Tuesday, December 20, 2016

Membangun kesadaran publik, membangunkan singa tidur

Berbagai bencana yang saat ini timbul seperti di Pidie Jaya Aceh (lihat gambar di bawah) makin menguatkan kesadaran bahwa negeri ini adalah negeri yang rawan bencana. Coba lihat artikel yang saya tulis bulan Januari 2016 ini. Boleh kita menangis, boleh kita teriak, boleh kita bersedih tapi tidak pada tempatnya jika kita menyerah dan pasrah begitu saja terhadap berbagai peristiwa alam yang merusak dan merugikan baik harta benda dan nyawa ini. Tantangan alam yang demikian besar ini seharusnya membangunkan diri kita yang selama ini terlelap tidur akibat berbagai kenikmatan alam yang Allah berikan ini.

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38246454
Zamrud khatulistiwa ...istilah yang selama ini untuk menggambarkan kondisi kekayaan alam Indonesia merupakan nikmat Illahi yang sungguh meninabobokkan kita semua. Sudah sepantasnya kita bangunkan kesadaran publik tentang wilayah kita dan kecintaan kita terhadap NKRI. Di Jepang, kesadaran akan bencana alam dibangun sejak usia dini. Anak-anak diperkenalkan bagaimana meminimalkan dampak bencana alam pada diri mereka, misal berlindung di bawah meja ketika terjadi gempa dsb. Mari kita bangun kesadaran tersebut bersama-sama. Media massa bisa sangat membantu tujuan tersebut.

Saturday, December 3, 2016

Sadar cuaca ekstrem

Beberapa waktu ini di banyak tempat di tanah air terjadi banjir dan tanah longsor. Tidak mengherankan karena memang beberapa bulan terakhir sudah memasuki musim hujan dan melihat sebaran awan di banyak pulau menunjukkan rapatnya awan khususnya pada siang hari. Meskipun tidak selalu awan menimbulkan hujan, namun dari citra satelit tampak bahwa umumnya awan-awan yang terbentuk menjulang tinggi ke atmosfer. Ini berarti bahwa peluang adanya peristiwa tumbukan dan gabungan tetes-tetes air di awan menjadi lebih besar dan hujan yang terbentuk juga akan deras dan butir-butir air hujannya juga akan lebih besar.
Secara klimatologis, Indonesia mengalami dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Namun beberapa wilayah di tanah air mengalami pola curah hujan yang berbeda yakni pola curah hujan lokal. Bisa jadi dalam satu tahun curah hujannya lebih dari 150 mm tiap bulannya sehingga bisa dikatakan tidak pernah mengalami musim kemarau. Ada pula wilayah dengan pola curah hujan yang berbalikan dengan pola monsoonal yakni pola lokal. Satu lagi yang juga banyak wilayah di tanah air alami adalah pola curah hujan ekuatorial, misal wilayah Riau.
http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1287108901/waspada-cuaca-ekstrem
Dengan kondisi yang bermacam-macam pola hujan ini maka hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah saat musim hujan. Ini karena biasanya pada musim hujan banyak peristiwa yang mengakibatkan kerugian dan kerusakan bahkan bisa membahayakan atau merenggut jiwa manusia. Pada musim hujan, selain hujan air juga bisa disertai petir, kilat, guruh bahkan sering ada puting beliung, angin kencang, hujan es dll. Peristiwa ini bisa bersamaan, misal saat hujan deras disertai petir dan angin kencang. Peristiwa kilat dan guruh bersamaan waktunya dengan hujan es. Puting beliung meskipun lebih sering terjadi pada masa pancaroba atau transisi kemarau ke musim hujan atau sebaliknya bisa pula disertai angin kencang di wilayah sekitarnya. Di lintang tropis yang lebih tinggi lintangnya atau di wilayah lintang tengah sering terjadi fenomena yang lebih besar dampaknya yakni tornado dan siklon.
Peristiwa-peristiwa di atas berdasarkan penelitian banyak pula disokong oleh meningkatnya suhu bumi atau pemanasan global. Semuanya itu membutuhkan perhatian dan kesadaran kita bersama agar kerugian dan kerusakan yang ditimbulkannya bisa diminimalkan. Cuaca-cuaca ekstrem yang telah disebut di atas harus makin menyadarkan kita pada masalah lingkungan yang saat ini makin rusak. Banjir dan longsor yang sering mengiringinya biasanya selain faktor lingkungan yang rusak juga adanya hujan yang cukup deras. Oleh karena itu maka kesadaran tentang informasi cuaca ekstrem harus ditingkatkan.

