Kembali bangsa Indonesia diterpa duka yang mendalam setelah 113 orang penumpang pesawat Hercules milik TNI tadi siang (Selasa, 30 Juni 2015) jatuh di Medan Sumatera Utara. Ini merupakan peristiwa yang kesekian kalinya menimpa angkatan bersenjata kita yang jatuh, entah karena memang pesawat tua entah karena sebab lain. Kalau kita lihat citra satelit cuaca tadi siang , yang terlihat adalah bahwa kota Medan hanya terselimuti awan-awan rendah yang kelihatannya tidak berpotensi besar pada jatuhnya pesawat. Hanya di sebelah barat kota Medan khususnya di atas kawasan Gunung Leuser National Park yang awannya cukup masif. Awan tebal ini jauh lebih berpotensi pada pesawat daripada awan-awan yang terbentuk di atas Medan. Tapi kita tunggu saja hasil investigasi atas masalah ini dengan doa agar arwah para penumpang pesawat tersebut diterima di sisi Allah swt dan ditempatkan pada sisi terbaik NYA serta keluarga yang ditinggalkannya diberikan ketabahan. Semoga kejadian semacam ini tidak terjadi lagi di tanah air. Amin.
Obyektif, Independen, Sportif, Berpikir Positif, Berjiwa BESAR
Tuesday, June 30, 2015
Sunday, June 28, 2015
Kekeringan merupakan bencana alam yang serius
Beberapa waktu ini di banyak wilayah di dunia telah diberitakan adanya kekeringan yang melanda, seperti misalnya di Korea Utara yang bisa mengancam ketahanan pangan di sana. Bahkan disebut-sebut dikhawatirkan bencana alam tersebut menyebabkan banyak penduduk di sana harus makan rumput karena padi gagal panen. Hal ini bisa dipahami karena padi tidak dapat mengeluarkan bulirnya karena proses fotosintesis dimana membutuhkan air tidak terjadi dengan baik. Kita tahu bahwa sebenarnya panen produksi pertanian tidak lain adalah panen hasil fotosintesis.
Kekeringan yang sama juga melanda negara bagian California Amerika Serikat sehingga memaksa otoritas yang berwenang di bidang air memaksa warganya untuk memotong kebutuhan air keluarga sampai 30% lebih bila tidak ingin kena denda.
Di Indonesia beberapa daerah di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur juga sudah banyak yang mengalami kekeringan, baik kekeringan meteorologis, hidrologis maupun agronomis. Kekeringan meteorologis banyak terkait dengan kejadian El Nino yang terjadi di lautan Pasifik yang diprediksi akan sampai pada tahap moderat ditambah dengan normal sedikit positif pada indeks dipole mode yang terjadi di Samudra Hindia dan melemahnya monsoon. Bergesernya pola perawanan yang saat ini banyak terdapat pada sisi utara ekuator Indonesia menyebabkan sisi sebelah selatan kurang atau bahkan tidak mendapatkan pasokan hujan. Dalam jangka waktu yang agak panjang (orde bulanan) hal ini bisa memicu ketiga kekeringan tersebut di atas. Sebenarnya pola-pola semacam ini sering terjadi sepanjang waktu namun rasanya masih saja kita banyak kecolongan. Seharusnya setiap instansi pemerintah lebih intensif lagi dalam memperhatikan masalah cuaca, musim dan iklim (cusiklim) dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Jangan sampai terjadi pada saat kondisi cusiklim memungkinkan atau kondusif justru permasalahan administratif (baca: turunnya dana pembangunan) menjadi kendala. Seberapa hebatnya suatu negara, mempunyai persenjataan canggih dan modern, angkatan bersenjata yang kuat, bisa menjadi tidak berdaya bila mayoritas penduduknya kelaparan yang dipicu oleh cusiklim yang tidak kondusif.
Kekeringan yang sama juga melanda negara bagian California Amerika Serikat sehingga memaksa otoritas yang berwenang di bidang air memaksa warganya untuk memotong kebutuhan air keluarga sampai 30% lebih bila tidak ingin kena denda.
Di Indonesia beberapa daerah di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur juga sudah banyak yang mengalami kekeringan, baik kekeringan meteorologis, hidrologis maupun agronomis. Kekeringan meteorologis banyak terkait dengan kejadian El Nino yang terjadi di lautan Pasifik yang diprediksi akan sampai pada tahap moderat ditambah dengan normal sedikit positif pada indeks dipole mode yang terjadi di Samudra Hindia dan melemahnya monsoon. Bergesernya pola perawanan yang saat ini banyak terdapat pada sisi utara ekuator Indonesia menyebabkan sisi sebelah selatan kurang atau bahkan tidak mendapatkan pasokan hujan. Dalam jangka waktu yang agak panjang (orde bulanan) hal ini bisa memicu ketiga kekeringan tersebut di atas. Sebenarnya pola-pola semacam ini sering terjadi sepanjang waktu namun rasanya masih saja kita banyak kecolongan. Seharusnya setiap instansi pemerintah lebih intensif lagi dalam memperhatikan masalah cuaca, musim dan iklim (cusiklim) dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Jangan sampai terjadi pada saat kondisi cusiklim memungkinkan atau kondusif justru permasalahan administratif (baca: turunnya dana pembangunan) menjadi kendala. Seberapa hebatnya suatu negara, mempunyai persenjataan canggih dan modern, angkatan bersenjata yang kuat, bisa menjadi tidak berdaya bila mayoritas penduduknya kelaparan yang dipicu oleh cusiklim yang tidak kondusif.
