Thursday, December 17, 2015

Distribusi global presipitasi

Saat ini sedang masanya musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun tahukah kalian, bagaimana distribusi global presipitasi? Presipitasi adalah endapan dimana bentuknya bermacam-macam, seperti curah hujan, salju, hail, rime ice, dsb. Dengan demikian bila ada anggapan bahwa presipitasi adalah curah hujan maka anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Namun karena di Indonesia bentuk presipitasi umumnya berbentuk hujan maka orang sering menyamakan antara presipitasi dan curah hujan. No problem. Namun sekali lagi harus disadari bahwa presipitasi tidak hanya berbentuk hujan.
Kembali ke pertanyaan di atas. Dibutuhkan pemahaman tentang lokasi tekanan rendah dan tinggi di dunia ini untuk menduga dimana kira-kira secara klimatologis lokasi dari prespitasi yang besar dan yang kurang. Tekanan rendah terdapat pada lintang rendah (sekitar 0 derajat) dan lintang 60 derajat baik lintang utara maupun selatan sedangkan tekanan tinggi terletak pada lintang 30 dan 90 derajat. Pada wilayah bertekanan rendah, massa udara akan bergerak ke arahnya dan bila ia membawa cukup banyak uap air maka awan-awan akan banyak terbentuk. Ini tidak lain adalah proses konvergensi dan lokasinya ditunjukkan oleh intertropical convergence zone (ITCZ) di lintang rendah. Sedangkan di lintang 60 derajat, terbentuk front yang merupakan pertemuan antara dua massa udara yang berbeda. Di wilayah front ini perawanan juga banyak terbentuk yang berpeluang besar menghasilkan hujan seperti halnya di wilayah ITCZ. Sebaliknya wilayah bertekanan tinggi umumnya langit cerah karena adanya proses sinking (massa udara dari atas bergerak vertikal ke bawah) yang disebabkan karena massa udara di permukaan meninggalkan area tersebut. Proses inilah yang menyebabkan wilayah di sekitar lintang 30 derajat banyak terbentuk gurun pasir. 
Kedua proses tersebut yakni konvergensi dan divergensi inilah yang sangat berperan pada terbentuknya awan-awan dan hujan di suatu kawasan tertentu. Moga-moga hal ini sedikit banyak menjawab pertanyaan tentang distribusi global presipitasi (soal no 13).

Wednesday, December 16, 2015

Cintailah lingkunganmu!

Tentu kita masih ingat beberapa waktu ini El Nino menjadi perbincangan banyak orang apalagi dengan berbagai bencana yang mengiringinya seperti berdampak pada kebakaran hutan dan kekeringan khususnya di wilayah-wilayah bertipe hujan monsoonal di Indonesia. Tidak lain karena bergesernya dan minimnya awan-awan di atas wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan pula kelembapan relatif yang rendah sehingga berdampak pada mudahnya timbulnya  kebakaran. Ketika ramai-ramainya membicarakan El Nino ini, sering kita lupa bahwa setelah El Nino berlalu maka pola monsoonal kembali menguat. Bila ini terjadi maka curah hujan akan kembali normal dan kita harus siap-siap akan datangnya banjir dan tanah longsor. Di beberapa tempat banjir dan longsor telah terjadi. Sering kita tidak siap menghadapi kedua makhluk ini dan terlambat mengantisipasinya sehingga korban harta benda dan nyawa hampir selalu terjadi. Tidak mudah menyadarkan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak menggunduli hutan, memelihara lingkungan agar tetap asri, menjaga agar sungai tetap lancar aliran airnya dan tidak mempersempit lebar sungai dsb. Yang banyak terjadi adalah aktivitas yang berlawanan dengan yang digambarkan di atas. Oleh karena itu, saya mengajak kalian semua untuk makin mencintai lingkungan dan tidak merusak lingkungan karena kita hanya mempunyai satu bumi yang kita tempati bersama.

Wednesday, November 25, 2015

Jangan selalu menyalahkan El Nino

Siapa tidak kenal El Nino dan La Nina? Selama  beberapa puluh tahun kedua makhluk ini  telah menjadi bahan pembicaraan yang menarik bagi para ilmuwan khususnya di bidang oseanografi dan meteorologi. Bahkan kemudian menjadi bahan perbincangan pula di bidang-bidang lain, termasuk di bidang pertanian dan ekonomi. Ribuan penelitian sudah dilakukan menyangkut kedua fenomena yang cukup besar dampaknya bagi kehidupan di muka bumi ini. Seringkali dua fenomena ini dianggap sebagai perusak normalitas cuaca dan iklim. Tidak dapat dipungkiri karena yang selama ini diekspos ke permukaan adalah dampak yang tidak baik yang dibawa oleh kedua fenomena tersebut. Sangat sedikit ilmuwan dan peneliti yang menunjukkan efek positifnya. Yang patut dicatat adalah bahwa kedua hal tersebut tidak berdiri sendiri dalam mempengaruhi cuaca dan iklim suatu tempat. Mereka berinteraksi dengan fenomena lain seperti monsoon, dipole mode, pacific decadal oscillation, north atlantic oscillation, berbagai gelombang dan osilasi yang terdapat di atmosfer dan lain-lain. Oleh karena itu tidak seharusnya kita selalu mempermasalahkan dan menyalahkan El Nino dan La Nina sebagai penyebab kerusakan kesetimbangan cuaca dan musim di muka bumi karena mereka akan selalu hadir di antara fenomena-fenomena lain.

Wednesday, November 18, 2015

Serba serbi El Nino dan La Nina

Sebenarnya saya sudah menulis tentang El Nino dan La Nina hampir dua puluh tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1998 dimana saat itu pemahaman tentang kedua fenomena ini dan dampaknya di Indonesia masih sangat minim. Buku saku "Sudah benarkah pemahaman anda tentang El Nino dan La Nina?" saya tulis karena keprihatinan saya atas berbagai pernyataan yang disampaikan oleh para pejabat pemerintahan dan juga media massa yang tidak benar tentang kedua fenomena ini. Buku saku tersebut setidaknya untuk meluruskan pemahaman mereka. Sampai saat ini buku tersebut masih cukup relevan menjelaskan tentang El Nino dan La Nina meskipun sudah tidak lagi dicetak ulang. Apalagi dengan makin menjamurnya internet maka banyak sumber bisa diakses untuk menjelaskan tentang hal tersebut. Buku saku tersebut sudah banyak tersebar baik di perpustakaan-perpustakaan dalam negeri maupun luar negeri khususnya Australia. Tampilan yang sederhana namun cukup berbobot serta penjelasan yang disampaikan secara ilmiah namun populer menjadi daya tarik buku tersebut. Sudah banyak permintaan dari masyarakat yang disampaikan kepada saya langsung yang meminta saya  untuk melanjutkan tulisan tersebut namun dengan berbagai pertimbangan maka untuk sementara saya belum memenuhi harapan tersebut. Semoga di masa-masa mendatang saya bisa menulis lebih banyak lagi tentang El Nino dan La Nina yang sebenarnya merupakan fenomena yang terjadi di lautan namun berpengaruh banyak pada cuaca dan iklim di banyak tempat di muka bumi ini.

Friday, November 13, 2015

Banjir dan longsor ...itu sudah biasa??

Beberapa waktu ini diperkirakan di banyak tempat sudah memasuki musim hujan. Hujan dan musim hujan yang sangat dirindukan masyarakat setelah sekian lama tidak kunjung datang akibat ulah El Nino. Sekarang ketika sudah memasuki hujan ...tentu hal yang harus menjadi perhatian adalah banjir dan tanah longsor. Berita banjir skala besar memang belum banyak diberitakan oleh media massa, namun bukan berarti bahwa peluang kejadian semacam itu tidak akan terjadi. Bisa jadi akan terjadi walau mungkin tidak dalam jangka pendek (beberapa hari ke depan) mengingat belum merupakan puncak musim hujan. Banjir dalam skala kecil memang sudah beberapa kali terjadi karena aliran sungai meluap atau karena saluran drainase tidak mampu menampung air permukaan yang masuk ke dalamnya. Sedangkan longsor sudah di beberapa tempat diberitakan.
(http://lintas24.com/wp-content/uploads/2015/11/zJdgaOC8mU.jpg)
Sudah waktunya bagi pemerintah daerah untuk menegakkan aturan bagi perusak lingkungan. Pembabatan hutan, perubahan tata ruang yang tidak memasukkan aspek pertimbangan lingkungan di dalamnya, dan buang sampah sembarangan sehingga berdampak pada terganggunya aliran drainase dan sungai-sungai merupakan sedikit contoh yang harus ditertibkan dan diterapkan law enforcement yang masif. Apalagi bila dibangun pemukiman oleh para pengembang di area yang jelas-jelas untuk area konservasi alam maka sudah seharusnya pihak pemerintah daerah berani bersikap tegas. Dengan demikian maka bila ada yang mengatakan bahwa banjir dan longsor itu biasa, itu adalah pernyataan dari orang yang tidak peduli pada lingkungan. Sudah seharusnya bila pernyataannya dibalik menjadi TIDAK banjir dan longsor itu hal yang biasa. Bila terjadi banjir dan longsor maka itu kejadian LUAR BIASA.

