Friday, April 30, 2010

Dahsyatnya puting beliung

Tak ada yang mengetahui dengan pasti siapa yang pertamakali menggunakan kata ini untuk menyatakan fenomena yang menyerupai tornado di lintang tengah ini. Masyarakat Jawa sering menyebut fenomena ini sebagai angin lesus atau cleret taun. Kata puting beliung ini begitu populer beberapa tahun belakangan ini akibat banyaknya kejadian yang menimpa masyarakat kita berkaitan dengan angin yang berputar yang menyentuh tanah dengan kecepatan (bila diskalakan dengan skala Beaufort) masuk pada skala 8 atau dengan kecepatan lebih dari 34 knot (17 meter per detik). Kerusakan yang ditimbulkannya mulai dari ranting-ranting pohon patah, genting atau atap rumah diterbangkan sampai dengan pohon-pohon tercerabut dari tanah/ tumbang atau bahkan rumah yang kurang permanen roboh. Kalau dibandingkan dengan skala Fujita yang dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan tornado dari kecepatan angin dan kerusakan yang ditimbulkannya maka puting beliung kira-kira masuk pada skala 1-2.

Puting beliung terbentuk bila dua massa udara dengan ketinggian berbeda dan sifat yang berbeda serta berlawanan arah bertemu. Udara di lapisan bawah yang mempunyai sifat hangat dengan kecepatan lebih rendah dibandingkan dengan udara di beberapa ketinggian di atasnya yang lebih dingin  yang  kecepatan anginnya lebih besar bersimpangan sehingga akan terbentuk gerak rotasi yang menyerupai pipa vorteks. Updraft akibat pemanasan permukaan yang kuat dalam awan badai guruh (thunderstorm) yang biasanya merupakan awan-awan jenis kumulonimbus akan mengubah orientasi gerak rotasi pipa vorteks tersebut dari horizontal menjadi vertikal. Jika pipa vorteks ini menyentuh tanah maka terbentuklah apa yang masyarakat sebut sebagai puting beliung, suatu bentuk yang menyerupai belalai gajah.

Puting beliung ini kadang tak dapat terlihat pada citra satelit karena skalanya yang sangat kecil, hanya sampai puluhan meter saja, berbeda dengan tornado yang skala horizontalnya bisa ratusan meter. Bahkan tornado yang kuat dapat menyebabkan rumah yang  kokoh terangkat dari pondasinya dan terlempar pada jarak yang cukup jauh atau juga mobil yang bisa terlempar hingga belasan kilometer. Ini berarti kecepatan anginnya bisa mencapai 500 km per jam. Anda bisa bayangkan sendiri bagaimana dahsyatnya tornado ini.

Beruntunglah di negara kita, peristiwa yang mirip dengan tornado (yakni puting beliung) tidak mempunyai kekuatan sedahsyat ini. Ini dikarenakan massa udara yang bersimpangan arah pada ketinggian yang berbeda tersebut tidak mempunyai sifat yang terlalu jauh berbeda dan  perbedaan tekanan udara tidak terlalu besar seperti di lintang tengah akibat kontras temperatur yang tidak besar. Gaya Coriolis tidak banyak pengaruhnya karena kita di lintang rendah dan skala horizontal fenomena ini sangat kecil (jauh di bawah 1 derajat lintang).

Menurut Amanda Katili (2010), bencana alam puting beliung di Indonesia mencapai 33% bencana alam tahun 2008. Sayangnya di Indonesia belum terdata dengan rapi fenomena-fenomena semacam ini. BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) juga belum mempunyai metode yang akurat dan paten untuk memprakirakan kejadian puting beliung ini. Ke depan diharapkan dengan makin meningkatnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, peralatan observasi yang mendukung maka akan tercipta metode-metode yang lebih akurat dalam memprakirakan puting beliung ini.

Friday, April 23, 2010

Massa udara dan cuaca

Massa udara yang dimaksud di atas bukanlah massa yang berkaitan dengan bobot misal gram, kilogram, ton dsb tapi "massa" yang berarti "kumpulan atau badan (body)". Jika udara menetap pada waktu yang cukup lama di atas suatu permukaan bumi, sifatnya cenderung menjadi ciri khas untuk permukaan itu. Jika sifat permukaan tersebut kurang lebih sama untuk daerah yang sangat luas (ribuan kilometer persegi) maka sifat suatu badan udara yang besar akan menjadi hampir sama/ seragam dalam bidang horizontal. Badan udara dengan sifat (khususnya dicirikan oleh temperatur dan kelembapan) yang hampir seragam dalam jarak horizontal ribuan kilometer disebut sebagai massa udara.

