Thursday, December 17, 2015

Distribusi global presipitasi

Saat ini sedang masanya musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun tahukah kalian, bagaimana distribusi global presipitasi? Presipitasi adalah endapan dimana bentuknya bermacam-macam, seperti curah hujan, salju, hail, rime ice, dsb. Dengan demikian bila ada anggapan bahwa presipitasi adalah curah hujan maka anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Namun karena di Indonesia bentuk presipitasi umumnya berbentuk hujan maka orang sering menyamakan antara presipitasi dan curah hujan. No problem. Namun sekali lagi harus disadari bahwa presipitasi tidak hanya berbentuk hujan.
Kembali ke pertanyaan di atas. Dibutuhkan pemahaman tentang lokasi tekanan rendah dan tinggi di dunia ini untuk menduga dimana kira-kira secara klimatologis lokasi dari prespitasi yang besar dan yang kurang. Tekanan rendah terdapat pada lintang rendah (sekitar 0 derajat) dan lintang 60 derajat baik lintang utara maupun selatan sedangkan tekanan tinggi terletak pada lintang 30 dan 90 derajat. Pada wilayah bertekanan rendah, massa udara akan bergerak ke arahnya dan bila ia membawa cukup banyak uap air maka awan-awan akan banyak terbentuk. Ini tidak lain adalah proses konvergensi dan lokasinya ditunjukkan oleh intertropical convergence zone (ITCZ) di lintang rendah. Sedangkan di lintang 60 derajat, terbentuk front yang merupakan pertemuan antara dua massa udara yang berbeda. Di wilayah front ini perawanan juga banyak terbentuk yang berpeluang besar menghasilkan hujan seperti halnya di wilayah ITCZ. Sebaliknya wilayah bertekanan tinggi umumnya langit cerah karena adanya proses sinking (massa udara dari atas bergerak vertikal ke bawah) yang disebabkan karena massa udara di permukaan meninggalkan area tersebut. Proses inilah yang menyebabkan wilayah di sekitar lintang 30 derajat banyak terbentuk gurun pasir. 
Kedua proses tersebut yakni konvergensi dan divergensi inilah yang sangat berperan pada terbentuknya awan-awan dan hujan di suatu kawasan tertentu. Moga-moga hal ini sedikit banyak menjawab pertanyaan tentang distribusi global presipitasi (soal no 13).

Wednesday, December 16, 2015

Cintailah lingkunganmu!

Tentu kita masih ingat beberapa waktu ini El Nino menjadi perbincangan banyak orang apalagi dengan berbagai bencana yang mengiringinya seperti berdampak pada kebakaran hutan dan kekeringan khususnya di wilayah-wilayah bertipe hujan monsoonal di Indonesia. Tidak lain karena bergesernya dan minimnya awan-awan di atas wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan pula kelembapan relatif yang rendah sehingga berdampak pada mudahnya timbulnya  kebakaran. Ketika ramai-ramainya membicarakan El Nino ini, sering kita lupa bahwa setelah El Nino berlalu maka pola monsoonal kembali menguat. Bila ini terjadi maka curah hujan akan kembali normal dan kita harus siap-siap akan datangnya banjir dan tanah longsor. Di beberapa tempat banjir dan longsor telah terjadi. Sering kita tidak siap menghadapi kedua makhluk ini dan terlambat mengantisipasinya sehingga korban harta benda dan nyawa hampir selalu terjadi. Tidak mudah menyadarkan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak menggunduli hutan, memelihara lingkungan agar tetap asri, menjaga agar sungai tetap lancar aliran airnya dan tidak mempersempit lebar sungai dsb. Yang banyak terjadi adalah aktivitas yang berlawanan dengan yang digambarkan di atas. Oleh karena itu, saya mengajak kalian semua untuk makin mencintai lingkungan dan tidak merusak lingkungan karena kita hanya mempunyai satu bumi yang kita tempati bersama.