Sunday, November 8, 2015

Awal musim hujan telah datang??

Mengamati beberapa citra satelit Himawari 8 akhir-akhir ini yang menunjukkan bahwa di banyak tempat sudah makin banyak awan yang berpotensi hujan menguatkan bahwa memang kelihatannya musim hujan telah tiba. Meskipun hal ini tidak berarti bahwa seluruh wilayah Indonesia mengalami musim hujan saat ini. Hal ini ditunjukkan bahwa, misalnya, di atas wilayah Nusa Tenggara baik Barat maupun Timur tidak banyak awan yang terbentuk yang berpotensi pada turunnya curah hujan. Hari ini (8/11/2015) citra Himawari menunjukkan bahwa pola awan tersebar di atas pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, sedikit Sulawesi, dan Papua meskipun sebagian besar wilayah perairan tertutup Indonesia (laut Jawa sampai Arafura) menunjukkan suhu permukaan laut yang lebih rendah dari pada di sekitarnya. Samudra Hindia menunjukkan suhu permukaan lautnya yang relatif hangat kecuali di sebelah barat daya Sumatera. Meski dipole mode sedikit positif, namun perairan yang hangat di sebelah barat Sumatera memungkinkan untuk banyak terbentuknya awan di kawasan tersebut. Pola streamline masih menunjukkan pola angin timuran yang merupakan transisi dari angin tenggara menuju angin timur laut. Timbulnya vorteks di dekat pulau Kalimantan memungkinkan banyak awan di wilayah tersebut namun diperkirakan menghambat massa udara yang menuju ke selatan seandainya vorteks ini bertahan beberapa hari ke depan. Moga-moga saja dengan makin mendekatnya awal musim hujan yang menunjukkan bahwa monsun lebih perkasa dibanding El Nino seiring dengan makin mendekatnya matahari ke lintang balik selatan akan memenuhi harapan masyarakat akan hujan setelah sekian lama kekeringan melanda Indonesia. Masih menguatnya El Nino di Pasifik ekuator tampaknya akan tidak banyak lagi berpengaruh pada musim di Indonesia di beberapa waktu ke depan meski harus diwaspadai juga perairan di wilayah tertutup Indonesia yang masih mendingin suhu permukaan lautnya dibanding sekitarnya. Untuk skala lokal, pengaruh pegunungan akan meningkatkan peluang terjadinya hujan orografis meskipun mungkin dalam skala yang lebih luas belum memungkinkan terjadinya hujan monsunal. Dengan kata lain, kehadiran pegunungan di suatu wilayah membawa dampak menguntungkan dalam mengurangi pengaruh dari El Nino. Semoga saja begitu!

Friday, October 30, 2015

Sholat istisqo menjelang musim hujan??

Beberapa hari ini di banyak tempat banyak dilakukan sholat istisqo untuk memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk menurunkan hujan di tanah air. Bisa dimaklumi karena setelah sekian lama kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, dan kabut asap melanda wilayah Indonesia dan setelah sekian banyak usaha tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, tiada kata lain lagi selain berserah diri kepada Tuhan dan memohon keridhloanNYA agar diturunkan hujan. Tiada yang salah dengan upaya tersebut, namun sedikit yang menggelitik hati saya adalah "mengapa baru dilakukan sekarang ??". Mengapa tidak dilakukan ketika saat-saat kejadian ekstrim?? Bisa dimaklumi karena kita kurang yakin akan keberhasilannya. Mengapa?? Karena alam sulit sekali atau bahkan tidak mungkin menurunkan hujan saat itu atau peluang turunnya hujan amat sangat kecil. Awan-awan potensial tidak banyak terjadi ditambah faktor-faktor lain seperti kelembapan relatif yang rendah dan sedikitnya inti kondensasi yang higroskopis tidak mendukung terjadinya hujan. Saat ini ketika streamline menunjukkan dominasi pola angin timuran dan bergerak menjadi angin timur laut menyebabkan peluang curah hujan meningkat. Apalagi saat ini matahari sudah bergerak cukup jauh ke selatan yang menguatkan monsoon meskipun diperlemah oleh kejadian El Nino yang makin menguat. Di lepas pantai barat Sumatera di sekitar ekuator banyak terdapat perawanan karena diuntungkan oleh cukup hangatnya perairan di wilayah tersebut dan pola angin tenggara yang menyusur lepas pantai barat Sumatera yang banyak membawa uap air. Dengan demikian jika sekarang-sekarang ini dilakukan banyak sholat istisqo, tingkat keberhasilan menurunkan hujan akan jauh lebih besar ...hehehe. Tak lupa sayapun berdoa semoga upaya-upaya yang selama ini dilakukan untuk mengatasi kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kabut asap dan lain-lain membawa hasil yang optimal. Amin.

Friday, October 23, 2015

Menyerah melawan bencana kabut asap??

Tentu tidak!! Segala upaya harus disinergikan untuk mengatasi kabut asap yang melanda banyak tempat di Indonesia dimana kali ini sejak beberapa hari yang lalu kebakaran dan lahan (karhutla) juga melanda pulau-pulau lain selain Sumatera dan Kalimantan. Sepertinya melihat ketidaktegasan dan ketidaknegarawanan pemerintah dalam memerangi pihak-pihak yang melakukan pembakaran hutan dan semak-semak serta lahan untuk persiapan pertanian dan perkebunan maka semakin banyak tempat-tempat lain yang juga dibakar. Boleh dikata perbuatan tersebut memancing di air keruh. Masyarakat terdampak juga sudah apatis dan pasrah terhadap bencana lingkungan yang disengaja ini meskipun sebagian aktivis lingkungan pantang menyerah menghadapi suasana ini. Tidak ada kata lain selain siap tempur melawan api dan asap. Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah beberapa minggu yang lalu secara bergiliran diterjunkan ke wilayah terdampak untuk mengatasi kabut asap ini. Pembuatan saluran-saluran air yang dibendung untuk menyediakan air jika tempat di sekitarnya terbakar sudah dilakukan meskipun belum merupakan cara jitu dalam mengatasi asap. Hujan buatan juga belum membuahkan hasil optimal karena sedikitnya awan-awan berpotensi hujan. Water bombing terkendala karena sedikitnya armada yang diterjunkan meskipun sudah mendapat bantuan negara-negara sahabat. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa kebakaran hutan dan timbulnya kabut asap ini jauh lebih dahsyat dibanding di negaranya. Bahkan dari beberapa sumber saya peroleh informasi ada armada pesawat yang sudah ditarik kembali ke negaranya.
Yang lebih menyedihkan lagi ada peraturan daerah di propinsi Kalimantan Tengah yang mengijinkan pelaku individu atau perusahaan untuk melakukan pembakaran hutan dan lahan dimana untuk ukuran satu hektar cukup hanya minta ijin ketua rukun tetangga (RT), struktur paling rendah di tingkat desa. Benar-benar menyedihkan dan gila! Hanya orang gila yang bisa membuat aturan semacam itu! Oleh sebab itu sudah seharusnya orang-orang semacam ini diseret ke pengadilan dan hukuman yang setimpal adalah dengan diasapi terus menerus sampai mati.
Kalau kondisinya sudah seperti sekarang ini dimana kabut asap tidak lagi berwarna putih tapi sudah berwarna kuning, lalu apa lagi yang bisa dilakukan? Dengan jumlah penduduk Indonesia yang ratusan juta jiwa dan kebanyakan bisa berpikir, moga-moga banyak solusi yang bisa ditawarkan. Bila semua sumber daya manusia tersebut diberdayakan demikian juga dengan institusi pemerintahnya maka diharapkan muncul solusi-solusi segar dan menjanjikan. Pejabat-pejabat juga harus makin menggunakan rasio dan empatinya dalam mengatasi kabut asap ini. Ini permasalahan bersama, bukan hanya persoalan pemerintah dan partai politik. Saya yakin rakyat tidak peduli dan tidak membeda-bedakan apakah warna baju kalian merah, kuning, hijau, biru dll namun yang pasti mereka mengharapkan bantuan kalian untuk lepas dari masalah tahunan yang makin kompleks ini. Masyarakat juga harus dididik agar menjadi lebih cerdas, bukan masalah dukung mendukung, suka dan tidak suka namun kabut asap ini adalah masalah bersama yang harus dipecahkan. Maka saya menyarankan, kalau tidak mampu menjadi problem solver lebih baik tidak menjadi trouble maker!!