Friday, November 18, 2016

Tsunami terjadi pada musim hujan??

Pertanyaan ini disampaikan oleh seseorang kepada saya pada suatu kesempatan. Pertanyaan ini muncul berkaitan dengan berita bahwa di Selandia Baru terjadi tsunami kecil beberapa hari yang lalu. Musim hujan di sini maksudnnya adalah musim hujan di Indonesia, sedangkan di Selandia Baru mengalami musim semi. Menurut anda adakah kaitannya?? Secara teoritis tidak ada kaitannya sama sekali. Tsunami terjadi ketika terdapat gempa di laut dengan kedalaman kurang dari 10 km, merupakan akibat dari sesar naik/turun, dengan magnitudo gempa lebih dari 5 skala Richter. Kriteria ini digunakan BMG untuk memberikan warning kemungkinan terjadinya tsunami. Tentu saja tidak ada kaitan antara kejadian di lempeng benua/samudra ini dengan kejadian di atmosfer, dalam hal ini musim hujan. Moga-moga bisa menjawab keraguan akan kaitan antara tsunami dengan musim hujan/musim semi.

Tuesday, October 25, 2016

Banjir di kota Bandung ... kok bisa ya?

Senin kemarin (24/10/2016) selama dua jam hujan lebat mengguyur kota Bandung dari jam 11.30 sampai dengan 13.30 WIB dan tanpa diduga sebelumnya sebagian wilayah Bandung khususnya wilayah yang selama ini tidak pernah dilanda banjir besar mengalami banjir. Tidak tanggung-tanggung, ketinggiannya mencapai lebih dari satu meter. Pasteur atau jalan Junjunan yang merupakan mulut tol memasuki Bandung dilanda banjir besar. Dari banyak berita media sosial yang tersebar secara berantai menunjukkan bagaimana kendaraan seperti Livina terbawa arus dan di Pagarsih bahkan ada mobil dan kendaraan roda dua yang terbawa arus sungai. Sampai dengan malam ini masih ada kendaraan yang tidak diketemukan keberadaannya. Saat saya tulis postingan ini, hujan masih mengguyur kota Bandung meski tidak begitu deras. Sore tadi hujan cukup deras di beberapa tempat.
Siang tadi dalam kesempatan kuliah Meteorologi Tropis yang saya asuh, saya mengajak para mahasiswa untuk menganalisis kejadian tersebut, memberikan prediksi, dan memberikan solusi bagaimana sebaiknya ke depan bermitigasi dan beradaptasi terkait banjir. Waktu kuliah 2 jam serasa terlalu cepat untuk mencapai tujuan tersebut. Berikut ini sebagian analisis, prediksi dan solusi yang disampaikan oleh para mahasiswa.
"Menurut weather.meteo.itb.ac.id, curah hujan di kota Bandung pada tanggal 21 sampai dengan 24 Oktober 2016 tercatat masing-masing sebesar 17, 6, 13, dan 36 mm. Akumulasi jumlah curah hujan dalam beberapa hari tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir di Bandung. Menurut BMKG, intensitas curah hujan ringan adalah sebesar 5-20 mm/hari dan curah hujan sedang sebesar 20-50 mm/hari. Data BMKG menyatakan bahwa pada hari kejadian (Senin), curah hujan tercatat 77,5 mm dalam waktu satu jam yang merupakan kategori sangat lebat. Berdasarkan citra satelit Himawari 8 (weather.is.kochi-u.ac.jp) menunjukkan bahwa pada hari kejadian, wilayah Jawa khususnya Jawa Barat tertutup awan rendah yang diduga adalah awan-awan yang berpotensi menimbulkan hujan yakni Nimbostratus dan Kumulus. Selain itu berdasarkan data bom.gov.au (BMKG nya Australia), nilai indeks IOD (Indian Ocean Dipole) adalah negatif yang berarti bahwa SST (temperatur permukaan laut) di wilayah Samudra Hindia bagian Timur (sebelah barat Sumatera ekuator) lebih hangat dibandingkan di Samudra Hindia bagian imur Afrika ekuator. Hal tersebut menyebabkan terjadinya konveksi tinggi dan proses penguapan lebih cepat yang memicu pembentukan awan konvektif yang menyebabkan hujan lebat. Selain itu, indeks osilasi selatan (SOI) menunjukkan nilai positif lebih dari 7. Ini menandakan bahwa di samudra Pasifik terjadi La Nina. Kejadian ini bertepatan dengan suhu permukaan laut di wilayah Indonesia yang lebih tinggi dengan anomali sebesar 0.5-1.5 oC di atas normal. Menurut earth.nullschool.net terdapat tekanan rendah di wilayah selatan Jawa. Dengan streamline yang mendukung, maka pembentukan awan-awan hujan memungkinkan terjadi di wilayah Jawa Barat khususnya Bandung.  