Wednesday, May 17, 2017

Pelatihan pemberdayaan masyarakat tanggap bencana alam

Memenuhi permintaan masyarakat akan pelatihan bencana hidrometeorologi, maka kami akan mengadakan Pelatihan "pemberdayaan masyarakat tanggap bencana banjir, longsor, dan kekeringan" yang akan dilaksanakan pada 11-12 Juli 2017. Diskon khusus untuk para guru SMP dan SMA dimana pendaftar yang membawa 10 orang rekannya dengan biaya @ Rp. 1,5 juta, diberikan 1 kursi gratis. Bagi masyarakat lainnya yang membawa 10 orang pendaftar @ Rp. 2,5 juta, diberikan 1 kursi gratis.   Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada leaflet terlampir. Anda berminat dan tertarik untuk mengikuti pelatihan ini?? Silahkan segera mendaftar. Kuota peserta terbatas. Sampai jumpa dalam pelatihan ini. Salam.






Friday, May 5, 2017

Bencana lagi di Bandung Jawa Barat

Sumber: Youtube, banjir Ciwidey 3 Mei 2017
Kembali lagi Bandung dilanda bencana alam seperti terlihat pada video di atas. Kali ini hujan deras yang menyapu Bandung selatan menyebabkan banjir yang menghanyutkan beberapa rumah semi permanen. Di pusat kota hujan deras, hujan es dan angin kencang yang menumbangkan pohon, pagar lapangan tenis sehingga menimpa mobil dan menerbangkan apa saja yang ringan. Mengapa sampai terjadi semacam ini?? Pemanasan global, perubahan iklim, kerusakan lingkungan??? Tampaknya kita harus berpikir pada berbagai skala ruang dan waktu. Tidak hanya melihat dalam skala lokal saja, tetapi juga regional dan bahkan global. Mengapa hanya Bandung saja sementara kota-kota di sekitarnya tidak?? Rentang waktunyapun tidak berselang lama. Dua minggu yang lalu hal yang kurang lebih sama juga terjadi. 
Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan peristiwa semacam ini. Untuk menjawabnya secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, dibutuhkan data yang baik. Citra radar, satelit, observasi permukaan pada skala mikro sampai makro mutlak diperlukan. Ke depan para pekerja meteorologi harus makin sering duduk bersama memecahkan masalah prediksi cuaca, musim dan iklim beserta analisisnya sehingga masyarakat makin tercerahkan dan menyadari bahwa kita makin rentan dan berisiko terhadap fenomena cuaca dan iklim. Bila masing-masing bekerja parsial dan tidak terinstitusikan maka masyarakat akan kurang memperoleh manfaat keberadaan para pakar meteorologi dan klimatologi. Gerak institusi yang luwes dan tidak terkungkung oleh faktor birokrasi dan administrasi akan menghadirkan hasil-hasil penelitian yang makin mampu menjawab keinginan masyarakat dan memuaskan semua pihak. Kreativitas dan kritivitas harus dipelihara dan ditingkatkan tanpa terganggu oleh berbagai macam aturan. Semoga.

Thursday, April 20, 2017

Peristiwa hujan deras, hujan es (hail) dan angin kencang

Kemarin sekitar jam 13-15 wib, terjadi hujan deras dan angin kencang di Bandung. Peristiwa ini agak tidak biasanya karena disertai dengan hujan es (hail). Biasanya hujan deras disertai dengan angin kencang tidak membawa hujan es. Setelah kejadian tersebut diketahui bahwa di banyak tempat terdapat ranting pohon patah, pohon-pohon bertumbangan, baliho papan reklame roboh, atap-atap seng berterbangan entah kemana dll. Bisa diduga bahwa kecepatan anginnya cukup tinggi. Coba kalian lihat, berapa skala kecepatan angin menurut Beoufort. Di salah satu kecamatan di Bandung bahkan hujan es nya menyerupai butiran-butiran salju dan menjadi mainan anak-anak. Pertanyaan yang menarik untuk dijawab adalah bagaimana hal ini bisa terjadi. Coba simak tulisan saya yang diposting pada tanggal 31 Maret 2016 berikut ini. Peristiwa yang mirip yang juga terjadi di Bandung.

