Friday, October 29, 2010

Tsunami itu kembali terjadi ...

Bencana alam tsunami itu kembali terjadi tanpa disangka-sangka. Ketika kita menyoroti aktivitas gunung Merapi di Jawa Tengah yang makin meningkat, gempa bumi tektonik di dasar laut sekitar Mentawai mengguncang pulau-pulau di sekitarnya. Karena adanya sesar naik maka permukaan air laut seperti dikedut yang berakibat terjadinya tsunami. Tidak ada yang aneh pada tsunami-tsunami di pantai barat Sumatera selama ini. Ini karena pertemuan lempeng IndoAustralia dan Eurasia mempunyai batas di sekitar perairan barat Sumatera. Karena usaha bumi untuk terus menerus melakukan penstabilan diri setelah gempa tektonik di Aceh yang berakibat tsunami tahun 2004 yang lalu, maka terlihat bahwa gempa yang berakibat tsunami di Mentawai ini juga merupakan rangkaian dari peristiwa sebelum-sebelumnya.

Anak Krakatau di selat Sunda beberapa hari terakhir juga meningkat aktivitasnya. Sepertinya jalur patahan ini memang masih labil dan akan terus menerus menuju upaya kestabilan. Entah akan berapa lama keadaan stabil di jalur patahan ini terjadi karena aktivitas di jalur patahan pada suatu tempat tertentu akan memicu penstabilan di tempat yang lain. Ini karena lapisan astenosfer yang lebih lunak di bawah lapisan lithosfer/kerak bumi terus mengalami pergeseran. Arus konveksi terus berlangsung walau dalam gerak yang sangat pelan.

Yang harus makin disadarkan kepada masyarakat adalah pengetahuan tentang alam Indonesia yang begitu unik. Kebanyakan wilayah kita berada di batas lempeng (itu untuk bumi padatnya), kita berada di perbatasan samudra Hindia dan samudra Pasifik (untuk hidrosfernya), dan wilayah kita merupakan wilayah yang unik dari sisi sirkulasi atmosfernya/ cuaca dan iklimnya. Oleh karena itu para ilmuwan khususnya bidang kebumian sangat dituntut untuk mensosialisasikan dan mengajak masyarakat untuk mengenali alam lingkungan Indonesia. Kita mesti harus belajar pada masyarakat Jepang yang juga merupakan masyarakat kepulauan dalam "mengikuti irama" alamnya, bersahabat dengan alam sehingga bencana alam yang sering terjadi tidak banyak memakan korban jiwa. Pengetahuan teoritis, observasi, dan pemodelan yang dikembangkan masyarakat ilmiah di sana patut kita tiru. Pemerintah hendaknya makin peduli akan hal ini.

Thursday, October 28, 2010

Merapi, mbah Marijan, dan wedhus gembel

Sejak 4 tahun yang lalu, seiring dengan batuk-batuknya gunung Merapi di Magelang, Jawa Tengah, nama mbah Marijan melambung tinggi bahkan dia dikontrak untuk iklan jamu terkenal (Sido Muncul) untuk mengiklankan produk jamu terkenal Kuku Bima dengan mengatakan ROSA (bahasa Jawa: yang artinya "kuat"). Tetapi letusan gunung Merapi dengan fenomena wedhus gembelnya kali ini (2010) tidak cukup kuat ditanggung mbah Marijan. Dia meninggal dalam sujudnya. Wedhus gembel (biri-biri) adalah awan panas yang mempunyai temperatur sangat tinggi, kurang lebih 500-600oC ... suatu temperatur dimana tidak ada makhluk hidup yang tahan dan bisa hidup pada suhu tersebut. Tumbuh-tumbuhan yang dilanda awan panas ini akan meranggas, sedangkan hewan dan manusia bisa menjadi daging matang. Panas yang sangat tinggi akan menyebabkan udara menjadi sangat renggang dan manusia dan hewan akan sangat kesulitan bernafas. Jadi sebelum menjadi daging matang, seorang manusia akan mati lemas.

Merupakan tantangan yang sangat besar bagi dinas vulkanologi untuk dapat mengurangi dampak yang diakibatkan wedhus gembel ini. Tidak ada yang dapat dilakukan selain dari memberikan informasi seakurat mungkin kepada masyarakat untuk segera meninggalkan gunung bila suatu gunung akan segera meletus. Namun perlu kita sadari pula bahwa masyarakat tidak mudah percaya pada informasi yang disampaikan. Masyarakat ilmiah belum dapat meramalkan kapan suatu gunung akan meletus, seakurat ramalan gerhana matahari atau bulan dimana sampai dapat diketahui menit dan detiknya suatu gerhana akan terjadi. Banyak memang teori-teori untuk meramal gempa, tapi tidak ada yang dapat memperkirakan secara persis suatu gunung meletus dan gempa akan terjadi. Memang sebelum gunung meletus ditandai dengan frekwensi gempa yang makin meningkat, tapi kapan meletusnya tidak dapat diketahui. Inilah alam; semuanya serba mungkin dan sulit untuk diprediksi kemauannya.