Wednesday, October 14, 2015

Semoga segera musim hujan di Jawa Tengah

Bencana alam kekeringan yang melanda Jawa Tengah saat ini membuat saya ikut ngenes (sedih), apalagi setelah membaca berita bahwa sekian puluh waduk dengan kapasitas total 1,9 milyar meter kubik kini kurang dari separuh kapasitasnya yang tersisa. Bukan tidak mungkin bila curah hujan tidak segera turun, maka banyak waduk yang akan kering kerontang, tidak hanya waduk yang kecil saja tetapi mungkin akan dialami pula waduk-waduk besar. Bisa dibayangkan apa akibatnya jika waduk mengering padahal fungsinya untuk mengairi persawahan dan mungkin pembangkit listrik. Sejak beberapa waktu yang lalu sudah banyak warga masyarakat khususnya para petani yang teriak-teriak untuk minta bantuan mengatasi kekeringan di wilayahnya dan sebagian sudah dipenuhi keinginannya oleh pemerintah pusat dan daerah dengan memberikan bantuan pompa hidran dan sejenisnya, meskipun belum menuntaskan masalah.
Musim hujan dan kemarau
Musim adalah peristiwa dimana sesuatu hal sering terjadi. Musim hujan adalah waktu dimana hujan sering terjadi, sedangkan musim kemarau adalah waktu dimana tidak ada hujan sering terjadi. Setiap tahunnya, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) merilis dua kali informasi tentang prakiraan musim di awal tahun (sekitar Maret/April) dan di pertengahan-menjelang akhir tahun (sekitar Agustus/September). Sebelum merilis prakiraan tersebut, BMKG biasanya mengundang para pakar yang terkait dengan prakiraan tersebut untuk dimintai pendapatnya terkait hasil ramalam musim yang akan diluncurkan ke publik. Harus kita akui bahwa mereka telah bekerja keras untuk menghasilkan ramalan musim meski kadangkala agak meleset. Oleh sebab itu maka sudah seharusnya kita membantu tugas BMKG agar ramalan musim mereka jauh lebih akurat.
Terlepas dari hal di atas, ramalan musim seharusnya bisa sampai kepada petani pada tingkat level bawah. Yang terjadi selama ini, rasanya belum banyak para pelaku petani yang memanfaatkan ramalan musim tersebut dalam aktivitas pertaniannya. Mereka masih sering berpatokan pada pranoto mongso yang keakuratannya saat ini dipertanyakan. Ini tidak lain karena cuaca, musim dan iklim sudah mengalami pergeseran dan perubahan dimana pada tingkat global sudah menjadi bahan pembicaraan sehari-hari para pemimpin dunia dan setiap tahunnya (sekitar November – Desember) dilakukan pembicaraan bersama mengatasi masalah laju variabilitas dan perubahan iklim tersebut beserta dampaknya.Mungkin sudah seharusnya bagi mereka untuk lebih melek cuaca, musim dan iklim dalam aktivitas bertaninya. Untuk melaksanakan hal tersebut maka petugas penyuluh pertanian di tingkat kecamatan dioptimalkan fungsi dan perannya dalam memberikan informasi tentang cuaca, musim dan iklim agar para petani tidak salah dalam memprakirakan/meramal musim untuk memilih waktu tanam dan jenis tanaman yang diusahakannya. Ditangan merekalah sebagian keberhasilan usaha tani terletak. Program-program pertanian di era-era pemerintahan sebelumnya yang baik-baik dan terbukti sukses cobalah diterapkan kembali. 
Kalau dilihat dari citra inframerah satelit Himawari 8 siang ini, terlihat bahwa perawanan hanya sebagian kecil yang menutupi wilayah Indonesia. Hanya sebagian Sumatera, sebagian kecil Papua yang tertutupi oleh awan yang berpotensi hujan. Pulau Jawa praktis relatif bersih dari awan yang berpotensi hujan. Mungkin di atas Jawa Tengah, ada awan-awan rendah namun secara umum sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi hujan. Mengamati pola streamline dalam beberapa hari terakhir dan melihat pola streamline yang dilansir oleh BMKG hari ini untuk prakiraan tanggal 8 Oktober 2015 besok menunjukkan bahwa  angin di wilayah Jawa Tengah lebih banyak berasal dari arah timur dan tenggara. Ini berarti bahwa   musim kemarau masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan. Masih kecil peluang terjadinya musim hujan dalam beberapa waktu ke depan. Belum jelas kapan waktu pastinya. Sebenarnya bila mengingat posisi matahari yang saat ini sudah bergeser ke arah selatan ekuator/katulistiwa maka kemungkinan akan makin mendekat musim hujannya. Apalagi bila mengingat bahwa faktor paling dominan dalam mempengaruhi musim di Jawa Tengah adalah monsoon/monsun/muson. El Nino yang saat ini terjadi di lautan Pasifik tropis pada taraf sedang (moderat) dan Dipole Mode di Samudra Hindia yang menunjukkan tren positif akan memperlemah kekuatan monsoon. Akibatnya secara teoritis monsoon Asia yang biasanya sudah mulai tampak pada bulan-bulan ini menjadi tertunda  waktunya. Monsoon Asia ini biasanya menyebabkan musim hujan di wilayah kita. Ia ditunjukkan oleh angin barat laut untuk wilayah Jawa Tengah. Makin bergesernya wilayah ITCZ (intertropical convergence zone) ke arah selatan ekuator akan makin memberikan peluang makin mendekatnya awal musim hujan. Peluang hujan juga diperbesar dari efek orografi atau pegunungan yang tersebar banyak di Jawa Tengah, apalagi yang menjulang tinggi. Semoga saja hal ini menjadi nyata dan menepis anggapan dan ramalan bahwa masih lama awal musim hujan terjadi. Bukan angin surga, namun seringkali metode dan model ramalan yang begitu canggihnya sekalipun bisa dimentahkan oleh mekanisme alam (sesuai kehendak Illahi) yang mempunyai pola tersendiri yang kadangkala juga anomali (tidak biasanya). Oleh sebab itu tiada salahnya kalau kita berdoa atau sembahyang bersama memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk segera menurunkan hujan di bumi Jawa Tengah. In  sya Allah.
Bandung, 7 Oktober 2015

Benarkah kabut asap akan hilang dalam dua pekan??


