Friday, October 30, 2015

Sholat istisqo menjelang musim hujan??

Beberapa hari ini di banyak tempat banyak dilakukan sholat istisqo untuk memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk menurunkan hujan di tanah air. Bisa dimaklumi karena setelah sekian lama kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, dan kabut asap melanda wilayah Indonesia dan setelah sekian banyak usaha tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, tiada kata lain lagi selain berserah diri kepada Tuhan dan memohon keridhloanNYA agar diturunkan hujan. Tiada yang salah dengan upaya tersebut, namun sedikit yang menggelitik hati saya adalah "mengapa baru dilakukan sekarang ??". Mengapa tidak dilakukan ketika saat-saat kejadian ekstrim?? Bisa dimaklumi karena kita kurang yakin akan keberhasilannya. Mengapa?? Karena alam sulit sekali atau bahkan tidak mungkin menurunkan hujan saat itu atau peluang turunnya hujan amat sangat kecil. Awan-awan potensial tidak banyak terjadi ditambah faktor-faktor lain seperti kelembapan relatif yang rendah dan sedikitnya inti kondensasi yang higroskopis tidak mendukung terjadinya hujan. Saat ini ketika streamline menunjukkan dominasi pola angin timuran dan bergerak menjadi angin timur laut menyebabkan peluang curah hujan meningkat. Apalagi saat ini matahari sudah bergerak cukup jauh ke selatan yang menguatkan monsoon meskipun diperlemah oleh kejadian El Nino yang makin menguat. Di lepas pantai barat Sumatera di sekitar ekuator banyak terdapat perawanan karena diuntungkan oleh cukup hangatnya perairan di wilayah tersebut dan pola angin tenggara yang menyusur lepas pantai barat Sumatera yang banyak membawa uap air. Dengan demikian jika sekarang-sekarang ini dilakukan banyak sholat istisqo, tingkat keberhasilan menurunkan hujan akan jauh lebih besar ...hehehe. Tak lupa sayapun berdoa semoga upaya-upaya yang selama ini dilakukan untuk mengatasi kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kabut asap dan lain-lain membawa hasil yang optimal. Amin.

Friday, October 23, 2015

Menyerah melawan bencana kabut asap??

Tentu tidak!! Segala upaya harus disinergikan untuk mengatasi kabut asap yang melanda banyak tempat di Indonesia dimana kali ini sejak beberapa hari yang lalu kebakaran dan lahan (karhutla) juga melanda pulau-pulau lain selain Sumatera dan Kalimantan. Sepertinya melihat ketidaktegasan dan ketidaknegarawanan pemerintah dalam memerangi pihak-pihak yang melakukan pembakaran hutan dan semak-semak serta lahan untuk persiapan pertanian dan perkebunan maka semakin banyak tempat-tempat lain yang juga dibakar. Boleh dikata perbuatan tersebut memancing di air keruh. Masyarakat terdampak juga sudah apatis dan pasrah terhadap bencana lingkungan yang disengaja ini meskipun sebagian aktivis lingkungan pantang menyerah menghadapi suasana ini. Tidak ada kata lain selain siap tempur melawan api dan asap. Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah beberapa minggu yang lalu secara bergiliran diterjunkan ke wilayah terdampak untuk mengatasi kabut asap ini. Pembuatan saluran-saluran air yang dibendung untuk menyediakan air jika tempat di sekitarnya terbakar sudah dilakukan meskipun belum merupakan cara jitu dalam mengatasi asap. Hujan buatan juga belum membuahkan hasil optimal karena sedikitnya awan-awan berpotensi hujan. Water bombing terkendala karena sedikitnya armada yang diterjunkan meskipun sudah mendapat bantuan negara-negara sahabat. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa kebakaran hutan dan timbulnya kabut asap ini jauh lebih dahsyat dibanding di negaranya. Bahkan dari beberapa sumber saya peroleh informasi ada armada pesawat yang sudah ditarik kembali ke negaranya.
Yang lebih menyedihkan lagi ada peraturan daerah di propinsi Kalimantan Tengah yang mengijinkan pelaku individu atau perusahaan untuk melakukan pembakaran hutan dan lahan dimana untuk ukuran satu hektar cukup hanya minta ijin ketua rukun tetangga (RT), struktur paling rendah di tingkat desa. Benar-benar menyedihkan dan gila! Hanya orang gila yang bisa membuat aturan semacam itu! Oleh sebab itu sudah seharusnya orang-orang semacam ini diseret ke pengadilan dan hukuman yang setimpal adalah dengan diasapi terus menerus sampai mati.
Kalau kondisinya sudah seperti sekarang ini dimana kabut asap tidak lagi berwarna putih tapi sudah berwarna kuning, lalu apa lagi yang bisa dilakukan? Dengan jumlah penduduk Indonesia yang ratusan juta jiwa dan kebanyakan bisa berpikir, moga-moga banyak solusi yang bisa ditawarkan. Bila semua sumber daya manusia tersebut diberdayakan demikian juga dengan institusi pemerintahnya maka diharapkan muncul solusi-solusi segar dan menjanjikan. Pejabat-pejabat juga harus makin menggunakan rasio dan empatinya dalam mengatasi kabut asap ini. Ini permasalahan bersama, bukan hanya persoalan pemerintah dan partai politik. Saya yakin rakyat tidak peduli dan tidak membeda-bedakan apakah warna baju kalian merah, kuning, hijau, biru dll namun yang pasti mereka mengharapkan bantuan kalian untuk lepas dari masalah tahunan yang makin kompleks ini. Masyarakat juga harus dididik agar menjadi lebih cerdas, bukan masalah dukung mendukung, suka dan tidak suka namun kabut asap ini adalah masalah bersama yang harus dipecahkan. Maka saya menyarankan, kalau tidak mampu menjadi problem solver lebih baik tidak menjadi trouble maker!!

