Saturday, December 9, 2017

Belajar dari Cempaka dan Dahlia

Beberapa waktu lalu berkembang siklon Cempaka dan Dahlia yang melewati wilayah Indonesia khususnya samudra Hindia. Dampaknya siklon tersebut khususnya Cempaka menyebabkan cuaca yang sangat buruk dan hujan ekstrim di beberapa tempat di wilayah kita. Hujan ekstrim tersebut menyebabkan wilayah Yogyakarta (DIY) dan Pacitan Jawa Timur mengalami banjir besar. Banyak sungai meluap dan banjir dimana-mana. Sarana dan prasarana umum banyak yang rusak bahkan menyebabkan korban jiwa. Sebagian wilayah putus hubungan dengan wilayah yang lain karena jembatan permanen dan semi permanen putus. Tidak sedikit rumah yang hanyut terbawa banjir. Longsor juga banyak terjadi. Penerbangan banyak di cancel atau delay. Baru kali ini selama sejarah republik ini bencana akibat siklon tropis ini terjadi. Biasanya siklon tropis agak jauh dari wilayah kita dan imbasnya hanya ekornya saja sehingga dampaknya tidak separah beberapa waktu yang lalu. Imbas ekor siklon tersebut biasanya hanya menyebabkan gelombang tinggi dan hambatan besar pada transportasi laut, tidak sampai pada peningkatan hujan ekstrim di wilayah kita. Oleh karena itu, ini merupakan sejarah bagi negeri ini. Bukan tidak mungkin di masa mendatang kejadian serupa akan makin sering terjadi.
Belajar dari pengalaman kejadian akibat siklon tersebut maka beberapa langkah perlu diambil. Peningkatan kemampuan ramalan cuaca harus makin ditingkatkan. Sinergi antara lembaga BMKG dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi harus makin ditingkatkan. Ketepatan ramalan cuaca seiring dengan peningkatan kemampuan SDM dalam teori, observasi dan modelling. Sudah tidak pada tempatnya bahwa urusan peningkatan kemampuan ramalan cuaca ini urusan bidang meteorologi dan klimatologi saja. Semua disiplin ilmu bisa masuk dalam masalah ini. Pendekatan multidisiplin dan interdisipliner harus dikembangkan agar mampu menjawab keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Jumlah stasiun-stasiun pengamat permukaan harus sedapat mungkin disesuaikan dengan ketentuan WMO (world meteorological organization) dengan kemampuan pengamat yang memadai. Stasiun pengamat permukaan ini sangat dibutuhkan dalam memperbaiki kualitas kemampuan model prediksi. Meskipun kemampuan satelit dan radar juga makin meningkat namun stasiun pengamat permukaan ini masih sangat penting dan dibutuhkan di masa-masa mendatang. Kemampuan model prediksi area terbatas akan sangat terdukung dengan adanya stasiun pengamat permukaan yang beroperasi dengan optimal. Kita telah mempunyai BMKG yang cukup handal dalam menangani berbagai permasalahan terkait meteorologi, klimatologi, dan geofisika serta kelautan di tanah air. Meskipun demikian, kemampuan sumber daya manusianya harus terus menerus di up grade agar makin memenuhi harapan masyarakat. Ramalan cuaca yang ketepatannya baru 65-70% harus ditingkatkan sampai 85% misalnya meskipun ini merupakan tantangan yang sangat berat. Penelitian dan pengembangan (litbang) BMKG juga harus bisa mengarahkan BMKG ini menuju pencapaian tersebut. 
Pendekatan kesejahteraan harus juga diperhatikan agar para pelaksana di tingkat lapangan bisa menghasilkan data yang baik, penelitian yang bagus, dan layanan informasi kepada masyarakat. Undang-undang MKG yang hanya menuntut kemampuan prima di tingkat lapangan serta punishment yang cukup berat ketika mereka melalaikan tugasnya seharusnya diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan mereka baik lahir maupun batin. 
BMKG juga harus makin lincah dalam melayani masyarakat dengan tetap mengedepankan prinsip ramping organisasi padat fungsi. Kendala struktural dan kultural harus ditangani secara luwes agar BMKG menjadi makin cantik dan menarik hati seperti yang diinginkan masyarakat. Semoga! Aamiin 3x YRA.

