Saturday, February 27, 2016

Penerbangan dalam era perubahan iklim lebih cepat sampai tujuan??

Artikel dalam harian Detik edisi 26 Pebruari 2016 ini menarik untuk dibaca. Disampaikan bahwa perubahan iklim karena meningkatnya gas rumah kaca khususnya karbon dioksida menyebabkan cuaca menjadi berubah yang berakibat pada waktu tempuh dan kecepatan pesawat terbang khususnya di Amerika dan Inggris. Kecepatan terbang menuju ke arah timur akan menghemat 5 jam terbang sedangkan bila sebaliknya yakni penerbangan menuju ke barat mengakibatkan delay waktu selama 7 jam khususnya pada ketinggian 35000 kaki (11-12 km). Penelitian ini hanya melihat kota terbang yakni New York dan London. Sebenarnya menurut saya pribadi, hal ini tidaklah aneh mengingat ini merupakan ketinggian jet stream, suatu arus udara yang sangat kencang yang terjadi di sekitar tropopause antara wilayah tropis dan subtropis. Arus udara kencang ini mengarah ke Timur sehingga wajar saja bila penerbangan ke timur melalui arus udara ini akan menyebabkan pesawat terdorong dan bisa lebih cepat sampai. Dengan demikian maka ia akan bisa menghemat bahan bakar. Sebaliknya jika melawan arah arus udara  ini maka dibutuhkan bahan bakar yang lebih banyak.

https://climate.ncsu.edu/secc_edu/images/jet_streams_Polar&Sub.jpg
 https://climate.ncsu.edu/secc_edu/images/jet_streams_Polar&Sub.jpg
 Perhatikan gambar di atas. Gambar tersebut menunjukkan kedua jet stream yakni yang ada di wilayah subtropis dan kutub. Keduanya mengelilingi bumi dan arahnya tidak lurus namun seolah-olah bergelombang terhadap ruang (secara spasial) dan mungkin juga terhadap waktu. Yang dimaksud terhadap ruang adalah seperti terlihat pada gambar di atas sedangkan terhadap waktu mungkin kecepatan jet stream ini tidak terus menerus konstan namun bervariasi. Kadang lebih cepat dan kadang lebih lambat.Oleh karena itu adalah wajar jika semula hitung-hitungan kasar dalam kondisi normal antara kota A dan B berjarak 5000 km dengan kecepatan pesawat 1000 km/jam maka dapat ditempuh dalam waktu 5 jam. Namun dengan bantuan alam semacam jet stream dengan kecepatan tertentu maka bisa jauh lebih cepat sampai tujuan.

Saturday, February 13, 2016

Pawang hujan ....

Pada sebagian masyarakat kita, orang yang akan melaksanakan hajat tertentu misalnya pernikahan, sunatan, kampanye dsb meminta bantuan pawang hujan agar selama hajatan tersebut tidak sampai turun hujan. Orang-orang seperti ini masih percaya bahwa hujan bisa dihalau dengan mantra-mantra atau doa-doa tertentu. Percaya tidak percaya kadangkala itu berhasil. Entah benar entah tidak pada kenyataannya hal tersebut kadang terjadi. Melalui kekuatan gaib awan-awan yang berpotensi hujan dihalau ke tempat lain. Hal seperti ini sebenarnya secara ilmiah sulit untuk dibuktikan kebenarannya mengingat metode yang diterapkan tidak ilmiah. Suku-suku Indian jaman dahulu (mungkin masih ada sampai sekarang ??) mendatangkan hujan dilakukan melalui tarian-tarian atau ritual tertentu. Bahkan orang Islam pun bila kekeringan melanda dalam waktu lama, biasanya dilakukan sholat istisqo
http://cdn.tmpo.co/data/2011/10/02/id_92451/92451_620.jpg
mendatangkan hujan. Namun untuk membalikkan keadaan dari akan ada hujan menjadi tidak hujan, rasa-rasanya tidak ada tuntunannya dalam agama Islam. Secara ilmiah cara "mendatangkan" hujan adalah melalui kegiatan modifikasi cuaca yang dalam hal ini disebut hujan buatan. Awan-awan potensial disemai dengan menggunakan garam dapur atau perak iodida agar jatuh menjadi hujan. Sedangkan cara untuk mengurungkan hujan, negara kita belum bisa melakukannya, belum mempunyai teknologinya. Modifikasi cuaca bisa juga dilakukan melalui menjatuhkan hujan di tempat lain, misalnya seperti upaya mencegah terjadinya banjir di Jakarta. Hujan dijatuhkan di wilayah perairan selat Sunda sehingga hujan yang terjadi tidak sampai menjadi masalah di Jakarta.
Profesi pawang hujan sampai sekarang masih eksis karena masih banyak yang membutuhkannya. Bahkan ada orang-orang tertentu yang membuka kursus pawang hujan. Anda percaya atau tidak, silahkan. Yang harus dicegah adalah agar tidak ada anggapan bahwa bila ada pawang hujan maka pasti tidak akan ada hujan jatuh di tempat tersebut.