Tuesday, August 31, 2010

Ganyang Malaysia? Ganyang Malaysia! Ganyang Malaysia? ...

 Ganyang Malaysia! ...setidaknya itulah yang sering mengemuka jika terdapat perselisihan antara Indonesia dan Malaysia. Sejaka zamannya Soekarno sampai dengan SBY saat ini, hubungan kedua negara mengalami pasang surut. Ratusan ribu TKI bekerja pada sektor formal dan informal di Malaysia. Di Sektor informal, banyak di antara mereka menjadi buruh dengan upah murah di negara tersebut setelah di dalam negeri Indonesia sendiri tidak banyak lapangan pekerjaan yang menjanjikan. Apalagi kalau mengingat kurs kita yang jauh dari nilai kurs ringgit Malaysia, maka meskipun upah mereka tergolong murah di sana, tetapi kalau dikurskan ke rupiah, tetap saja menjadi tinggi untuk ukuran pekerjaan yang sama di Indonesia. Jadi, tidak mengherankan bila banyak pengangguran dan pekerja dengan pendidikan rendah mengais rejeki di negeri jiran, Barangkali karena merasa mereka menjadi majikan banyak rakyat Indonesia, mereka berani memperlakukan bangsa Indonesia seperti gembel-gembel dan babu-babu yang hanya mereka pandang sebelah mata dan sering mereka campakkan begitu saja.

Kesempatan untuk mendapatkan lahan/pulau di dekat negara mereka sangat terbuka luas sejak era reformasi. Pemerintah yang berganti-ganti dengan cepat dan pengawasan pulau-pulau terluar Indonesia yang lemah dimanfaatkan oleh negara tetangga tersebut dengan baik. Sudah berapa luas lahan yang mereka klaim ...ribuan (atau bahkan jutaan??) hekatar sebagai wilayah mereka. TIm diplomasi kita untuk masalah menentukan batas negara sering berganti-ganti dan kurang memahami persoalan, sementara tim diplomasi mereka selalu sama dan sangat menguasai persoalan sehingga sering menyebabkan kita kalah telak. Apalagi kekuatan militer Indonesia melemah dengan semakin usangnya persenjataan dan sarana hankam seiring dengan menciutnya anggaran militer. Menyikapi hal tersebut seringkali terkesan bahwa Pemimpin Indoesia tidak punya nyali untuk menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai martabat yang dijunjung tinggi. Kita asyik dengan euforia demokrasi dan asyik masyuk dengan persoalan KKN. Jatuhnya banyak pesawat apalagi pesawat militer semakin menunjukkan rapuhnya kemampuan Indonesia dalam merawat dan memperbarui pesawat untuk tujuan hankam. Sebagai warga negara saya pun malu melihat peristiwa ini ... tidak untuk bertempur saja sudah jatuh sendiri, apalagi kalau untuk bertempur ... pasti memalukan dan keok. Kalau ketiga angkatan dan kepolisian tidak diberdayakan, bukan tidak mungkin suatu saat nanti kita akan semakin banyak kehilangan lahan (wilayah). Sudah saatnya pemerintah serius untuk melengkapi persenjataan militer dan alat hankamnya dengan produk-produk yang mutakhir sambil berusaha sekuat tenaga meningkatkan kemampuan personil tentara nasional dan industri dalam negeri dalam membuat produk-produk hankam di negeri sendiri. SBY berlatar belakang militer, apalagi seorang jenderal ... tentu tidak perlu diajari lagi bagaimana memperkuat kekuatan hankamrata. Yang perlu kita lakukan hanyalah selalu mengingatkan akan hal ini.

Malaysia mempunyai perjanjian pakta pertahanan dengan beberapa negara, seperti Australia, Selandia Baru, Singapuran, dan Inggris dimana bila salah satu negara tersebut diserang negara lain, maka negara-negara tersebut turut membantunya. Indonesia belum memiliki perjanjian seperti ini. karena itukah pemerintah tidak punya nyali dan gigi berhadapan dengan Malaysia? Menyedihkan sekali. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak mempunyai daya untuk menunjukkan harga dirinya ... bagaimana ini ...

Persoalan dengan Malaysia pada masa mendatang saya pikir akan semakin meningkat. Negara kecil tersebut akan semakin berani menginjak-injak harga diri bangsa Indonesia jika kita tidak berpikir panjang. Sumber daya alam dunia yang semakin sedikit akan semakin menyebabkan suatu negara berusaha untuk menguasai sumber daya alam negara lain. Contoh konkrit adalah bagaimana hutan-hutan di Kalimantan dirambah dan dibabat dengan suruhan cukong-cukong dari Malaysia. Jutaan hektar! Dan Jakarta, dengan tenangnya berusaha menghibur diri dan mengedepankan diplomasi serta tidak berani menggertak negara tersebut dengan sungguh-sungguh. 

Sistem hankamrata harus semakin "dipoles" sehingga setiap saat siap bila dibutuhkan. Yang penting pula harus diingat, kita sudah banyak menghasilkan peraturan perundang-undangan, baik dalam keadaan damai maupun darurat. Mengapa kita tidak melaksanakannya secara konsekuen? Moga-moga menjadi bahan renungan dalam bertindak.

No comments:

Post a Comment