Wednesday, October 14, 2015

Semoga segera musim hujan di Jawa Tengah

Bencana alam kekeringan yang melanda Jawa Tengah saat ini membuat saya ikut ngenes (sedih), apalagi setelah membaca berita bahwa sekian puluh waduk dengan kapasitas total 1,9 milyar meter kubik kini kurang dari separuh kapasitasnya yang tersisa. Bukan tidak mungkin bila curah hujan tidak segera turun, maka banyak waduk yang akan kering kerontang, tidak hanya waduk yang kecil saja tetapi mungkin akan dialami pula waduk-waduk besar. Bisa dibayangkan apa akibatnya jika waduk mengering padahal fungsinya untuk mengairi persawahan dan mungkin pembangkit listrik. Sejak beberapa waktu yang lalu sudah banyak warga masyarakat khususnya para petani yang teriak-teriak untuk minta bantuan mengatasi kekeringan di wilayahnya dan sebagian sudah dipenuhi keinginannya oleh pemerintah pusat dan daerah dengan memberikan bantuan pompa hidran dan sejenisnya, meskipun belum menuntaskan masalah.
Musim hujan dan kemarau
Musim adalah peristiwa dimana sesuatu hal sering terjadi. Musim hujan adalah waktu dimana hujan sering terjadi, sedangkan musim kemarau adalah waktu dimana tidak ada hujan sering terjadi. Setiap tahunnya, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) merilis dua kali informasi tentang prakiraan musim di awal tahun (sekitar Maret/April) dan di pertengahan-menjelang akhir tahun (sekitar Agustus/September). Sebelum merilis prakiraan tersebut, BMKG biasanya mengundang para pakar yang terkait dengan prakiraan tersebut untuk dimintai pendapatnya terkait hasil ramalam musim yang akan diluncurkan ke publik. Harus kita akui bahwa mereka telah bekerja keras untuk menghasilkan ramalan musim meski kadangkala agak meleset. Oleh sebab itu maka sudah seharusnya kita membantu tugas BMKG agar ramalan musim mereka jauh lebih akurat.
Terlepas dari hal di atas, ramalan musim seharusnya bisa sampai kepada petani pada tingkat level bawah. Yang terjadi selama ini, rasanya belum banyak para pelaku petani yang memanfaatkan ramalan musim tersebut dalam aktivitas pertaniannya. Mereka masih sering berpatokan pada pranoto mongso yang keakuratannya saat ini dipertanyakan. Ini tidak lain karena cuaca, musim dan iklim sudah mengalami pergeseran dan perubahan dimana pada tingkat global sudah menjadi bahan pembicaraan sehari-hari para pemimpin dunia dan setiap tahunnya (sekitar November – Desember) dilakukan pembicaraan bersama mengatasi masalah laju variabilitas dan perubahan iklim tersebut beserta dampaknya.Mungkin sudah seharusnya bagi mereka untuk lebih melek cuaca, musim dan iklim dalam aktivitas bertaninya. Untuk melaksanakan hal tersebut maka petugas penyuluh pertanian di tingkat kecamatan dioptimalkan fungsi dan perannya dalam memberikan informasi tentang cuaca, musim dan iklim agar para petani tidak salah dalam memprakirakan/meramal musim untuk memilih waktu tanam dan jenis tanaman yang diusahakannya. Ditangan merekalah sebagian keberhasilan usaha tani terletak. Program-program pertanian di era-era pemerintahan sebelumnya yang baik-baik dan terbukti sukses cobalah diterapkan kembali. 
