Saturday, March 2, 2013

Iklim monsoon ekuator

Iklim ini umum terjadi di kebanyakan kepulauan Indonesia, Malasyia, dan PNG serta beberapa kepulauan kecil di timur jauh. Semua area ini terletak di antara kira-kira 10 S dan 8 N sehingga benar-benar merupakan wilayah ekuator. Karakteristik dari wilayah ini adalah campuran antara permukaann daratan dan lautan yang membuatnya benar-benar merupakan kontinen maritim. Campuran lautan dan daratan serta  karakter pegunungan di kebanyakan kepulauan membuat iklim lokal di wilayah ini sangat  bervariasi, terutama yang terpengaruh oleh monsoon dan ketinggian tempat. 
Monsoon timur laut, yang mendominasi sirkulasi di wilayah ini  dari kira-kira  bulan Desember sampai Maret, secara bertahap berubah menjadi angin barat laut di dekat ekuator. Di selatan ekuator, khususnya Jawa, monsoon ini sering disebut dengan monsoon barat atau karena dia membawa curah hujan total yang besar maka dia disebut dengan monsoon basah.
Monsoon barat daya yang terjadi pada kira-kira bulan Juni sampai September merupakan kelanjutan dari angin tenggara di belahan bumi selatan. Di Jawa, ini sering disebut dengann monsoon timur dan karena membawa massa udara yang agak kering ke bagian timur Jawa maka dia disebut juga monsoon kering, suatu karakteristik yang tidak berlaku untuk wilayah Jawa bagian barat.
Di Asia ekuator kedua monsoon ini sangat mirip. Keduanya membawa massa udara yang hangat dan lembap. Ini berhubungan dengan SST yang tinggi di wilayah itu dan lautan di sekitarnya, yang hampir dimana-mana di atas 25 C sepanjang tahun. Hutan hujan ekuator yang rapat di kepulauan-kepulauan ini juga menghasilkan jumlah uap air yang besar. Udara di atas wilayah ini mengandung lebih banyak uap air daripada wilayah ekuator yang lain.
Selama periode antara dua monsoon yang terjadi pada Maret sampai Mei dan September sampai November, angin umumnya bervariasi dan cukup lemah. Faktor-faktor lokal bisa sangat mempengaruhi  distribusi curah hujan akibat massa udara yang hangat dan lembap mendominasi wilayah ini. Massa udara yang hangat dan lembap hanya membutuhkan sedikit pengangkatan agar menghasilkan hujan.
Konveksi, konvergensi, pengangkatan orografis dan sirkulasi lokal dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk menghasilkan curah hujan di wilayah ini. Total curah hujan tahunan mencapai 2000 mm tetapi di banyak area bisa mencapai lebih dari 3000 mm. Perbedaan lokal yang besar ini biasanya dikarenakan oleh karakter pegunungannya. Tidak semua perbedaan ini dapat diketahui dengan baik karena sedikitnya pengamatan hujan di wilayah ini khususnya pada kepulauan-kepulauan kecil.
Distribusi curah hujan diurnal mengikuti pola biasa dimana maksimum siang di daratan dan maksimum malam di atas laut. Stasiun-stasiun observasi di pantai menunjukkan variasi curah hujan yang besar akibat pengaruh lokal dan regional dimana variasi musiman kecil, perbedaan atau selisih diurnal dianggap lebih penting. Jangkauan diurnal temperatur melebihi jangkauan tahunannya dimana-mana di wilayah ini. Dapat dianggap bahwa wilayah ini ideal untuk pertanian; banyak tanaman khususnya padi dapat tumbuh dengan baik. Walaupun umumnya cukup air untuk dua bahkan tiga musim tanaman padi per tahun, namun umumnya padi ditanam pada lahan beririgasi sehingga lebih mudah untuk mengontrol ketinggian air. Tanaman perkebunan lain seperti karet, sawit, teh dan kopi bisa ditanam tanpa periode kering, tetapi produksinya sering tertunda karena hujan.
Sumber: Mc Gregor & Nieuwolt, 1998

