Tuesday, December 23, 2014

Bencana hidrometeorologis membutuhkan perhatian kita semua

Akhir-akhir ini bencana alam melanda di berbagai tempat di tanah air. Banjir, tanah longsor, puting beliung ... silih berganti datang dan pergi. Belum habis orang dikejutkan dengan terjadinya bencana tanah longsor di Banjarnegara Jawa Tengah, warga Bandung selatan sudah dipaksa mengungsi karena banjir. Di bagian lain Bandung, puting beliung menerpa bangunan-bangunan permanen dan meluluhlantakkannya. Belum lagi yang terjadi di seluruh penjuru tanah air. Mungkin banyak juga yang tidak terliput oleh insan pers.
Bencana banjir ini memang sudah diprakirakan sejak beberapa waktu yang lalu karena lingkungan yang makin rusak, ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan dan datangnya curah hujan yang besar pada waktu yang singkat (shower). Awan-awan jenis cumulonimbus dan nimbostratus makin sering terjadi dan menggayut di langit. Tidak heran jika peluang terjadinya banjir makin besar. Bukan tidak mungkin bahwa bencana hidrometeorologis ini akan melanda Indonesia sepanjang tahun 2015 mendatang. Semoga saja hal ini tidak terjadi.
Melihat distribusi tekanan rendah yang saat ini berada di selatan ekuator dan tekanan tinggi yang berada di utara ekuator maka peluang terjadinya hujan memang akan membesar, demikian juga dengan banjir apalagi diprediksi bahwa puncak hujan akan terjadi pada bulan Januari dan Pebruari 2015 mendatang. Tidak ada yang dapat kita lakukan untuk melawan alam tersebut. Kita harus berpasrah diri. Namun dampak yang terjadi dapat kita kurangi dengan memelihara lingkungan agar alam ramah pula terhadap kita. Saluran-saluran air diperbaiki dan jangan dipenuhi dengan sampah serta dijaga jangan sampai menyempit. Daerah resapan air jangan dirambah untuk pemukiman dan industri. Tata ruang harus secara konsisten diperbaiki dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan law enforcement harus dilaksanakan jika ada pihak yang melanggar.
Lembaga-lembaga pemerintah seperti BMKG, BNPB/D, Perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lainnya harus bahu membahu mengupayakan yang terbaik bagi bangsa ini. Beban tanggung jawab yang berat akan terasa ringan jika kita pikul bersama.

Tuesday, October 14, 2014

Kebakaran dan polusi asap akan berhenti secara alami.

Beberapa waktu ini, Sumatera dan Kalimantan dilanda kebakaran hutan. Siapa pembakarnya, sampai sekarang belum ada tindakan tegas yang menimbulkan efek jera. Kita semua tahu bahwasannya biasanya yang melakukan pembakaran dalam skala besar adalah perusahaan-perusahaan besar yang ingin mengusahakan hutan dan lahan untuk tujuan pertanian dan perkebunan atau kegiatan yang lain. Mereka tidak mau repot-repot membersihkan lahan dari semak belukar dalam area yang luas. Mereka pikir dengan cara membakar tentu biaya pembersihan akan jauh dapat ditekan dan lebih efisien serta efektif. Tetapi bukan tidak mungkin masyarakat luas melakukan hal yang sama untuk membersihkan ladangnya. Mereka semua tidak sadar dan tidak mau menyadari bahwa dampaknya bisa dirasakan masyarakat luas. Asap menyelimuti beberapa propinsi akhir-akhir ini dan mengganggu aktivitas penduduknya. Kejadian semacam ini sebenarnya sudah terjadi puluhan tahun dan paling masif setelah era reformasi. Mengherankan bahwa sampai sekarang masih saja terjadi hal yang sama (berulang). Sampai dengan hari ini, belum ada keluhan yang mengemuka dari pihak negara tetangga (Malasyia dan Singapura).
Seiring dengan waktu, kebakaran hutan dan polusi asap akan berakhir dengan sendirinya dengan akan datangnya musim hujan di tanah air. Hujan mulai turun di banyak tempat di tanah air yang mengindikasikan bahwa sebentar lagi memasuki musim hujan. Namun seharusnya kita tidak perlu pasrah dengan menunggu musim hujan datang. Sudah selayaknya pemerintah pusat dan daerah menerapkan sangsi yang tegas kepada pembakar semak belukar/ hutan yang menimbulkan polusi udara dalam skala luas. Aturan-aturan teknis dibuat agar bisa diimplementasikan di lapangan. Semoga ke depan masalah kebakaran hutan, asap dan polusi udara dapat segera dituntaskan dan dicari solusi terbaiknya.


