Thursday, February 6, 2014

Mengapa jarang sekali hujan di sekitar Sinabung saat ini?

Gunung Sinabung di propinsi Sumatra Utara sudah 4 bulan batuk-batuk sehingga menyengsarakan lebih dari 30 ribu pengungsi. Tidak hanya masyarakat  di sekitar gunung tersebut dan pemerintah daerah di Sumatera Utara yang repot, pemerintah pusatpun dibuat repot. Akibat desakan publik dan  pasti juga karena kepedulian dari Presiden, maka SBY berkunjung ke sana meskipun banyak orang terutama yang ada di jejaring sosial mengatakannya sebagai pencitraan dan sudah terlambat. Lepas dari itu, yang menarik juga bagi saya adalah  fakta bahwa sedikit sekali terjadi hujan selama aktivitas gunung Sinabung batuk-batuk tersebut. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut.
Material yang dimuntahkan dari dalam perut bumi tersebut bisa berbentuk batuan, cairan, ataupun gas. Yang menarik adalah terjadinya awan panas yang mengepul ke langit. Awan panas ini kalau terkena kulit manusia bisa gosong dan bila terkena tumbuh-tumbuhan maka mereka akan kering kerontang dan pada tingkat tertentu bisa membakarnya. Sudah puluhan orang meninggal karena awan panas Sinabung ini. Awan panas ini mengandung butiran-butiran debu baik kecil maupun besar namun kelihatannya tidak higroskopis. Sifat higroskopis adalah sifat mudah menyerap air. Oleh karena itu karena banyaknya material debu yang tidak higroskopis menyebabkan peluang terjadinya hujan jauh mengecil. Panas yang ditimbulkannya menyebabkan pembentukan perawanan hujan jauh berkurang. Ini tidak lain karena banyak tetes-tetes awan dan hujan yang teruapkan kembali. Seiring dengan waktu, bilamana jumlah awan panas ini jauh berkurang (Sinabung dalam kondisi normal) maka peluang terjadinya hujan akan meningkat apalagi terdapat angin timur laut yang membawa uap air cukup banyak setelah melalui laut China Selatan. Semoga dengan datangnya hujan, kehidupan berangsur-angsur normal meskipun harus diwaspadai banjir lahar dingin yang mungkin muncul.

6 comments: