Perubahan iklim banyak menyebabkan terjadinya cuaca ekstrim di banyak tempat di dunia, termasuk di Indonesia. Wilayah yang demikian banyak variasi cuaca dan iklimnya ini dipengaruhi oleh banyak fenomena seperti monsoon, ENSO, IOD, MJO, seruak dingin dan berbagai gelombang atmosfer. Musim hujan atau musim kemarau berkepanjangan sehingga sering menyebabkan kerugian harta benda dan bahkan nyawa ini puluhan tahun terakhir sering menimpa wilayah Indonesia. Berbagai peristiwa kebencanaan ini banyak masyarakat yang belum memahaminya dengan benar sehingga hal-hal yang mungkin bisa dicegah dengan melibatkan masyarakat bisa makin disadari oleh mereka-mereka yang duduk di pemerintahan. Semakin banyak masyarakat memahami bagaimana hakikat terjadinya bencana dimana salah satunya adalah cuaca ekstrim maka diharapkan akan makin banyak garda depan dalam menangani dan memitigasi bencana alam tersebut.
Abad 21 merupakan abad teknologi informasi dimana setiap orang dari
mulai balita sampai orang-orang jompo terpapar oleh informasi yang disampaikan
melalui media masa dan media sosial. Selama 24 jam sehari, pemberitaan dan
pertukaran informasi terjadi melalui media elektronik dan media cetak. Oleh
karena itu seolah-olah tidak ada batas negara dalam hal informasi. Namun
informasi-informasi tersebut bercampur aduk, ada yang benar dan ada pula yang
salah/hoaks. Bahkan tidak jarang informasi diselewengkan untuk tujuan-tujuan
yang tidak benar dan merusak. Karenanya dibutuhkan filter dan tameng untuk
melindungi masyarakat dari informasi yang tidak benar dan merusak tersebut
dengan meningkatkan kualitas pemahaman yang benar dimana salah satunya
menyangkut masalah cuaca ekstrim di Indonesia. Dengan perkembangan teknologi
yang demikian pesat, peroranganpun bisa menjadi penyampai berita yang sangat
cepat. Ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta, perguruan
tinggi, masyarakat khususnya generasi mudanya dan awak media dalam meningkatkan
mutu pemberitaan.