Kalau dilihat dari citra inframerah satelit Himawari 8 siang ini, terlihat bahwa perawanan hanya sebagian kecil yang menutupi wilayah Indonesia. Hanya sebagian Sumatera, sebagian kecil Papua yang tertutupi oleh awan yang berpotensi hujan. Pulau Jawa praktis relatif bersih dari awan yang berpotensi hujan. Mungkin di atas Jawa Tengah, ada awan-awan rendah namun secara umum sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi hujan. Mengamati pola streamline dalam beberapa hari terakhir dan melihat pola streamline yang dilansir oleh BMKG hari ini untuk prakiraan tanggal 8 Oktober 2015 besok menunjukkan bahwa  angin di wilayah Jawa Tengah lebih banyak berasal dari arah timur dan tenggara. Ini berarti bahwa   musim kemarau masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan. Masih kecil peluang terjadinya musim hujan dalam beberapa waktu ke depan. Belum jelas kapan waktu pastinya. Sebenarnya bila mengingat posisi matahari yang saat ini sudah bergeser ke arah selatan ekuator/katulistiwa maka kemungkinan akan makin mendekat musim hujannya. Apalagi bila mengingat bahwa faktor paling dominan dalam mempengaruhi musim di Jawa Tengah adalah monsoon/monsun/muson. El Nino yang saat ini terjadi di lautan Pasifik tropis pada taraf sedang (moderat) dan Dipole Mode di Samudra Hindia yang menunjukkan tren positif akan memperlemah kekuatan monsoon. Akibatnya secara teoritis monsoon Asia yang biasanya sudah mulai tampak pada bulan-bulan ini menjadi tertunda  waktunya. Monsoon Asia ini biasanya menyebabkan musim hujan di wilayah kita. Ia ditunjukkan oleh angin barat laut untuk wilayah Jawa Tengah. Makin bergesernya wilayah ITCZ (intertropical convergence zone) ke arah selatan ekuator akan makin memberikan peluang makin mendekatnya awal musim hujan. Peluang hujan juga diperbesar dari efek orografi atau pegunungan yang tersebar banyak di Jawa Tengah, apalagi yang menjulang tinggi. Semoga saja hal ini menjadi nyata dan menepis anggapan dan ramalan bahwa masih lama awal musim hujan terjadi. Bukan angin surga, namun seringkali metode dan model ramalan yang begitu canggihnya sekalipun bisa dimentahkan oleh mekanisme alam (sesuai kehendak Illahi) yang mempunyai pola tersendiri yang kadangkala juga anomali (tidak biasanya). Oleh sebab itu tiada salahnya kalau kita berdoa atau sembahyang bersama memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk segera menurunkan hujan di bumi Jawa Tengah. In  sya Allah.
Bandung, 7 Oktober 2015