Tuesday, April 11, 2017

Rencana pemindahan ibukota negara Indonesia

Rencana pemindahan ibukota negara Indonesia kembali mencuat ke permukaan. Hal ini diwacanakan presiden Jokowi terkait berbagai permasalahan yang mendera ibukota negara yang tidak kunjung terselesaikan. Kemacetan lalu lintas, banjir, dan berbagai permasalahan sosial sudah makin sulit untuk diatasi. Bayangkan saja jika siang hari penduduk Jakarta mencapai 12 juta jiwa, bagaimana bisa mengurai benang kusut tersebut. Jalan raya yang pertumbuhannya tidak secepat pertumbuhan kendaraan pribadi memberikan andil yang besar pada masalah transportasi. Transportasi menjadi tidak ekonomis dan pencemaran udara meningkat pesat. Tidak adanya batasan kepemilikan kendaraan bermotor pribadi menjadikan pada jam-jam sibuk, kemacetan lalu lintas terjadi dimana-mana. Rencana Light Mass Transport tampaknya juga membutuhkan waktu yang lama mengingat kondisi keuangan negara yang masih compang-camping. Pemasukan negara-pun masih banyak yang bocor karena korupsi berjamaah. Penuntasan kasus korupsi pun membutuhkan waktu yang lama karena tidak adanya efek jera. Mungkin jika pelaku korupsi yang sudah terbukti diberikan hukuman mati maka akan mengurangi tindak pidana korupsi tersebut secara signifikan.
Banjir yang berkali-kali terjadi tidak menyebabkan masyarakat kapok datang ke Jakarta. Wilayah-wilayah yang praktis setiap kali musim hujan banjir tidak menyebabkan penduduk pindah ke lain tempat. Harga tanah di tempat langganan banjir tersebut tidak pernah turun bahkan cenderung tetap naik. Ini mengingat tanah bernilai investasi tinggi dan tidak ada di dunia ini pabrik yang memproduksi tanah/lahan. Hal ini berbeda dengan bahan-bahan atau material bergerak yang selalu cenderung turun karena aus dan sebagainya. Harga rumah horizontal juga cenderung membumbung sehingga harus diatasi dengan pembangunan rumah vertikal. Jakarta masih merupakan magnet yang sangat kuat untuk mendorong seseorang mengais rejeki di sana. Rencana pemerintah untuk merelokasi pusat pemerintahan ke wilayah lain patut mendapatkan apresiasi mengingat sudah tidak mungkin lagi mengharapkan kondisi metropolitan yang rapi, teratur, bebas bencana alam, dan nyaman untuk melaksanakan pekerjaan pemerintahan. Meskipun pusat perekonomian masih tetap dipertahankan namun kemungkinan pertumbuhannya tidak akan sepesat seperti saat sekarang ini. Biasanya pusat pertumbuhan ekonomi akan mengikuti kemana pusat pemerintahan akan dilaksanakan.
Dahulu saat bung Karno masih berkuasa, sudah ada wacana untuk memindahkan ibukota negara ke Palangkaraya Kalimantan Tengah. Barangkali hal ini merupakan salah satu strategi perang menghadapi kolonial Belanda. Palangkaraya dianggap sebagai tengah-tengah nusantara sehingga ke Barat, Selatan, dan Timur wilayah kita lebih cepat dijangkau, tidak seperti saat ini. Permasalahannya adalah bahwa wilayah Kalimantan merupakan wilayah banyak hutan sehingga dikhawatirkan akan makin merusak hutan-hutan tropis yang tumbuh subur di sana. Di era reformasi, laju perusakan kawasan hutan di wilayah Kalimantan dan berbagai pulau lainnya terjadi dengan cepat sehingga diduga pemindahan pusat pemerintahan bisa berakibat makin menyuburkan pembalakan hutan. Di sisi lain, mungkin pula pengawasan kawasan hutan akan makin membaik bila Palangkaraya jadi ibukota negara. Pembangunan infrastruktur hampir pasti akan merusak tanah dan kawasan hutan.
Saat pemerintahan orde baru pimpinan Soeharto, persiapan pemindahan pusat pemerintahan ke Jonggol Bogor Jawa Barat juga sudah dilakukan sejak lama. Namun sayangnya karena krisis moneter tahun 1998 berakibat pada tumbangnya orde baru dan menyebabkan berantakannya rencana semula. Pada era SBY, wacana ini pun sudah disampaikan ke publik tetapi tidak mendapatkan respon yang memadai dari masyakat.
Bila dasar dari pemindahan tersebut adalah seperti disampaikan di atas dan terkait dengan masalah efektifitas dan efisiensi pemerintahan maka adalah wajar-wajar saja meskipun untuk itu dibutuhkan kajian yang komprehensif dan holistik. Beberapa negara telah melakukannya seperti pemindahan dari Bombay ke Mumbay India, Rio de Janeiro ke Brazilia di Brazil, dll. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan layanan masyarakat dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Pada jaman Habibie, untuk meningkatkan pemerataan kue pembangunan maka telah ditetapkan beberapa pusat pertumbuhan ekonomi di berbagai pulau di Indonesia. Sayang beribu sayang bahwa rencana yang bagus ini tidak dilanjutkan oleh presiden berikutnya. Mungkin karena khawatir dan takut dibilang mengekor. Pembangunan yang kita laksanakan masih merupakan pembangunan kelompok/dinasti/regime suatu pemerintahan sehingga pembangunan sistem tidak berjalan dengan lancar. Setiap ganti pemerintahan ganti kebijakan sehingga resultan pembangunan jalan di tempat. Euforia demokrasi juga berkembang dan kadangkala menghancurkan tatanan yang sudah ada. Demokrasi diartikan sebagai berbuat semau gue. Bila demokrasi ini masih berada dalam bingkai 4 pilar kebangsaan maka kekhawatiran banyak pihak akan pecahnya NKRI tidak akan pernah terjadi. Di sinilah peran pendidikan turut bermain seperti tercantum dalam pembukaan UUD 45 yang asli.
Masih kita tunggu realisasi kajian holistik pemindahan pusat pemerintahan ini dalam beberapa waktu ke depan. Apakah akan jalan di tempat, hangat-hangat kotoran ayam, atau benar-benar ditindaklanjuti secara nyata?? 