Friday, August 15, 2014

Hujan, bagaimana bisa terbentuk?

Ada pertanyaan menarik dari salah seorang sahabatku, mengapa ada awan yang menghasilkan hujan dan ada pula awan yang tidak menghasilkan hujan. Ada baiknya untuk menjawabnya, kita melihat dulu ukuran inti kondensasi, tetes awan dan tetes hujan. Inti kondensasi berukuran sangat kecil 0,0002 mm, tetes awan berukuran 0,02 mm dan tetes hujan berukuran 2 mm. Tentu saja dibutuhkan jutaan buah tetes awan jika akan membentuk tetes hujan.
Namun perlu diingat bahwa awan akan terjadi jika ada inti kondensasi dan uap air. Tanpa ada kedua hal tersebut perawanan tidak akan terbentuk. Inti kondensasi yang berupa aerosol yang higroskopis (menyerap uap air di sekitarnya) dihasilkan dari banyak sumber. Misalnya dari asap kebakaran hutan, debu vulkanik, asap pabrik, partikel garam yang terpercik ke atmosfer karena tertiup angin, dan lain-lain. Sifat higroskopis dapat dengan mudah kita pahami dengan melihat mencairnya garam dapur yang diletakkan di atas meja. Garam dapur ini menyerap air di sekitarnya sehingga dia mencair; jadi tidak karena efek panas meskipun hal ini juga mungkin mempengaruhinya.
Pada saat awan sudah terbentuk karena proses kondensasi, proses tumbukan dan tangkapan pada awan panas bisa terjadi karena misal oleh adanya updraft. Tetes awan yang kecil akan terbawa ke atas dan bertumbukan dengan tetes-tetes yang lain dan saling menempel sehingga membentuk tetes yang lebih besar dan terbuka peluang untuk menjadi tetes hujan. Semakin tebal ukuran awan, peluang bertumbukan ini menjadi makin besar. Kecepatan pertumbuhan tetes kecil ini mula-mula cepat, namun ketika dia menjadi besar maka pertumbuhannya makin melambat. Ketika gaya gravitasinya lebih besar daripada kekuatan updraft maka tetes yang sudah membentuk tetes hujan tersebut akan jatuh sehingga terbentuklah hujan.
Berbeda dengan awan dingin di lintang menengah dimana proses pembentukan presipitasi dilakukan melalui proses Bergeron. Ini tidak lain karena sifat tekanan uap di atas es lebih kecil dibanding di atas tetes air. Dengan demikian maka menguapnya tetes air akan mengendap pada kristal es akibat perbedaan tekanan uap tersebut. Sehingga kristal es akan tumbuh membesar dan tetes air mengecil. Kristal es inilah yang jatuh sebagai presipitasi.

Thursday, July 24, 2014

Lagi ... pesawat jatuh karena cuaca di Taiwan


Tim penyelamat berusaha menemukan korban di puing pesawat TransAsia Airways GE222 yang jatuh saat berusaha mendarat darurat karena cuaca buruk. (Wong Yao-wen/AP Photo)

Satu lagi tragedy menimpa dunia penerbangan. Pesawat penumpang TransAsia Airways mengalami kecelakaan. Kali ini penyebabnya bukan karena ditembak jatuh oleh gerilyawan pendukung Rusia, tapi oleh karena faktor cuaca yakni adanya badai Matmo yang menimpa Taiwan beberapa hari ini. Dikatakan bahwa hanya 11 orang dari 58 orang yang selamat dalam kecelakaan tersebut.
Kejadian di atas semakin menguatkan pentingnya peran cuaca dalam keselamatan penerbangan. Mengabaikan masalah cuaca dalam dunia penerbangan sama saja dengan berjudi dengan maut. Dari berita yang terkumpul, pesawat tersebut berusaha mendarat dua kali tapi tidak berhasil karena pengaruh cuaca.
Depresi tropis yang bermula dari lintang 10 oN bujur 135.2 oE pada tanggal 17 Juli 2014 jam 12 GMT bergerak menuju barat laut  sempat berkembang menjadi topan tetapi kemudian meluruh menjadi badai tropis pada tanggal 23 Juli 2014. Meskipun terjadi peluruhan dari topan menjadi badai tropis, bukan berarti hal ini tidak berbahaya bagi dunia penerbangan dan pilot dan seluruh crew pasti mengetahuinya. Semoga kejadian seperti di atas tidak terulang lagi di lain waktu. Amin