Thursday, June 25, 2015
Peluang memperoleh ikan laut meningkat
Musim kemarau yang sedang dan akan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia seharusnya disambut gembira oleh para nelayan. Angin tenggara sudah terbentuk dengan lebih sempurna yang melanda wilayah sebagian besar Indonesia bagian selatan ekuator. Meskipun kecepatan anginnya relatif agak besar dan cukup kuat (lebih dari 30 km/jam) untuk hari besok (25/6) namun untuk kapal-kapal dengan tonase cukup besar tidak membawa dampak yang berarti. Dalam beberapa waktu mendatang diprakirakan bahwa kecepatan angin ini akan mengecil seiring dengan gangguan yang terjadi di samudra Hindia dan Pasifik yang memperlemah monsoon seperti yang disampaikan peneliti LAPAN. Oleh karena itu untuk kapal-kapal nelayan yang umumnya berukuran kecil agak sedikit lebih sabar untuk menunggu saat yang tepat dalam mencari ikan. Gelombang laut jauh tidak akan sebesar waktu-waktu sebelumnya (Oktober - Desember/Januari) kemarin. Oleh karena itu, persiapkan dan tangkaplah ikan sebanyak-banyaknya mumpung kondisi cuaca dan musim akan membaik. Pembentukan daerah upwelling yang kaya ikan akan banyak terbentuk di pantai selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Kebijakan pemerintah yang mendukung nelayan dan pengusaha ikan menjadi tuan rumah di negeri sendiri sudah seharusnya dimanfaatkan dengan baik. Jadi tunggu apalagi?? Go go go ...
Saturday, June 20, 2015
El Nino modoki dan peluang dampaknya bagi wilayah Indonesia
Akhir-akhir ini diberitakan di media massa akan adanya kemungkinan terjadinya El Nino modoki di samudra Pasifik. El Nino jenis ini berbeda dengan El Nino yang biasa disebut (El Nino konvensional) karena letak anomali pemanasan permukaan laut Pasifik tropis terjadi khususnya di Pasifik tengah ekuator dimana di sisi timur dan baratnya mengalami anomali pendinginan. Ini tentu saja akan menjadi wilayah dimana perawanan di Pasifik tengah ekuator meningkat sementara di sebelah timur dan baratnya akan menjadi wilayah yang kurang aktivitas konvektifnya. Sirkulasi Walker yang berarah zonal akan terpecah menjadi dua yakni bergerak ke barat dan ke timur di troposfer atas. Dampak yang mungkin terjadi dengan kejadian ini khususnya untuk wilayah Indonesia adalah berkurangnya aktivitas hujan. Apalagi hal ini didukung oleh fakta bahwa suhu permukaan laut wilayah perairan Indonesia dan sekitarnya mendingin. Penelitian tentang hal ini seharusnya didorong dan mendapat dukungan dari pemerintah mengingat penelitian-penelitian sejenis seringkali dilakukan oleh para peneliti luar negeri yang pemahaman tentang pola cuaca dan iklim di Indonesia lebih banyak kita kuasai. BMKG, LAPAN, perguruan-perguruan tinggi yang terkait dengan penelitian cuaca, musim dan iklim harus bahu membahu untuk mengungkapkan rahasia alam ini agar masyarakat khususnya Indonesia memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari karunia Illahi ini.
Sunday, June 14, 2015
Penelitian baru tentang perubahan iklim
Penelitian perubahan iklim ini sangat menarik untuk disimak dimana banjir dalam gua membawa lumpur yang menempel pada stalagmit yang dapat digunakan untuk memperkirakan kejadian perubahan iklim sampai 2 millennium ke belakang. Banjir ini berkaitan dengan aktivitas siklon tropis yang dipengaruhi oleh kejadian El Nino dan La Nina di lautan Pasifik. Selanjutnya silahkan baca di artikel menarik ini.
Saturday, June 13, 2015
Meluruskan pemikiran tentang hujan di musim kemarau
Sejak beberapa waktu ini, sebagian wilayah Indonesia sudah ada yang menginjak musim kemarau. Ini bisa dipahami karena gerak semu matahari sudah hampir sampai pada titik balik utaranya yakni di 23,5o lintang utara. Beberapa daerah sudah mulai mengalami kekeringan meskipun hanya spot-spot tertentu, belum merata. Di banyak wilayah hujan juga masih kadangkala terjadi meskipun tidak sering. Pertanyaan yang sering muncul di kalangan awam adalah: "sudah" musim kemarau, kok masih ada hujan. Ini bisa dimengerti karena pandangan masyarakat umumnya selalu menganggap bahwa kalau sudah musim kemarau maka tidak akan ada hujan. Ini salah! Pada musim kemarau di Indonesia, bukan berarti tidak ada hujan sama sekali. Bisa jadi dalam dasarian (sepuluh harian) tertentu terjadi hujan namun diikuti dengan tidak ada hujan. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menetapkan bahwa awal musim kemarau terjadi bila pada suatu dasa harian tertentu curah hujannya kurang dari 50 milimeter yang diikuti oleh dasa harian - dasa harian selanjutnya yang juga kurang dari 50 milimeter. Dengan demikian maka seharusnya kita bisa menentukan awal musim kemarau setelah kita tahu dari data satu bulan. Namun bukan berarti kita tidak dapat "menduga" bahwa musim kemarau telah terjadi. Ini dilakukan dengan misalnya melihat klimatologinya atau dari streamline massa udaranya pada suatu waktu tertentu.