Wednesday, October 4, 2017

Weather and Climate Literacy untuk SMA/MA se Indonesia

Silahkan memanfaatkan kesempatan ini, karena tidak hanya Bandung Jawa Barat saja namun untuk seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kontak para contact persons nya ya.

Tuesday, September 26, 2017

Kekeringan di Indonesia diprediksi tidak akan berlangsung terlalu lama


Beberapa waktu terakhir ini media massa tidak terkecuali harian PR memberitakan tentang kekeringan yang melanda khususnya sebagian wilayah di Jawa Barat dan umumnya di beberapa wilayah di tanah air. Keluhan dari warga yang mengalaminya memang sebagian ditanggapi dengan  cepat oleh pemerintah daerah namun tidak jarang penanganannya terkesan lambat. Wilayah-wilayah yang sulit terjangkau kendaraan roda empat merupakan wilayah yang paling menderita mengingat bantuan air dari pemerintah daerahnya selalu terlambat sehingga masyarakat harus berjuang sendiri untuk beradaptasi dengan kekeringan. Sebenarnya terdapat 3 jenis kekeringan yakni kekeringan meteorologi, hidrologi, dan pertanian. Tujuan dari tulisan ini adalah mengungkapkan peluang / kemungkinan sampai kapan kekeringan ini berlangsung dan bagaimana upaya yang semestinya dilakukan agar dampak kekeringan pada masyarakat semacam ini bisa diminimalisasi.

Faktor-faktor pengontrol musim di Indonesia
            Di Indonesia terdapat 3 jenis pola sirkulasi atmosfer yang berpengaruh pada proses pembentukan hujan. Ketiganya adalah sirkulasi Hadley yang berarah Utara – Selatan, sirkulasi Walker yang berarah Barat – Timur, dan sirkulasi lokal seperti angin darat, laut, lembah, dan gunung. Interaksi ini berlangsung sedemikian kompleks sehingga menghasilkan tiga jenis pola curah hujan yakni pola monsoonal, ekuatorial dan lokal atau disebut masing-masing sebagai pola A, B, dan C. Ketiga pola sirkulasi di atas dikendalikan pula oleh kondisi monsoon, ENSO (El Nino and Southern Oscillation) dan Dipole Mode. Wilayah Jawa Barat mempunyai tipe curah hujan monsoonal artinya pada bulan-bulan Juni-Juli-Agustus curah hujannya kecil bahkan mungkin tidak ada hujan sama sekali. Sedangkan puncak musim hujan berkisar bulan Desember-Januari-Pebruari. Mengingat hal demikian maka kesetimbangan air dalam tanah juga akan terpengaruh yang memicu adanya surplus dan defisit air di tanah.

            Bagaimana kondisi saat ini?
Secara klimatologis, indeks AUSMI (Australian Monsoon Index) menunjukkan nilai negatif sehingga kemunculan monsoon yang menghasilkan hujan kemungkinan sangat kecil terjadi. Indeks ini dikembangkan antara lain bisa digunakan untuk mengetahui kira-kira kapan musim kemarau dan hujan di Indonesia terjadi. Ia meliputi area sebagian wilayah Indonesia bagian Tenggara dan sebagian wilayah Utara Australia.
El Nino yang berulang dengan intensitas berbeda setiap 2-7 tahun juga membawa dampak yang cukup signifikan bagi musim di Indonesia. Umumnya El Nino membawa dampak pengurangan curah hujan yang signifikan khususnya di Indonesia bagian Timur. Wilayah yang biasanya digunakan sebagai patokan untuk menentukan indeks El Nino adalah wilayah Nino 3.4 yang kurang lebih sempit yang dibatasi dengan 5o LU – 5o LS yang membujur sekitar ekuator di tengah-tengah samudra Pasifik. Sampai bulan Juli 2017 kemarin, anomali suhu permukaan laut di wilayah tersebut menunjukkan tren penurunan positif. Ini berarti peluang terjadinya El Nino agak menurun. Hal tersebut dikuatkan oleh prediksi peluang terjadinya El Nino yang menurun dari 46% menjadi 40% di bulan Juli – Agustus – September. Sementara itu kondisi normal berpeluang lebih besar yakni sebesar 56%, jauh dibanding prakiraan La Nina yang hanya 4% saja. Peluang pola normal juga masih akan berlangsung di atas 50% sampai Oktober – November mendatang sementara peluang El Nino sedikit mengalami penurunan dan La Nina menguat sampai sedikit di atas 10%. Prediksi model ENSO (El Nino and Southern Oscillation) dari banyak instansi menunjukkan kemungkinan anomali suhu permukaan laut yang bernilai positif sampai dengan akhir tahun ini.  Ini berarti ada kemungkinan El Nino terjadi  tapi lebih besar kemungkinannya untuk terjadi kondisi normal.
Faktor besar ketiga yang penting untuk dipantau keberadaannya adalah suhu permukaan laut di samudra Hindia ekuator bagian barat dan timur yakni pantai timur Afrika dan pantai barat Sumatera Indonesia yang dinyatakan dengan  Indeks Dipole Mode (IODM). Prediksi yang dilakukan oleh 6 badan dunia 80% menunjukkan bahwa nilai IODM netral/normal sedangkan dua lainnya yakni badan meteorologi Kanada dan Inggris meramalkan nilai yang positif. Secara rata-rata dapat dikatakan bahwa kondisi saat ini adalah normal.
           