Friday, July 4, 2014

Pelurusan pemahaman tentang cuaca dan iklim



Rasanya ada yang salah dengan pengenalan meteorologi dan klimatologi di sekolah menengah. Salah satu hal yang paling mencolok adalah definisi tentang cuaca dan iklim yang selama ini diajarkan di SMP dan SMA. Seringkali cuaca diartikan sebagai kondisi rata-rata udara pada suatu tempat yang sempit dan waktu yang singkat; sedangkan iklim diartikan sebagai kondisi rata-rata cuaca pada suatu tempat yang luas dan waktu yang lama. Menurut pemahaman saya yang berkutat tiap hari dengan masalah cuaca dan iklim; cuaca dapat diartikan sebagai kondisi fisis dan dinamis atmosfer pada suatu tempat dan waktu tertentu. Sedangkan iklim adalah kondisi atmosfer pada suatu tempat dan waktu yang relatif lama. Dari definisi ini ada hal yang mencolok tentang masalah ruang dan waktu. Pada pelatihan guru-guru geografi dan kebumian dari propinsi Nanggro Aceh Darussalam beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan tentangan (pandangan yang berlawanan) tentang hal tersebut karena selama ini mereka mendapatkan pengetahuan dari buku-buku bahwa perbedaan utama dari cuaca dan iklim adalah masalah ruang dan waktu. Pada skala ruang, cuaca lebih kecil daripada iklim sedangkan pada skala waktu cuaca lebih singkat daripada iklim. Memang terjadi titik temu khususnya pada masalah skala waktu dimana waktu yang panjang dalam definisi dari iklim adalah 30 tahun sesuai dengan yang dinyatakan oleh WMO (World Meteorological Organization) tetapi tidak terjadi titik temu pada skala ruang. Mereka membaca buku-buku geografi terbitan dalam negeri yang ditulis orang-orang yang tidak berkompeten dalam bidang meteorologi dan klimatologi yang memuat hal seperti yang telah disebut di atas dan bersikukuh tetap pada pendiriannya. Saya memberikan pandangan bahwa ada pembagian klimatologi berdasarkan skala ruangnya yakni klimatologi regional, klimatologi meso dan klimatologi mikro. Klimatologi regional mempelajari iklim daerah yang luas dengan ukuran horizontal sampai ukuran global; klimatologi meso untuk mempelajari iklim pada skala horizontal antara 10 dan 100 km; sedangkan klimatologi mikro mempelajari iklim di dekat permukaan tanah pada skala horizontal sangat kecil yakni kurang dari 100 meter. Dengan demikian jelas bahwa sebenarnya kalau iklim dinyatakan sebagai meliputi daerah yang luas, pertanyaannya adalah seberapa luas. Dari pernyataan saya di atas terlihat bahwa definisi iklim yang selama ini ditulis dalam buku-buku geografi nasional tidaklah tepat.
Hal lain yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa dua tempat yang mempunyai rata-rata parameter iklim (misal temperatur) yang sama belum tentu memiliki iklim yang sama. Ini karena iklim tidak hanya menyangkut rata-ratanya saja tetapi juga nilai-nilai ekstrimnya dan frekuensi kejadiannya.  Atau misalnya bila dua tempat mempunyai curah hujan tahunan sama belum tentu memiliki iklim yang sama. Di suatu tempat yang sepanjang tahun mengalami hujan dengan nilai rata-rata bulanan 130 mm misalnya, akan berbeda dengan iklim tempat lain yang curah hujan bulanan rata-ratanya 260 mm selama 6 bulan dan bulan-bulan lainnya 0 mm (6 bulan basah dan 6 bulan kering). Hal di atas menunjukkan bahwa keadaan atau nilai rata-rata saja tidak cukup untuk mencirikan iklim suatu tempat.
Moga-moga dengan pernyataan saya di atas setidaknya dapat meluruskan pemahaman para guru dan peserta didik akan cuaca dan iklim. Bila masih sangsi dengan apa yang saya sampaikan di atas, silahkan memperbanyak membaca buku-buku terbitan luar negeri yang penerbitnya kredibel dan ditulis oleh orang yang benar-benar kompeten di bidangnya. Buku semacam ini bertebaran dan dapat didownload dengan mudah di internet.