Membaca berita Republika tanggal 9 Oktober 2015  tentang target Presiden agar kabut asap hilang dalam dua pekan ke depan, menimbulkan sejumlah pertanyaan dalam diri saya. Alasannya menurut Bapak Presiden adalah karena luas lahan yang terbakar lebih besar dan panas El Nino yang kering. Meskipun istilah panas El Nino yang kering kurang tepat tapi saya tidak bermaksud mempermasalahkannya. In sya Allah saya akan tulis hal tersebut lain waktu. Kembali ke pernyataan di atas, apakah beliau benar-benar sudah dibekali atau setidaknya diberi masukan tentang musim di Sumatera Selatan? Apakah yang diucapkannya sudah benar-benar dipikirkan, atau hanya sekedar tebak-tebakan? Atau seperti yang sudah-sudah seperti pernah beliau katakanan dan seringkali menjadi cibiran orang dalam media sosial yang katanya “ndak mikir”  alias asal ngomong atau asal bertindak tanpa mikir? Saya berpikir positif bahwa ucapan beliau benar-benar telah melalui pemikiran yang matang.
Tujuan tulisan ini adalah setidaknya memberi pandangan bahwa hampir mustahil dengan upaya manusia, misal dengan water bombing, yang akan coba dilakukan pemerintah dengan bantuan Negara-negara lain tanpa memperhitungkan musim hujan. Kejadian kabut asap (kabas) yang terjadi di Indonesia sangat berbeda dengan kejadian asap yang terjadi di Negara lain karena wilayah mereka tidak bergambut. Di Negara kita, kabas banyak diakibatkan oleh masih membaranya gambut di bawah permukaan. Jadi meskipun di atas permukaan titik api sudah tidak terlihat, namun di bawah permukaan masih tersisa titik-titik api yang membutuhkan waktu lama untuk padam bila di atas permukaan tidak benar-benar basah. Pengusahaan areal pertanian, perkebunan, dan hutan yang tidak tepat sering mengakibatkan kejadian yang berulang setiap musim kemarau panjang tersebut. Banyak para pengusaha perkebunan dan pertanian di sana yang membangun saluran air untuk mengeringkan lahan sehingga air dari sekitarnya masuk ke saluran air tersebut. Masalahnya ketika air tersebut terus menerus dialirkan tanpa ditampung/dibendung maka air tidak tersedia ketika  saat dibutuhkan seperti misalnya pada saat kebakaran. Mengingat lahan gambut mempunyai karakteristik tersendiri maka asap masih tetap mengepul meskipun di atas permukaan sudah padam.
Jumlah dua belas ton memang cukup banyak namun bila dibandingkan dengan hasil hujan buatan yang bisa mencapai milyaran liter, tentu bukan angka yang besar. Dengan beberapa (misal 10 pesawat water bombing) dengan kapasitas 12-15 ton, dibutuhkan lebih dari sepuluh ribu kali penerbangan untuk memperoleh jumlah air yang sama dengan hasil yang dicapai dengan hujan buatan. Namun bukan tidak ada salahnya cara ini juga dilakukan mengingat awal musim hujan juga nampaknya belum bisa dengan pasti  kita tentukan meskipun klimatologinya kita sudah tahu. Optimis dengan mengatakan bahwa dalam 2 pekan ke depan permasalahan kabas bisa kita atasi merupakan pernyataan yang berlebihan dan hanya tebak-tebakan belaka. Coba kita lihat bagaimana pola streamline dan satelit di bawah ini. Streamline atau mudahnya garis arah angin bertiup dengan kecepatan tertentu untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan menunjukkan bahwa pola angin tenggara yang kurang membawa uap air bertiup di atas wilayah ini. Saya menduga dalam dua minggu ke depan pola angin ini masih dominan semacam ini. Menguatnya suhu permukaan laut di Pasifik tropis yang diduga sampai bulan Pebruari 2016 mendatang ditambah sedikit lebih rendahnya suhu permukaan laut di Samudra Hindia khususnya di barat Sumatera dibanding wilayah ekuatorial sebelah timur Afrika kurang memberi dampak positif bagi perkembangan awan hujan di Sumatera bagian selatan dan Kalimantan. Namun demikian kita masih bersyukur bahwa pengaruh monsoon/monsun/muson masih jauh lebih perkasa dibanding dengan El Nino, Dipole mode atau yang lain. Pola curah hujan monsunal yang dialami oleh sebagian wilayah Indonesia bagian selatan ekuator memang akan diperlemah oleh keberadaan El Nino, namun bukan tidak mungkin untuk tahun ini akan berbeda dengan dampak El Nino seperti sebelum sebelumnya. Ini mengingat karakteristik El Nino yang tidak sama untuk setiap kejadiannya atau bersifat unik.
BMKG telah melakukan prakiraan atau ramalan musim dimana untuk bulan Oktober ini wilayah Sumatera Selatan masih kecil peluang terjadinya hujan. Hujan yang mungkin terjadi adalah hujan rendah yang kurang dari 100 mm. Dilihat sebarannya maka makin ke arah pantai barat curah hujan bulan Oktober diramal meningkat. Kebanyakan wilayah Sumatera Selatan memang masih akan kurang sekali curah hujannya. Sedangkan makin ke utara dari Sumatera selatan kemungkinan sudah mulai banyak mengalami hujan cukup besar. Meskipun kondisi di Sumatera Selatan belum menggembirakan namun bila wilayah konvergensi makin bergerak ke selatan seiring dengan posisi matahari yang mulai beranjak ke selatan ekuator, maka bukan tidak mungkin ramalan musim akan terjungkirbalikkan. Semoga saja bukan hanya hujan saja yang datang namun musim hujan segera berkunjung ke tanah air tercinta. Bila ini benar maka boleh saja menganggap bahwa kabas segera hilang dari pandangan, namun yang harus diingat bahwa ini bukan hanya atas usaha seseorang atau instansi atau bantuan Negara lain namun  terutama karena memang alam.(dan penciptanya!) memang sudah menunjukkan kuasanya.
Bandung, 10 Oktober 2015

Sunday, October 11, 2015

Jawa Barat, sudahkah memasuki musim hujan??

Keadaan yang selalu didambakan ketika kekeringan melanda wilayah kita adalah kapan musim hujan datang? Sesuatu yang sangat wajar mengingat air merupakan salah satu sumber kehidupan di bumi. Tanpa air, sulit makhluk hidup akan tumbuh dalam jangka waktu lama. Ketika sesuatu menjadi demikian sulitnya diperoleh maka sesuatu tersebut akan menjadi hal yang sangat didambakan banyak orang. Kali ini yang menjadi dambaan semua orang adalah hujan. Tidak hanya para petani yang menginginkan hujan untuk mengairi sawahnya, ibu-ibu rumahtangga pun juga menantikannya. Tidak lain tidak bukan karena biasanya di banyak tempat ketika terjadi kekeringan, mereka harus menyisihkan uang untuk membeli air untuk keperluan mandi, cuci, kakus dan yang terutama untuk minum dan memasak. Bagi mereka-mereka golongan menengah atas, hal semacam ini tidak menjadi masalah namun bagi golongan ekonomi bawah, ini menjadi masalah besar. Permasalahan ini juga mengemuka untuk dinas penyedia air minum karena sumber air yang diolah untuk bisa dikonsumsi manusia melalui pipa-pipa ledeng menjadi berkurang debitnya sehingga kadangkala harus mati bergiliran. Pada skala yang lebih besar, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) juga akan terpengaruh karena debit air untuk menggerakkan turbin menjadi jauh berkurang. Kalau pasokan listrik terganggu maka banyak sector kehidupan manusiapun juga ikut terganggu, bahkan untuk menghidupkan internet atau HP pun akan menjadi masalah.
Oleh karena itu maka sekali lagi menjadi amat wajar jika musim hujan yang mensuplai air bagi segenap kehidupan menjadi sesuatu yang sangat dinantikan. Masalahnya, kapan itu terjadi? Di Jawa Barat, kapan musim hujan terjadi ketika El Nino di samudra Pasifik tropis ekuator menguat?
Musim hujan
Musim hujan artinya bahwa hujan menjadi sering terjadi, sama saja dengan istilah musim durian, musim mangga dll yang artinya saat tersebut durian dan mangga menjadi mudah untuk dijumpai.  Hujan merupakan salah satu jenis presipitasi (endapan) yang berwujud air cair. Bentuk presipitasi yang lain adalah salju, hujan es, embun, embun beku, hujan beku dan sebagainya. Di antara sekian banyak jenis presipitasi ini, hujan lah yang paling umum kita kenal dan alami. Di Indonesia kita kenal tiga jenis penyebab hujan yakni hujan karena proses orografis, konvektif dan konvergensi. Sebenarnya ada satu lagi jenis penyebab hujan yakni front namun jenis ini tidak kita kenal atau alami. Jenis hujan front ini banyak terjadi di lintang tengah (30-60o lintang). Hujan orografis banyak terbentuk di wilayah pegunungan akibat dari pengangkatan massa udara yang mengandung uap air karena efek orografi/pegunungan. Setelah mengalami penjenuhan maka terbentuk awan yang berpeluang menjadi hujan di sisi arah angin (windward). Hujan konvektif terjadi akibat proses konvektif ketika suatu permukaan mengalami pemanasan dari radiasi matahari, terjadi penguapan vertical dan akhirnya setelah mengalami kejenuhan maka terbentuklah perawanan konvektif yang bisa menghasilkan hujan. Hujan konvergensi banyak terbentuk di wilayah ITCZ (intertropical convergence zone) yang lokasinya bergantung pada letak semu matahari berada di mana. Bila matahari di sebelah selatan ekuator/katulistiwa maka ITCZ berada di selatan, sedangkan saat matahari berada di utara ekuator maka ITCZ pun berada di utara ekuator. Meskipun demikian secara klimatologis umumnya ITCZ berada di utara ekuator yang disebabkan karena kebanyakan wilayah daratan berada di utara ekuator dan sifat dari daratan yang mempunyai kapasitas panas yang lebih kecil daripada lautan.
Jawa Barat mempunyai jenis pola curah hujan monsoonal yakni pola curah hujan yang sangat dipengaruhi oleh monsoon, sama seperti Sumatera bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi, sebagian Papua, seluruh Jawa sampai Nusa Tenggara timur. Monsoon atau monsun atau muson terjadi karena tingkat tanggapan  permukaan daratan dan lautan yang berbeda terhadap radiasi matahari. Monsun tenggara terjadi ketika matahari berada di utara ekuator dan sering menyebabkan musim kemarau di Indonesia. Ini karena monsun tenggara ini tidak membawa banyak uap air. Sebaliknya monsun barat laut (penyebutan untuk yang tinggal di pulau Jawa) banyak membawa uap air sehingga pada saat tersebut biasanya banyak hujan terjadi. Ini normalnya terjadi pada bulan-bulan Oktober sampai April.
Perhatikan citra inframerah satelit Himawari tertanggal 3 Oktober 2015 jam 11 GMT (18 WIB)  ini. Citra ini menunjukkan bahwa tekanan rendah terjadi di belahan utara ekuator yang ditandai oleh distribusi perawanan yang banyak terbentuk di sana. Di sebelah timur laut Papua juga perawanan banyak terjadi meskipun tidak sebanyak yang disebut pertama. Di sebagian pulau memang terbentuk perawanan namun barangkali tidak banyak membawa dampak curah hujan. Di Jawa Barat, barangkali memang terdapat awan-awan namun mungkin awan-awan rendah yang pertumbuhan vertikalnya kecil. Malah bisa dikatakan relative bersih dari awan. Memperhatikan langit beberapa hari ini, di atas Bandung memang terdapat banyak awan meskipun masih belum banyak menghasilkan hujan selain membawa pengaruh lebih lembap dan dingin daripada biasanya. Melihat streamline yang diperlihatkan pada gambar di bawah menunjukkan bahwa masih sulit untuk mengharapkan musim hujan terjadi dalam waktu dekat. Hujan bisa saja terjadi, namun belum tentu telah masuk musim hujan. Ini tidak lain karena massa udara masih bergerak dari tenggara dari wilayah Australia yang masih belum banyak mengandung uap air. Berbeda halnya bila angin telah bertiup dari barat laut kea rah tenggara khususnya di wilayah selatan ekuator. Menurut BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi  dan Geofisika), suatu daerah telah memasuki awal musim hujan bila pada suatu dasa harian (10 hari) curah hujannya lebih dari 50 mm yang diikuti oleh minimal 2 dasa harian berikutnya. Oleh karena itu biasanya untuk mengetahui apakah suatu daerah telah memasuki musim hujan atau belum, baru bisa diketahui minimal satu bulan sesudahnya. Suatu penentuan yang terlalu lama. Harus dicari metode lain yang lebih singkat dalam menentukan awal musim.
Pertanyaan yang kemudian menarik adalah mengapa kemarin-kemarin saat dilaksanakan hujan buatan tidak membawa hasil yang optimal meskipun telah diupayakan agar yang disemai adalah awan-awan potensial seperti awan orografis.  Ini kemungkinan tidak lain karena kelembapan relative udara minimal tidak tercapai atau di dalam awan-awan yang dianggap potensial tersebut tidak terbentuk proses tumbukan dan tangkapan yang memperbesar peluang terjadinya hujan. Perlu diketahui bahwa proses hujan buatan tidak sekedar menabur garam dapur ke udara sehingga terbentuk hujan. Hujan buatan akan berhasil bila syarat-syaratnya terpenuhi yakni adanya awan potensial, kelembapan relative udara cukup tinggi, dan ada inti kondensasi yang higroskopis (menyerap air).  Bila salah satu saja dari ketiganya tidak terpenuhi, sulit untuk mengharapkan keberhasilan hujan buatan. Untuk menghalau asap di Sumatera dan Kalimantan juga sulit karena tidak terpenuhinya semua syarat tersebut.
Kesimpulan
Kembali untuk menjawab pertanyaan di atas. Apakah Jawa Barat khususnya Bandung sudah memasuki musim hujan mengingat beberapa hari yang lalu sudah diguyur hujan? Nampaknya kita masih harus bersabar beberapa waktu ke depan mengingat pola streamline menunjukkan dominasi angin tenggara dan sedikitnya perawanan yang terjadi (khususnya awan vertical semacam cumulus dan cumulonimbus). Apalagi El Nino juga masih menguat (diperkirakan sampai dengan Pebruari 2016) dan Dipole Mode yang ada di samudra Hindia yang menunjukkan nilai positif. Meskipun efek monsun dalam basis bulanan merupakan faktor dominan penyebab hujan di Jawa Barat, namun kekuatannya diperlemah oleh kehadiaran El Nino dan Dipole Mode positif. Kita tidak boleh putus harapan, meskipun mungkin belum memasuki musim hujan namun bila setidaknya dalam seminggu terjadi sekali saja hujan yang deras maka bisa mengurangi dampak kekurangan air atau kekeringan selama ini. Cara seperti sholat istisqa bisa saja dilaksanakan, setidaknya beberapa kali terbukti bahwa hujan terjadi dalam waktu yang berdekatan dengan sholat tersebut. Siapa tahu dengan meminta kepada yang Maha mengatur alam semesta ini, hujan bisa terjadi.
Bandung, 3 Oktober 2015
(diedit dan diterbitkan di harian Pikiran Rakyat 5/10/2015 dengan judul: Kapan Musim Hujan?)