            Salah satu model peramalan peluang presipitasi (salah satu bentuknya adalah curah hujan) global menunjukkan bahwa wilayah Indonesia berpeluang 40-50% hujan di atas normal. Wilayah Jawa Barat sendiri berpeluang hujan di atas normal sebesar 40an% pada bulan September – Oktober – November 2017. Ini berarti bahwa peluang kondisi di bawah normal sampai normal mendekati 60%.
Dengan demikian maka mengingat kondisi kliimatologis dan hasil prediksi berbagai lembaga dunia  (dengan catatan: bila itu benar) menunjukkan bahwa peluang terbesar saat ini adalah berada dalam kondisi normal. Yang menarik adalah mengapa pada saat kondisi normal justru saat ini sebagian wilayah mengalami kekeringan?? Beberapa jawaban yang mungkin tidak memuaskan adalah sebagai berikut. Pertama, kesetimbangan air di alam terganggu akibat interaksi yang kompleks antara proses-proses di alam dan manusia. Kedua adalah kondisi iklim yang berubah. Pemanasan global yang dipicu oleh keberadaan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menghasilkan perubahan iklim di banyak tempat di bumi. Perusakan lingkungan menyebabkan neraca air di alam terganggu yang memicu terjadinya 3 jenis kekeringan di atas. Oleh sebab itu untuk beberapa waktu ke depan kita masih harus bersabar agar musim hujan segera terjadi.
Saat ini yang harus dilakukan dalam jangka pendek adalah gerakan hemat air. Instansi terkait melakukanmanajemen air yang lebih baik agar surplus dan defisit air bisa dikontrol. Dalam jangka panjang harus mendidik masyarakat untuk mencintai lingkungannya karena sekecil apapun yang manusia lakukan, dalam jangka panjang ada imbasnya ke diri manusia.

Kampus Ganesha Bandung, 18 September 2017

Sunday, September 10, 2017

Weather and climate literacy forum

Baktiku pada negeri ini sebagai ungkapan rasa syukur terhadap berbagai nikmat yang telah kami peroleh dan keinginanku untuk berbagi dan memberdayakan masyarakat khususnya generasi muda di Indonesia terhadap berbagai bencana alam yang terkait dengan cuaca, musim dan iklim. Mulai  Oktober 2017, kegiatan ini kuperluas untuk seluruh penjuru wilayah tanah air. Silahkan manfaatkan kesempatan ini dengan baik. Hubungi contact person nya ya.
Salah satu SMA di Bandung telah memanfaatkan kesempatan ini. Hal tersebut diperlihatkan pada foto berikut.

Friday, June 16, 2017

Kemarau basah lagi??

Beberapa waktu terakhir menunjukkan bahwa masih banyak curah hujan terjadi di banyak wilayah, padahal bulan ini seharusnya sudah memasuki musim kemarau. Adalah wajar bila saat ini terjadi banyak curah hujan khususnya di wilayah berpola curah hujan lokal (tipe C), namun untuk yang bertipe A, tentu ini merupakan hal yang cukup janggal. Apakah ini pertanda bahwa terjadi kemunduran waktu atau perpanjangan musim hujan? Ataukah tahun ini merupakan tahun dimana kemarau basah terjadi lagi?? Mungkinkah karena telah terjadi perubahan iklim akibat pemanasan global yang makin cepat?? Ini semua memaksa kita untuk meneliti banyak faktor yang berpengaruh pada curah hujan. Moga-moga pelatihan 11-12 Juli 2017 bisa menjawab keingintahuan kita bersama. Salam lestari.