Wednesday, June 4, 2014

Anda bisa menjawab pertanyaan ini?? Jika bisa menjawab dengan benar maka anda sudah agak lebih tahu tentang meteo dan klimatologi

 
  1.       Apakah fungsi atmosfer bumi? Berikan beberapa contohnya
  2.       Apakah  perbedaan antara cuaca dan iklim?
  3.       Apa sajakah unsur-unsur/ elemen-elemen cuaca dan iklim?
  4.       Berdasarkan pada profil temperaturnya, atmosfer dibagi ke dalam beberapa lapisan. Sebutkan lapisan-lapisan tersebut dan bagaimana karakteristik yang menonjol di lapisan tersebut?
  5.       Terdiri dari apa sajakah udara/ atmosfer itu?
  6.       Mengapa jumlah nitrogen dan oksigen begitu mendominasi komposisi atmosfer?
  7.       Faktor-faktor apa yang menyebabkan distribusi pemanasan radiasi matahari di bumi tidak merata? Jelaskan!
  8.       Apa bedanya fungsi awan pada siang hari dan malam hari?
  9.       Apa yang dimaksud dengan neraca radiasi?
  10.   Apa yang dimaksud dengan panas laten dan panas sensibel?
  11.   Sebutkan dan gambarkan 3 sel sirkulasi atmosfer yang berarah meridional!
  12.   Total air tawar yang ada di dunia ini hanya 2,5% sedangkan yang 97,5% berupa air asin. Menurut saudara, apa yang sebaiknya masyarakat lakukan agar jumlah yang demikian sedikit tersebut tidak makin berkurang mutunya? Jelaskan jawaban saudara!
  13.   Bagaimana distribusi global presipitasi di muka bumi? Kaitkan jawaban saudara dengan lokasi pusat tekanan rendah dan tinggi!
  14.   Sebutkan beberapa bencana alam meteorology! Bencana alam apa yang seringkali melanda Negara kita!
  15.  Apa sajakah jenis hujan yang terjadi di Indonesia? Bagaimana proses pertumbuhan terjadinya hujan?
  16.  Bagaimana proses pertumbuhan kristal es pada awan dingin? Disebut apakah proses tersebut?
  17.  Apa bedanya awan dan kabut? Apa kaitan antara kabut dan visibilitas?
  18.   Apakah yang dimaksud dengan sistem iklim? Sub system apakah yang menyusunnya?
  19.   Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi iklim suatu tempat!
  20.   Apa yang dimaksud klasifikasi iklim? Sebutkan beberapa sistem pengklasifikasian iklim yang saudara kenal!
  21.  Apa yang saudara ketahui tentang monsoon?
  22.  Apa yang saudara ketahui tentang ENSO?
  23.  Apa yang saudara ketahui tentang Dipole Mode?

Simak kondisi cuaca pada bulan Juni ini

Coba kita simak kondisi cuaca pada bulan Juni 2014 ini. Akankah suhu udara akan terasakan lebih dingin daripada biasanya khususnya di banyak tempat yang mempunyai pola curah hujan monsoonal?? Mengapa demikian?? Adakah di antara saudara-saudara punya jawabannya?? Ditunggu komentarnya di blog ini.

Thursday, February 20, 2014

Mengapa ketika gunung api meletus sering disertai kilat dan guntur??

Setelah gunung SInabung meletus beberapa waktu yang lalu, kini beberapa hari yang lalu gunung Kelud di Jawa Timur unjuk gigi juga. Tercatat debu yang disemburkan ke langit terbawa angin sampai ke daerah yang jauh dari pusatnya di Jawa TImur. Di Yogyakarta, di Surakarta, bahkan di Bandung pun dirasakan debu ini menyelimuti angkasa dan mengganggu pemandangan. Di beberapa bandara, operasional penerbangan tidak bisa dilaksakanan karena dikhawatirkan menggangngu mesin pesawat terbang. Informasi semacam ini bertebaran di berbagai media massa.
Yang menarik adalah bahwa pada saat gunung api meletus, terjadi kilat dan guntur yang silih berganti menerjang. Ini tidak lain karena material gunung api yang dikeluarkannya banyak mengandung ion-ion positif dan negatif yang dipancarkan ke angkasa. Kita tahu bahwa jika suatu material mengandung sejumlah ion positif dan negatif bertumbukan maka akan terjadi pemisahan muatan. Satu material akan mengalamai kelebihan elektron sedangkan material yang lain yang mengalami kelebihan proton. Terjadi pemisahanan muatan partikel bermuatan. Akibatnya terjadi sambaran baik di dalam awan panas hasil erupsi maupun antar awan panas serta antara awan panas dengan permukaan bumi. Itulah sebabnya tidak heran kalau dalam kondisi erupsi gunung api, kilat - petir - guruh dan guntur silih berganti menyambar-nyambar.Sampai kapan hal ini berlangsung??  Tentu tidak lain bila beda muatan antara partikel-partikel yang bermuatan tersebut makin mengecil.