Thursday, March 23, 2017

Hari meteorologi sedunia

Hari ini tanggal 23 Maret merupakan hari meteorologi sedunia. Banyak kegiatan dilaksanakan untuk memperingatinya meskipun tidak mendapat sorotan media masa secara luas. Seminar-seminar dilaksanakan untuk mengingatkan kembali peran penting bidang meteorologi dalam kehidupan sehari-hari. Tema peringatan tahun ini, seperti yang disampaikan oleh WMO (World Meteorological Organization), adalah "Understanding clouds"mengingat peran penting perawanan dalam memahami siklus hidrologi, cuaca, dan iklim. Awan penting dalam peramalan cuaca dan juga pemahaman tentang perubahan iklim. Anda bisa baca mengapa awan penting dan menjadi sorotan WMO kali ini di sini. Himpunan Mahasiswa Meteorologi ITB "Atmospheira" mengadakan acara lomba foto awan yang menurut ketuanya direncanakan hari ini pengumuman pemenangnya.
Yang menjadi perhatian saya kali ini justru pada peran yang harus dimainkan oleh institusi-institusi yang terkait Meteorologi untuk menjawab berbagai permasalahan yang dijumpai masyarakat sehari-hari. Tidak jarang muncul issue-issue terkait meteorologi yang harus segera mendapatkan respon agar tidak menjadi berita menyesatkan. Berita hoax yang "sengaja" dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan tertentu yang beredar di media masa dan media sosial harus dilawan dengan memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat. Tugas ini merupakan tugas besar yang tidak hanya merupakan tugas pemerintah saja tetapi juga semua elemen masyarakat kampus dan institusi-institusi resmi bidang meteorologi. Perhatian kita sering pada wilayah Jawa saja padahal banyak permasalahan penting yang terjadi di nun jauh di wilayah-wilayah pelosok tanah air. Oleh karena itu wajar bila sumber daya manusia yang handal harus juga ditempatkan di wilayah-wilayah pelosok agar kemanfaatan meteorologi dapat dirasakan masyarakat secara langsung. Semoga pada peringatan hari meteorologi tahun depan sudah banyak kemajuan yang dicapai agar masyarakat luas makin menyadari arti penting mempelajari meteorologi. Aamiin.