Wednesday, September 23, 2015

Meteorologi itu ilmu penunjang kehidupan

Cuaca adalah keadaan udara  pada suatu tempat dan waktu tertentu. Setiap hari tidak ada satu makhluk hiduppun yang tidak mendapatkan pengaruh cuaca. Respon manusia terhadap cuaca ini bermacam macam. Manusia memakai payung saat panas atau hujan, memakai baju dengan bahan  tertentu, membangun rumah dan gedung, berekreasi, melaksanakan perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat udara atau kapal laut dan sebagainya selalu memperhatikan cuaca. Pendek kata, setiap kegiatan di luar dan di dalam gedung/ rumah selalu bersinggungan dengan pengaruh cuaca. Orang mengenal cuaca umumnya adalah dari televisi, radio, koran dan internet. Kita bisa saksikan di TVRI setiap hari ditayangkan berita cuaca, demikian pula di stasiun-stasiun televisi yang lain walau hanya sekilas. Di koran-koran juga berita ramalan cuaca ini disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk yang sederhana sekali. Biasanya ramalan cuaca ini menyatakan kondisi temperatur, perawanan/ hujan, arah dan kecepatan angin dan kadang-kadang kelembapan relatif.  Berbeda dengan lintang menengah atau tinggi yang biasanya menyatakan juga kondisi front, di Indonesia tidak menyampaikan hal ini karena memang tidak mengalami adanya front.  Kadangkala disampaikan pula kondisi khusus tentang kemungkinan adanya puting beliung. Penyampai berita cuaca di televisi sebenarnya merupakan profesi yang bisa menghasilkan uang, namun di negara kita hal ini belum lumrah. Banyak pembawa berita cuaca di negara-negara tertentu adalah para wanita cantik dan sexy untuk menambah daya tarik acara yang disampaikan. Bahkan karena profesi ini menarik, putra mahkota kerajaan Inggris yakni Pangeran Charles mencoba menjadi penyampai berita cuaca di BBC. Lihatlah foto di bawah ini ketika ia beraksi di depan kamera.

Kondisi  cuaca yang kita kenal biasanya menyatakan keadaan perawanan, hujan, arah dan kecepatan angin, radiasi matahari, kelembapan, suhu atau temperatur, dan tekanan.  Di antara parameter-parameter cuaca ini, tampaknya yang paling mendapatkan perhatian di negara kita adalah curah hujan, terutama akibat yang ditimbulkannya yang sering membawa dampak merugikan. Bila hujan tidak turun dalam jangka waktu tertentu, hampir pasti kekeringan terjadi dimana-mana, sedangkan bila hujan terus menerus terjadi maka akan menyebabkan banjir yang bisa menelan korban jiwa. Sehingga adalah wajar bila curah hujan ini mendapat perhatian utama masyarakat dan pemerintah, selain juga bahwa curah hujan inilah yang secara meteorologis dan klimatologis merupakan parameter paling penting di daerah tropis, khususnya di wilayah kita. Darinya kita bisa mengungkap sejumlah fenomena lain yang terjadi di atmosfer, seperti misalnya osilasi dan gelombang-gelombang di atmosfer, fenomena skala sinoptik, bahkan untuk mengungkap kejadian di lautan seperti El Nino dan La Nina (ENSO : El Nino and Southern Oscillation) di samudra Pasifik dan Dipole Mode di samudra Hindia dll. Oleh karena itulah maka biasanya di antara parameter cuaca yang lain, parameter curah hujan inilah yang paling sering diamati. Kemarin (21/9) hujan merata di Bandung terjadi namun ini tidak berarti telah memasuki musim hujan karena berdasarkan kriteria yang ditetapkan BMKG, awal musim hujan itu baru dapat kita ketahui sebulan yang akan datang. Untuk mengetahui lebih jelasnya, anda bisa kontak saya.
Kecelakaan-kecelakaan transportasi di berbagai tempat banyak juga yang disebabkan oleh faktor cuaca yang buruk. Pesawat jatuh di Papua banyak terjadi akibat cuaca yang berubah-ubah dengan cepat. Tabrakan kapal sering terjadi karena kabut yang tebal yang membatasi jarak pandang horizontal (visibilitas).  Daerah-daerah yang berbukit-bukit atau daerah pegunungan sering diselimuti oleh kabut sehingga biasanya kendaraan yang melintasinya harus berhati-hati dan menyalakan lampu yang berwarna kuning.
Di AS selama musim dingin tahun 1977, 1978 dan 1979 cuaca dingin yang sangat hebat terjadi khususnya di Amerika bagian tengah dan timur sehingga menyebabkan impor minyak menjadi sangat tinggi. Hal ini semakin memperburuk neraca perdagangan yang saat itu sedang tidak menguntungkan dan menyebabkan anjloknya nilai dollar sampai sangat rendah dalam pertukaran internasional (Neiburger, 1995).
Dengan demikian maka sadar ataupun tidak sadar setiap kegiatan manusia sangat terkait dengan cuaca. Ilmu yang mempelajari cuaca disebut sebagai meteorologi.  Meteorologi ini mencakup terapan yang sangat luas dan biasanya penamaannya sesuai dengan aplikasinya. Misalnya ada meteorologi pertanian, meteorologi penerbangan, meteorologi maritim, meteorologi kesehatan, meteorologi rekayasa, hidrometeorologi, meteorologi asuransi dan lain-lain. Meteorologi yang mempelajari wilayah tropis kita sebut meteorologi tropis. Meteorologi yang mempelajari ruang lingkup dari mulai skala kecil sampai besar kita sebut meteorologi mikro, meteorologi meso, meteorologi regional dan meteorologi global. Tidaklah mengherankan karena menguasai hajat hidup orang  sedunia maka didirikan wadah untuk mengaturnya yakni World Meteorological Organization (WMO), satu-satunya  organisasi profesi di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). 

