Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan oleh jatuhnya pesawat Lion Air tujuan Denpasar yang berangkat dari bandar udara Husein Sastranegara Bandung Jawa Barat. Sebanyak 101 penumpangnya dan awak pesawatnya selamat, hanya diberitakan bahwa ada yang patah tulang tangan atau kaki. Tentu ini merupakan pukulan bagi industri dirgantara kita mengingat beberapa tahun yang lalu kita sempat ditolak terbang ke berbagai negara (khususnya Eropa) karerna banyaknya pesawat yang jatuh.
Saya mendapat kabar bahwa ketika terjadi kecelakaan tersebut, ada awan kumulonimbus di sekitar bandara dan hujan rintik-rintik. Dari kacamata meteorologist, ini tidak biasanya mengingat kalau terdapat awan kumulonimbus (Cb) seharusnya terjadi hujan deras. Awan Cb merupakan awan berskala meso dengan panjang horizontal 2-20 km, dengan pertumbuhan vertikal yang besar. Awan ini mempunyai tiga tahap pertumbuhan yakni tahap kumulus, tahap mature dan tahap disipasi. Tahap kumulus ditandai dengan updraft sebesar 5 m/s, tak ada downdraft, ukuran sel 2-6 km, updraft meningkat dengan ketinggian, konvergensi di level bawah, dan seluruhnya bergaya apung positif. Tahap mature ditunjukkan oleh kondisi hujan yang pertamakali menyentuh permukaan bumi, terjadi hujan terderas dan turbulensi terkuat, downdraft terbentuk, updraft tetap kuat, divergensi permukaan terjadi di bawah hujan terderas, outflow awan membentuk gust front di permukaan dan ada apungan positif dan negatif. Sedangkan tahap disipasi ditunjukkan oleh kondisi divergensi di level bawah, downdraft melemah, turbulensi kurang intense, dan presipitasi menurun menjadi hujan ringan. Menilik dari informasi bahwa hujannya rintik-rintik dan ada awan Cb, kemungkinan awan Cb pada tahap mulai tahap mature atau sudah mendekati disipasi. Di sisi lain, ada informasi bahwa cuaca di atas bandara Ngurah Rai cerah berawan disertai hujan rintik-rintik. Ini kemungkinan adalah awan stratus. Mungkin juga akibat microburst, seperti downdraft di bawah awan Cb yang terlokasi khususnya microburst kering kebasahan karena timbul virga sampai hujan ringan. Sulit untuk memastikan apakah ini akibat peristiwa downdraft awan Cb atau microburst atau yang lain. Untuk itu nampaknya diperlukan kajian tentang cuaca di Bali saat itu.
Saya mendapat kabar bahwa ketika terjadi kecelakaan tersebut, ada awan kumulonimbus di sekitar bandara dan hujan rintik-rintik. Dari kacamata meteorologist, ini tidak biasanya mengingat kalau terdapat awan kumulonimbus (Cb) seharusnya terjadi hujan deras. Awan Cb merupakan awan berskala meso dengan panjang horizontal 2-20 km, dengan pertumbuhan vertikal yang besar. Awan ini mempunyai tiga tahap pertumbuhan yakni tahap kumulus, tahap mature dan tahap disipasi. Tahap kumulus ditandai dengan updraft sebesar 5 m/s, tak ada downdraft, ukuran sel 2-6 km, updraft meningkat dengan ketinggian, konvergensi di level bawah, dan seluruhnya bergaya apung positif. Tahap mature ditunjukkan oleh kondisi hujan yang pertamakali menyentuh permukaan bumi, terjadi hujan terderas dan turbulensi terkuat, downdraft terbentuk, updraft tetap kuat, divergensi permukaan terjadi di bawah hujan terderas, outflow awan membentuk gust front di permukaan dan ada apungan positif dan negatif. Sedangkan tahap disipasi ditunjukkan oleh kondisi divergensi di level bawah, downdraft melemah, turbulensi kurang intense, dan presipitasi menurun menjadi hujan ringan. Menilik dari informasi bahwa hujannya rintik-rintik dan ada awan Cb, kemungkinan awan Cb pada tahap mulai tahap mature atau sudah mendekati disipasi. Di sisi lain, ada informasi bahwa cuaca di atas bandara Ngurah Rai cerah berawan disertai hujan rintik-rintik. Ini kemungkinan adalah awan stratus. Mungkin juga akibat microburst, seperti downdraft di bawah awan Cb yang terlokasi khususnya microburst kering kebasahan karena timbul virga sampai hujan ringan. Sulit untuk memastikan apakah ini akibat peristiwa downdraft awan Cb atau microburst atau yang lain. Untuk itu nampaknya diperlukan kajian tentang cuaca di Bali saat itu.