Friday, March 18, 2016

Mungkinkah??

Sebagai satu-satunya instansi yang berhak mengeluarkan informasi cuaca, musim dan iklim di Indonesia, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) mempunyai cara dalam menentukan awal musim. Biasanya mereka merilis berita tentang awal musim tersebut pada bulan Maret dan Agustus karena sebagian besar wilayah Indonesia khususnya yang menganut pola monsoonal mengalami musim kemarau mulai bulan April dan musim hujan mulai bulan September/Oktober. Untuk menentukan awal musim kemarau dan hujan biasanya mereka menentukan ambang batas curah hujan dasa harian (10 harian) minimal 50 mm. Bila suatu dasa harian telah mencapai nilai minimal 50 mm yang kemudian diikuti oleh minimal 2 dasa harian berikutnya juga minimal 50 mm, maka awal mula dasa harian menunjukkan angka lebih dari 50 mm tersebut disebut awal musim hujan. Untuk menentukan awal musim kemarau, digunakan angka kurang dari 50 mm.
Sebenarnya ada cara lain untuk menentukan awal musim dari kemunculan monsoon khususnya di wilayah tropis, salah satunya yakni metode HOWI (Hydorological Onset and Withdrawal Index) yakni suatu metode yang memperhitungkan berapa precipitable water di atmosfer dari ketinggian permukaan sampai ketinggian tertentu, bergantung pada rentang ketinggian atau tekanan yang kita tinjau. Mengingat bahwa umumnya awan-awan terbentuk dalam rentang antara 850 dan 500 mb, mungkin ketinggian inilah yang kita tinjau. Kebasahan dalam rentang isobar tersebut menunjukkan seberapa besar jumlah air dalam kolom udara yang terdapat di dalamnya. Bila telah mencapai nilai tertentu maka awal monsoon musim hujan atau kemarau bisa diketahui dengan lebih tepat. Metode ini digunakan di India dan beberapa negara di Afrika tropis. Namun yang patut menjadi catatan adalah bahwa awal kemunculan monsoon belum tentu sama dengan awal kemunculan musim (baik musim hujan maupun kemarau seperti di wilayah kita).  Sayangnya litbang BMKG tampaknya belum mencari dan membanding-bandingkan metode yang tepat dan cepat dalam penentuan awal monsoon dan awal musim. Mungkin dengan memperbanyak kerjasama antara BMKG dengan perguruan tinggi maka tujuan tersebut bisa tercapai. Perguruan tinggi sebagai think tank penelitian mereka. Sayangnya hal ini belum terlaksana dengan baik mengingat masalah komitmen dan pendanaan. Meski harus diakui bahwa sejak tsunami di Aceh banyak berseliweran dana mengalir ke BMKG namun mereka kebingungan dalam mengaplikasikan dan memanfaatkannya. Mungkinkah BMKG bisa melakukan revolusi berpikir??

Saturday, February 27, 2016

Penerbangan dalam era perubahan iklim lebih cepat sampai tujuan??

Artikel dalam harian Detik edisi 26 Pebruari 2016 ini menarik untuk dibaca. Disampaikan bahwa perubahan iklim karena meningkatnya gas rumah kaca khususnya karbon dioksida menyebabkan cuaca menjadi berubah yang berakibat pada waktu tempuh dan kecepatan pesawat terbang khususnya di Amerika dan Inggris. Kecepatan terbang menuju ke arah timur akan menghemat 5 jam terbang sedangkan bila sebaliknya yakni penerbangan menuju ke barat mengakibatkan delay waktu selama 7 jam khususnya pada ketinggian 35000 kaki (11-12 km). Penelitian ini hanya melihat kota terbang yakni New York dan London. Sebenarnya menurut saya pribadi, hal ini tidaklah aneh mengingat ini merupakan ketinggian jet stream, suatu arus udara yang sangat kencang yang terjadi di sekitar tropopause antara wilayah tropis dan subtropis. Arus udara kencang ini mengarah ke Timur sehingga wajar saja bila penerbangan ke timur melalui arus udara ini akan menyebabkan pesawat terdorong dan bisa lebih cepat sampai. Dengan demikian maka ia akan bisa menghemat bahan bakar. Sebaliknya jika melawan arah arus udara  ini maka dibutuhkan bahan bakar yang lebih banyak.

https://climate.ncsu.edu/secc_edu/images/jet_streams_Polar&Sub.jpg
 https://climate.ncsu.edu/secc_edu/images/jet_streams_Polar&Sub.jpg
 Perhatikan gambar di atas. Gambar tersebut menunjukkan kedua jet stream yakni yang ada di wilayah subtropis dan kutub. Keduanya mengelilingi bumi dan arahnya tidak lurus namun seolah-olah bergelombang terhadap ruang (secara spasial) dan mungkin juga terhadap waktu. Yang dimaksud terhadap ruang adalah seperti terlihat pada gambar di atas sedangkan terhadap waktu mungkin kecepatan jet stream ini tidak terus menerus konstan namun bervariasi. Kadang lebih cepat dan kadang lebih lambat.Oleh karena itu adalah wajar jika semula hitung-hitungan kasar dalam kondisi normal antara kota A dan B berjarak 5000 km dengan kecepatan pesawat 1000 km/jam maka dapat ditempuh dalam waktu 5 jam. Namun dengan bantuan alam semacam jet stream dengan kecepatan tertentu maka bisa jauh lebih cepat sampai tujuan.