Monday, December 28, 2020

Generasi muda dan kebencanaan

 Latar belakang dan motivasi

Abad 21 merupakan abad teknologi informasi; setiap orang dari mulai balita sampai orang-orang jompo terpapar oleh informasi yang disampaikan melalui media masa dan media sosial. Selama 24 jam sehari, pemberitaan dan pertukaran informasi terjadi melalui media elektronik dan media cetak. Oleh karena itu seolah-olah tidak ada batas negara dalam hal informasi. Namun informasi-informasi tersebut bercampur aduk, ada yang benar dan ada pula yang salah/hoaks. Bahkan tidak jarang informasi diselewengkan untuk tujuan-tujuan yang tidak benar dan merusak. Karenanya dibutuhkan filter dan tameng untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak benar dan merusak tersebut dengan memberikan pemahaman yang benar salah satunya tentang kebencanaan kepada generasi muda. Peran dari penyampai berita baik perorangan maupun lembaga tentu sering menyebabkan kekisruhan di masyarakat. Dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat, peroranganpun bisa menjadi penyampai berita yang sangat cepat. Ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat khususnya generasi mudanya dan awak media dalam meningkatkan mutu pemberitaan. Diharapkan dengan meningkatkan pemahaman tentang bencana kebumian di Indonesia dan sekitarnya bagi para generasi muda di pondok-pondok pesantren ASWAJA maka sedikit demi sedikit pemahaman masyarakat dan generasi muda akan masalah kebencanaan menjadi lebih baik. Generasi muda  menjadi mitra strategis dalam menyampaikan berita tersebut

https://jakarta.bisnis.com/

Deskripsi masalah dan Tujuan

Beberapa tahun terakhir ini fenomena cuaca dan iklim ekstrim seperti banjir, kekeringan, angin kencang, angin puting beliung dan siklon tropis serta bencana kebumian yang lain seperti gempa bumi, letusan gunung api, tsunami makin sering melanda dunia. Pemberitaan tentang hal tersebut dapat dijumpai di berbagai macam media masa seperti koran, majalah, buletin, televisi, radio dan media sosial lainnya seperti twitter, facebook, dll. Dengan demikian maka hampir semua kalangan masyarakat terpapar oleh pemberitaan tersebut. Namun sayangnya, sering pemberitaan tersebut tidak tepat sehingga informasi yang diterima masyarakat juga tidak tepat. Akibatnya pemahaman masyarakat tentang fenomena cuaca dan iklim serta bencana kebumian yang lain menjadi tidak tepat juga. Ini merupakan tanggungjawab kita bersama; pemerintah, dunia pendidikan yang terkait dengan ilmu dan teknologi kebumian, masyarakat khususnya generasi muda  dan media masa (khususnya wartawan) untuk meluruskannya.

Pemberitaan yang sering tidak tepat menggelitik kami untuk mencoba meningkatkan mutu dan meluruskannya melalui kegiatan ceramah interaktif ke pondok-pondok pesantren ASWAJA agar generasi muda kita melek atau paham tentang bencana-bencana tersebut yang terjadi di Indonesia. Diharapkan ada efek bola salju dari kegiatan ini dalam memahami fenomena alam dan mensikapinya.

Metodologi

Pemahaman masyarakat tentang bencana kebumian khususnya akibat cuaca dan iklim akan sedikit demi sedikit menjadi lebih baik karena perbaikan pemahaman generasi muda tentang berita yang sampai kepada mereka. Ini karena setiap saat warga masyarakat terpapar oleh berita, tidak terkecuali berita tentang bencana alam tersebut. Oleh karena itu, santriwan dan santriwati pondok pesantren ASWAJA merupakan mitra strategis bagi perguruan tinggi. Berita dan informasi tersebut akan dengan cepat dapat diluruskan bila semakin banyak generasi muda memahami dengan benar dan saling bahu membahu  bekerjasama dalam menyampaikan berita dan informasi yang benar kepada masyarakat luas melalui berbagai forum dan media.

Target luaran: video pembelajaran dan buku serta publikasi di media massa

Kelompok sasaran : generasi muda pontren ASWAJA di Jabar, Jateng, DIY dan Jatim serta propinsi-propinsi lain di Indonesia

Outcome:

Diharapkan dengan mengikuti kegiatan ini pemahamansantriwan/santriwati pontren ASWAJA tentang bencana kebumian makin meningkat.

Thursday, November 19, 2020

Mengapa musim hujan tidak setiap hari hujan

 Sejak beberapa waktu yang lalu kita telah memasuki musim hujan. Musim hujan diartikan sebagai periode dimana hujan banyak terjadi. Ukurannya adalah bila sudah memasuki dasarian yang curah hujannya melebihi 50 mm setelah tiga dasarian berturut-turut masing-masing mempunyai curah hujan lebih dari 50 mm. Pada musim hujan, hujan merupakan fenomena yang sering terjadi sedangkan pada musim kemarau, curah hujan jarang terjadi meskipun bisa saja terjadi hujan dengan besar dalam satu dasariannya kurang dari 50 mm. Bila kita amati dalam beberapa waktu terakhir, pada kadar antara jarang dan sering, curah hujan terjadi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa curah hujan tidak terjadi?? Mari kita lihat peta sinoptik berikut ini.

Peta di atas adalah prakiraan untuk hari ini. Mengamati peta sinoptik beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa angin tenggara - timur begitu dominan di selatan ekuator. Mengingat bahwa umumnya tidak banyak mengandung uap air maka pembentukan perawanan juga kurang mendukung untuk terjadinya hujan. Wajar pula mengapa panas begitu menyengat, tidak lain karena matahari berada di lintang selatan dekat pulau Jawa. Penguapan yang terus menerus dari permukaan bumi khususnya yang dialami di sebagian besar wilayah selatan ekuator menyebabkan panas terasa lebih dari biasanya. Keberadaan uap air dari perawanan ini barangkali dikurangi oleh efek kurangnya aerosol higroskopis yang melayang-layang di atmosfer akibat jauh berkurangnya aktivitas manusia selama pandemi. Angin yang berubah-ubah arah dan keberadaan pusat tekanan rendah di utara Indonesia memberi kontribusi juga pada terbentuknya kondisi "kurangnya" hujan. Tekanan rendah di lepas pantai Sumatera Utara memberi kontribusi pada terjadinya banjir di wilayah tersebut, khususnya di Medan. Sedangkan di Banyumas Jawa Tengah kejadian banjir lebih dipengaruhi oleh efek lokal yakni pegunungan di sekitarnya.