Thursday, November 7, 2019

Sudahkah musim hujan??

Menurut anda, sudah musim hujan belum?? Sebenarnya kalau melihat pola streamline, masih belum benar-benar memasuki musim hujan tapi masih memasuki musim transisi menuju musim hujan. Ini mengingat bahwa pola angin tenggara sampai timur-tenggara masih banyak/dominan berkembang di belahan bumi selatan Indonesia. Sedangkan di belahan bumi utara masih dominan berkembang siklon tropis Nakri di barat Philippina dan adanya pusat tekanan rendah di sebelah timurnya serta kuatnya angin barat daya yang lebih kuat daripada angin timur laut. Pola ini bisa berubah dalam waktu dekat dimana angin timur laut di belahan bumi utara yang akan berbelok menjadi barat laut dan mendorong lebih kuat dibanding angin tenggara. Kecepatan kekuatan dorongan angin ini menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Sementara itu di belahan bumi selatan khususnya di Australia bagian utara berkembang pusat tekanan rendah dimana kemungkinan dalam beberapa waktu mendatang akan makin menguat dan mungkin akan bertambah jumlahnya.
Banyaknya awan-awan yang banyak mengandung uap air di sebagian Sumatera dan Kalimantan menunjukkan bahwa kedua tempat tersebut sudah banyak mengalami musim hujan. Pulau Jawa sampai Nusa Tenggara masih banyak area yang bebas awan ataupun kalau terdapat awan masih tipis. Apalagi untuk wilayah Nusa Tenggara yang praktis banyak dipengaruhi oleh keberadaan benua Australia yang masih banyak bertekanan tinggi sehingga relatif kering. Uap air yang dibawa dari benua Australia dan area laut yang dilaluinya yang sempit menyebabkan wilayah Nusa Tenggara relatif masih sedikit awan potensial yang dapat turun sebagai hujan. Puncak musim hujan diprakirakan bulan Desember dan Januari mendatang khususnya yang mempunyai pola monsoonal. Oleh karena itu antisipasi terhadap bencana alam terkait hidrometeologi semacam hujan deras, angin kencang, banjir, dampak negatif dari keberadaan siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia khususnya di Australia perlu untuk dicermati. Gelombang tinggi yang mengganggu pelayaran dan cuaca buruk yang berdampak pada penerbangan patut juga mendapatkan perhatian yang serius selain pembangunan infrastruktur yang pasti akan terganggu. Oleh karena itu berkali-kali saya ingatkan bahwa proses pembangunan mesti berdasarkan pada cuaca, musim dan iklim agar bisa lebih cepat, terukur, efektif dan efisien sehingga tidak sampai terjadi pemborosan anggaran belanja negara. 

Monday, October 28, 2019

Suara rimbawan ...


