Selubung udara yang menyelimuti bumi mempengaruhi kita dalam berbagai cara. Kadangkala kita menanggapinya dengan tak sadar seperti kita memilih tipe pakaian yang kita pakai, apakah kita perlu membawa payung hari ini/ tidak, dan sebagainya. Pada skala waktu yang lebih luas, rumah kita menunjukkan pengaruh iklim misal pada musim dingin di lintang menengah sampai lintang tinggi rumah kita harus dilengkapi dengan sistem pemanas. Pihak Dinas Pengairan harus merencanakan simpanan air yang cukup untuk mensuplai kebutuhan air selama musim kemarau. Perusahaan kontruksi harus menentukan angin terkuat untuk meyakinkan agar bangunan–bangunan tidak rusak, khususnya di wilayah lintang tengah dan tinggi.
Permasalahan–permasalahan ini merupakan permasalahan–permasalahan klimatologis yang memerlukan “prediksi” keadaan mendatang. Klimatologi modern mencoba mencari jawaban atas pertanyaan–pertanyaan semacam ini.
Sumber energi untuk semua gerak atmosfer adalah matahari. Energi dari matahari dipancarkan melalui atmosfer sampai ke permukaan bumi. Selama melintas tersebut sedikit energi diserap dan digunakan untuk memanaskan atmosfer, tetapi kebanyakan energi diserap permukaan. Ini akan memanaskan atmosfer di atasnya sehingga permukaan menjadi sumber utama pemanasan untuk atmosfer. Jumlah panas sangat bergantung pada tipe permukaan; panas bervariasi spatial dan temporal. Distribusi panas yang tidak sama berpengaruh langsung pada gerak horizontal (angin) dan gerak vertikal yang merangsang timbulnya awan dan presipitasi/ hujan. Energi yang diterima dari matahari tersebut sebagian dikembalikan keluar angkasa. Dari sini kita tahu bahwa hal ini bisa dipandang sebagai sederetan transformasi energi dan pertukaran di dalam dan di antara atmosfer dan permukaan di bawahnya.
Semua proses yang berhubungan dengan aliran energi ini mematuhi hukum–hukum fisika. Jadi untuk memahami bagaimana atmosfer bekerja, kita perlu memahami hukum–hukum fisika yang relevan dan menerapkannya. Karena hukum–hukum ini biasanya dinyatakan secara matematis maka pemahaman dasar–dasar matematis juga diperlukan. Namun demikian, kebanyakan konsep ini dapat dijelaskan dan dipahami tanpa rujukan matematis dan fisis yang mendetail.
Walaupun penggunaan hukum–hukum fisika sangat diperlukan, kita tidak boleh mengabaikan begitu saja efek–efek kimia yang sangat penting. Jelas bagi kita bahwa energi berinteraksi dengan atmosfer bergantung pada komposisi kimianya. Saat sekarang ini atmosfer didominasi oleh nitrogen dan oksigen. Selama evolusi bumi dan atmosfernya, bagaimanapun komposisi tersebut telah berubah. Sebagai contoh: CO2, SO2, NO2, dan O3, berubah sejak evolusi industri. Efeknya pada iklim dapat dilihat.
Iklim sangat bergantung pada kondisi permukaan bumi dan sembarang perubahan pada komposisi permukaan pastilah menjadikan perubahan iklim. Perubahan ini berjalan terus sebagai akibat dari perubahan permukaan laut yang disebabkan oleh arus atau peruntuhannya, sebagai akibat dari perubahan musiman di es dan salju dan sebagai hasil dari perubahan vegetasi. Semua perubahan ini sendiri dipengaruhi oleh kondisi iklim. Oleh karenanya pemahaman utuh tentang iklim juga memerlukan apresiasi dari sejumlah aspek oseanografi, glasiologi dan biologi.
Peningkatan klimatologi sebagai sains sangat terkait dengan peningkatan kemampuan kita dalam mengobservasi atmosfer. Pengamatan–pengamatan baru sering memberikan informasi mendasar yang kita butuhkan untuk memberikan kita pandangan–pandangan baru tentang bagaimana atmosfer bekerja.
Pemahaman tentang atmosfer bertambah selama berabad–abad. Perkembangan barometer dan termometer serta pencatat arah angin dan jumlah curah hujan menambah dimensi kuantitatif pada pengetahuan kita. Akhir abad ke 16 dan awal abad ke 20 kita mampu menggambarkan iklim di sebagian besar daratan dan beberapa bagian lautan secara rasional dan mendetail.
Sejumlah pengamatan tumbuh, serta muncul permasalahan besar yang orang gunakan untuk menggambarkan iklim di bumi. Demikian banyak angka/data dihasilkan sehingga tabulasi sederhana tidak lagi praktis. Nilai bulanan memberikan metode yang cocok. Namun karena nilai bulanan bervariasi dari tahun ke tahun maka diperlukan perata–rataan selama beberapa tahun. Hasilnya adalah perkembangan konsep “iklim normal”: suatu perata–rataan selama jangka waktu sedikitnya 30 tahun.