Yang juga menarik untuk diketahui adalah bahwa ada kejadian dimana mungkin curah hujan suatu dasa harian sudah kurang dari 50 milimeter yang kemudian diikuti oleh satu dasa harian yang curah hujannya juga kurang dari 50 milimeter namun kemudian curah hujan pada dasa harian berikutnya lebih dari 50 milimeter. Dasa harian (dasarian) yang disebut pertama tersebut belum bisa dikatakan sebagai awal musim kemarau. Kenapa?? Tunggu jawaban saya pada posting berikutnya ya ...
Yang juga menarik untuk diketahui adalah bahwa ada kejadian dimana mungkin curah hujan suatu dasa harian sudah kurang dari 50 milimeter yang kemudian diikuti oleh satu dasa harian yang curah hujannya juga kurang dari 50 milimeter namun kemudian curah hujan pada dasa harian berikutnya lebih dari 50 milimeter. Dasa harian (dasarian) yang disebut pertama tersebut belum bisa dikatakan sebagai awal musim kemarau. Kenapa?? Tunggu jawaban saya pada posting berikutnya ya ...
Monday, June 8, 2015
Mungkinkah terjadi gelombang panas di Indonesia???
Beberapa waktu yang lalu, gelombang panas melanda wilayah India dan menewaskan lebih dari 2000 orang. Gelombang panas ini mengakibatkan suhu udara di sebagian India mencapai lebih dari 40 derajat Celcius, suatu suhu yang menurut ukuran kebanyakan orang Indonesia sangat tinggi dan panas. Di kota-kota besar di Indonesia, suhu tertinggi sekitar 34 derajat celcius. Ini terasa sangat panas, namun karena kelembapan relatif yang cukup tinggi maka dehidrasi dan sunstroke tidak pernah dilaporkan. Pertanyaan yang mungkin menggelitik anda-anda yang asli Indonesia adalah "apakah gelombang panas seperti di India bisa melanda Indonesia??". Boleh dikatakan bahwa peristiwa gelombang panas seperti itu tidak akan dijumpai di wilayah Indonesia. Mengapa demikian?? Tidak lain karena di wilayah kita tidak dijumpai adanya pegunungan yang sangat tinggi, jauh dari padang pasir, dan wilayah Indonesia yang berupa wilayah kepulauan. Pegunungan tertinggi di wilayah kita yakni Jaya Wijaya terdapat di provinsi Papua. Tidak pernah dilaporkan bahwa terjadi gelombang panas di sana selain dari efek Foehn yakni angin Warmbraw. Di beberapa wilayah Indonesia yang lain, efek Foehn juga dilaporkan yakni angin Bohorok di Sumatera Utara, angin Kumbang di Jawa Barat, angin Brubu di Sulawesi Selatan, dan lain-lain.
Padang pasir terdekat yang efeknya sampai di Indonesia adalah padang pasir di Australia yang mempengaruhi pembentukan "heat/warm surge". Penelitian tentang fenomena ini jarang dilakukan karena efeknya di Indonesia tidak sehebat monsoon. Penelitian saintis Australia hanya marak pada era tahun 1990 an, itupun tidak mendapatkan banyak perhatian para saintis Indonesia.
Wilayah Indonesia yang terdiri banyak pulau yang dihubungkan oleh laut membawa dampak pula pada tingginya penguapan sehingga kelembapan relatif udara di wilayah ini tinggi. Akumulasi dari ketiga faktor tersebut menyebabkan wilayah kita tidak akan mengalami gelombang panas. Jadi, tenanglah!
Padang pasir terdekat yang efeknya sampai di Indonesia adalah padang pasir di Australia yang mempengaruhi pembentukan "heat/warm surge". Penelitian tentang fenomena ini jarang dilakukan karena efeknya di Indonesia tidak sehebat monsoon. Penelitian saintis Australia hanya marak pada era tahun 1990 an, itupun tidak mendapatkan banyak perhatian para saintis Indonesia.
Wilayah Indonesia yang terdiri banyak pulau yang dihubungkan oleh laut membawa dampak pula pada tingginya penguapan sehingga kelembapan relatif udara di wilayah ini tinggi. Akumulasi dari ketiga faktor tersebut menyebabkan wilayah kita tidak akan mengalami gelombang panas. Jadi, tenanglah!
Subscribe to:
Posts (Atom)