Secara lokal, kelembapan relatif di ketinggian 850, 700, dan 500 milibar di atas Bandung pada waktu kemarin sebesar 82%, 84% dan 92% atau sangat tinggi. Ini makin mendukung terjadinya hujan.
Dari sudut lingkungan, hujan yang turun berturut-turut selama 6 hari kemungkinan menyebabkan tanah di daerah Lembang menjadi jenuh sehingga tidak mampu menampung air hujan lagi. Akibat tanah Lembang yang sudah jenuh maka air hujan akan menjadi limpasan (run off) yang menyebabkan debit air sungai Citepus menjadi meningkat drastis. Selain itu kondisi dari daerah Lembang sendiri yang memiliki rekahan di sekitar area sesar Lembang menyebabkan terjadinya kebocoran akuifer sehingga aliran airnya menjadi lebih cepat. Keadaan sungai Citepus yang dangkal akibat adanya sampah dan endapan erosi memperparah luapan aliran sehingga timbul banjir. Drainase perkotaan juga tidak berfungsi dengan baik sehingga air tidak mengalir dengan lancar. Perubahan tata guna lahan dari lahan hijau menjadi pemukiman di Bandung utara menjadikan air hujan tidak dapat maksimal mengalami proses infiltrasi dan perkolasi. Topografi mendukung adanya aliran air yang deras ke bagian lembah di wilayah Bandung bagian tengah dan selatan.  Seperti diakui juga oleh BPLHD Jabar bahwa kawasan seperti Pasteur, Pagarsih, Gedebage, dan Antapani merupakan kawasan terendah Bandung dimana diantara keempatnya Gedebage lah yang paling rendah. Dengan topografi yang demikian maka aliran air akan tertumpuk pada kawasan rendah tersebut. Pembangungan perumahan di sekitar Pasteur juga memberikan kontribusi bagi berkurangnya area resapan air.
Berdasarkan prediksi Accu weather untuk kondisi satu minggu ke depan, peluang curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 27 Oktober 2016 sebesar 23 mm, menyusul tanggal 28 Oktober sebesar 22 mm dengan peluang 70%. Pada tanggal tersebut peluang terjadinya guntur sebesar 60% dengan tutupan awan sebesar 96%. Dalam beberapa hari ke depan, tutupan awan di atas Bandung sebesar 81-98%. Berdasarkan indeks iklim BoM Australia, hingga bulan November mendatang, IOD masih bernilai negatif sehingga meningkatkan peluang terjadinya awan-awan konvektif di Indonesia bagian barat. Oleh karena itu maka hujan deras berpeluang besar terjadi di banyak tempat, termasuk Bandung. Hujan akan terus terjadi hingga puncak bulan basah (DJF) saat monsoon Asia menguat. Dengan kondisi yang dijelaskan di atas maka masih banyak peluang terjadinya banjir di kota Bandung bila tidak ada langkah-langkah sigap dalam mengatasinya. Early warning system pun harus dibangun agar tidak sampai timbul korban jiwa dan harta yang lebih banyak. Selain hal tersebut, berikut ini sejumlah langkah yang mungkin bisa ditempuh.
1. Rain harvesting
2. Penggalakan biopori dan sumur resapan
3. Pelebaran gorong-gorong, pembuatan tol air, dan normalisasi saluran drainase
4. Pembangunan pompa air di kawasan rawan banjir
5. Pemetaan kawasan rawan banjir
6. Kebijakan pengaturan tata guna lahan dan penataan kota
7. Reboisasi diperbanyak
8. Mendorong masyarakat untuk sadar lingkungan dan cuaca ekstrim.
Kira-kira demikian yang dibahas dalam waktu singkat tersebut. Tentu masih banyak hal yang belum terbahas atau terlewat". Salam waspada!!