Wednesday, November 25, 2015

Jangan selalu menyalahkan El Nino

Siapa tidak kenal El Nino dan La Nina? Selama  beberapa puluh tahun kedua makhluk ini  telah menjadi bahan pembicaraan yang menarik bagi para ilmuwan khususnya di bidang oseanografi dan meteorologi. Bahkan kemudian menjadi bahan perbincangan pula di bidang-bidang lain, termasuk di bidang pertanian dan ekonomi. Ribuan penelitian sudah dilakukan menyangkut kedua fenomena yang cukup besar dampaknya bagi kehidupan di muka bumi ini. Seringkali dua fenomena ini dianggap sebagai perusak normalitas cuaca dan iklim. Tidak dapat dipungkiri karena yang selama ini diekspos ke permukaan adalah dampak yang tidak baik yang dibawa oleh kedua fenomena tersebut. Sangat sedikit ilmuwan dan peneliti yang menunjukkan efek positifnya. Yang patut dicatat adalah bahwa kedua hal tersebut tidak berdiri sendiri dalam mempengaruhi cuaca dan iklim suatu tempat. Mereka berinteraksi dengan fenomena lain seperti monsoon, dipole mode, pacific decadal oscillation, north atlantic oscillation, berbagai gelombang dan osilasi yang terdapat di atmosfer dan lain-lain. Oleh karena itu tidak seharusnya kita selalu mempermasalahkan dan menyalahkan El Nino dan La Nina sebagai penyebab kerusakan kesetimbangan cuaca dan musim di muka bumi karena mereka akan selalu hadir di antara fenomena-fenomena lain.

Wednesday, November 18, 2015

Serba serbi El Nino dan La Nina

Sebenarnya saya sudah menulis tentang El Nino dan La Nina hampir dua puluh tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1998 dimana saat itu pemahaman tentang kedua fenomena ini dan dampaknya di Indonesia masih sangat minim. Buku saku "Sudah benarkah pemahaman anda tentang El Nino dan La Nina?" saya tulis karena keprihatinan saya atas berbagai pernyataan yang disampaikan oleh para pejabat pemerintahan dan juga media massa yang tidak benar tentang kedua fenomena ini. Buku saku tersebut setidaknya untuk meluruskan pemahaman mereka. Sampai saat ini buku tersebut masih cukup relevan menjelaskan tentang El Nino dan La Nina meskipun sudah tidak lagi dicetak ulang. Apalagi dengan makin menjamurnya internet maka banyak sumber bisa diakses untuk menjelaskan tentang hal tersebut. Buku saku tersebut sudah banyak tersebar baik di perpustakaan-perpustakaan dalam negeri maupun luar negeri khususnya Australia. Tampilan yang sederhana namun cukup berbobot serta penjelasan yang disampaikan secara ilmiah namun populer menjadi daya tarik buku tersebut. Sudah banyak permintaan dari masyarakat yang disampaikan kepada saya langsung yang meminta saya  untuk melanjutkan tulisan tersebut namun dengan berbagai pertimbangan maka untuk sementara saya belum memenuhi harapan tersebut. Semoga di masa-masa mendatang saya bisa menulis lebih banyak lagi tentang El Nino dan La Nina yang sebenarnya merupakan fenomena yang terjadi di lautan namun berpengaruh banyak pada cuaca dan iklim di banyak tempat di muka bumi ini.

Friday, November 13, 2015

Banjir dan longsor ...itu sudah biasa??

Beberapa waktu ini diperkirakan di banyak tempat sudah memasuki musim hujan. Hujan dan musim hujan yang sangat dirindukan masyarakat setelah sekian lama tidak kunjung datang akibat ulah El Nino. Sekarang ketika sudah memasuki hujan ...tentu hal yang harus menjadi perhatian adalah banjir dan tanah longsor. Berita banjir skala besar memang belum banyak diberitakan oleh media massa, namun bukan berarti bahwa peluang kejadian semacam itu tidak akan terjadi. Bisa jadi akan terjadi walau mungkin tidak dalam jangka pendek (beberapa hari ke depan) mengingat belum merupakan puncak musim hujan. Banjir dalam skala kecil memang sudah beberapa kali terjadi karena aliran sungai meluap atau karena saluran drainase tidak mampu menampung air permukaan yang masuk ke dalamnya. Sedangkan longsor sudah di beberapa tempat diberitakan.
(http://lintas24.com/wp-content/uploads/2015/11/zJdgaOC8mU.jpg)
Sudah waktunya bagi pemerintah daerah untuk menegakkan aturan bagi perusak lingkungan. Pembabatan hutan, perubahan tata ruang yang tidak memasukkan aspek pertimbangan lingkungan di dalamnya, dan buang sampah sembarangan sehingga berdampak pada terganggunya aliran drainase dan sungai-sungai merupakan sedikit contoh yang harus ditertibkan dan diterapkan law enforcement yang masif. Apalagi bila dibangun pemukiman oleh para pengembang di area yang jelas-jelas untuk area konservasi alam maka sudah seharusnya pihak pemerintah daerah berani bersikap tegas. Dengan demikian maka bila ada yang mengatakan bahwa banjir dan longsor itu biasa, itu adalah pernyataan dari orang yang tidak peduli pada lingkungan. Sudah seharusnya bila pernyataannya dibalik menjadi TIDAK banjir dan longsor itu hal yang biasa. Bila terjadi banjir dan longsor maka itu kejadian LUAR BIASA.