Sunday, February 24, 2013

Sirkulasi global dan pengaruhnya pada cuaca dan iklim Indonesia

Pemanasan matahari menentukan pada sirkulasi udara yang ada di bumi. Kita mengenal sirkulasi udara dalam arah meridional yang ada di bumi adalah sel sirkulasi Hadley, sel sirkulasi Ferrel dan sel sirkulasi kutub. Sedangkan dalam arah membujur terdapat apa yang kita sebut sebagai sel sirkulasi Walker. Iklim dan cuaca di Indonesia yang terletak di lintang rendah yang diapit dua benua yakni Australia dan Asia, dan dua samudra yakni samudra Hindia dan samudra Pasifik dipengaruhi oleh 3 sel sirkulasi; yakni sel Hadley, sel Walker dan sel sirkulasi lokal. Interaksi dari ketiga sel sirkulasi ini menyebabkan cuaca dan iklim di Indonesia menjadi sangat kompleks. Letaknya yang terdapat di sekitar ekuator menyebabkan peramalan cuaca dan iklim menjadi lebih sulit dibanding di lintang menengah dan tinggi. Secara teoritis, pengaruh Coriolis menjadi nol tepat di ekuator sehingga kecepatan angin geostropik menjadi tidak terhingga. Seperti telah kita ketahui, kecepatan angin geostropik berbanding terbalik dengan parameter Coriolis. Tidak ada tempat di dunia ini yang mempunyai karakteristik cuaca dan iklim sekompleks Indonesia. Pengaruh monsoon yang begitu dominan dalam menentukan cuaca dan iklim kita sering diganggu oleh El Nino di Pasifik tropis.Biasanya memang pada saat monsoon barat curah hujan di Indonesia tinggi karena perawanan banyak terbentuk di atas wilayah kita, namun munculnya El Nino menjelang akhir tahun menyebabkan perawanan akan bergeser ke arah samudra Pasifik. Ini menyebabkan penurunan curah hujan yang sangat signifikan di wilayah Indonesia. Lebih dari 60% hujan berkurang dari nilai normalnya. Tidak disangsikan lagi ini akan  mempengaruhi pola kehidupan dan aktivitas manusia di negara ini. Petani akan mengalami kesulitan air untuk bercocok tanam, pasokan air minum akan terganggu, pembangkit listrik tenaga air mengalami gangguan, dsb. Seperti diketahui bahwa 40%  wilayah dunia merupakan wilayah tropis dan sering sirkulasi tropis melebihi luas wilayah ini. Apalagi troposfer di atas wilayah tropis mempunyai ketinggian yang jauh lebih besar dibandingkan wilayah-wilayah lainnya. Sehingga sirkulasi tropis memainkan peranan penting dalam menentukan hakekat sirkulasi global pada satu waktu. Karenanya penting untuk memperhatikan hubungan antara sirkulasi wilayah ini dengan sistem sirkulasi di wilayah lintang tengah dan tinggi yang lain. Lintang rendah didominasi oleh sirkulasi meridional sel Hadley yang naik pada sisi ekuator dan turun pada sisi ke arah kutubnya. Aliran kembali ke arah ekuator di dekat permukaan akan berupa angin pasat. Batas antara atmosfer tropis dan lintang tengah ditengarai oleh perubahan area utama baroklinitas atau perubahan temperatur horizontal yang cepat. Atmosfer baroklinitas semacam ini membantu memelihara transport miring  vertikal udara tropis yang hangat ke lintang tengah. 
Profil kecepatan vertikal selama bulan DJF dan JJA merefleksikan perilaku dari sel Hadley. Di saat musim panas di belahan bumi selatan (DJF) gerak naik terkuat terjadi di antara lintang 10 dan 20 dengan pusat kecepatan vertikal maksimum pada 15 derajat lintang selatan. Kecepatan vertikal maksimum ini menyatakan dengan baik posisi rata-rata ITCZ. Selama musim panas di belahan bumi utara (JJA) zone kecepatan vertikal maksimum berpindah ke utara ekuator dengan pusat gerak naik maksimum di 5 derajat lintang utara sedangkan lintang rendah di belahan bumi selatan menjadi didominasi oleh gerak turun/sinking. Ini khususnya intensif di sekitar 10 sampai 15 lintang selatan. Baik pada saat DJF maupun JJA, angin bergerak menuju ekuator yang membawa kebasahan di wilayah Indonesia. Namun patut diingat bahwa pada saat JJA, karena uap airnya sedikit dan berasal dari daratan Australia yang berjarak relatif pendek dibandingkan dengan jarak yang ditempuh aliran udara dari benua Asia maka perawanan di wilayah Indonesia relatif sedikit dan kemungkinan untuk turun sebagai hujan juga kecil. Ini menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau. Ini berlawanan dengan kejadian pada bulan DJF dimana massa udara dari daratan Asia yang membawa uap air yang banyak karena perjalanannya melalui wilayah lautan yang panjang yang menyebabkan perawanan berpotensi hujan jauh lebih besar. Dan, bulan DJF inilah yang biasanya merupakan musim penghujan.