Tahun 2010 beberapa jam lagi akan berlalu meninggalkan kita. Tahun 2010 merupakan tahun-tahun dimana tindak asusila Ariel-Luna Maya-Cut Tari menyeruak di permukaan. Tahun 2010 pula kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan dll yang menunjukkan bobroknya system perpajakan di negeri ini mengemuka. Belum lagi pemberitaan tentang bencana alam seperti banjir Wasior Papua, tsunami Mentawai dan gunung Merapi meletus yang mempengaruhi Yogyakarta dan sekitarnya serta penyiksaan yang menimpa para tenaga kerja wanita di luar negeri mengisi halaman-halaman surat kabar dan media massa televisi dan radio di seantero negeri. Di penghujung tahun ditutup dengan meningkatnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia dengan adanya pertandingan sepakbola piala AFF yang menghantarkan tim nasional Indonesia dengan gelar runner-up. Hanya sedikit sekali pemberitaan tentang masalah lingkungan menyita perhatian public, seperti misalnya gerakan menanam pohon nasional dan konferensi perubahan iklim di Cancun Meksiko.
Kita berharap di tahun 2011 ini segalanya menjadi lebih baik. Tidak ada lagi praktek-praktek asusila dan penyelewengan hukum yang terjadi. Korupsi diberantas tuntas dengan memberikan hukuman yang berat (kalau perlu hukuman mati seperti halnya Bandar narkoba), tidak ada lagi bencana di tanah air sehingga perhatian public untuk dicurahkan pada pembangunan bisa focus, serta nasib semua pekerja termasuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri makin membaik.
Terkait dengan berbagai masalah lingkungan, diharapkan terjadi perbaikan dalam pola dan sikap hidup yang makin ramah lingkungan agar lingkungan makin ramah pula terhadap umat manusia. Bencana-bencana alam seperti banjir, tanah longsor, badai salju, angin kencang dan puting beliung/ tornado/siklon yang makin menggila saat ini menjadi makin berkurang. Ini tidak lepas dari upaya kita untuk makin memperhatikan lingkungan sampai sekecil-kecilnya. Aktivitas menghasilkan CO2 dan metana serta gas-gas buang diperkecil, eksploitasi sumber daya alam yang efisien dan efektif, serta pelestarian hutan dan lahan gambut yang makin baik seharusnya menjadi focus. Gerakan penanaman pohon menjadi gerakan nasional yang benar-benar direalisasikan, kalau perlu setiap orang diwajibkan menanam minimal 1 pohon di halaman rumahnya atau di tempat-tempat yang telah disediakan. Pembalak liar ditindak tegas dan tidak hanya sekedar himbauan agar menghentikan kegiatannya saja dan sebagainya.
Bila saja setiap insan manusia peduli maka bisa diharapkan segalanya akan menjadi lebih baik. Semoga!
Obyektif, Independen, Sportif, Berpikir Positif, Berjiwa BESAR
Friday, December 31, 2010
Thursday, December 30, 2010
Mencari solusi perubahan iklim
Rabu, 29 Desember 2010 | 03:51 WIB
RENÉ L PATTIRADJAWANE
Perubahan iklim global dan bencana alam yang terjadi di kawasan Asia Tenggara dan Australia mengkhawatirkan semua pihak dan menyedot dana dalam jumlah relatif besar anggaran setiap negara yang mengalaminya. Letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah, hujan salju di Australia, gempa di Selandia Baru, sekali lagi menunjukkan betapa tidak ramahnya alam terhadap kehidupan manusia modern.Para penguasa dunia masih tidak sadar krusialnya ancaman perubahan iklim dan bencana yang setiap saat muncul di mana-mana. Pertemuan para negosiator perubahan iklim yang berlangsung awal Desember ini di Cancun, Meksiko, merupakan pertemuan UN Climate Change Conference sangat rendah dibandingkan dengan pertemuan tingkat tinggi terakhir yang berlangsung di Kopenhagen, Denmark.
Banyak faktor memengaruhi perubahan iklim dan bencana alam menyebabkan berbagai negara dan pemerintahan menguras dana dalam jumlah masif, seperti sekarang terjadi akibat badai salju di Eropa dan Amerika Utara. Ribuan jadwal penerbangan terhenti, jalur transportasi tidak mampu digunakan untuk mendorong logistik bagi ekonomi dan perdagangan, tersumbatnya sumber energi, dan berbagai persoalan lain.
Dari Kopenhagen muncul persoalan negara berkembang tidak ingin menghentikan atau memperlambat pertumbuhan ekonominya sampai dunia mampu menghasilkan hitungan ekonomi kompetitif terhadap alternatif pembangkit listrik berbasis batu bara. Pertemuan Cancun yang lalu pun tidak mampu menghasilkan kesatuan agenda perubahan iklim yang bisa disepakati oleh negara berkembang dan negara kaya.