Sunday, November 8, 2015

Awal musim hujan telah datang??

Mengamati beberapa citra satelit Himawari 8 akhir-akhir ini yang menunjukkan bahwa di banyak tempat sudah makin banyak awan yang berpotensi hujan menguatkan bahwa memang kelihatannya musim hujan telah tiba. Meskipun hal ini tidak berarti bahwa seluruh wilayah Indonesia mengalami musim hujan saat ini. Hal ini ditunjukkan bahwa, misalnya, di atas wilayah Nusa Tenggara baik Barat maupun Timur tidak banyak awan yang terbentuk yang berpotensi pada turunnya curah hujan. Hari ini (8/11/2015) citra Himawari menunjukkan bahwa pola awan tersebar di atas pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, sedikit Sulawesi, dan Papua meskipun sebagian besar wilayah perairan tertutup Indonesia (laut Jawa sampai Arafura) menunjukkan suhu permukaan laut yang lebih rendah dari pada di sekitarnya. Samudra Hindia menunjukkan suhu permukaan lautnya yang relatif hangat kecuali di sebelah barat daya Sumatera. Meski dipole mode sedikit positif, namun perairan yang hangat di sebelah barat Sumatera memungkinkan untuk banyak terbentuknya awan di kawasan tersebut. Pola streamline masih menunjukkan pola angin timuran yang merupakan transisi dari angin tenggara menuju angin timur laut. Timbulnya vorteks di dekat pulau Kalimantan memungkinkan banyak awan di wilayah tersebut namun diperkirakan menghambat massa udara yang menuju ke selatan seandainya vorteks ini bertahan beberapa hari ke depan. Moga-moga saja dengan makin mendekatnya awal musim hujan yang menunjukkan bahwa monsun lebih perkasa dibanding El Nino seiring dengan makin mendekatnya matahari ke lintang balik selatan akan memenuhi harapan masyarakat akan hujan setelah sekian lama kekeringan melanda Indonesia. Masih menguatnya El Nino di Pasifik ekuator tampaknya akan tidak banyak lagi berpengaruh pada musim di Indonesia di beberapa waktu ke depan meski harus diwaspadai juga perairan di wilayah tertutup Indonesia yang masih mendingin suhu permukaan lautnya dibanding sekitarnya. Untuk skala lokal, pengaruh pegunungan akan meningkatkan peluang terjadinya hujan orografis meskipun mungkin dalam skala yang lebih luas belum memungkinkan terjadinya hujan monsunal. Dengan kata lain, kehadiran pegunungan di suatu wilayah membawa dampak menguntungkan dalam mengurangi pengaruh dari El Nino. Semoga saja begitu!

Friday, October 30, 2015

Sholat istisqo menjelang musim hujan??

Beberapa hari ini di banyak tempat banyak dilakukan sholat istisqo untuk memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk menurunkan hujan di tanah air. Bisa dimaklumi karena setelah sekian lama kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, dan kabut asap melanda wilayah Indonesia dan setelah sekian banyak usaha tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, tiada kata lain lagi selain berserah diri kepada Tuhan dan memohon keridhloanNYA agar diturunkan hujan. Tiada yang salah dengan upaya tersebut, namun sedikit yang menggelitik hati saya adalah "mengapa baru dilakukan sekarang ??". Mengapa tidak dilakukan ketika saat-saat kejadian ekstrim?? Bisa dimaklumi karena kita kurang yakin akan keberhasilannya. Mengapa?? Karena alam sulit sekali atau bahkan tidak mungkin menurunkan hujan saat itu atau peluang turunnya hujan amat sangat kecil. Awan-awan potensial tidak banyak terjadi ditambah faktor-faktor lain seperti kelembapan relatif yang rendah dan sedikitnya inti kondensasi yang higroskopis tidak mendukung terjadinya hujan. Saat ini ketika streamline menunjukkan dominasi pola angin timuran dan bergerak menjadi angin timur laut menyebabkan peluang curah hujan meningkat. Apalagi saat ini matahari sudah bergerak cukup jauh ke selatan yang menguatkan monsoon meskipun diperlemah oleh kejadian El Nino yang makin menguat. Di lepas pantai barat Sumatera di sekitar ekuator banyak terdapat perawanan karena diuntungkan oleh cukup hangatnya perairan di wilayah tersebut dan pola angin tenggara yang menyusur lepas pantai barat Sumatera yang banyak membawa uap air. Dengan demikian jika sekarang-sekarang ini dilakukan banyak sholat istisqo, tingkat keberhasilan menurunkan hujan akan jauh lebih besar ...hehehe. Tak lupa sayapun berdoa semoga upaya-upaya yang selama ini dilakukan untuk mengatasi kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kabut asap dan lain-lain membawa hasil yang optimal. Amin.

