan istilah-istilah latin.

Nama-nama yang digunakan untuk perawanan dipilih untuk menggambarkan proses-proses yang menyebabkan awan terlihat seperti itu. Awan-awan konveksi cumulus terdiri daribagian yang berbentuk tajam dan bagian yang menguap. Awan-awan tersebut menghasilkan pileus ketika tumbuh dan stratocumulus ketika menyebar secara horizontal. Awan cumulonimbus adalah awan hujan walaupun sering digunakan untuk awan-awan dengan puncak yang mengandung es. Penyebaran puncak awan cumulus dan cumulonimbus sering menghasilkan anvil.
Konveksi ke bawah, misal dari dasar lapisan awan atau anvil, disebut mamma. Awan-awan yang berbentuk seperti serat disebut cirrus. Nama ini juga berarti bahwa awan tersebut tidak menguap (terdiri dari es) dan mempunyai partikel yang berbentuk seperti serat karena gerak udara.  Awan-awan yang terdiri dari lapisan-lapisan disebut stratus. Lapisan serat disebut cirrostratus. Castellanus adlah cumulus yang tidak berhubungan dengan konveksi dari dasar awan tetapi yang tumbuh hanya karena kondensasi. Awalan alto digunakan karena awan tersebut menjauh dari pengaruh permukaan bumi. Awan gelombang adalah awan yang terbentuk dalam gelombang-gelombang yang dihasilan oleh aliran udara di atas bukit, pantai atau gangguan aliran horizontal yang lain. Awan gelombang bisa ditemukan beberapa kilometer di bawah angin dari bukit yang menciptakannya. Kabut adalah awan di permukaan bumi dan scud adalah awan yang terbentuk di bawah level kondensasi utama.

Friday, April 23, 2010

Massa udara dan cuaca

Massa udara yang dimaksud di atas bukanlah massa yang berkaitan dengan bobot misal gram, kilogram, ton dsb tapi "massa" yang berarti "kumpulan atau badan (body)". Jika udara menetap pada waktu yang cukup lama di atas suatu permukaan bumi, sifatnya cenderung menjadi ciri khas untuk permukaan itu. Jika sifat permukaan tersebut kurang lebih sama untuk daerah yang sangat luas (ribuan kilometer persegi) maka sifat suatu badan udara yang besar akan menjadi hampir sama/ seragam dalam bidang horizontal. Badan udara dengan sifat (khususnya dicirikan oleh temperatur dan kelembapan) yang hampir seragam dalam jarak horizontal ribuan kilometer disebut sebagai massa udara.

Dengan demikian, agar terbentuk suatu massa udara maka udara harus diam atau bergerak untuk waktu yang lama dan terdapat di atas daerah yang luas yang memiliki sifat seragam. Sifat dan tingkat keseragaman tersebut bergantung pada sumber massa udara, riwayat (modifikasi) massa udara dan waktu hidup massa udara. Pembentukan massa udara yang seragam dapat diperoleh melalui proses percampuran dan radiatif yang memerlukan waktu selama 3-7 hari.

Massa udara juga bisa mengalamai perubahan baik akibat proses termodinamik maupun proses dinamik. Proses termodinamik seperti misalnya pemanasan/ pendinginan permukaan dan penambahan/ hilangnya kelembapan. Sedangkan proses dinamik misalnya adalah percampuran turbulen dan pengangkatan/ penurunan skala besar.

Massa udarapun juga bisa diklasifikasikan didasarkan pada daerah sumber dan jenis permukaannya. Terdapat 4 klasifikasi dasar dari massa udara, yakni continental (c) yang secara tipikal kelembapannya rendah, maritime (m) yang kandungan uap airnya tinggi, polar (P)yang sifatnya dingin dan tropikal (T) yang sifatnya hangat. Dari keempat tipe dan sifat permukaan di atas, terdapat 4 kombinasi yakni continental polar (cP), continental tropic (cT), maritime polar (mP), dan maritime tropic (mT). Ada lagi tambahan jenis massa udara yakni Arctic (A) yang sifatnya sangat dingin dan sering tidak bisa dibedaan dengan massa udara polar (kutub) di dekat permukaan. Massa udara ini berasal lebih banyak dari atas tutupan es kutub daripada massa daratan lintang tinggi. Oleh karena itu terdapat 2 lagi tambahan massa udara yakni continental arctic (cA) dan maritime arctic (mA). Beberapa skema klasifikasi menambahkan indikasi pada udara tersebut yakni warmer (w) dan cooler (k) setelah nama massa udaranya, seperti misalnya cPk (continental polar cooler) dan mPw (maritime polar warmer). Sifat-sifat masing-masing massa udara ini sesuai dengan namanya. Oleh karena itu untuk mengetahui sifat-sifat masing-masing massa udara dengan lebih detail dipersilahkan para pembaca mencari referensi untuk itu.

Massa udara arctic terasakan sampai ketinggian 650 mb, cP dan mP terasakan sampai beberapa milibar di atas ketinggian A. Massa udara mT terasakan sampai ketinggian hampir 500 mb sedangkan cT kurang lebih terasakan sampai ketinggian 700 mb. Di antara semua massa udara tersebut, massa udara A mempunyai kadar kebasahan yang paling rendah dan mT adalah yang paling tinggi kadar kelembapannya.

Seperti telah disebut di atas, massa udara bisa mengalami perubahan sifat. Ini terjadi ketika ia meninggalkan sumbernya karena berinteraksi degan permukaan yang dilalui yang mengubah kestabilan dan berinteraksi dengan massa udara lainnya. Ketika bergerak menuju ekuator, massa udara A akan mendapatkan pemanasan dari bawah (suplai uap air dari permukaan yang hangat dan basah) sehingga menjadi tidak stabil sehingga bisa timbul awan besar. Jika ia bergabung dengan aliran mensiklon maka udara menjadi makin tidak stabil dan perawanan yang menghasilkan hujan curah (shower) makin bertambah. Namun yang sering terjadi adalah bahwa massa udara ini bergabung dengan aliran mengantisiklon sehingga pertumbuhan vertikal awan terbatasi walaupun dia mendapat suplai pemanasan dari bawah.

Sebaliknya massa udara mT yang bergerak menuju kutub di musim dingin cenderung makin stabil sehingga yang terbentuk hanya awan-awan jenis stratus. Sedangkan di musim panas, di atas daratan di lintang rendah, massa udara ini menjadi makin tidak stabil sehingga terbentuk awan-awan kumulus (Cu), hujan curah dan badai guntur.

Cuaca dalam suatu daerah bergantung pada berbagai sifat massa udara yang melaluinya terutama kestabilan dan kandungan uap airnya. Umumnya massa udara maritim memiliki perawanan dan hujan curah yang lebih besar, sedangkan massa udara continental cenderung membawa sifat cerah pada daerah yang dilaluinya.

Meskipun pada sebagian besar waktu, cuaca pada suatu tempat ditentukan oleh sifat massa udara yang berkuasa atau menyelimuti wilayah tersebut, namun cuaca sangat buruk sering berhubungan dengan interaksi dari dua massa udara yang bertemu (front) khususnya di batas pertemuan kedua massa udara tersebut. Indonesia tidak dilalui oleh front ini.

OK segini dulu ya. Nantikan cerita selanjutnya  ...