Wednesday, May 17, 2017

Pelatihan pemberdayaan masyarakat tanggap bencana alam

Memenuhi permintaan masyarakat akan pelatihan bencana hidrometeorologi, maka kami akan mengadakan Pelatihan "pemberdayaan masyarakat tanggap bencana banjir, longsor, dan kekeringan" yang akan dilaksanakan pada 11-12 Juli 2017. Diskon khusus untuk para guru SMP dan SMA dimana pendaftar yang membawa 10 orang rekannya dengan biaya @ Rp. 1,5 juta, diberikan 1 kursi gratis. Bagi masyarakat lainnya yang membawa 10 orang pendaftar @ Rp. 2,5 juta, diberikan 1 kursi gratis.   Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada leaflet terlampir. Anda berminat dan tertarik untuk mengikuti pelatihan ini?? Silahkan segera mendaftar. Kuota peserta terbatas. Sampai jumpa dalam pelatihan ini. Salam.






Friday, May 5, 2017

Bencana lagi di Bandung Jawa Barat

Sumber: Youtube, banjir Ciwidey 3 Mei 2017
Kembali lagi Bandung dilanda bencana alam seperti terlihat pada video di atas. Kali ini hujan deras yang menyapu Bandung selatan menyebabkan banjir yang menghanyutkan beberapa rumah semi permanen. Di pusat kota hujan deras, hujan es dan angin kencang yang menumbangkan pohon, pagar lapangan tenis sehingga menimpa mobil dan menerbangkan apa saja yang ringan. Mengapa sampai terjadi semacam ini?? Pemanasan global, perubahan iklim, kerusakan lingkungan??? Tampaknya kita harus berpikir pada berbagai skala ruang dan waktu. Tidak hanya melihat dalam skala lokal saja, tetapi juga regional dan bahkan global. Mengapa hanya Bandung saja sementara kota-kota di sekitarnya tidak?? Rentang waktunyapun tidak berselang lama. Dua minggu yang lalu hal yang kurang lebih sama juga terjadi. 
Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan peristiwa semacam ini. Untuk menjawabnya secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, dibutuhkan data yang baik. Citra radar, satelit, observasi permukaan pada skala mikro sampai makro mutlak diperlukan. Ke depan para pekerja meteorologi harus makin sering duduk bersama memecahkan masalah prediksi cuaca, musim dan iklim beserta analisisnya sehingga masyarakat makin tercerahkan dan menyadari bahwa kita makin rentan dan berisiko terhadap fenomena cuaca dan iklim. Bila masing-masing bekerja parsial dan tidak terinstitusikan maka masyarakat akan kurang memperoleh manfaat keberadaan para pakar meteorologi dan klimatologi. Gerak institusi yang luwes dan tidak terkungkung oleh faktor birokrasi dan administrasi akan menghadirkan hasil-hasil penelitian yang makin mampu menjawab keinginan masyarakat dan memuaskan semua pihak. Kreativitas dan kritivitas harus dipelihara dan ditingkatkan tanpa terganggu oleh berbagai macam aturan. Semoga.

Thursday, April 20, 2017

Peristiwa hujan deras, hujan es (hail) dan angin kencang

Kemarin sekitar jam 13-15 wib, terjadi hujan deras dan angin kencang di Bandung. Peristiwa ini agak tidak biasanya karena disertai dengan hujan es (hail). Biasanya hujan deras disertai dengan angin kencang tidak membawa hujan es. Setelah kejadian tersebut diketahui bahwa di banyak tempat terdapat ranting pohon patah, pohon-pohon bertumbangan, baliho papan reklame roboh, atap-atap seng berterbangan entah kemana dll. Bisa diduga bahwa kecepatan anginnya cukup tinggi. Coba kalian lihat, berapa skala kecepatan angin menurut Beoufort. Di salah satu kecamatan di Bandung bahkan hujan es nya menyerupai butiran-butiran salju dan menjadi mainan anak-anak. Pertanyaan yang menarik untuk dijawab adalah bagaimana hal ini bisa terjadi. Coba simak tulisan saya yang diposting pada tanggal 31 Maret 2016 berikut ini. Peristiwa yang mirip yang juga terjadi di Bandung.