Dengan demikian, agar terbentuk suatu massa udara maka udara harus diam atau bergerak untuk waktu yang lama dan terdapat di atas daerah yang luas yang memiliki sifat seragam. Sifat dan tingkat keseragaman tersebut bergantung pada sumber massa udara, riwayat (modifikasi) massa udara dan waktu hidup massa udara. Pembentukan massa udara yang seragam dapat diperoleh melalui proses percampuran dan radiatif yang memerlukan waktu selama 3-7 hari.

Massa udara juga bisa mengalamai perubahan baik akibat proses termodinamik maupun proses dinamik. Proses termodinamik seperti misalnya pemanasan/ pendinginan permukaan dan penambahan/ hilangnya kelembapan. Sedangkan proses dinamik misalnya adalah percampuran turbulen dan pengangkatan/ penurunan skala besar.

Massa udarapun juga bisa diklasifikasikan didasarkan pada daerah sumber dan jenis permukaannya. Terdapat 4 klasifikasi dasar dari massa udara, yakni continental (c) yang secara tipikal kelembapannya rendah, maritime (m) yang kandungan uap airnya tinggi, polar (P)yang sifatnya dingin dan tropikal (T) yang sifatnya hangat. Dari keempat tipe dan sifat permukaan di atas, terdapat 4 kombinasi yakni continental polar (cP), continental tropic (cT), maritime polar (mP), dan maritime tropic (mT). Ada lagi tambahan jenis massa udara yakni Arctic (A) yang sifatnya sangat dingin dan sering tidak bisa dibedaan dengan massa udara polar (kutub) di dekat permukaan. Massa udara ini berasal lebih banyak dari atas tutupan es kutub daripada massa daratan lintang tinggi. Oleh karena itu terdapat 2 lagi tambahan massa udara yakni continental arctic (cA) dan maritime arctic (mA). Beberapa skema klasifikasi menambahkan indikasi pada udara tersebut yakni warmer (w) dan cooler (k) setelah nama massa udaranya, seperti misalnya cPk (continental polar cooler) dan mPw (maritime polar warmer). Sifat-sifat masing-masing massa udara ini sesuai dengan namanya. Oleh karena itu untuk mengetahui sifat-sifat masing-masing massa udara dengan lebih detail dipersilahkan para pembaca mencari referensi untuk itu.

Massa udara arctic terasakan sampai ketinggian 650 mb, cP dan mP terasakan sampai beberapa milibar di atas ketinggian A. Massa udara mT terasakan sampai ketinggian hampir 500 mb sedangkan cT kurang lebih terasakan sampai ketinggian 700 mb. Di antara semua massa udara tersebut, massa udara A mempunyai kadar kebasahan yang paling rendah dan mT adalah yang paling tinggi kadar kelembapannya.

Seperti telah disebut di atas, massa udara bisa mengalami perubahan sifat. Ini terjadi ketika ia meninggalkan sumbernya karena berinteraksi degan permukaan yang dilalui yang mengubah kestabilan dan berinteraksi dengan massa udara lainnya. Ketika bergerak menuju ekuator, massa udara A akan mendapatkan pemanasan dari bawah (suplai uap air dari permukaan yang hangat dan basah) sehingga menjadi tidak stabil sehingga bisa timbul awan besar. Jika ia bergabung dengan aliran mensiklon maka udara menjadi makin tidak stabil dan perawanan yang menghasilkan hujan curah (shower) makin bertambah. Namun yang sering terjadi adalah bahwa massa udara ini bergabung dengan aliran mengantisiklon sehingga pertumbuhan vertikal awan terbatasi walaupun dia mendapat suplai pemanasan dari bawah.

Sebaliknya massa udara mT yang bergerak menuju kutub di musim dingin cenderung makin stabil sehingga yang terbentuk hanya awan-awan jenis stratus. Sedangkan di musim panas, di atas daratan di lintang rendah, massa udara ini menjadi makin tidak stabil sehingga terbentuk awan-awan kumulus (Cu), hujan curah dan badai guntur.

Cuaca dalam suatu daerah bergantung pada berbagai sifat massa udara yang melaluinya terutama kestabilan dan kandungan uap airnya. Umumnya massa udara maritim memiliki perawanan dan hujan curah yang lebih besar, sedangkan massa udara continental cenderung membawa sifat cerah pada daerah yang dilaluinya.

Meskipun pada sebagian besar waktu, cuaca pada suatu tempat ditentukan oleh sifat massa udara yang berkuasa atau menyelimuti wilayah tersebut, namun cuaca sangat buruk sering berhubungan dengan interaksi dari dua massa udara yang bertemu (front) khususnya di batas pertemuan kedua massa udara tersebut. Indonesia tidak dilalui oleh front ini.

OK segini dulu ya. Nantikan cerita selanjutnya  ...