Thursday, February 20, 2014

Mengapa ketika gunung api meletus sering disertai kilat dan guntur??

Setelah gunung SInabung meletus beberapa waktu yang lalu, kini beberapa hari yang lalu gunung Kelud di Jawa Timur unjuk gigi juga. Tercatat debu yang disemburkan ke langit terbawa angin sampai ke daerah yang jauh dari pusatnya di Jawa TImur. Di Yogyakarta, di Surakarta, bahkan di Bandung pun dirasakan debu ini menyelimuti angkasa dan mengganggu pemandangan. Di beberapa bandara, operasional penerbangan tidak bisa dilaksakanan karena dikhawatirkan menggangngu mesin pesawat terbang. Informasi semacam ini bertebaran di berbagai media massa.
Yang menarik adalah bahwa pada saat gunung api meletus, terjadi kilat dan guntur yang silih berganti menerjang. Ini tidak lain karena material gunung api yang dikeluarkannya banyak mengandung ion-ion positif dan negatif yang dipancarkan ke angkasa. Kita tahu bahwa jika suatu material mengandung sejumlah ion positif dan negatif bertumbukan maka akan terjadi pemisahan muatan. Satu material akan mengalamai kelebihan elektron sedangkan material yang lain yang mengalami kelebihan proton. Terjadi pemisahanan muatan partikel bermuatan. Akibatnya terjadi sambaran baik di dalam awan panas hasil erupsi maupun antar awan panas serta antara awan panas dengan permukaan bumi. Itulah sebabnya tidak heran kalau dalam kondisi erupsi gunung api, kilat - petir - guruh dan guntur silih berganti menyambar-nyambar.Sampai kapan hal ini berlangsung??  Tentu tidak lain bila beda muatan antara partikel-partikel yang bermuatan tersebut makin mengecil.

Thursday, February 6, 2014

Mengapa jarang sekali hujan di sekitar Sinabung saat ini?

Gunung Sinabung di propinsi Sumatra Utara sudah 4 bulan batuk-batuk sehingga menyengsarakan lebih dari 30 ribu pengungsi. Tidak hanya masyarakat  di sekitar gunung tersebut dan pemerintah daerah di Sumatera Utara yang repot, pemerintah pusatpun dibuat repot. Akibat desakan publik dan  pasti juga karena kepedulian dari Presiden, maka SBY berkunjung ke sana meskipun banyak orang terutama yang ada di jejaring sosial mengatakannya sebagai pencitraan dan sudah terlambat. Lepas dari itu, yang menarik juga bagi saya adalah  fakta bahwa sedikit sekali terjadi hujan selama aktivitas gunung Sinabung batuk-batuk tersebut. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut.
Material yang dimuntahkan dari dalam perut bumi tersebut bisa berbentuk batuan, cairan, ataupun gas. Yang menarik adalah terjadinya awan panas yang mengepul ke langit. Awan panas ini kalau terkena kulit manusia bisa gosong dan bila terkena tumbuh-tumbuhan maka mereka akan kering kerontang dan pada tingkat tertentu bisa membakarnya. Sudah puluhan orang meninggal karena awan panas Sinabung ini. Awan panas ini mengandung butiran-butiran debu baik kecil maupun besar namun kelihatannya tidak higroskopis. Sifat higroskopis adalah sifat mudah menyerap air. Oleh karena itu karena banyaknya material debu yang tidak higroskopis menyebabkan peluang terjadinya hujan jauh mengecil. Panas yang ditimbulkannya menyebabkan pembentukan perawanan hujan jauh berkurang. Ini tidak lain karena banyak tetes-tetes awan dan hujan yang teruapkan kembali. Seiring dengan waktu, bilamana jumlah awan panas ini jauh berkurang (Sinabung dalam kondisi normal) maka peluang terjadinya hujan akan meningkat apalagi terdapat angin timur laut yang membawa uap air cukup banyak setelah melalui laut China Selatan. Semoga dengan datangnya hujan, kehidupan berangsur-angsur normal meskipun harus diwaspadai banjir lahar dingin yang mungkin muncul.

Wednesday, February 5, 2014

Apa kabar modifikasi cuaca??

Sejak dilaksanakan mulai pertengahan Januari 2014 kemarin, modifikasi cuaca untuk mengurangi peluang terjadinya  banjir di Jakarta kelihatannya belum menunjukkan hasil optimal. Terbukti bahwa sampai hari ini, banjir masih melanda Jakarta karena hujan lebat meskipun di Bogor dan sekitarnya langit cerah. Hal ini tidak aneh karena masih besarnya peluang terjadinya awan hujan di atas Jakarta. Kalau melihat perawanan yang berpeluang terjadi di Jakarta dan sekitarnya serta melihat pola streamline terlihat bahwa peluang curah hujan masih tinggi. Apakah dengan penambahan pesawat terbang untuk modifikasi cuaca akan mengatasi masalah?? Dalam arti, ia akan  memperkecil peluang terjadinya banjir di Jakarta? Jawabannya mungkin ya mungkin juga tidak. Ya, bila modifikasi cuaca itu dengan membalikkan peluang terjadinya hujan. Tetapi tidak bila modifikasi cuaca tersebut dengan tujuan menurunkan hujan (di tempat lain). Sebagian dari kita mungkin tahu bahwa dengan menyemai garam ke dalam awan, peluang terjadinya hujan makin besar dan mungkin dalam waktu yang lebih lama dibanding kondisi hujan secara alami. Tetes-tetes hujan semakin banyak terbentuk sehingga hujan jatuh ke permukaan makin mudah terjadi dan jumlahnya akan makin banyak. Dengan kondisi sekarang dimana jumlah uap air demikian banyak terdapat di atmosfer (karena memang masih musim penghujan) maka modifikasi cuaca dengan cara seperti yang dilakukan sekarang ini tidak akan optimal dalam menanggulangi banjir. Harus ditemukan cara untuk membuyarkan awan-awan, bukan malah menjatuhkannya sebagai hujan. Tetapi, tidak ada salahnya modifikasi cuaca dengan cara yang dilakukan selama ini dilaksanakan. Setidaknya sudah ada upaya dan kepedulian dari pemerintah dan kita semua dengan secara ilmiah. Masalah hasilnya, kita serahkan kepada Yang Maha Segalanya.