Tuesday, April 11, 2017

Rencana pemindahan ibukota negara Indonesia

Rencana pemindahan ibukota negara Indonesia kembali mencuat ke permukaan. Hal ini diwacanakan presiden Jokowi terkait berbagai permasalahan yang mendera ibukota negara yang tidak kunjung terselesaikan. Kemacetan lalu lintas, banjir, dan berbagai permasalahan sosial sudah makin sulit untuk diatasi. Bayangkan saja jika siang hari penduduk Jakarta mencapai 12 juta jiwa, bagaimana bisa mengurai benang kusut tersebut. Jalan raya yang pertumbuhannya tidak secepat pertumbuhan kendaraan pribadi memberikan andil yang besar pada masalah transportasi. Transportasi menjadi tidak ekonomis dan pencemaran udara meningkat pesat. Tidak adanya batasan kepemilikan kendaraan bermotor pribadi menjadikan pada jam-jam sibuk, kemacetan lalu lintas terjadi dimana-mana. Rencana Light Mass Transport tampaknya juga membutuhkan waktu yang lama mengingat kondisi keuangan negara yang masih compang-camping. Pemasukan negara-pun masih banyak yang bocor karena korupsi berjamaah. Penuntasan kasus korupsi pun membutuhkan waktu yang lama karena tidak adanya efek jera. Mungkin jika pelaku korupsi yang sudah terbukti diberikan hukuman mati maka akan mengurangi tindak pidana korupsi tersebut secara signifikan.
Banjir yang berkali-kali terjadi tidak menyebabkan masyarakat kapok datang ke Jakarta. Wilayah-wilayah yang praktis setiap kali musim hujan banjir tidak menyebabkan penduduk pindah ke lain tempat. Harga tanah di tempat langganan banjir tersebut tidak pernah turun bahkan cenderung tetap naik. Ini mengingat tanah bernilai investasi tinggi dan tidak ada di dunia ini pabrik yang memproduksi tanah/lahan. Hal ini berbeda dengan bahan-bahan atau material bergerak yang selalu cenderung turun karena aus dan sebagainya. Harga rumah horizontal juga cenderung membumbung sehingga harus diatasi dengan pembangunan rumah vertikal. Jakarta masih merupakan magnet yang sangat kuat untuk mendorong seseorang mengais rejeki di sana. Rencana pemerintah untuk merelokasi pusat pemerintahan ke wilayah lain patut mendapatkan apresiasi mengingat sudah tidak mungkin lagi mengharapkan kondisi metropolitan yang rapi, teratur, bebas bencana alam, dan nyaman untuk melaksanakan pekerjaan pemerintahan. Meskipun pusat perekonomian masih tetap dipertahankan namun kemungkinan pertumbuhannya tidak akan sepesat seperti saat sekarang ini. Biasanya pusat pertumbuhan ekonomi akan mengikuti kemana pusat pemerintahan akan dilaksanakan.
Dahulu saat bung Karno masih berkuasa, sudah ada wacana untuk memindahkan ibukota negara ke Palangkaraya Kalimantan Tengah. Barangkali hal ini merupakan salah satu strategi perang menghadapi kolonial Belanda. Palangkaraya dianggap sebagai tengah-tengah nusantara sehingga ke Barat, Selatan, dan Timur wilayah kita lebih cepat dijangkau, tidak seperti saat ini. Permasalahannya adalah bahwa wilayah Kalimantan merupakan wilayah banyak hutan sehingga dikhawatirkan akan makin merusak hutan-hutan tropis yang tumbuh subur di sana. Di era reformasi, laju perusakan kawasan hutan di wilayah Kalimantan dan berbagai pulau lainnya terjadi dengan cepat sehingga diduga pemindahan pusat pemerintahan bisa berakibat makin menyuburkan pembalakan hutan. Di sisi lain, mungkin pula pengawasan kawasan hutan akan makin membaik bila Palangkaraya jadi ibukota negara. Pembangunan infrastruktur hampir pasti akan merusak tanah dan kawasan hutan.
Saat pemerintahan orde baru pimpinan Soeharto, persiapan pemindahan pusat pemerintahan ke Jonggol Bogor Jawa Barat juga sudah dilakukan sejak lama. Namun sayangnya karena krisis moneter tahun 1998 berakibat pada tumbangnya orde baru dan menyebabkan berantakannya rencana semula. Pada era SBY, wacana ini pun sudah disampaikan ke publik tetapi tidak mendapatkan respon yang memadai dari masyakat.
Bila dasar dari pemindahan tersebut adalah seperti disampaikan di atas dan terkait dengan masalah efektifitas dan efisiensi pemerintahan maka adalah wajar-wajar saja meskipun untuk itu dibutuhkan kajian yang komprehensif dan holistik. Beberapa negara telah melakukannya seperti pemindahan dari Bombay ke Mumbay India, Rio de Janeiro ke Brazilia di Brazil, dll. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan layanan masyarakat dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Pada jaman Habibie, untuk meningkatkan pemerataan kue pembangunan maka telah ditetapkan beberapa pusat pertumbuhan ekonomi di berbagai pulau di Indonesia. Sayang beribu sayang bahwa rencana yang bagus ini tidak dilanjutkan oleh presiden berikutnya. Mungkin karena khawatir dan takut dibilang mengekor. Pembangunan yang kita laksanakan masih merupakan pembangunan kelompok/dinasti/regime suatu pemerintahan sehingga pembangunan sistem tidak berjalan dengan lancar. Setiap ganti pemerintahan ganti kebijakan sehingga resultan pembangunan jalan di tempat. Euforia demokrasi juga berkembang dan kadangkala menghancurkan tatanan yang sudah ada. Demokrasi diartikan sebagai berbuat semau gue. Bila demokrasi ini masih berada dalam bingkai 4 pilar kebangsaan maka kekhawatiran banyak pihak akan pecahnya NKRI tidak akan pernah terjadi. Di sinilah peran pendidikan turut bermain seperti tercantum dalam pembukaan UUD 45 yang asli.
Masih kita tunggu realisasi kajian holistik pemindahan pusat pemerintahan ini dalam beberapa waktu ke depan. Apakah akan jalan di tempat, hangat-hangat kotoran ayam, atau benar-benar ditindaklanjuti secara nyata?? 