Salah satu faktor penting dalam kebijaksanaan perubahan iklim adalah China sebagai pengguna energi terbesar di dunia, dan juga pasar otomotif paling besar di dunia. Posisi China ini menyebabkan negara dengan penduduk terbesar dan cadangan devisa mencapai lebih dari 2 triliun dollar AS itu untuk meningkatkan kebutuhan hidrokarbonnya dan akan lebih mendorong China untuk melakukan pengurangan emisi melalui ekonomi baru seperti yang dicapai dalam Protokol Kyoto 1997.
Organisasi ASEAN yang akan dipimpin Indonesia tahun 2011 sudah waktunya memberi perhatian khusus isu perubahan iklim dan bencana, terutama pertemuan ASEAN+3 (China, Jepang, dan Korea Selatan). Banyak negara kawasan Asia dan Australia menghadapi ancaman meningkatnya suhu karena fitur geografis setiap negara, termasuk ancaman meningkatnya air laut membawa air garam ke daratan.
Dampak peningkatan air laut akan mengganggu dan mengurangi berbagai potensi industri di setiap negara karena perubahan kadar keasinan pada air. Atau meningkatnya intensitas badai tropis, menyebabkan munculnya berbagai penyakit seperti gangguan pernapasan ataupun penyakit tropis lainnya seperti demam atau malaria karena suhu panas menyebabkan meningkatnya populasi serangga penyebab penyakit.
Pertemuan tingkat tinggi ASEAN+3 menjadi forum ideal untuk mencari solusi dan kesepakatan membahas persoalan perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon dalam rangka kepentingan dan kemajuan bersama. Dan ini menjadi persoalan bersama yang akan menentukan masa depan bersama.
Source:Planetark
RENÉ L PATTIRADJAWANE
Perubahan iklim global dan bencana alam yang terjadi di kawasan Asia Tenggara dan Australia mengkhawatirkan semua pihak dan menyedot dana dalam jumlah relatif besar anggaran setiap negara yang mengalaminya. Letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah, hujan salju di Australia, gempa di Selandia Baru, sekali lagi menunjukkan betapa tidak ramahnya alam terhadap kehidupan manusia modern.Para penguasa dunia masih tidak sadar krusialnya ancaman perubahan iklim dan bencana yang setiap saat muncul di mana-mana. Pertemuan para negosiator perubahan iklim yang berlangsung awal Desember ini di Cancun, Meksiko, merupakan pertemuan UN Climate Change Conference sangat rendah dibandingkan dengan pertemuan tingkat tinggi terakhir yang berlangsung di Kopenhagen, Denmark.
Banyak faktor memengaruhi perubahan iklim dan bencana alam menyebabkan berbagai negara dan pemerintahan menguras dana dalam jumlah masif, seperti sekarang terjadi akibat badai salju di Eropa dan Amerika Utara. Ribuan jadwal penerbangan terhenti, jalur transportasi tidak mampu digunakan untuk mendorong logistik bagi ekonomi dan perdagangan, tersumbatnya sumber energi, dan berbagai persoalan lain.
Dari Kopenhagen muncul persoalan negara berkembang tidak ingin menghentikan atau memperlambat pertumbuhan ekonominya sampai dunia mampu menghasilkan hitungan ekonomi kompetitif terhadap alternatif pembangkit listrik berbasis batu bara. Pertemuan Cancun yang lalu pun tidak mampu menghasilkan kesatuan agenda perubahan iklim yang bisa disepakati oleh negara berkembang dan negara kaya.
Salah satu faktor penting dalam kebijaksanaan perubahan iklim adalah China sebagai pengguna energi terbesar di dunia, dan juga pasar otomotif paling besar di dunia. Posisi China ini menyebabkan negara dengan penduduk terbesar dan cadangan devisa mencapai lebih dari 2 triliun dollar AS itu untuk meningkatkan kebutuhan hidrokarbonnya dan akan lebih mendorong China untuk melakukan pengurangan emisi melalui ekonomi baru seperti yang dicapai dalam Protokol Kyoto 1997.
Organisasi ASEAN yang akan dipimpin Indonesia tahun 2011 sudah waktunya memberi perhatian khusus isu perubahan iklim dan bencana, terutama pertemuan ASEAN+3 (China, Jepang, dan Korea Selatan). Banyak negara kawasan Asia dan Australia menghadapi ancaman meningkatnya suhu karena fitur geografis setiap negara, termasuk ancaman meningkatnya air laut membawa air garam ke daratan.
Dampak peningkatan air laut akan mengganggu dan mengurangi berbagai potensi industri di setiap negara karena perubahan kadar keasinan pada air. Atau meningkatnya intensitas badai tropis, menyebabkan munculnya berbagai penyakit seperti gangguan pernapasan ataupun penyakit tropis lainnya seperti demam atau malaria karena suhu panas menyebabkan meningkatnya populasi serangga penyebab penyakit.
Pertemuan tingkat tinggi ASEAN+3 menjadi forum ideal untuk mencari solusi dan kesepakatan membahas persoalan perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon dalam rangka kepentingan dan kemajuan bersama. Dan ini menjadi persoalan bersama yang akan menentukan masa depan bersama.
Source:Planetark
Subscribe to:
Posts (Atom)