Thursday, October 13, 2016

Bencana alam meteorologi

Bencana alam adalah bencana yang terjadi secara alami. Sehingga kalau kita melakukan pembakaran hutan dan menjadi kebakaran hebat, kebakaran semacam ini bukanlah bencana alam. Beberapa bencana alam meteorologi yang bisa disebut adalah bencana banjir, kekeringan, blizard, badai guntur, tornado, puting beliung, siklon, hujan es yang dahsyat dsb. Di antara bencana alam yang lain, bencana banjir merupakan contoh yang paling populer. Banjir di sini akibat dari meluapnya air dari selokan, kanal-kanal air dan sungai sehingga melanda kawasan di sekitarnya. Faktor penyebab meluapnya air tersebut adalah tingginya intensitas hujan yang terjadi. Fenomena yang terjadi di Pasifik tropis yang dikenal dengan La Nina, memperparah kejadian curah hujan di tanah air. Dipole mode yang terjadi di samudra Hindia yang menunjukkan pola negatif juga mendukung hal tersebut.
Kekeringan merupakan fenomena kebalikan dari banjir. Pada fenomena ini curah hujan jauh berkurang dari biasanya. Penyebab yang sering dikaitkan dengan kekeringan ini adalah El Nino yang terjadi di lautan Pasifik tropis. Saat El Nino, awan hujan di atas wilayah Indonesia bergeser ke arah timur. Apalagi biasanya perairan di wilayah kita dan sekitarnya mendingin, akibatnya sulit untuk  terbentuk hujan.
Blizard merupakan fenomena meteorologi di lintang tengah ketika angin dingin bertiup kencang, visibilitas rendah akibat banyak kabut dan salju.  Jadi merupakan hal yang wajar bila seringkali terjadi kecelakaan kendaraan saat blizard ini terjadi. Lihatlah contoh blizard  di bawah ini:
Badai guntur atau thunderstorm biasanya dipicu oleh awan-awan konvektif seperti kumulonimbus. Dalam awan semacam ini terjadi pemisahan muatan (+) dan (-) sehingga bisa terjadi loncatan muatan yang menyebabkan kilat dan petir baik di dalam awan tersebut, antar awan, maupun antara awan dengan permukaan. Pembahasan tentang petir ini akan disampaikan di waktu mendatang.
Puting beliung, tornado dan siklon merupakan fenomena meteorologi yang dahsyat namun dengan skala ruang/panjang dan waktu yang berbeda serta menyebabkan kerusakan dengan tingkat yang berbeda. Di antara ketiganya, siklon lah yang paling merusak. Di wilayah Indonesia, puting beliung merupakan siklon berskala kecil. 
Hujan es atau hail juga bisa dikatakan bencana alam bila cukup deras. Pada saat panas terik, awan-awan konvektif banyak terbentuk. Bila dalam awan konvektif tersebut terdapat zone dimana suhunya di bawah nol maka peluang terjadinya hujan es sangat besar. Rekor besarnya hail di dunia ini adalah mendekati 1 kg sehingga bila jatuh dan menimpa kaca mobil maka kaca mobil tersebut bisa berlubang.

Wednesday, October 5, 2016

Adakah hubungan antara monsoon, dipole mode dan ENSO??

Ketiga fenomena tersebut (Monsoon, Dipole Mode dan ENSO) sangat seksi untuk diteliti lebih jauh. Monsoon yang banyak berpengaruh pada musim yang bersirkulasi dalam arah utara - selatan (meridional) dan Dipole mode plus ENSO yang berpengaruh pada sirkulasi khususnya yang berarah barat - timur (zonal) seringkali berinteraksi secara unik. El Nino dan Dipole mode (+), El Nino dengan Dipole mode (-), La Nina dan Dipole mode (+), La Nina dan Dipole mode (-), yang berinteraksi dengan monsoon membuat suatu kondisi yang demikian kompleks. Dipole mode yang merupakan fenomena di samudra Hindia ekuator lebih berpengaruh pada sisi Indonesia bagian barat, sedangkan El Nino/La Nina banyak mempengaruhi musim di Indonesia bagian timur. Kedua fenomena tersebut masih belum diketahui bagaimana proses pembentukannya. Yang sudah diketahui dengan cukup baik adalah bagaimana perilaku dan dampak fenomena-fenomena tersebut pada cuaca dan musim di berbagai belahan dunia.
Akan menjadi bahan penelitian yang baik jika kita mampu menggambarkan bagaimana pola interaksi tersebut. Letak zona konvergensi dan divergensi yang ditandai dengan pola perawanan yang terjadi di kawasan tersebut merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji. Coba perhatikan gambar berikut ini. Ketika Dipole mode positif, suhu permukaan laut di wilayah Indonesia rendah sehingga sulit terbentuk awan. Sementara di sebelah timur Afrika ekuator suhu permukaan lautnya lebih tinggi sehingga mudah terbentuk perawanan. Hal yang berlawanan terjadi pada Dipole mode negatif. Wilayah Indonesia dan Australia banyak terbentuk awan.

