Tuesday, October 22, 2024

Apa kaitannya perubahan iklim dengan keterlambatan monsoon Asia??

 Saat ini monsoon Australia bertiup dominan di wilayah Indonesia sehingga sebagian besar wilayah kita mengalami musim kemarau. Seperti diketahui dominannya angin tenggara di wilayah selatan katulistiwa membawa dampak pada sedikitnya kelembapan udara yang cukup untuk terbentuknya perawanan hujan. Ini karena angin tenggara tersebut kurang mendapatkan suplai uap air selama melintas dari Australia menuju Indonesia. Hal ini berbeda dengan monsoon Asia yang banyak mengalami pengayakan uap air karena banyak melintasi wilayah perairan. Ingat bahwa sifat massa udara bisa berubah tergantung pada permukaan yang dilaluinya.

Gambaran tentang bagaimana streamline angin dari Australia tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 

Tampak dalam gambar tersebut, saat ini angin tenggara sampai selatan banyak bertiup khususnya di sebelah selatan ekuator. Biasanya pada bulan Oktober ini massa udara dari Asia sudah banyak bertiup di wilayah Indonesia dan lebih kuat daripada angin tenggara sehingga di sebagian wilayah selatan ekuator mengalami angin barat - barat laut yang berdampak pada terjadinya awal musim hujan. Sehingga tipe curah hujan monsoonal di wilayah Indonesia biasanya adalah sebagai berikut.  Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Maret dan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai September. Variasi awal musim hujan di setiap tempat bisa berbeda yang tergantung pula pada tipe pola curah hujannya. Seperti diketahui bahwa Indonesia mempunyai 3 tipe curah hujan yakni tipe A (monsoonal), tipe B (ekuatorial) dan tipe C (lokal). Terkait tipe curah hujan ini sudah saya jelaskan pada postingan sebelumnya.
Variasi awal curah hujan ini dipengaruhi oleh kontrol iklim yang bisa jadi mengalami perubahan. Kontrol iklim tersebut antara lain adalah lintas edar bumi mengelilingi matahari, jarak bumi - matahari, ketebalan lapisan atmosfer, lintang tempat, distribusi daratan - lautan, sirkulasi air laut berskala besar (Gyre), lokasi tekanan rendah & tinggi semi permanen, topografi dan sebagainya. Mengingat kontrol iklim tersebut bisa mengalami perubahan dalam skala besar maka interaksi berbagai sub sistem iklim bisa mengalami perubahan pula. 
Kita tahu bahwa terdapat 6 sub sistem iklim yang saling berinteraksi dengan kerumitan dan kompleksitas hubungan yang sangat luar biasa sehingga perubahan pada sub sistem tertentu akan berdampak pula pada sub sistem yang lain. Perubahan pada sub sistem udara, air dan daratan akan berdampak pada makhluk hidup di bumi dan lapisan es di kutub dan sebaliknya dimana penjelasannya sangat panjang. Untuk mempersingkatnya boleh dikatakan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim akan mempengaruhi cuaca dan musim di dunia ini. Belum lagi kalau kita bicara variabilitas iklim seperti ENSO, IOD dan monsoon. Hubungan ini demikian kompleks sehingga dampaknya bisa kita rasakan saat ini dimana tampaknya musim hujan agak mundur daripada biasanya. 


Friday, September 6, 2024

Jangan sepelekan isu pemanasan global dan perubahan iklim!

 Hari hari ini makin sering para petinggi negara bicara tentang perubahan iklim. Pada skala dunia pun, Antonio Gutteress setiap berkunjung ke luar negeri dalam setiap sambutannya selalu menyinggung pemanasan atau pendidihan global dan perubahan iklim. Himbauan ke negara negara di dunia agar makin peduli pada masalah global tersebut dimana pada tahap implementasinya diwujudkan dalam 17 SDGs. Indonesia pun tanggap terhadap permasalahan permasalahan tersebut meskipun porsi pendanaan untuk itu masih kecil dibanding aspek lain yang juga harus mendapatkan perhatian seksama. 

Ribut ribut yang sering terjadi adalah tentang pengereman laju pemanasan global jangan sampai suhu udara global meningkat lebih dari 1,5 derajat Celcius dibandingkan suhu rata rata global tahun 1850 sampai 1900 pada tahun 2030. Saat sekarang ini angka ini makin mendekat dengan laju yang relatif cepat. Mengapa kemudian para pemimpin negara yang menyadari hal tersebut begitu cerewet mengingatkan warga negaranya tentang isu global tersebut?? Tidak lain karena memang semua sendi kehidupan tidak lepas dari pengaruh cuaca dan iklim global. Simak gambar di bawah ini: 

Terlihat pada gambar di atas bahwa untuk kenaikan suhu 1 derajat Celcius saja bisa menyebabkan kepunahan spesies langka, kehancuran terumbu karang, tenggelamnya pulau pulau tertentu dan sebagainya. Sedangkan pada kenaikan suhu 2 derajat Celcius terjadi kepunahan beruang kutub, rawan pangan, air bersih dan energi, pencairan permafrost misal di Greenland, dan sebagainya. Dengan demikian bila suhu meningkat menjadi 1,5 derajat Celcius maka kira kira kondisi dunia antara kenaikan 1 sampai 2 derajat Celcius tersebut. Betapa mengerikannya.
Barangkali di antara kita tidak akan mengalami kondisi yang dijelaskan di atas karena sudah meninggal. Namun bagaimana dengan anak, cucu, dan keturunannya?? Pasti mereka semua akan mengalaminya. Oleh karena itu maka sebagai tanggungjawab kita terhadap seluruh umat manusia di seluruh dunia, upaya pengereman laju peningkatan suhu tersebut sudah harus dilakukan segera secara masif dan terorganisir. Kontribusi setiap orang di seluruh dunia tentang masalah bersama tersebut sudah harus dimulai secara revolusioner. Pemerintah, perguruan tinggi, swasta, komunitas dan media masa harus secara bahu membahu mengkombat peningkatan suhu udara global yang dikhawatirkan tersebut. Yuk, lakukan semampu kita mulai dari diri sendiri dan keluarga agar tercipta Keluarga Sadar Lingkungan (Kadarling).