Friday, October 23, 2015

Menyerah melawan bencana kabut asap??

Tentu tidak!! Segala upaya harus disinergikan untuk mengatasi kabut asap yang melanda banyak tempat di Indonesia dimana kali ini sejak beberapa hari yang lalu kebakaran dan lahan (karhutla) juga melanda pulau-pulau lain selain Sumatera dan Kalimantan. Sepertinya melihat ketidaktegasan dan ketidaknegarawanan pemerintah dalam memerangi pihak-pihak yang melakukan pembakaran hutan dan semak-semak serta lahan untuk persiapan pertanian dan perkebunan maka semakin banyak tempat-tempat lain yang juga dibakar. Boleh dikata perbuatan tersebut memancing di air keruh. Masyarakat terdampak juga sudah apatis dan pasrah terhadap bencana lingkungan yang disengaja ini meskipun sebagian aktivis lingkungan pantang menyerah menghadapi suasana ini. Tidak ada kata lain selain siap tempur melawan api dan asap. Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah beberapa minggu yang lalu secara bergiliran diterjunkan ke wilayah terdampak untuk mengatasi kabut asap ini. Pembuatan saluran-saluran air yang dibendung untuk menyediakan air jika tempat di sekitarnya terbakar sudah dilakukan meskipun belum merupakan cara jitu dalam mengatasi asap. Hujan buatan juga belum membuahkan hasil optimal karena sedikitnya awan-awan berpotensi hujan. Water bombing terkendala karena sedikitnya armada yang diterjunkan meskipun sudah mendapat bantuan negara-negara sahabat. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa kebakaran hutan dan timbulnya kabut asap ini jauh lebih dahsyat dibanding di negaranya. Bahkan dari beberapa sumber saya peroleh informasi ada armada pesawat yang sudah ditarik kembali ke negaranya.
Yang lebih menyedihkan lagi ada peraturan daerah di propinsi Kalimantan Tengah yang mengijinkan pelaku individu atau perusahaan untuk melakukan pembakaran hutan dan lahan dimana untuk ukuran satu hektar cukup hanya minta ijin ketua rukun tetangga (RT), struktur paling rendah di tingkat desa. Benar-benar menyedihkan dan gila! Hanya orang gila yang bisa membuat aturan semacam itu! Oleh sebab itu sudah seharusnya orang-orang semacam ini diseret ke pengadilan dan hukuman yang setimpal adalah dengan diasapi terus menerus sampai mati.
Kalau kondisinya sudah seperti sekarang ini dimana kabut asap tidak lagi berwarna putih tapi sudah berwarna kuning, lalu apa lagi yang bisa dilakukan? Dengan jumlah penduduk Indonesia yang ratusan juta jiwa dan kebanyakan bisa berpikir, moga-moga banyak solusi yang bisa ditawarkan. Bila semua sumber daya manusia tersebut diberdayakan demikian juga dengan institusi pemerintahnya maka diharapkan muncul solusi-solusi segar dan menjanjikan. Pejabat-pejabat juga harus makin menggunakan rasio dan empatinya dalam mengatasi kabut asap ini. Ini permasalahan bersama, bukan hanya persoalan pemerintah dan partai politik. Saya yakin rakyat tidak peduli dan tidak membeda-bedakan apakah warna baju kalian merah, kuning, hijau, biru dll namun yang pasti mereka mengharapkan bantuan kalian untuk lepas dari masalah tahunan yang makin kompleks ini. Masyarakat juga harus dididik agar menjadi lebih cerdas, bukan masalah dukung mendukung, suka dan tidak suka namun kabut asap ini adalah masalah bersama yang harus dipecahkan. Maka saya menyarankan, kalau tidak mampu menjadi problem solver lebih baik tidak menjadi trouble maker!!