Saturday, September 19, 2015

Mungkinkah??

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan SMS berantai yang isinya berupa ajakan untuk menempatkan satu ember air bercampur garam di depan rumah  mulai jam 10 (mengingat penguapan banyak terjadi jam 11-13 wib) serempak pada hari Sabtu minggu lalu. Ini dimaksudkan agar segera tercipta jutaan kubik uap air di atmosfer sehingga terbentuk hujan untuk menghadapi kemarau panjang dan kabut asap yang kian parah. SMS ini bergulir liar ke siapa saja. Masalah apakah himbauan ini dilaksanakan atau tidak, bukan tujuan saya tulis dan bahas hal ini.
Perlu diketahui bahwa sepanjang waktu, terjadi penguapan dari laut dan badan-badan air di daratan serta seluruh permukaan bumi yang terkena sinar matahari. Oleh karena itu maka jutaan meter kubik setiap harinya menguap ke atmosfer dan memperlembap udara khususnya di lapisan troposfer. Jumlah uap air di atmosfer kurang lebih 0-4% ppmbv. Di wilayah tropislah uap air banyak terdapat di atmosfer. Jadi jika dibandingkan dengan langkah-langkah himbauan di atas, maka boleh dikatakan akan kurang membawa hasil apalagi tidak banyak yang mengikuti himbauan tersebut. Air garam yang ada di ember akan lebih sulit menguap dibanding dengan air biasa dan bilapun menguap maka garam akan terendapkan. Mengapa air garam?? Saya pikir orang atau organisasi yang melakukan himbauan tersebut mungkin berpikir bahwa cara tersebut sama seperti proses hujan buatan dengan menebar garam dapur di atmosfer. Dengan luas area yang sangat kecil (ember) sulit untuk terjadi penguapan mengingat semakin lebar permukaan maka semakin cepat terjadinya peluang penguapan. Waktu penguapan terbesar biasanya terjadi pada tengah hari ketika matahari ada di atas kepala kita dan penguapan tersebut membutuhkan proses. Ini tidak lain karena selain radiasi matahari, penguapan juga dipengaruhi oleh angin yang membawa panas serta temperatur udara. Dibutuhkan waktu yang lama agar terjadi penguapan serta hanya sedikit yang bisa teruapkan dari ember, misal katakanlah 1 mm. Dengan diameter ember 50 cm dan hanya diikuti seratus orang misalnya maka bisa dihitung hanya berapa meter kubik (tidak sampai 1 meter kubik)  uap air yang teruapkan ke udara. Kalaupun diikuti satu juta orang, dengan ukuran ember yang sama maka baru ribuan meter kubik yang menguap. Asumsi itupun sangat amat sulit terealisir karena amat sangat tidak mudah menggerakkan masyarakat untuk turut berpartisipasi untuk hal semacam itu. Saya tidak bermaksud untuk meremehkan orang atau organisasi  yang membuat SMS berantai tersebut, tetapi saya berkeyakinan mustahil hal ini terealisir. Boleh-boleh saja menghimbau masyarakat untuk berbuat sesuatu menanggapi permasalahan nasional kekeringan panjang dan asap namun seharusnya memilih cara-cara yang lebih cerdas tidak sekedar hanya mencari popularitas. Cara yang lebih cerdas untuk mengatasi kekeringan misalnya dengan gerakan hemat air, pengolahan dan pemanfaatan air  limbah untuk tujuan pertanian, desalinisasi air laut dll. Untuk mengatasi asap dilakukan dengan law enforcement, pencegahan pengusahaan area lahan gambut, penciptaan teknologi pelenyap asap dll. Meskipun usaha-usaha semacam itu membutuhkan effort yang sangat besar, namun sudah tugas pemerintah untuk melaksanakannya dengan partisipasi dari masyarakat luas. Untuk saudara-saudara kita yang masih mengalami permasalahan kekeringan dan asap, jika tidak bisa lagi yang bisa dilakukan maka berdoalah agar hujan segera mengguyur wilayah Indonesia tercinta. Amin. 

Tuesday, September 8, 2015

Bencana asap dan kemungkinan pelenyapannya

Sudah beberapa waktu ini, sebagian pulau Sumatera dan Kalimantan diselimuti oleh asap cukup tebal. Berita-berita yang disampaikan melalui harian Kompas menunjukkan bahwa aktivitas penerbangan dan aktivitas masyarakat luas lainnya sangat terganggu. Seorang saudara yang tinggal di Pekanbaru Riau misalnya, mengeluhkan kondisi ini. Sudah sejak hari Rabu kemarin, udara panas sekali, gerah, sesak napas, menjemur selimut cepat kering, dan dikhawatirkan beberapa waktu ke depan sumurnya cepat kering. Jadi lengkaplah sudah penderitaannya, apalagi kadangkala listrik mati secara bergilir. Dia mengatakan bahwa bila orang tidak punya genset maka akan makin merana.
Asap banyak berasal dari pembakaran hutan, semak belukar, lahan yang dilakukan oleh banyak pihak baik pengusaha besar dan kecil maupun oleh masyarakat sendiri. Sadar tidak sadar dampaknya sebenarnya mereka juga rasakan, namun sepertinya hal itu tidak membuat kapok untuk melakukannya. Seolah-olah itu sudah merupakan agenda rutin setiap musim kemarau untuk membuka lahan baru pertanian/perkebunan atau sekedar membersihkan ladang dengan ongkos yang murah. Mungkin juga masyarakat sudah apatis dengan agenda tahunan yang tidak disukai ini. Pemerintah daerah pun sepertinya sudah kehabisan akal bagaimana mencari solusi terbaik, toh nantinya juga akan hilang dengan sendirinya seiring dengan datangnya musim hujan.
Tinjauan meteorologis
Dilihat dari citra satelit Himawari 8 infra merah di bawah ini terlihat bahwa pada hari Sabtu 5 September 2015, wilayah Asia tenggara sebagian diliputi oleh awan. Sebagian Sumatera bagian Utara, Kalimantan bagian Utara (Negara tetangga), dan Papua bagian Utara terdapat area yang diselimuti oleh perawanan yang berpotensi hujan. Namun kita lihat bahwa wilayah Indonesia bagian selatan ekuator, praktis tidak terlihat perawanan yang timbul. Mungkin pula terdapat awan-awan rendah di beberapa tempat meskipun tidak berpeluang terjadinya hujan. Mengingat bahwa di Samudra Pasifik sedang terjadi El Nino pada taraf sedang, maka hal ini bisa dimaklumi karena El Nino berpengaruh pada bergesernya perawanan di wilayah Indonesia menuju ke timur, meskipun pada citra satelit di bawah tidak begitu terlihat. Biasanya bila El Nino terjadi pada taraf lemah sampai sedang, maka terjadi kekeringan di wilayah selatan Sumatera, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi, Maluku dan Papua bagian selatan, serta Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kekeringan makin menguat seiring dengan peningkatan taraf El Nino, seperti yang terjadi saat ini. Karenanyalah maka kekeringan yang terjadi memperbesar peluang terjadinya kebakaran hutan baik di wilayah Sumatera maupun Kalimantan, bahkan juga di Jawa Tengah seperti yang dilaporkan harian ini beberapa waktu yang lalu.
Hujan buatan
Sebagian masyarakat seringkali mempertanyakan kepada pemerintah daerahnya mengapa tidak dilakukan hujan buatan. Ini bisa dimaklumi mengingat persepsi masyarakat bahwa yang namanya hujan buatan ya membuat hujan dengan menaburkan garam di langit, tidak peduli kapanpun waktunya. Pemahaman ini sebenarnya salah besar. Yang namanya hujan buatan itu tidak lalu membuat hujan seperti halnya membuat kue yang semua bahannya bisa disediakan, namun dibutuhkan “bahan-bahan” yang tidak selamanya tersedia di alam. Awan potensial, kelembapan relative udara  yang besar, dan inti kondensasi yang bersifat higroskopis artinya yang mudah menyerap uap air. Awan potensial adalah awan-awan yang mempunyai pertumbuhan vertical cukup besar dan mengandung tetes-tetes awan yang cukup mudah untuk ditingkatkan ukurannya menjadi tetes hujan dengan inti kondensasi. Inti kondensasi yang dipilih biasanya adalah garam dapur dan urea. Dengan menaburkan garam dapur tersebut ke dalam awan potensial (biasanya awan jenis cumulus) maka diharapkan tetes-tetes awan tersebut akan tumbuh menjadi tetes hujan melalui proses tumbukan dan tangkapan. Proses updraft dan gravitasi dalam awan berpeluang untuk memperbesar ukuran tetes sehingga hujan bisa terjadi.