Thursday, February 6, 2014

Mengapa jarang sekali hujan di sekitar Sinabung saat ini?

Gunung Sinabung di propinsi Sumatra Utara sudah 4 bulan batuk-batuk sehingga menyengsarakan lebih dari 30 ribu pengungsi. Tidak hanya masyarakat  di sekitar gunung tersebut dan pemerintah daerah di Sumatera Utara yang repot, pemerintah pusatpun dibuat repot. Akibat desakan publik dan  pasti juga karena kepedulian dari Presiden, maka SBY berkunjung ke sana meskipun banyak orang terutama yang ada di jejaring sosial mengatakannya sebagai pencitraan dan sudah terlambat. Lepas dari itu, yang menarik juga bagi saya adalah  fakta bahwa sedikit sekali terjadi hujan selama aktivitas gunung Sinabung batuk-batuk tersebut. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut.
Material yang dimuntahkan dari dalam perut bumi tersebut bisa berbentuk batuan, cairan, ataupun gas. Yang menarik adalah terjadinya awan panas yang mengepul ke langit. Awan panas ini kalau terkena kulit manusia bisa gosong dan bila terkena tumbuh-tumbuhan maka mereka akan kering kerontang dan pada tingkat tertentu bisa membakarnya. Sudah puluhan orang meninggal karena awan panas Sinabung ini. Awan panas ini mengandung butiran-butiran debu baik kecil maupun besar namun kelihatannya tidak higroskopis. Sifat higroskopis adalah sifat mudah menyerap air. Oleh karena itu karena banyaknya material debu yang tidak higroskopis menyebabkan peluang terjadinya hujan jauh mengecil. Panas yang ditimbulkannya menyebabkan pembentukan perawanan hujan jauh berkurang. Ini tidak lain karena banyak tetes-tetes awan dan hujan yang teruapkan kembali. Seiring dengan waktu, bilamana jumlah awan panas ini jauh berkurang (Sinabung dalam kondisi normal) maka peluang terjadinya hujan akan meningkat apalagi terdapat angin timur laut yang membawa uap air cukup banyak setelah melalui laut China Selatan. Semoga dengan datangnya hujan, kehidupan berangsur-angsur normal meskipun harus diwaspadai banjir lahar dingin yang mungkin muncul.

Wednesday, February 5, 2014

Apa kabar modifikasi cuaca??

Sejak dilaksanakan mulai pertengahan Januari 2014 kemarin, modifikasi cuaca untuk mengurangi peluang terjadinya  banjir di Jakarta kelihatannya belum menunjukkan hasil optimal. Terbukti bahwa sampai hari ini, banjir masih melanda Jakarta karena hujan lebat meskipun di Bogor dan sekitarnya langit cerah. Hal ini tidak aneh karena masih besarnya peluang terjadinya awan hujan di atas Jakarta. Kalau melihat perawanan yang berpeluang terjadi di Jakarta dan sekitarnya serta melihat pola streamline terlihat bahwa peluang curah hujan masih tinggi. Apakah dengan penambahan pesawat terbang untuk modifikasi cuaca akan mengatasi masalah?? Dalam arti, ia akan  memperkecil peluang terjadinya banjir di Jakarta? Jawabannya mungkin ya mungkin juga tidak. Ya, bila modifikasi cuaca itu dengan membalikkan peluang terjadinya hujan. Tetapi tidak bila modifikasi cuaca tersebut dengan tujuan menurunkan hujan (di tempat lain). Sebagian dari kita mungkin tahu bahwa dengan menyemai garam ke dalam awan, peluang terjadinya hujan makin besar dan mungkin dalam waktu yang lebih lama dibanding kondisi hujan secara alami. Tetes-tetes hujan semakin banyak terbentuk sehingga hujan jatuh ke permukaan makin mudah terjadi dan jumlahnya akan makin banyak. Dengan kondisi sekarang dimana jumlah uap air demikian banyak terdapat di atmosfer (karena memang masih musim penghujan) maka modifikasi cuaca dengan cara seperti yang dilakukan sekarang ini tidak akan optimal dalam menanggulangi banjir. Harus ditemukan cara untuk membuyarkan awan-awan, bukan malah menjatuhkannya sebagai hujan. Tetapi, tidak ada salahnya modifikasi cuaca dengan cara yang dilakukan selama ini dilaksanakan. Setidaknya sudah ada upaya dan kepedulian dari pemerintah dan kita semua dengan secara ilmiah. Masalah hasilnya, kita serahkan kepada Yang Maha Segalanya.