Mengapa masyarakat sekitar hutan belum sejahtera??
Ada beberapa sebab. Yang pertama karena kurangnya pengetahuan mengenai pengelolaan lahan yang baik. Akibatnya tidak ada kemajuan yang ditampakkan oleh masyarakat untuk memajukan fungsi ekonomi dan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Yang kedua, adanya pembukaan lahan yang tidak bertanggungjawab. Akibatnya masyarakat sekitar hutan akan kehilangan lahan untuk bercocok tanam dan juga sebagai nilai ekonomi rakyat sekitar hutan.
Penduduk sekitar hutan kekurangan fasilitas seperti listrik, internet, dan lainnya serta pendidikan yang tergolong masih rendah, sumber informasi sulit didapatkan, fasilitas kesehatan dinilai kurang dan terlalu bergantung pada alam yang sifatnya dinamis. Tingkat kesejahteraan itu sebenarnya tentatif atau subyektif karena setiap orang memiliki definisi sejahtera sendiri-sendiri.
Fahriza Dwi I, Irham Muhammad Dhaffien, Azzahra RKP, Muhammad Fajar N, Nyayu Anisza, Muhammad David Hambali, Choirruriwayacanti
Karena masyarakat sekitar desa hutan, walaupun tinggal di area hutan belum tentu memiliki kemampuan untuk mengelola hutan dan sumber daya alamnya. Solusinya adalah dilakukannya sosialisasi mengenai pentingnya pengelolaan hutan dan dilakukan training yang intensif tentang cara mengelola hutan. Selain hal tersebut dapat disebabkan oleh pengelolaan hutan oleh pemerintah yang tidak menerapkan prinsip bagi hasil dengan masyarakat. Solusinya adalah pemerintah seharusnya membentuk PHBM (pengelolaan hutan bersama masyarakat). Penyebab lainnya dapat disebabkan bila hutan yang menjadi fokus utama merupakan hutan milik perusahaan dan perusahaan tersebut hanya mementingkan kelola ekonomi/produksi saja tanpa memecahkan kelola sosialnya. Solusinya adalah meningkatkan aplikasi dan optimalisasi undang-undang tentang hutan produksi dan pengelolaannya. Yang ketiga adalah faktor hutannya sendiri. Maksudnya adalah suatu hutan memang memiliki vegetasi dan fauna yang beragam tetapi potensi keberagaman itu untuk dimanfaatkan tidak dapat dipastikan, misalnya pohon atau tumbuhan di hutan tersebut kebanyakan beracun sehinggga tidak dapat dimanfaatkan sama sekali. Hal itu dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan tersebut. Solusinya adalah ada baiknya jika pemerintah dan masyarakat sekitar hutan bekerjasama membentuk area tumpang sari/agroforestri sehingga hutan masih eksis dan masyarakat dapat memperoleh manfaat dari hutan tersebut melalui hasil panen tanaman tumpang sari/agroforestry.
Zabrina Gilda, Zefanya Zeske RFN, Sarah Anaba, Fahmi Idris F, Aslama Nuraulia, Alfiazka AA, Dicko Luhut FN, Wita S Sihaloho
Berdasarkan SKH (survei kehutanan) 2014, diperoleh hasil bahwa masyarakat sekitar kawasan hutan masih memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, bertumpu pada sektor pertanian dan bergantung pada sumber daya hutan. Beberapa daerah sudah terjangkau oleh pemerintah. Pemerintah mencanangkan program perhutanan sosial namun program ini belum maksimal ditambah masyarakat belum memiliki keinginan yang besar dalam mengelola hutan. Tidak berjalannya program ini menghambat perkembangan ekonomi masyarakat. Faktor penghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah 1. Sumber daya manusia di sekitar hutan belum mampu mengelola sumber daya hutan karena tingkat pendidikan yang rendah. 2. Sarana prasarana belum memadai. 3. Bantuan dari pemerintah yang tidak tersalurkan dengan merata. 4. Pola pikir manusia yang modern sentris; 5. Masyarakat yang takut mencoba hal baru.
Alita Gevanya, Bahrul, Putri Meila, Tsabita, Sari Mahira, Risky Annisa, Wilterza N, Raja, Wais Alghani
Karena masyarakat sekitar hutan kebanyakan hanya menjadi buruh, bukan yang menjadi inisiator pengelolaan hutan yang biasanya orang-orang dari luar kawasan tersebut karena kurangnya pengetahuan masyarakat desa sekitar hutan mengenai tata cara kelola hutan. Banyak masyarakat sekitar hutan yang bergantung kepada sumber daya hutan sehingga mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat tersebut.  Sebagian besar masyarakat sekitar hutan merupakan petani pesanggem, tentu hasil yang didapatkan tidak menentu sehingga mengakibatkan lemahnya perkembangan ekonomi masyarakat desa di sekitar hutan. Kehidupan masyarakat menjadi lebih susah sehubungan dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pihak pengelola hutan yang harus dipatuhi oleh masyarakat sekitar hutan untuk membantu menjaga kelestarian hutan serta adanya sangsi akibat pelanggaran yang dilakukan sehingga membuat gerak masyarakat sekitar hutan menjadi terbatas untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Berada dalam lingkungan yang dikelilingi hutan membentuk keterbatasan akses masyarakat untuk memperoleh informasi baru sehingga mereka cenderung tertinggal/terbelakang. Adanya perasaan akan segala sesuatu yang dibutuhkan telah tersedia di hutan membentuk pribadi masyarakat menjadi malas untuk lebih berusaha  dalam setiap kegiatan yang mendukung perekonomiannya.
Fadel P Rabani, Riezcy Cecilia Dewi, Faza Meidina, Ranji Saptiadi M, Sheila Pertiwi, Muhamad Rifky, Muahmad Rizky D, Savira Qorry A, Hillaryana