Rangkuman data spasial menghantarkan kita pada konsep iklim wilayah. Stasiun–stasiun dapat dikelompokkan karena mempunyai nilai normal yang serupa, atau pola normal bulanan yang mirip. Beberapa skema iklim diajukan.
Perkembangan teknologi komunikasi yang cepat juga berpengaruh. Kita bisa memperoleh data dari suatu stasiun dengan cepat, sekaligus dengan analisisnya. Meteorologi penerbangan memerlukan pengamatan udara atas sehingga memicu perkembangan peralatan pengukur dan juga komunikasi yang cepat. Untuk meresponnya maka pengamatan dengan radiosonde diluncurkan. Semuanya itu mendukung pada kemampuan kita untuk memahami proses–proses atmosfer dan meningkatkan kemampuan prediksi cuaca.
Datangnya informasi dari satelit memberikan kita suatu dimensi baru bagi klimatologi. Di masa lalu semua informasi didasarkan pada pengamatan permukaan dan sesaat. Satelit memungkinkan kita untuk pengamatan global dengan cepat dan bahkan gambaran 3D–nya. Satelit memungkinkan kita untuk mengukur fluks energi yang masuk dan meninggalkan atmosfer; informasi yang tidak kita peroleh dari sumber–sumber lain. Informasi baru ini meningkatkan pemahaman kita tentang proses–proses atmosfer, merangsang perkembangan model iklim dan prediksi proses–proses dan perubahan iklim; apalagi didukung oleh perkembangan komputer yang cepat.
Obyektif, Independen, Sportif, Berpikir Positif, Berjiwa BESAR
Sunday, May 1, 2011
Friday, April 15, 2011
Ulat bulu dan cuaca-iklim
Selama dua bulan terakhir ini, media massa di negeri kita banyak memberitakan tentang ulat, baik ulat bulu maupun yang tidak berbulu. Penyebarannya yang mula-mula terdapat di Probolinggo Jawa Timur dan sekitarnya, yang sebelumnya hanya menyerang 6 kecamatan ... akhir-akhir ini sudah merambah ke berbagai wilayah di pulau Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi. Walaupun belum dalam taraf membahayakan, ulat bulupun sudah merambah Jakarta.
Ulat merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman. Kemunculannya yang agak "tiba-tiba" ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yakni: faktor cuaca/iklim, faktor makanan, faktor predator, dan faktor lingkungan lainnya. Faktor cuaca yang mempengaruhinya adalah faktor suhu, kelembapan, angin dan cahaya matahari. Selama kurun waktu tahun 2010, Indonesia mengalami kemarau yang basah sehingga kelembapan cukup tinggi; dan ini masih berlanjut sampai tahun 2011 ini. Kombinasi dengan faktor-faktor cuaca yang lain di atas menyebabkan hama tanaman ini meningkat pesat populasinya.Apalagi ketersediaan makanannya yakni berupa daun-daunan dalam jumlah cukup dan subur karena ketersediaan air juga cukup membawa dampak yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan ulat. Predator ulat seperti misalnya burung dan kelelawar tampaknya tidak membawa dampak yang signifikan bagi pengurangan populasi ulat. Diduga bahwa jumlah kedua makhluk hidup ini berkurang karena berbagai sebab; mungkin karena banyak diburu manusia. Faktor habitat yang cocok membawa dampak yang positif bagi perkembangan ulat bulu.
Dengan demikian jelaslah bahwa kemunculan ulat bulu dalam jumlah banyak tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi merupakan rangkaian sebab akibat yang rasional. Semua makhluk hidup jika semua faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tersedia dalam jumlah cukup melimpah, tentu akan mengalami ledakan populasi ... tidak terkecuali ulat bulu.
Ulat merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman. Kemunculannya yang agak "tiba-tiba" ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yakni: faktor cuaca/iklim, faktor makanan, faktor predator, dan faktor lingkungan lainnya. Faktor cuaca yang mempengaruhinya adalah faktor suhu, kelembapan, angin dan cahaya matahari. Selama kurun waktu tahun 2010, Indonesia mengalami kemarau yang basah sehingga kelembapan cukup tinggi; dan ini masih berlanjut sampai tahun 2011 ini. Kombinasi dengan faktor-faktor cuaca yang lain di atas menyebabkan hama tanaman ini meningkat pesat populasinya.Apalagi ketersediaan makanannya yakni berupa daun-daunan dalam jumlah cukup dan subur karena ketersediaan air juga cukup membawa dampak yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan ulat. Predator ulat seperti misalnya burung dan kelelawar tampaknya tidak membawa dampak yang signifikan bagi pengurangan populasi ulat. Diduga bahwa jumlah kedua makhluk hidup ini berkurang karena berbagai sebab; mungkin karena banyak diburu manusia. Faktor habitat yang cocok membawa dampak yang positif bagi perkembangan ulat bulu.
Dengan demikian jelaslah bahwa kemunculan ulat bulu dalam jumlah banyak tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi merupakan rangkaian sebab akibat yang rasional. Semua makhluk hidup jika semua faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tersedia dalam jumlah cukup melimpah, tentu akan mengalami ledakan populasi ... tidak terkecuali ulat bulu.
Subscribe to:
Posts (Atom)