Saat ini terlihat bahwa zona anomali suhu permukaan laut di Nino 3.4 menunjukkan negatif yang berarti bahwa La Nina sedang terjadi. Karena ini terjadi maka perawanan banyak terbentuk di atmosfer Indonesia. Kombinasi antara Dipole negatif, La Nina, dan monsoon (apalagi bila monsoon Asia) akan membawa pengaruh pembentukan awan hujan yang dahsyat. Beruntunglah bahwa kombinasi seperti ini jarang terjadi sehingga efeknya tidak terlalu dahsyat.
Tertarik untuk meneliti hal ini? Ayo kalau kita mau bersama-sama menelitinya.

Sunday, October 2, 2016

Mengapa sering hujan saat ini di tanah air ??

Bila melihat pola streamline saat ini, mungkin banyak orang berdasarkan buku-buku geografi dan ilmu bumi lainnya, bertanya-tanya ... cuaca di Indonesia seharusnya masih kurang hujan dan masih memasuki musim kemarau. Tapi mengapa ini tidak? Coba lihat link berikut


Angin masih bertiup dari arah tenggara/benua Australia. Tapi coba lihat di link berikut:

Terlihat bahwa bahwa banyak awan tebal yang berpotensi hujan banyak terserak di atas wilayah Indonesia. Wilayah pulau Jawa dan sebagian Sumatera praktis tertutup awan-awan penghasil hujan. Tidak heran di wilayah-wilayah tersebut banyak terjadi hujan dari ringan sampai sangat deras. Kota kalian mengalaminya?? Di Nusa Tenggara Barat dan Timur praktis tidak ada/tidak banyak awan-awan hujan seperti kumulonimbus dan nimbostratus. Oleh karena itu jika kalian saat ini terbang ke beberapa pulau di Indonesia, akan banyak mengalami guncangan pesawat. Tapi percayalah bahwa pesawat saat ini dilengkapi dengan teknologi mutakhir sehingga peluang terjadinya kecelakaan pesawat akibat faktor cuaca bisa diminimalisir.
Mengapa banyak awan di sebagian besar wilayah Indonesia? Ini tak lain karena menghangatnya temperatur permukaan laut di kawasan Indonesia dan sekitarnya, di atas 26oC. Dengan demikian maka terdapat proses transfer panas dan kebasahan ke udara dari permukaan air laut sehingga membentuk awan-awan.

Jadi sekali lagi wajarlah bahwa di wilayah kita banyak awannya yang terdorong oleh angin tenggara sampai barat daya ke atas daratan. Pengaruh topografi juga makin mendukung banyak hujan di bagian windward.
Dipole mode negatif juga mendukung terbentuknya perawanan di barat Sumatera. Kok bisa? Kenapa ya? Coba yang ini jawab ya.
Di Samudra Pasifik ekuator meskipun zona lidah dingin di daerah Nino 3.4 tidak begitu besar namun mengindikasikan masih adanya La Nina di wilayah ini. Coba lihat gambar berikut ini:

Pada saat La Nina biasanya memang wilayah atmosfer Indonesia bertekanan rendah sehingga makin memudahkan terbentuknya perawanan hujan. So sudah jelas khan? Itu saja dulu dech saat ini. Oh ya, masih ditunggu pertanyaan-pertanyaan tentang La Nina sampai pertengahan Oktober ya. Salam sukses selalu.



Sunday, September 4, 2016

Cuaca di Indonesia makin sulit diramal??

Pernah dengar pertanyaan demikian? Pasti pernah khan? Ya ...memang pada kenyataannya demikian. Meskipun teknik dan metode prakiraan cuaca makin canggih yang didukung dengan peralatan baik observasi maupun modelling yang makin canggih pula, namun pada faktanya tetap saja masih sulit mendapatkan hasil prakiraan yang 99% tepat. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya fenomena alam yang belum bisa dinyatakan dengan persamaan pengatur, akumulasi ketidakpastian penggambaran kondisi awal dan syarat batas, dan keterbatasan pemahaman perilaku alam oleh manusia. Superkomputer masih sebatas pada mempercepat proses peramalan dan membantu meningkatkan ketelitian/keakurasian ramalan. Tetapi hal ini tidaklah cukup karena superkomputer juga membutuhkan sumber daya manusia yang canggih pula. Tanpa sumber daya manusia yang terlatih dengan baik maka mustahil diperoleh hasil ramalan yang tepat.