Tuesday, March 21, 2017

Gerak semu matahari ...solstice dan equinox

Beberapa hari yang lalu (tepatnya tanggal 17 Maret 2017 jam 12.30 WIB) melalui facebook seorang sobat kental Prof. Dewayany (BIG) menanyakan tentang heboh equinox. Pertanyaan tersebut muncul saat saya memposting tentang "Apa kabar monsoon ??" yang ada di blog ini saya sharing ke FB. Beberapa hari masih timbul tanda tanya bagi saya ... heboh equinox yang mana ya ... saya tidak mendengar ada heboh tentang hal tersebut. Saya malu mau tanya ke beliau maksud heboh equinox (ekuinoks) itu yang bagaimana karena ekuinoks ya biasa-biasa saja menurut saya. Malu bertanya ... mosok di bidang sendiri kok nggak dengar ada heboh begitu. Saya baru ngeh waktu hari ini rekan saya dari Fakultas Geografi UGM Dr.  Emilya di Detik.com menyinggung tentang heboh-heboh itu. Geli rasanya.
Rasanya saya pun tidak perlu lagi menjelaskan panjang lebar karena setidaknya jawaban bu Emilya sudah cukup. Tambahan sedikit dari saya ... ada istilah aphelium (aphelion) dan perihelium (perihelion). Aphelium untuk menyatakan jarak terjauh antara bumi matahari dan perihelium adalah jarak terdekat antara bumi dan matahari. Mengapa bisa timbul kedua hal tersebut?? Ini tidak lain karena lintasan edar bumi mengelilingi matahari berbentuk elips (lonjong). Bila lintas edar tersebut berbentuk bulat maka tidak ada kedua istilah tersebut.  Aphelium (152 juta km) terjadi pada bulan Januari dan perihelium (147 juta km) terjadi pada Juli. Di BBU justru pada saat bulan Januari merupakan musim panas sedangkan bulan Juli merupakan musim dingin. Lho padahal pada saat jarak terdekat matahari - bumi kok justru musim dingin sedangkan pada saat terjauh kok musim panas?? Entar heboh lagi ??..... Tunggu jawabannya ya ...

Tuesday, March 14, 2017

Apa kabar monsoon ??

Monsoon, monsun, atau muson pada dasarnya sama saja. Beda lafalnya saja, makhluknya sama. Monsoon merupakan angin yang berbalik arah secara musiman akibat perbedaan pemanasan antara daratan dan lautan. Ini berbeda dengan angin darat dan angin laut yang tidak berbalik arah secara musiman tapi harian. Angin disebut monsoon bila ia berbalik arah hampir setiap 6 bulan sekali dan harus memenuhi beberapa hal lainnya, misalnya kecepatannya minimal 3 m/s, pembalikan arahnya lebih dari 120 derajat, dan mempunyai kemantapan (persistensi) angin yang tinggi (lebih dari 60%). Beberapa wilayah yang mempunyai pola monsoon antara lain Afrika Barat dan Timur, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara dan Australia, dan Amerika. Di antara semua wilayah monsoon tersebut yang paling berkembang adalah monsoon Asia Tenggara dan Australia bagian Utara. Pembahasan tentang monsoon ini sudah diperkenalkan sejak SD dan dapat digambarkan dengan sederhana. Saat matahari di BBU (belahan bumi utara) maka tekanan udara di BBU lebih rendah daripada di BBS (belahan bumi selatan). Akibatnya bertiup angin dari BBS ke BBU dan ketika melewati ekuator maka angin tenggara ini akan berbelok menjadi angin barat daya. Sebaliknya pada saat matahari di BBS maka pola yang berbalikan terjadi. Pada kasus pertama dampak yang ditimbulkannya biasanya adalah musim hujan di banyak wilayah di tanah air, sebaliknya pada kasus kedua curah hujan akan jauh berkurang karena pembentukan awan hujan tidak banyak terjadi sehingga kemarau atau musim kering berkembang di sebagian wilayah di tanah air. Pembahasan yang lebih komprehensif tersedia di sini.
Indeks monsoon merupakan salah satu indikator untuk melihat apakah pola monsoon mulai berkembang, apakah untuk Indonesia telah memasuki musim kemarau ataukah hujan. Salah satu indeks yang digunakan adalah indeks monsoon Australia (AUSMI) yang memperlihatkan bagaimana rata-rata wilayah indeks tersebut pada ketinggian 850 mb di wilayah 110 - 130 E dan 5 - 15 S.
http://bcc.cma.gov.cn/upload/monsoon/indices/EAMAC_Daily_index_Australian_2016.gif

Untuk tahun 2017 ini kondisinya diramalkan mulai menurun seperti terlihat pada gambar di atas.
Ini menunjukkan bahwa pola curah hujan wilayah kajian (sebagian Indonesia dan Australia) telah mengalami tren penurunan. Dengan demikian maka kondisi ini adalah kondisi yang normal dimana pada bulan-bulan mendatang curah hujannya mulai menurun dan mungkin wilayah Indonesia mengalami musim kemarau dalam waktu dekat. Indeks monsoon yang cocok untuk memperkirakan awal musim di Indonesia ini juga merupakan salah satu topik penelitian saya yang sangat menarik untuk dikaji. Ok segini dulu, lain waktu akan disampaikan kondisi ENSO di lautan Pasifik ekuator yang berpengaruh pada cuaca dan musim di Indonesia.