Namun masalahnya dalam kasus kebakaran hutan yang menghasilkan asap di Sumatera dan Kalimantan adalah kelembapan udara yang belum memungkinkan untuk terjadinya proses di atas. Meskipun aerosol banyak dihasilkan dari kebakaran hutan, namun ia tidak bisa bertindak sebagai inti kondensasi yang higroskopis. Dibutuhkan kelembapan relative yang lebih tinggi agar tercapai kejenuhan untuk aerosol-aerosol yang berukuran besar dalam lingkungan atmosfer yang tidak homogen. 
Dilihat dari pola angin yang saat ini bertiup dari Tenggara maka kecil peluang untuk terjadinya hujan di banyak tempat di Indonesia. Ini karena umumnya angin tenggara tidak banyak membawa uap air. Dibanding dengan El Nino, sebenarnya pengaruh monsoon ini jauh lebih besar bagi pembentukan musim di Indonesia. Tetapi El Nino menyebabkan pengaruh monsoon melemah di sebagian besar wilayah berpola curah hujan monsoonal. Curah hujan umumnya berkurang beberapa puluh persen dari nilai normalnya sehingga biasanya sampai timbul kekeringan bila El Nino berlangsung pada musim kemarau. Pada kondisi saat ini, pola angin tenggara yang bertemu dengan angin timur laut terjadi di belahan bumi utara. Hal ini akibat gerak semu matahari yang saat ini berada di belahan bumi utara. Seiring dengan makin mendekatnya matahari menuju ekuator dan kemudian berlanjut ke selatan, maka peluang curah hujan di wilayah kita juga akan meningkat. Oleh karena itu maka mungkin masih butuh sebulan sampai dua bulan (bahkan bisa lebih lama) agar curah hujan sampai di pulau Jawa. Masyarakat wilayah Sumatera dan Kalimantan yang saat ini masih banyak diselimuti asap hendaknya bersabar jika ingin asap hilang dari pandangan. Pemerintah daerah seyogyanya mengupayakan agar pembakaran hutan dan semak belukar oleh oknum pengusaha dan masyarakat bisa dihentikan. Law enforcement harus benar-benar ditegakkan agar tidak ada lagi oknum nakal penyebab asap berkeliaran dan menimbulkan efek jera. Teknologi penindasan atau pelenyapan asap sudah kita miliki (padahal di dunia internasional belum ada) meskipun tingkat keberhasilannya masih harus ditingkatkan. Mungkin dengan kasus yang setiap tahun berulang ini, bisa diciptakan teknologi dengan tingkat keberhasilan yang sama atau bahkan lebih tinggi dibanding operasi hujan buatan.
Ketika tidak ada lagi upaya yang berhasil kita lakukan, mungkin dengan cara berdoa bisa mengurangi dampak yang ditimbulkan asap, setidaknya bisa menentramkan hati. Beberapa waktu yang lalu, di Bogor dilaksanakan sholat istisqa minta hujan untuk mengatasi kekeringan dan entah kebetulan entah tidak, hari itu hujan deras terjadi. Bukankah tidak ada salahnya hal demikian juga dilakukan di wilayah terkena asap agar asap tersapu oleh hujan?? Mungkin pernah dicoba dan tidak berhasil, namun tidak ada salahnya dicoba dan dicoba lagi.

Bandung, 5 September 2015
Joko Wiratmo, dosen Prodi Meteorologi ITB dengan bidang keahlian Meteorologi Tropis. 
Bisa dijangkau dengan email: joko.wiratmo@meteo.itb.ac.id

Friday, September 4, 2015

Semoga segera turun hujan di banyak tempat di Indonesia

Mengamati citra satelit Himawari di bawah ini, rasanya kita masih harus bersabar untuk menanti datangnya hujan di banyak tempat di Indonesia. Citra satelit ini menunjukkan bahwa hanya sedikit perawanan yang berpotensi hujan di wilayah kita. Ini ditunjukkan dari tidak adanya banyak awan yang berpotensi hujan. Hari ini (4/9), hanya wilayah Pekanbaru dan sekitarnya (termasuk Singapura) serta di arah barat Jayapura dan dekat daerah Kepala Burung Papua yang berpeluang terjadinya hujan. Awan-awan rendah yang mungkin terbentuk, kecil peluangnya menjadi hujan.
Di sekitar Aceh juga berpeluang terjadinya hujan. Dengan demikian maka mungkin baru sebulan dua bulan lagi mulai makin banyak terjadi hujan, meskipun harus disadari bahwa El Nino di lautan Pasifik juga masih akan sangat berpengaruh pada distribusi perawanan di Indonesia. Biasanya, ketika El Nino berada dalam taraf lemah sampai sedang, sebagian Sumatera khususnya bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi dan Papua bagian selatan serta seluruh Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengalami kekurangan hujan sehingga banyak terjadi kekeringan sekitar Juli dan Agustus. Kekeringan makin meningkat distribusinya pada bulan September dan Oktober apalagi bila El Nino berada dalam tingkat kuat.
Hujan buatan telah dilakukan di pulau Jawa khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah namun kelihatannya masih belum memberikan hasil yang optimal. Harus diingat bahwa hujan buatan bukan berarti kita mengadakan hujan dari sesuatu yang tidak ada sama sekali karena sebenarnya hujan buatan adalah merangsang timbulnya tetes-tetes hujan dari tetes-tetes awan dengan menaburkan inti kondensasi/aerosol (misalnya garam dapur Na Cl) ke dalam awan. Semoga tidak terlalu berharap banyak untuk turunnya hujan pada beberapa waktu ke depan. Kenapa?? Silahkan baca pada postingan sebelumnya.

Sunday, August 30, 2015

Mengenal karakteristik wilayah tropis

Kutulis masalah ini mengingat blok detik yang kumiliki yakni Cuaca dan Iklim Tropis tidak bisa digunakan untuk posting dengan baik. Sudah menulis satu lembar A4 tapi ternyata ketika coba diposting tidak bisa tampil bahkan kemudian terhapus. Baiklah, itu sekelumit cerita di balik mengapa aku tulis tulisan ini di sini ... toh sama saja. Yang penting kalian bisa menikmati tulisan ini.
Mungkin kalian sudah tahu dari tulisanku sebelumnya dan juga video yang sudah aku share dalam blog di atas. Benar bahwa wilayah tropis adalah wilayah yang dibatasi oleh 23,5o LU dan 23,5o LS. Namun sebenarnya tidak hanya itu ... wilayah ini mempunyai beberapa karakteristik yang menonjol, yakni:
1. Mendapatkan energi matahari yang berlimpah sepanjang tahun khususnya yang berada di dekat ekuator. Surplus energi ini banyak manfaatnya dan berperan penting dalam sirkulasi atmosfer dan lautan.
2. Distribusi temperatur relatif tidak besar atau lebih seragam, khususnya dalam arah horizontal. Gradien temperatur dalam arah vertikal lebih besar daripada horizontalnya.
3. Merupakan kawasan dengan tekanan rendah dan gaya Coriolis (gaya pembelok angin dalam skala besar) yang relatif rendah dibanding wilayah lintang tengah dan tinggi.
4. Wilayah dengan gerak vertikal udara yang besar yang ditandai dengan aktivitas perawanan konvektif yang banyak seperti misalnya awan-awan kumulus dan kumulonimbus.


5. Wilayah ini banyak dilalui oleh ITCZ (intertropical convergence zone) yang pergeserannya mengikuti kemana matahari berada. Bila mataharinya berada di selatan ekuator maka ia pun berada di selatan ekuator, dan sebaliknya meskipun secara klimatologis lebih banyak di utara ekuator. Wilayah ITCZ umumnya mempunyai kecepatan angin yang rendah (calm) dan banyak hujan konvergensi terjadi.
6. Pola monsoonal terjadi di wilayah ini dimana dibandingkan wilayah lain, wilayah monsoon Asia Tenggara dan Australia Utara lah yang paling berkembang dengan baik. Monsoon ini ditandai dengan pembalikan arah angin secara musiman minimal sebesar 120 derajat dan kecepatan anginnya minimal 3 m/s.
7. Presipitasi (contohnya hujan) dan evaporasi di wilayah tropis tinggi. Indonesia sebagai salah satu wilayah tropis menunjukkan dengan jelas hal ini. Radiasi matahari yang bersinar sepanjang tahun menyebabkan evaporasi tinggi sehingga perawanan terbentuk dengan baik dan peluang terjadinya hujan tinggi.
8. Angin dominan adalah angin timuran (easterlies).
Itulah beberapa karakteristik wilayah tropis yang kita diami ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wednesday, August 26, 2015

Hujan buatan layak untuk dicoba meskipun ...

