Saturday, April 1, 2023

Peningkatan kualitas informasi cuaca ekstrim di Indonesia

 Perubahan iklim banyak menyebabkan terjadinya cuaca ekstrim di banyak tempat di dunia, termasuk di Indonesia. Wilayah yang demikian banyak variasi cuaca dan iklimnya ini dipengaruhi oleh banyak fenomena seperti monsoon, ENSO, IOD, MJO, seruak dingin dan berbagai gelombang atmosfer. Musim hujan atau musim kemarau berkepanjangan sehingga sering menyebabkan kerugian harta benda dan bahkan nyawa ini puluhan tahun terakhir sering menimpa wilayah Indonesia. Berbagai peristiwa kebencanaan ini banyak masyarakat yang belum memahaminya dengan benar sehingga hal-hal yang mungkin bisa dicegah dengan melibatkan masyarakat bisa makin disadari oleh mereka-mereka yang duduk di pemerintahan. Semakin banyak masyarakat memahami bagaimana hakikat terjadinya bencana dimana salah satunya adalah cuaca ekstrim maka diharapkan akan makin banyak garda depan dalam menangani dan memitigasi bencana alam tersebut. 

Abad 21 merupakan abad teknologi informasi dimana setiap orang dari mulai balita sampai orang-orang jompo terpapar oleh informasi yang disampaikan melalui media masa dan media sosial. Selama 24 jam sehari, pemberitaan dan pertukaran informasi terjadi melalui media elektronik dan media cetak. Oleh karena itu seolah-olah tidak ada batas negara dalam hal informasi. Namun informasi-informasi tersebut bercampur aduk, ada yang benar dan ada pula yang salah/hoaks. Bahkan tidak jarang informasi diselewengkan untuk tujuan-tujuan yang tidak benar dan merusak. Karenanya dibutuhkan filter dan tameng untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak benar dan merusak tersebut dengan meningkatkan kualitas pemahaman yang benar dimana salah satunya menyangkut masalah cuaca ekstrim di Indonesia. Dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat, peroranganpun bisa menjadi penyampai berita yang sangat cepat. Ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat khususnya generasi mudanya dan awak media dalam meningkatkan mutu pemberitaan.

Peningkatan kualitas informasi cuaca ekstrim ini harus makin diarahkan agar masyarakat lebih mudah memahami berbagai macam potensi kebencanaan di Indonesia dan juga agar literasinya tinggi. Penyampaian berita yang mudah dipahami kalangan awam merupakan tantangan tersendiri bagi kalangan akademisi. Kegiatan ini diupayakan dilakukan secara rutin agar literasi masyarakat tersebut makin membaik. Jaringan informasi yang dijalin dengan para peserta kegiatan tahun lalu melalui WAG merupakan salah satu modal dasar dalam menyebarkan informasi sekaligus juga bisa menangkal issue issue yang tidak benar tentang cuaca ekstrim. Diharapkan dengan kegiatan ini kedua tujuan di atas dapat dicapai dengan lebih cepat dan lebih terorganisir.Semakin besar jumlah garda depan informasi cuaca ekstrim akan lebih baik.

Wednesday, January 18, 2023

ITCZ masih di belahan selatan Indonesia

 ITCZ atau intertropical convergence zone hari ini masih berada di belahan bumi selatan Indonesia. Ini tentu saja berpengaruh pada curah hujan di kawasan tersebut dimana peluang terjadi bencana alam banjir dan sejenisnya lebih banyak terjadi di wilayah selatan. Ini terlihat pada link di bawah ini:

 http://inderaja.bmkg.go.id/IMAGE/HIMA/H08_EH_Indonesia.png?id=47463h1fuqvdsvsxjmn89yo

Perlu juga diketahui, meskipun beberapa hari terakhir curah hujan relatif kecil, bukan berarti bahwa kemungkinan hujan sampai dengan akhir bulan ini mengecil. Bisa jadi di wilayah lain curah hujan cukup besar mengingat puncak musim hujan di berbagai tempat di tanah air bisa berbeda-beda. Secara garis besar ada 3 pola curah hujan di Indonesia yakni monsoonal, ekuatorial dan lokal. Bisa jadi pola ini tidak tergambar dengan jelas karena merupakan kombinasi dari ketiganya, hanya saja yang paling dominan yang mana ... itu yang akan tergambar lebih jelas polanya dibanding yang lain. Barangkali anda juga tahu bahwa banyak faktor yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia baik yang dalam arah zonal maupun meridional serta lokal. Beberapa yang bisa disebut adalah monsoon, IOD, ENSO, MJO, SAO, PDO, gelombang-gelombang atmosfer, dan berbagai faktor lain yang belum terungkap sampai dengan saat ini.  

Penelitian-penelitian baik yang dilakukan oleh PT maupun BRIN masih belum optimal dalam mengungkap semua fenomena yang disebut di atas. Bahkan barangkali akan muncul fenomena-fenomena alam baru yang belum ditemukan sampai dengan saat ini mengingat demikian kompleksnya hubungan antar sub sistem iklim dalam skala waktu detik sampai waktu tak terhingga. Model-model peramalan cuaca yang ada saat ini merupakan penyederhanaan berbagai proses yang diperhitungkan di sana. Oleh karena itu para peneliti dan akademisi serta praktisi seharusnya makin mendalami hal-hal tersebut.

Dampak curah hujan yang terjadi pada waktu ke depan ini bisa jadi akan menyebabkan banjir, longsor, erosi, banjir bandang dsb sehingga perlu tetap waspada akan kemungkinan bencana-bencana tersebut. Semoga saja, dengan berkaca pada peristiwa yang sudah terjadi, langkah-langkah preventif, adaptif dan kuratif bisa dilakukan sesegera mungkin. Tulisan saya sebelum-sebelumnya banyak menyampaikan masalah ini.