Thursday, March 23, 2017

Hari meteorologi sedunia

Hari ini tanggal 23 Maret merupakan hari meteorologi sedunia. Banyak kegiatan dilaksanakan untuk memperingatinya meskipun tidak mendapat sorotan media masa secara luas. Seminar-seminar dilaksanakan untuk mengingatkan kembali peran penting bidang meteorologi dalam kehidupan sehari-hari. Tema peringatan tahun ini, seperti yang disampaikan oleh WMO (World Meteorological Organization), adalah "Understanding clouds"mengingat peran penting perawanan dalam memahami siklus hidrologi, cuaca, dan iklim. Awan penting dalam peramalan cuaca dan juga pemahaman tentang perubahan iklim. Anda bisa baca mengapa awan penting dan menjadi sorotan WMO kali ini di sini. Himpunan Mahasiswa Meteorologi ITB "Atmospheira" mengadakan acara lomba foto awan yang menurut ketuanya direncanakan hari ini pengumuman pemenangnya.
Yang menjadi perhatian saya kali ini justru pada peran yang harus dimainkan oleh institusi-institusi yang terkait Meteorologi untuk menjawab berbagai permasalahan yang dijumpai masyarakat sehari-hari. Tidak jarang muncul issue-issue terkait meteorologi yang harus segera mendapatkan respon agar tidak menjadi berita menyesatkan. Berita hoax yang "sengaja" dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan tertentu yang beredar di media masa dan media sosial harus dilawan dengan memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat. Tugas ini merupakan tugas besar yang tidak hanya merupakan tugas pemerintah saja tetapi juga semua elemen masyarakat kampus dan institusi-institusi resmi bidang meteorologi. Perhatian kita sering pada wilayah Jawa saja padahal banyak permasalahan penting yang terjadi di nun jauh di wilayah-wilayah pelosok tanah air. Oleh karena itu wajar bila sumber daya manusia yang handal harus juga ditempatkan di wilayah-wilayah pelosok agar kemanfaatan meteorologi dapat dirasakan masyarakat secara langsung. Semoga pada peringatan hari meteorologi tahun depan sudah banyak kemajuan yang dicapai agar masyarakat luas makin menyadari arti penting mempelajari meteorologi. Aamiin.