Informasi tentang gunung meletus ini sering tidak akurat sehingga masyarakat sering mengabaikannya. Mereka seringkali mendasarkan tindakannya dengan kebiasaan yang terjadi. Bila lahar dan awan panas biasanya mengarah ke selatan, maka masyarakat lereng gunung di sisi barat, utara dan timur biasanya tenang-tenang saja. Padahal sikap seperti ini sangat membahayakan diri mereka sendiri karena perilaku gunung dan awan tidak mudah ditebak. Informasi yang sangat penting menjadi seringkali tidak berguna bila masyarakat menjadi apatis. Kekhawatiran kehilangan harta benda, menjadi alasan utama penduduk tidak mau mengungsi. Mereka baru mengungsi setelah semuanya terlambat ...

Oleh karena itu, saya sebagai saintis menghimbau kepada masyarakat untuk mematuhi himbauan yang disampaikan dinas yang berwenang manakala bahaya mulai menjelang. Informasi-informasi yang disampaikan dinas vulkanologi, meteorologi-klimatologi dan geofisika hendaknya disambut secara rasional dan dicerna dengan baik karena barangkali informasi tersebut akan menyelamatkan jiwa kita dan keluarga.

*) turut berduka cita untuk saudaraku mbah Marijan dan saudara-saudara kita yang tertimpa bencana gunung Merapi dan tsunami. Semoga mereka-mereka yang telah meninggal diterima di sisi Nya dan diterima amalnya selama di dunia ini.

Thursday, October 14, 2010

Elemen iklim dan kontrol iklim

Dalam mempelajari jenis, variasi dan perubahan iklim ... kita perlu mengenal apa yang disebut dengan elemen iklim dan kontrol iklim. Elemen iklim adalah faktor-faktor iklim yang mempengaruhi perbedaan dan perubahan iklim. Elemen-elemen tersebut terbagi menjadi tiga, yakni elemen iklim utama/ primer, sekunder dan tersier. Elemen iklim utama terdiri dari temperatur atmosfer dan presipitasi yang bisa berbentuk padat (es dan salju) maupun cair (hujan). Elemen iklim sekunder terdiri dari tekanan atmosfer dan angin (arah dan kecepatannya), sedangkan elemen iklim tersier terdiri dari kelembapan atmosfer, radiasi matahari (baik lama maupun intensitasnya), dan penguapan. Perbedaan nilai elemen iklim berakibat pada perbedaan iklim, dan setiap perubahan elemen iklim akan diikuti oleh perubahan iklim. Untuk mengetahui perubahan iklim maka diperlukan data sepanjang 30 tahun, suatu standard yang telah ditetapkan oleh World Meteorological Organization (WMO). Nilai elemen iklim bervariasi bergantung pada ruang dan waktu sehingga bisa dikatakan bahwa elemen iklim suatu daerah tidak statis melainkan dinamis.
Kontrol iklim adalah faktor pengendali terhadap perbedaan/perubahan nilai elemen iklim yang terdiri dari 7 faktor utama dan satu faktor tambahan. Ketujuh faktor utama tersebut adalah posisi matahari, distribusi daratan dan lautan, daerah sel tekanan rendah dan tinggi semi permanen, angin dan massa udara, ketinggian tempat, barisan pegunungan dan arus laut. Sedangkan faktor tambahannya adalah badai. Kontrol iklim yang bekerja pada elemen iklim akan menentukan jenis dan variasi iklim.
Sebagai contoh: posisi matahari. Setiap tahun bumi berevolusi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari. Oleh karena itu kita mengenal gerak semu matahari sepanjang tahun. Akibat kemiringan sumbu bumi selama mengelilingi matahari sebesar 23,5o maka matahari seolah-olah bergerak antara 23,5o lintang utara dan 23,5o lintang selatan. Pada tanggal 23 Maret dan 22 September, matahari berada di atas ekuator, sedangkan pada tanggal 21 Juni matahari berada di 23,5o lintang utara, sedangkan pada tanggal 22 Desember matahari berada di 23,5o lintang selatan. Pada 3 Januari, matahari berada pada jarak paling dekat dengan bumi sejauh 147 juta kilometer(perihelion), sedangkan pada 4 Juli matahari berada pada jarak terjauh dari bumi sejauh 152 juta kilometer (aphelion). Pergerakan semu matahari ini membawa dampak pada elemen-elemen iklim yang telah disebut di atas, tergantung pada lokasi dan waktu. Elemen-elemen iklim ini mengalami variasi sehingga menyebabkan terjadinya jenis atau variasi iklim tertentu di suatu wilayah.