Sudah dua hari ini, pemerintah mengupayakan hujan buatan di beberapa tempat dari mulai Jawa Barat dan Jawa Tengah dalam rangka mengatasi kekeringan yang terjadi. Seperti kita ketahui, banyak wilayah khususnya yang berada di selatan ekuator mengalami kekeringan yang mengakibatkan banyak sumber air dan saluran air berkurang jauh debitnya. Bahkan sudah dialami di banyak tempat, air sangat sulit diperoleh entah untuk tujuan pengairan lahan pertanian ataupun untuk air minum, mandi, cuci dan kakus (MCK). Tentu bukan tanpa alasan pemerintah "nekad" untuk melakukan hujan buatan ini. Ini setidaknya untuk meredam agar masyarakat tidak terlalu cemas dengan kondisi kekeringan ini yang diperkirakan akan berlangsung sampai akhir tahun (November). Meskipun saya pikir keberhasilannya mungkin akan kurang menggembirakan.


Kita tahu bahwa hujan buatan bukan berarti kita membuat hujan dimana selalu tersedia bahan-bahannya untuk diturunkan ke bumi. Kegiatan hujan buatan tidak lain adalah merangsang tumbuhnya tetes-tetes hujan dari tetes-tetes awan dengan menyemai atau menebarkan inti kondensasi yang higroskopis ke dalam awan dan sekitarnya. Ini merupakan salah satu bentuk modifikasi cuaca agar cuaca yang diinginkan dapat diperoleh. Bentuk modifikasi cuaca yang lain adalah menekan terjadinya hujan es, menurunkan peluang terjadinya petir, kabut, dan lain-lain. Kembali pada hujan buatan di atas. Tetes-tetes awan yang disemai diharapkan juga berukuran cukup besar agar lekas segera terbentuk tetes hujan ketika disemai. Oleh karena itulah maka perawanan yang disemai adalah jenis perawanan yang pertumbuhan vertikalnya besar atau jenis-jenis awan kumulus. Hasilnya akan jauh berbeda bila penyemaian inti kondensasi (misal garam dapur dan urea) dilakukan pada awan-awan yang pertumbuhannya horizontal semacam stratus. Pada awan jenis stratus, peluang terjadinya proses tumbukan dan tangkapan terjadi dalam waktu yang singkat sehingga kemungkinan besar bila terjadi hujan maka hujannya tidak akan deras/lebat. Pada jenis-jenis awan kumulus, tumbukan dan tangkapan dapat berlangsung lama sehingga tetes hujan yang dihasilkan akan lebih besar. Akibatnya hujan yang ditimbulkannya juga akan deras.
Tiga bulan ini akan dilakukan hujan buatan di beberapa tempat di pulau Jawa. Kalau dilihat dari citra satelit hari ini, misalnya, maka terlihat bahwa sedikit sekali perawanan di atas pulau Jawa. Ini setidaknya bisa digunakan untuk memperkirakan bahwa masih cukup sulit untuk memperoleh awan-awan yang potensial untuk disemai. Namun demikian, di sekitar gunung/pegunungan, masih ada kemungkinan untuk mendapatkan awan yang berpotensi hujan. Namun harus diwaspadai jangan sampai pesawat yang digunakan terkena efek turbulensi sekitar gunung yang sangat membahayakan. Tidak sedikit kecelakaan pesawat terbang di dunia ini terjadi karena efek turbulensi di sekitar gunung.  Dengan demikian, meskipun peluang terjadinya hujan dalam beberapa waktu ke depan adalah kecil, namun upaya ini lebih baik ditempuh daripada hanya sekedar menunggu dan menunggu. Kita doa-kan saja agar proyek ini berhasil seiring dengan makin mendekatnya matahari menuju selatan ekuator  kurang lebih sebulan lagi. Amin.

Monday, August 17, 2015

Perbaiki sarana dan prasarana terkait cuaca dan iklim di Papua

Kembali musibah jatuhnya pesawat di Papua terjadi. Kali ini menimpa salah satu pesawat Trigana Air yang mengangkut kurang lebih 50 orang kemarin. Bukan kali ini saja cuaca di Papua berperan dalam timbulnya kecelakaan pesawat. Pola cuaca yang dengan cepat berubah merupakan penyebab yang tidak mudah diantisipasi dengan baik. Pola monsoon dan sedikit ekuatorial serta sebagian lain sifatnya lokal dimana pengaruh pegunungan cukup dominan adalah pola-pola cuaca dan musim yang terjadi di daratan Papua. Sedikitnya sumber daya manusia yang mumpuni di kawasan tersebut dan diperparah oleh sedikitnya alat-alat observasi lapangan yang terkait cuaca dan iklim menyebabkan sedikitnya informasi yang diperoleh yang secara akurat dan detail dapat menggambarkan kondisi Papua dari waktu ke waktu. Transportasi vital yang selama ini menghubungkan satu daerah dengan daerah lain tidak lain melalui udara yakni pesawat terbang. Namun dengan prasarana bandar udara yang minim terkait informasi cuaca bisa diibaratkan bahwa melakukan penerbangan di wilayah tersebut adalah berjudi dengan maut. Seringkali modal keberanianlah yang diandalkan untuk mengarungi wilayah-wilayah terpencil di daratan Papua tersebut. Sudah sewajarnya bila sumber daya manusia meteorologi dan klimatologi yang terlatih serta dukungan peralatan observasi dan teknologi informasi - komunikasi ditingkatkan dan diperbanyak agar memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization). Dan yang terpenting adalah agar kecelakaan pesawat terbang akibat fenomena meteorologi dan klimatologi yang ditunjang oleh medan pegunungan yang tinggi dapat diminimalisir. Semoga!

Friday, August 14, 2015

Gerakan hemat air harus digalakkan

Di banyak tempat di Indonesia belakangan ini terjadi kekeringan sehingga berdampak pada munculnya krisis air di beberapa wilayah. Hal ini tidak mengherankan mengingat musim kemarau sedang berlangsung yang diperparah dengan munculnya El Nino pada tingkat moderat. Meskipun tidak semua wilayah mengalami kekeringan, namun secara umum boleh dikatakan bahwa Indonesia memasuki tahap krisis air besar-besaran. Di beberapa wilayah bahkan penduduknya harus mencari sumber air yang jauh dari tempat tinggalnya hanya demi beberapa ember air. Di Nusa Tenggara Timur, ada beberapa desa yang memanfaatkan batang tanaman tertentu untuk memperoleh air bersih dan hal ini telah terjadi bertahun-tahun manakala hujan lama tidak turun. Sampai sekarangpun hal ini masih berlangsung ... luar biasa. Ada saudara yang harus menunggu berjam-jam untuk mendapatkan air bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) karena air ledeng tidak mengalir dengan lancar. Bahkan tidak jarang dia harus mandi di kantornya karena sulitnya memperoleh air bersih.
Mengingat bahwa air merupakan kebutuhan utama untuk hidup sehari-hari maka sudah selayaknya jika pemerintah turun tangan langsung. Mengharapkan masyarakat untuk survive dengan sendirinya bukanlah wujud pemerintah yang bertanggungjawab. Pemerintah selayaknya mengupayakan gerakan hemat air oleh masyarakat ketika air banyak tersedia dan mengatur agar kelangsungan siklus hidrologi terjaga dengan baik. Manajemen pengelolaan air harus sangat profesional agar kelangkaan air pada saat musim kemarau bisa diatasi. Bertahun-tahun hal ini terjadi dan berulang namun sepertinya kita tidak pernah belajar dari pengalaman tersebut. Mengharapkan hujan buatan dapat mengatasi hal ini hanya merupakan impian di siang bolong mengingat rendahnya kelembapan relatif udara yang bisa disemai dengan garam dapur, meskipun bisa pula dicoba. Masih beruntung bahwa di beberapa wilayah sudah mulai terjadi hujan meskipun tidak merata dan tidak deras. Ini setidaknya melegakan untuk sementara waktu meskipun kita tidak bisa berharap banyak karena memang belum waktunya. Penelitian menunjukkan bahwa musim hujan akan mundur dan mulai sekitar November di wilayah berpola curah hujan monsoonal. Semoga saja ada keajaiban alam yang menepis dugaan tersebut dimana hujan  terjadi lebih awal. Amin.